Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Walaupun mata mempunnyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga
orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar,selain terdapatnya refleks memejam atau
mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata serta rongga orbita.
Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat
untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau
menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata:
palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma
mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Trauma pada mata sering mengalami kesukaran dalam menilai kerusakan yang
diakibatkannya. Kadang-kadang pukulan mempunyai kesan tidak keras dan kerusakan
matapun sepintas lalu tidak nampak. Tetapi ternyata membawa akibat berat bahkan sampai
timbul kebutaan. Sebaiknya bila ada trauma mata segera dilakukan pemeriksaan dan
pertolongan karena kemungkinan fungsi penglihatan masih dapat dipertahankan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan
mata.
B. JENIS-JENIS TRAUMA
Trauma mata berdasarkan penyebabnya dibagi ;
1) Mekanis :
Tumpul
Tajam
Tembus
2) Bahan Kimia :
Asam
Basa
3) Fisik :
Cahaya
Ledakan
Kebakaran
Blow out Fraktur
I.

TRAUMA MEKANIS
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda
yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras
(kencang) ataupun lambat. Tingkatan dari rudapaksa mata ini tergantung dari besar,
berat, energi kinetik dari obyek.
Gelombang tekanan akibat dari rudapaksa mata menyebabkan :
1.

Tekanan yang sangat tinggi didalam bola mata.

2.

Perubahan dari bola mata.


3. Tekanan dalam bola mata akan menyebar antara cairan vitreous yang kental dan
jaringan sclera yang tidak elastis.

4. Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya jaringan pada tempat dimana ada
perbedaan elastisitas, mis: daerah limbus, sudut iridocorneal, ligamentum Zinii,
corpus ciliare.
Respon dari jaringan terhadap rudapaksa mata tumpul :
1. Vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer, sehingga terjadi iskemia dan
nekrosis lokal.
2. Diikuti dengan vasodilatasi, hiperpermeabilitas, aliran darah yang menurun.
3. Dinding pembuluh darah robek maka cairan jaringan dan isi sel akan menyebar
menuju jaringan sekitarnya sehingga terjadi edema dan perdarahan.
1. PALPEBRA
Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata
ke

belakang

struktur

pada

sehingga

kemungkinan

permukaan

merusak

(kelopak

mata,

konjungtiva, sklera, kornea dan lensa) dan struktur


mata bagian belakang (retina dan persarafan).
Hematoma palpebra merupakan pembekakan
atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah
palpebral. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan
berbentuk kaca mata hitam, maka keadaan ini disebut hematoma kaca mata dan
merupakan keadaan yang gawat.
2. KONJUNGTIVA
Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat
menjadi kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat
trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar
dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa
dapat mengedip, maka keadaan ini telah dapat
mengakibatkan edema pada konjungtiva.
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan
palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva.
Pada edema konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan didalam selaput lendir konjungtiva. Pada kemotik konjungtiva

berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi
tersebut.
Hematoma Subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat
pada atau dibawah konjungtiva, seperti arteri
konjungtiva dan arteri episklera.
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma
tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak terdapat
robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera.
Kadang-kadang

hematoma

subkonjungtiva

menutupi keadaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan
funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva
akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam
penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan
eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.
Pengobatan ini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres hangat.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa
diobati.
3. KORNEA
Edema Kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat
mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran
descement. Edema kornea akan memberikan keluhan
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu
atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh
dengan uji placido yang positif.
Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan
neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan
garam hipertonik 2-8%, glukose 40% dan larutan albumin.
Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan azetolamida.
Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan
dengan lensa kontak lembek dan mungkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi
pengurangan edema kornea.

Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan membran


descement yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan
memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat astimagtisme
ireguler.
Erosi Kornea
Erosi
kornea
terkelupasnya

epitel

merupakan
kornea

keadaan

yang

dapat

diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.


Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran
basal.

Dalam

waktu

yang

pendek

epitel

sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut.
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali
akibat erosi merusak
kornea yang mempunnyai serat sensibel yang

banyak,

mata berair, denagan kornea yang keruh.


Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel

kornea

bila diberi perwanaan fluorescein akan berwarna


Epitel yang terkelupas atau terlipat

hijau.
sebaiknya

yang

dilepas atau dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika spektrum
luas seperti neosporin, kloramfenikol, dan sulfasetamide tetes mata. Akibat rangsangan
yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan siklopegik aksi pendek seperti
tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebat tekan selama 24 jam. Erosi
yang kecil biasanya tertutup kembali setelah 48 jam.
4. UVEA

Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga
bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.
Pada iridosialisis akan terlihat pupil
lonjong.

Biasanya

iridodialisis

terjadi

bersama-sama dengan terbentuknya hifema.


Bila keluhan demikian maka pada pasien
sebaiknya dilakukan pembedahan dengan
melakukan
terlepas.

reposisi

pangkal

iris

yang

Hifema
Hifema atau darah didalam bilik mata depan
dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar.
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan
epifora dan blefarospasme, penglihatan akan sangat
turun.
Respon vaskuler yang terkena adalah Arteri Ciliaris Anterior, perdarahan vena di
Schlemm kanal dan adanya hipotoni, seperti pada siklodialisis. Pada umumnya 70 %
kasus penyerapan terjadi dalam waktu 5-6 hari.
Bila perdarahan luas koagulasi dibilik mata depan akan luas dimana terjadi
gumpalan fibrin dan darah merah. Hal ini akan memperlambat penyerapan ditambah
lagi hambatan mekanis terhadap outflow humor aquos disudut iridocorneal.
Pada beberapa produk darah menempel pada bagian anterior pigmen membran
dari iris didaerah pupil dan sudut iridocorneal.Walaupun sepintas bilik mata depan
jernih, tetapi iritis cukup kuat untuk membentuk sinekia anterior dan posterior. Hifema
sekunder pada umumnya nampak antara hari ke 2 dan ke 5. biasanya diikuti dengan
ancaman iritis.
Pada hifema ringan dapat terjadi glaukoma sekunder dengan meningkatnya
tekanan intraokuler. Hal ini dari adanya edema di trabekuler meshwork, sehingga
terjadi gangguan outflow humor aquos. Tekanan intraokuli kadang baru terjadi
beberapa hari setelah trauma, ini adalah akibat adanya perdarahan sekunder. Frekuensi
perdarahan sekunder tanpa kenaikan tekanan intraokuler 30%. Frekuensi perdarahan
sekunder dengan kenaikan tekanan intraokuler 50%.

PERAWATAN KONSERVATIF/TANPA OPERASI


1. Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat
(diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45. Hal ini akan mengurangi tekanan
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Dengan tirah baring, absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat

mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus


dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder.
2. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema untuk
menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang
timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti:
(a) Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona
AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C.
Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik
(Dipasaran obat ini dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan
darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk
memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya
perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya
kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan
gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea.
Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.
(b) Midriatika Miotika
Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti
dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.
(c) Ocular Hypotensive Drug
Pemberian acetazolamide (Diamox) secara Pada hifema yang penuh dengan
kenaikan tekanan intra okular, diberi diamox, glyserin, nilai selama 24 jam :
Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,
lakukan parasentesa yaitu pengeluaran darah melalui sayatan di kornea. Bila
tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi
setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada
sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa.
(d) Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi
iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.
7

(e) Obat-obat lain


Sedativa diberikan bila penderita gelisah dan analgetika bila timbul rasa
nyeri.
PERAWATAN OPERASI
Indikasinya adalah sebagai berikut :
a. Empat hari setelah onset hifema total
b. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
c. Hifema total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4
hari (untuk mencegah atrofi optic)
d. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA selama 6 hari dengan
tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
e. Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)
f. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan
Tekanan Intra Ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta
Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh
ditunda. Corneal bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol
dalam 24 jam.6
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah
1. Paracentesa : mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata melalui lubang
yang kecil di limbus. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox
atau jika darah masih tetap terdapat dalam bilik mata depan pada hari 5-9.
Cara melakukan parasentese :
Dengan jarum parasentese yang steril dilakukan insisi pada kornea 2 mm dari
limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Jangan dilimbus, karena
banyak pembuluh darah. Dengan beratnya sendiri, darah akan keluar melalui luka
tersebut. Melakukan irigasi bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik,

5. LENSA
a. Dislokasi Lensa.
Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan mengakibatkan
kedudukan lensa terganggu.

b.

Subluksasi Lensa.
Terjadi

akibat

putusnya

sebagian

zonula zinn sehingga lensa berpindah


tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita
kelainan pada zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan).
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa
akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa
pada zonula tidak ada maka lensa yang elastic akan menjadi cembung, dan mata
akan menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke
depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit
pada mata ini mudah terjadi glaucoma sekunder.
c. Luksasi Lensa Anterior.
Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa
dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata
depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga
akan timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit
yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar
yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke
belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.
d. Luksasi Lensa Posterior.
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa
posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga
lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior
fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya
akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa
lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk
jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada
dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa
glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik
e. Cincin Vossius
Cincin Vossius merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat dibelakang
pupil, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa sesudah suatu
trauma.
6. TRAUMA RETINA DAN KOROID
9

Edema Retina dan Koroid


Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan akan
sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu
akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan
oklusi arteri retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali macula, sehingga pada
keadaan ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Edema retina akibat
trauma tumpul juga mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red
spot.
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema macula atau
edema berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus
posterior fundus okuli berwarna abu-abu.
Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi
dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah macula oleh sel pigmen
epitel.
Ablasio Retina.
Trauma
diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari
koroid

pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien


telah mempunnyai bakat untuk terjadinya
ablasi retina ini seperti retina tipis akibat retinitis
semata, miopia, dan proses degenerasi lainnya.
Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya

selaput

yang

seperti

tabir

menganggu

lapangan

pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam penglihatannya
akan menurun.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat
pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka
secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.
Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan
akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan
melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam
penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan
subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka akan
10

terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa
tertutup koroid.
7. TRAUMA SARAF OPTIK
Avulsi Papil Saraf Optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya didalam
bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan
kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf
optiknya.
Optik Neuropati Traumatik
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula
perdarahan dan edema sekitar saraf optik.
Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek aferen
pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah
gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal
dalam beberapa minggu sebelum menjadi pucat.
Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah trauma
retina, perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan pada khiasma
optik.
Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan memberi
steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk
pembedahan.
b. Trauma Tembus Bola Mata
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda
asing masuk ke dalam bola mata, maka akan terlihat
tanda-tanda bola mata tembus, seperti :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tajam penglihatan
TIO rendah
Bilik mata dangkal
Bentuk danletak pupil rendah
Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera
Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan

mata, iris, lensa, badan kaca atau retina


g. Konjungtiva kemotis

11

Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola mata maka
secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topikal, imunisasi tetanus, dan mata
ditutup, dan segera dikirim pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan.
Pemeriksaan Radiologi untuk menentukan apakah ada benda asing yang masuk
kedalam mata
c. Trauma Tajam
Trauma tajam pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan jaringan atau
organ mengalami kerusakan.
ETIOLOGI
Trauma tajam disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

mata.
TANDA DAN GEJALA
Tajam penglihatan yang menurun
Tekanan bola mata rendah
Bilikmata dangkal
Bentuk dan letak pupil berubah
Terlihat adanya ruptur pada cornea atau sclera
Terdapat jaringan yang prolaps (cairan mata iris, lensa,badan kaca atau retina).
Konjungtiva kemotis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini
dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
b. Pemeriksaan Computed Tomography (CT)

PENATALAKSANAAN
Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola mata, maka
secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topical, mata ditutup, dan segera dikirim
kepada dokter mata untuk dilakukan pembedahan.
Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotik sistemik
atau intravena dan pasien dikuasakan untuk kegiatan pembedahan. Pasien juga diberi
antitetanus provilaksis, dan kalau perlu penenang. Trauma tembus dapat terjadi akibat
masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing didalam bola mata pada
dasarnya perlu dikeluarkan dan segera dikirim ke dokter mata. Benda asing yang
bersifat magnetic dapat dikeluarkan dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang
tidak magnetic dikeluarkan dengan vitrektomi. Penyulit yang dapat timbul karena
terdapatnya benda asing intraokular adalah endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina,
perdarahan intraokular dan ptisis bulbi.
PATOFISIOLOGI
12

Trauma tajam pada mata karena benda tajam maka dapat mengenai organ mata dari
yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tajam bola mata bisa mengenai :
1) PALPEBRA
Luka terbuka palpebra
Keluhan rasa nyeri, bengkak dan berdarah.
- Pemeriksaan : tampak adanya luka terbuka dan perdarahan
- Pengobatan : pembersihan luka, kemudian dijahit. Bila perlu dapat ditambah
dengan antibiotika, analgetik dan antiinflamasi.
2) KONJUNGTIVA
1. Perdarahan: Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata mekanis tumpul.
2. Robekan 1 cm : Tidak dijahit, diberikan antibiotika lokal.
3. Robekan lebih dari 1 cm : Dijahit dengan benang cat gut atau sutera berjarak
0,5 cm antara tiap-tiap jahitan. Beri antibiotika lokal selama 5 hari dan bebat
mata untuk 1-2 hari.
3) KORNEA
1. Erosi kornea : Penatalaksanaan seperti rudapaksa mata tumpul
2. Luka tembus kornea
Anamnesa :

teraba nyeri,
epifora,
fotofobia,
blefarospasme

Pemeriksaan :

bagian yang mengalami kerusakan epitel menunjukkan


flurocein (+)

Pengobatan :
Jaringan intraokular yang keluar dari luka, misal : badan
kaca, prolap iris sebaiknya dipotong sebelum luka dijahit. Jahitan
kornea dilakukan secara lamellar untuk menghindari terjadinya
fistel melalui bekas jahitan.
Luka sesudah dijahit dapat ditutup lembaran konjungtiva
yang terdekat. Tindakan ini dapat dianggap mempercepat
epitelialisasi.
Antibiotika

lokal

dalam

bentuk

salep,

tetes

subkonjungtiva 0,3-0,5 U. Garamycin tiap 2 hari sekali.

13

atau

Atopin tetes 0,5%-1% tiap hari. Dosis dikurangi bila pupil


sudah cukup lebar.
Bila ada tanda-tanda glaukoma sekunder dapat diberikan
tablet Analgetik, antiinflamasi, koagulasi dapat diberikan bila
perlu.
3. Ulkus kornea
Sebagian besar disebabkan oleh trauma
yang mengalami infeksi sekunder. Pada
anamnesa, ditemukan teraba nyeri, epifora,
fotofobia, blefarospasme.
Pemeriksaan :

nampak kornea yang edema dan keruh.


bagian yang mengalami kerusakan epitel menunjukkan
pengecatan ( + ).

Terapi :

antibiotika lokal tetes, salep atau subkonjungtiva


scraping atau pembersihan jaringan nekrotik secara hati-hati

bagian dari ulkus yang nampak kotor.


Aplikasi panas. Kauter dilakukan dengan cara memanaskan

pasak.
Cryo terapi

4) SCLERA
Luka terbuka atau tembus
Luka ini lekas tertutup oleh
konjungtiva sehingga kadang
sukar diketahui. Luka tembus
sclera harus dipertimbangkan
apabila dibawah konjungtiva
nampak

jaringan

hitam

(koroid).
Pengobatan : sama dengan luka tembus pada kornea.
5) OFTALMIA SIMPATETIK
14

Suatu uveitis yang diderita oleh mata kontralateral apabila mata


lainnya mengalami trauma atau trauma tembus yang mengenai
jaringan uvea. Frekuensi tertinggi terjadi 2-4 minggu sesudah trauma.
Proses berlangsung :
1.

Tahap iritasi ( Sympatetic Iritation )

2.

Tahap radang ( Sympatetic Inflamation )

TAHAP IRITASI
Anamnesa :

keluhan nyeri,
tanda-tanda radang ringan,
epifora,
fotofobia.

Pemeriksaan :

tanda-tanda iritis ringan.


Biasanya bersifat reversibel atau langsung tahap radang.

TAHAP RADANG
Dapat berlangsung akut/menahun.
Stadium ini bersifat irreversibel dan kemungkinan besar akan
memburuk bila pengobatan kurang sempurna.
Terapi :

Mata traumatik : enukleasi bulbi dipertimbangkan bila visus 0

atau lebih jelek daripada mata simpatetik.


Mata yang masih mempunyai visus walaupun terbatas selalu
menjadi pertimbangan yang sangat sulit apakah akan dilakukan
enukleasi atau dipertahankan.

6) BILIK MATA DEPAN


Penatalaksanaan sama dengan trauma tumpul.
7) IRIS
Iritis sering sebagai akibat dari trauma.

15

Anamnesa :
keluhan nyeri,
epifora,
fotofobia,
blefarospasme

- Pemeriksaan :

pupil miosis,

reflek pupil menurun,

sinekia posterior
- Terapi :
Atropin tetes 0,5%- 1 %.
1-2 x perhari selama sinekia belum lepas.
Antibiotik lokal.
Diamox bila ada komplikasi glaukoma.
8) LENSA
1. Katarak
Penatalaksanaan sama dengan trauma tumpul.
2. Dislokasi lensa
Penatalaksanaan sama dengan pada rudapaksa mata tumpul
9) KERUSAKAN SEGMEN POSTERIOR
Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata tumpul
10) CORPUS ALIENUM (BENDA ASING)
- Anamnesa :
mengeluh ada benda asing masuk kedalam mata
- Pemeriksaan :
benda asing tersebut harus dicari secara teliti memakai penerangan
yang cukup mulai dari palpebra, konjungtiva, fornixis, kornea,
bilik mata depan.
Bila mungkin benda tersebut berada dalam lensa, badan kaca
dimana perlu pemeriksaan tambahan berupa funduskopi dan
foto rontgen.
Benda asing yang masuk dalam mata dapat dibagi 2 kelompok
yaitu :
a. Benda logam :
misal : emas, perak, platina, besi, tembaga.
Benda logam ini dapat bersifat magnet atau non magnet.
b. Benda bukan logam :
batu, kaca, porselin, plastik, bulumata, dll.
16

Benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata berupa


perubahan selular dan membran sehingga mengganggu
fungsi dari mata.
Misal : besi berupa siderosis dan tembaga berupa kalkosis.
Besi biasanya merusak jaringan yang mengandung epitel
sedangkan tembaga merusak bagian membran misal
descement kornea lensa, iris, badan kaca, dll.

Pengobatan :
mengeluarkan benda asing
Bila lokalisasi di palpebra dan konjungtiva, kornea maka
dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anestesi

lokal.
Untuk mengeluarkan perlu kapas lidi atau jarum suntik

tumpul/ tajam.
Bila benda bersifat magnetik maka dapat dikeluarkan dengan

magnet portable atau giant magnet.


Bila benda asing pada segmen posterior hendaknya dikirim ke
pusat oleh karena memerlukan tindakan yang lebih cermat dan

perlengkapan yang khusus.


Pemberian antibiotika lokal pada benda asing di konjungtiva

dan kornea.
Pada kornea dapat ditambahkan atropin 0,5 %-1 %, bebat mata
dan diamox bila ada tanda-tanda glaukoma sekunder.

11) OTOT EKSTRA OKULAR


Kelainan Pergerakan Mata. Hal ini pada trauma dapat disebabkan :
kelainan pada otot mata
kelainan pada persarafan otot mata
kelainan pada jaringan orbita lainnya
17

Walaupun gangguan pergerakan bola mata tidak dapat menyebabkan


kebutaan atau penurunan tajam penglihatan namun kegiatan seharihari dapat terganggu dengan adanya keluhan diplopia.
-

Anamnesa :
akibat diplopia timbul keluhan pusing, mual, muntah
Pemeriksaan. :
hambatan pergerakan bola mata dapat akibat paralisa atau
ototnya sendiri yang terjepit.
Test Forced Duction :
Untuk membedakan gangguan karena kelumpuhan atau ototnya
yang terjepit.
Cara : Mata ditetesi anestesi lokal, kemudian otot yang akan
diperiksa dipegang dengan pinset dan ditarik ke arah gerak otot
tersebut.

bila lancar berarti paralisa

bila sukar ada hambatan / otot terjepit

Pengobatan :
PARALISA :

anti inflamasi dan neurokopik

untuk menghindari diplopia satu mata :


a. pada parese ringan mata sehat ditutup supaya mata
parese terlatih
b. pada parese berat mata parese yang ditutup.
Setelah 3-6 bulan tidak ada kemajuan berarti tetap
strabismus dan atau diplopia maka penderita perlu
dirujuk untuk tindakan operasi.
Sebab setelah 6 bulan dianggap telah mengalami
penyembuhan maksimal atau sudah timbul komplikasi
kontraktur-kontraktur.

II.

TRAUMA KIMIA
a. Trauma Asam
Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan
termasuk kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam

18

dengan pH < 7. Beberapa zat asam yang sering mengenai mata adalah asam
sulfat, asam asetat, hidroflorida, dan asam klorida. Jika mata terkena zat kimia
bersifat asam maka akan terlihat iritasi berat yang sebenarnya akibat akhirnya
tidak berat.
Bila mata terkena asam maka akan segera terjadi pengendapan maupun
penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka
tidak akan bersifat destruktif seperti trauma akali.
Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan adanya
koagulasi protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata, yaitu sebagai barrier
yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. Hal ini
berbeda dengan basa yang mampu menembus jaringan mata dan akan terus
menimbulkan kerusakan lebih jauh. Selain keuntungan, koagulasi juga
menyebabkan kerusakan konjungtiva dan kornea. Dalam masa penyembuhan
setelah terkena zat kimia asam akan terjadi perlekatan antara konjugtiva bulbi
dengan konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron. (Susanto, 2004; Vaughan,
2000)
Penatalaksanaan yang tepat pada trauma kimia adalah irigasi dengan
menggunakan salin isotonic steril dan memeriksa pH permukaan mata dengan
meletakkan seberkas kertas indicator di forniks. Ulangi irigasi apabila pH tidak
terletak antara 7,3-7,7. (Vaughan, 2000).
Trauma Basa
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada
mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus
kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga
berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran
jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi
proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.
Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan bertambah
kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan
merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:
Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
19

Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea


Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea
Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%
Tindakan bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi
dengan garam fisiologik selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan
paling sedikit 60 menit setelah trauma. Penderita diberi sikloplegia, antibiotika,
EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma basa,
diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh.
Penyulit yang dapat terjadi adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema, dan
neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan ptisis bola mata.

III.

TRAUMA FISIK
a. Cahaya
Cahaya yang berasal dari matahari atau alat untuk las mengandung ultraviolet
yang dapat mengakibatkan konjungtivitis dan keratitis, sedangkan cahaya dari
pembikinan kaca (Glass Blomers) banyak mengandung infra red yang dapat
mengakibatkan katarak.
Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)
- Kerusakan terbatas pada kornea
- Akan memberikan keluhan setelah 4-10 jam terpapar
matanya sangat sakit , mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir ,
fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik.

20

Terdapat

infiltrat pada permukaan kornea, pupil miosis, tajam

penglihatan terganggu
Trauma Sinar Infra Merah
Dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari. Kerusakan terjadi
akibat terkonsentrasinya sinar infra merah, mengakibatkan keratitis
superfisial , katarak kortikal antero posterior dan koagulasi pada koroid
Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi
kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar infra merah ini.
Pengobatannya diberikan steroid sistemik dan lokal untuk mencegah
terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala
radang yang timbul.
Trauma Sinar X
Akibat dari sinarini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel
secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif lensa
menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran berupa dilatasi
kapiler, perdaraan, mikroaneuris mata, dan eksudat.
b. Kebakaran
Adanya reflek menutup palpebral, sehingga kelainan terbatas pada palpebra.
Pengobatan : Tidak berbeda dengan kelainan akibat luka bakar pada kulit
bagian tubuh yang lain.
c. Blow Out Fraktur
Patah tulang dasar orbita tanpa kerusakan dari rima orbita akibat perubahan
mendadak dan ruang retrobulbar karena perubahan tekanan yang terjadi akibat
hantaman yang keras pada bulbus oculi.
Anamnesa : Adanya trauma, visus menurun, nyeri, diplopia, mual,
muntah
Pemeriksaan :
Edema hypoestesi daerah saraf intraorbita
Tanda-tanda patah tulang : Gerakan terbatas,enoftalmus
Pengobatan :
Konservatif selama 3 minggu untuk mengevaluasi sambil menunggu
-

oedema dan ekhimosis berkurang


Bila enoftalmus masih tampak,keluhan diplopia sangat menganggu :
operatif.

BAB III
PENUTUP
21

Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara lain trauma mekanik
(tumpul dan tajam), trauma kimia (asam dan basa), dan trauma fisik. Pemeriksaan awal
pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera
sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progesif lambat atau
berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraocular apabila terdapat
riwayat memalu, mengasah atau ledakan.
Pemeriksaan fisik dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan, periksa
proyeksi cahaya, diskriminasi dua-titik dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas
mata dan sensasi kulit periorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi
tulang orbita. Apabila tidak tersedia slit-lamp di ruang darurat, maka senter, kaca pembesar
atau oftalmoskop langsung pada + 10 ( nomor gelap ) dapat digunakan untuk memeriksa
adanya cedera dipermukaan tarsal kelopak mata dan segmen anterior.
Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka dan abrasi.
Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya perdarahan, benda asing
atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran, bentuk dan
reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk
memastikan apakah terdapat defek pupil aferen di mata yang cedera. Apabila bola mata
tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva palpebra dan forniks dapat diperiksa secara lebih
teliti, termasuk inspeksi setelah eversi kelopak mata atas. Oftalmoskop langsung dan tidak
langsung digunakan untuk mengamati lensa, korpus vitreosus, diskus optikus, dan retina.
Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma
eksternal. Pada semua kasus trauma mata, mata yang tampak tidak cedera juga harus
diperiksa dengan teliti.

DAFTAR PUSTAKA
22

1. Tjokronegoro, Arjatmo. 2003. Ilmu Penyakit Mata,3 rd edisi. Jakarta : Balai

Penerbit

FKUI
3. Ilyas,Sidharta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
4. Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
KDT. 2000, Jakarta
5. James, Bruce, et al. 2006 . Lecture Notes Oftalmologi, 9th eds. Surabaya : Airlangga.

23

Anda mungkin juga menyukai