Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Resusitasi jantung paru adalah serangkaian penyelamatan hidup pada henti jantung. Walaupun

pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung penyelamat, korban, dan keadaan
sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu bagaimana melakukan RJP yang lebih dini, lebih
cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya, pengenalan akan adanya henti jantung dan tindakan
segera yang harus dilakukan menjadi prioritas dari tulisan ini.1
Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa Negara. Terjadi baik di luar
rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan 350.000 orang meninggal per tahunnya
akibat henti jantung di Amerika dan Kanada. Perkiraan ini tidak termasuk mereka yang
diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan tidak sempat di resusitasi. Walaupun usaha
untuk melakukan resusitasi tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak
dilakukannya resusitasi. 1,2
Sebagian besar korban henti jantung adalah orang dewasa, tetapi ribuan bayi dan anak juga
mengalaminya setiap tahun. Henti jantung akan tetap menjadi penyebab utama kematian yang
premature, dan perbaikan kecil dalam usaha penyelamatannya akan menjadi ribuan nyawa yang
dapat diselamatkan setiap tahun. 1,2
Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam
bidang kesehatan. Ini bermaksud bahwa RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat, para
medis dan juga orang awam. 1,2
Menurut American Heart Associaton, rantai kehidupan mempunyai hubungan erat dengan
tindakan jantung paru, karena penderita yang diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat
besar untuk data hidup kembali . 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah
ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel.

Kematian karena syok

terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel. Terapi syok
bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab. Syok sirkulasi
dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalin sehingga menimbulkan akibat
fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi
tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat,
tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal). Syok atau
renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan hipoksia jaringan
dan sel.5
2.2 Etiologi dan klasifikasi
Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi :5
1. Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh :
- Kehilangan darah/syok hemoragik

Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal

Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks

- Kehilangan plasma : luka bakar


- Kehilangan cairan dan elektrolit

Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih

Internal : asites, obstruksi usus

2. Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan
karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard Akut).
3. Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam tubuh yang
berakibat vasodilatasi.

1. Syok anafilaktif, gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang
mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan
terjadi dilates arteriola sehingga venous return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi, sengatan
serangga, gigitan ular berbisa.
2.

Syok neurogenik, terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkn karena disfungsi
sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma pada tulang belakang,
spinal syok.

2.3 Patofisiologi
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya
aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-macam penyebab.
Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system yang terpisah namun saling berkaitan yaitu:
jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor
ini bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok.
Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan
curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat.
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:5
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah
ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital.
Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume
darah dengan konservasi air.Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan
kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan
frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun,
tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler.
Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi
sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri
menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga
terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti
dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi
di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabkan
terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut
memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia
usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi bakteri
usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk
keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak,
integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup,
paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya
anoksia dan hiperkapnea.
1. Patogenesis dan Patofisiologi Syok Hipovolemik5
Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa saluran cerna
dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara lain trauma abdomen dengan

ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok
hipovolemik ditandai oleh volume cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan
tekanan vena sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon
jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada orang tua atau
karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan syok.
2. Patogenesis dan Patofisiologi Syok Kardiogenik5
Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas miokard
yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan darah rendah,insufisiensi
koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Syok kardiogenik
ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari
kehilangan masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal
diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga merupakan kibat dari ketidak seimbangan yang terusmenerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner yang terserang
juga tidak mampu meningkatkan alira darah secara memadai sebagai respon terhadap
peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respon kompensatorik
seperti perangsangan simpatik. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan
kinerjanya menjadi sangat terganggu.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung
yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus berulang. Siklus
dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan
fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi
arteria. Akibatnya terjadinya asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih
lanjut mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.

3. Patogenesis Syok Septik5


Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang berada
dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi penyebab septicemia. Syok

septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena
penimbunan cairan disirkulasi mikro, pembentukan pintasan

arteriovenus dan penurunan

tahanan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa
faktor predisposisi syok septic adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia berat,
penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang, imunosupresan atau radiasi. Syok
septik sering terjadi pada bayi baru lahir, usia di atas 50 tahun, dan penderita gangguan sistem
kekebalan.
4. Patogenesis Syok Neurogenik5
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif. Syok
neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah
secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada
pembuluh darah pada capacitance vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau
anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan
terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak
berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut,
takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien
dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepaa
yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari
penyebab yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya
tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi perifer.
5. Patogenesis Syok Neurogenik5
Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau
Immediate type reaction. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
-

Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya
oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit,
mukosa, saluran napas atau saluran makan ditangkap oleh makrofag. Makrofag segera

mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin


(IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini
kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
-

Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama.
Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada
paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk allergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen
yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif
lain dari granula yang disebut preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang
degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan
Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly
formed mediators.

Fase Efektor, yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ
organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas
kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus dan vasodilatasi. Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos.
Platelet Activating Factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan
neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga
dengan leukotrien.

2.4 Diagnosis
2.4.1

Syok hipovolemia

Anamnesis
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting
untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik
akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam
kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan
status mental.7

Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya


dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa
informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat
tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor). Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital,
sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung
mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.Tanda klasik pada aneurisma arteri
torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya
menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.7,8
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang
hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non steroid yang
lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.9
1. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.
2. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat
kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien
dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptik atau
varises esophagus.
Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi
mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan
pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri.
Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka
hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.7
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan,
dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus
dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan
darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme
kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien
kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih
diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi,
tanpa memperhatikan derajat syoknya.10

Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang


hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata.
Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan
klasifikasi awal.10
Tabel. 2.1 Perkiraan kehilangan cairan dan darah berdasarkan presentasi penderita.8

Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok.
Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade
jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea,
suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan
defisit neurologis).8
Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan
bagian luar tubuh.7,8
1. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena
perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau
laserasi paru.
2. Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang
3.

menunjukkan cedera intraabdominal.


Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur
femur dan perdarahan dalam paha).

4. Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar.
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen
harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya
aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau
perdarahan.7
Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada
perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double set-up di ruang operasi.
Periksa abdomen, uterus,atau adneksa.7
Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah, gastrointestinal,
atau berhubungan dengan kehamilan.11
1. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul.
Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan
ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen,
fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada tengkorak.
2. Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah antara lain
aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.
3. Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik antara lain:
perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory-Weiss tears, dan
fistula aortointestinal.
4. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu,
plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum
terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes kehamilan
negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan.

Pemeriksaan Laboratorium
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya
tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien itu
sendiri.7
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:8,10
1. Hemoglobin dan hematokrit

Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak
berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung
lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah
yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada
dengue fever atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.
2. Urin
Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria
3. Pemeriksaan analisa gas darah
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka
proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan
dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3.
Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
4. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan
asidosis
5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan serum
kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
6. Pemeriksaan faal hemostasis
7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer
Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi
secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi
intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.1
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung
dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma dengan syok
hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai
terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya
dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak
dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan
(biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.7
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada
awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak

stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang
panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.8
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien
hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera
dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien
dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.8
Differensial diagnosis 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.4.2

Solusio plasenta Kehamilan ektopik


Aneurisma abdominal Perdarahan post partum
Aneurisma thoracis Trauma pada kehamilan
Fraktur femur Syok hemoragik
Fraktur pelvis Syok hipovolemik
Gastritis dan ulkus peptikum Toksik
Plasenta previa
Syok anafilaktik

Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat
hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara
parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.9,10

Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : baik sampai buruk
2. Kesadaran: composmentis sampai koma
3. Tensi : hipotensi,
4. Nadi :takikardi,

5. Kepala dan leher : sianosis, dispneu, konjungtivitis, lakrimasi, edema periorbita, perioral,
rinitis
6. Thorax aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, abdomen :
nyeri tekan, bising usus meningkat
7. Ekstremitas : urtikaria, edema.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah
putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi
gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan
meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi, trombositopenia eosinofilia naik/
normal / turun. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.
2. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen.
3. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,
4. EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkan
ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot
jantung.10

Diferensial Diagnosis
Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti :
1. Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak pingsan,
pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada reaksi vasovagal
nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih
mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik.7

2. Infark miokard akut


Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa
penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi
saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.7
3. Reaksi hipoglikemik
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain. Pasien
tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-kadang
menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi
anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.7
4. Reaksi histeris
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau sianosis.
Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas
dijumpai pada reaksi anafilaksis.7
5. Carsinoid syndrome
Pada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare,
serangan sesak napas seperti asma.7
6. Chinese restaurant syndrome
Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit
setelah mengkonsumsi MSG (monosodium glutamat) lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih
dari 5gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan
pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.7
7. Asma bronkial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi
ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan
makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.7
8. Rinitis alergika
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang
hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu, terutama di
udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA.7
2.4.3

Syok neurogenik

Anamnesis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik dari anamnesis
biasanya terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi
umum yang dalam).7
Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat,
bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia.7
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:7
1. Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin,
glukosa darah.
2. Analisa gas darah
3. EKG
Diferensial Diagnosis
1. Semua jenis syok.
2. Sinkop (pingsan)
3. Hipoglikemia

2.4.4

Syok kardiogenik
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan

dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung,
rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat
jantung.10
Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90 mmHg),
diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital : 8,10
1
2
3
4
5

Produksi urin kurang dari 20 ml/jam


Gangguan mental, gelisah, sopourus
Akral dingin
Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat kardial.
Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin plasma serta
menurunnya kadar insulin plasma.
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolik. Hipovolemia


merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik, disebabkan oleh

meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular ke interstitiel, stres akut, ataupun penggunaan
diuretika.10
Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus (tekanan darah
sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan
meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).10
Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut: 10
1

Tensi turun : sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula,

2
3

sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.


Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal, rendah sampai

4
5
6

meninggi.
Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.
Resistensi sistemis.
Asidosis.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang segera dilakukan : 10
1.
2.
3.
4.

Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.


Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)
Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)
Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-basa dan kadar
oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat renjatan, harus

dipantau terus selama resusitasi.


5. Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis.
6. Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG, ekokardiografi. foto polos dada.
2.4.5 Syok sepsis
Pada anamnesis sering didapatkan riwayat demam tinggi yang berkepanjangan,
sering berkeringat dan menggigil, menilai faktor resiko menderita penyakit menahun,
mengkonsumsi

antibiotik

jangka

panjang,

pernah

mendapatkan

tindakan

medis/pemebedahan. 11
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan demam tinggi, akral dingin, tekanan darah
turun < 80 mmHg dan disertai penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan
jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik
(seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya
asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan
ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.
Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.11
Diferensial Diagnosis
-

Semua penyakit infeksi

2.5 Tatalaksana dan komplikasi


2.5.1

Syok hipovolemia
Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi berbarengan dengan kecelakaan sehingga

diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah timbulnya komplikasi, transfer pasien ke


rumah sakit harus cepat, tatalaksana awal di tempat kejadian harus segera dikerjakan. Pada
perdarahan eksternal yang jelas, dapat dilakukan penekanan langsung untuk mencegah
kehilangan darah yang lebih banyak lagi.12 Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan
perdarahan dan mengganti kehilangan volume.13
I.

Penatalaksanaan awal
A. Pemeriksaan jasmani 13,14
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tandatanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%. Pada
pasien cedera servikal perlu dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan syok
hipovolemik memberikan ventilasi tekanan positif dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan aliran balik vena, cardiac output, dan memperburuk syok. Untuk
memfasilitasi ventilasi maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya high flow.
Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 10-12
L/menit.12
2. Sirkulasi

Kontrol pendarahan dengan:


-

Mengendalikan pendarahan

Memperoleh akses intravena yang cukup

Menilai perfusi jaringan

Pengendalian pendarahan:
Dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).
Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah PASG (Pneumatic Anti
Shock Garment).
Pendarahan internal operasi
Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan hipotensi
dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan meningkatkan
venous return. Pada pasien hipotensi yang hamil dengan cara memiringkan posisinya
ke sebelah kiri juga meningkatkan aliran darah balik ke jantung.
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi
dan meramalkan pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan
terjadi hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi
Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan
terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi
lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar,
distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan
dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada
penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
6. Pemasangan kateter urin
Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan
memantau produksi urin.
Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.

B. Akses pembuluh darah13


Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter
intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang
digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam
jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila
tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada
anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum
menggunakan jalur vena sentral. Selain itu, teknik intraoseus juga dapat dilakukan pada
pasien dewasa dengan hipotensi. 12 Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk
crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan
pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.

C. Terapi Awal Cairan13, 15


Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler
dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya ke dalam ruang intersisial dan
intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl
fisologis adalah pilihan kedua. Jumlah cairan yang diberikan adalah berdasarkan hukum 3
untuk 1, yaitu memerlukan sebanyak 300 ml larutan elektrolit untuk 100 ml darah yang
hilang. Sebagai contoh, pasien dewasa dengan berat badan 70 kg dengan derajat
perdarahan III membutuhkan jumlah cairan sebanyak 4.410 cairan kristaloid. Hal ini
didapat dari perhitungan [(BB x % darah untuk masing-masing usia x % perdarahan) x
3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3]. 13 Jumlah darah pada dewasa adalah sekitar 7% dari berat
badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan. Bayi sekitar 9-10% dari berat badan. 16
Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga perlu dinilai respon penderita untuk
mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.

13,17

Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan

yang diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan
perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain.
Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan kristaloid, pada pasien
anak diberikan 20 cc/kg BB

II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ 13


A. Umum
Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda
positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak
memberi informasi tentang perfusi organ.
B. Produksi urin
Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian
volume yang memadai menghasilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada
orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika
jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik
menandakan resusitasi yang tidak cukup.
C. Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu.
Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini
tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu
lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus
diobati

dengan

cairan

darah

dan

dipertimbangkan

intervensi

operasi

untuk

mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri
dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut.
III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal
Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi
berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:13
1. Respon cepat
Penderita cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal
kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan
maintenance.
2. Respon sementara (transient)

Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan
diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih
berlangsunya.
3. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi
segera.
IV. Transfusi Darah 13
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan.
a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.
Pemberian cairan adekuat dapat memperbaiki cardiac output tetapi tidak
memperbaiki oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transport oksigen
yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan tranfusi. Beberapa indikasi
pemberian tranfusi PRC adalah:16
1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan derajat III
2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid
3. Memperbaiki delivery oksigen
4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl.
Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 20-25%
atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah mendapat 5-10 unit
PRC. Tranfusi platelet diberikan apada keadaan trombositopenia (trombosit <20.00050.000/mm15) dan perdarahan yang terus berlangsung. Berikut indikasi dan unit
pemberian:18
Tabel 2.3. Indikasi dan unit pemberian tranfusi produk darah18

b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O


-

Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.

Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau
singkat.

Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk
penderita dengan pendarahan exsanguinating.

c. Pemanasan cairan plasma dan kristaloid


Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di RS dalam keadaan
hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada penderita yang menerima volume kristaloid
adalah menghangatkan cairannya sampai 39C sebelum digunakan.

d. Autotransfusi
Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk
penderita dengan hemothoraks berat.
e. Koagulopati
Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama.
Penyebab koagulopati:
-

Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan

Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade.

f. Pemberian Kalsium
Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.
Tatalaksana Syok hemoragik (Gambar 2.6)19

Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak
adekuat.
1. Pendarahan yang berlanjut
Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon buruk penderita
terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara.
2. Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP (central venous pressure)
Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan diperkecil
dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP
merupakan pedoman standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk
menerima beban cairan.
3. Menilai masalah lain
Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu dipertimbangkan adanya
tamponade jantung, penumothoraks tekanan, masalah ventilator, kehilangan cairan yang
tidak diketahui, distensi akut lambung, infark miokard, asidosis diabetikum,
hipoadrenalisme dan syok neurogenik. Beberapa medikasi lain yang diperlukan adalah

pemberian antibiotik dan antasida atau H2 blocker. Pasien syok perdarahan memiliki
resiko terjadinya sepsis akibat iskemi pada sistem saluran cerna. Pemberian antasida atau
H2 blocker bertujuan untuk mengurangi stress ulcer.18
4. Sekuele neurologis
5. Kematian
2.5.2

Syok kardiogenik
Prehospital care: bertujuan untuk meminimalisir iskemik dan syok yang sedang terjadi.

Pasien dipasang akses intravena, oksigen high flow, dan monitor jantung/ EKG. Dengan EKG
dapat segera dideteksi terjadinya ST elevasi yang terjadi pada infark miokard. Obat-obatan
inortropik sebaiknya dipersiapkan. Bila perlu, dapat dilakukan pemberian ventilasi tekanan
positif dan intubasi. Pemasangan CPAP (Continuous positive airway pressure) atau BIPAP
(bilevel positive airway pressure) dapat dipertimbangkan. Berikut adalah algoritme sindroma
koroner akut. Gambar 2.720

SAKIT
DADA
Nilai dan
Pengobatan
ISKEMIK
tatalaksana segera
segera:
EKG serial
(<10 menit)
O2 4 L/menit
untuk
Monitor EKG
Aspirin 160Indikasi terapi
Akses IV
325 mg
trombolitik
Saturasi O2 NILAI EKG
Nitrogliserin
awal 12 SL atau spray
EKG 12 Sadapan
sadapan
Riwayat
Morphin
IV
Depresi
ST atau
Elevasi
ST Penyakit
Tidak
Kontra
indikasi inversi
(bila
sakit
T
:iskemia
atau
BBB
ada
Pertimbngk
Pertimbangkan
Y
trombolitik
dada tidak
Kriteria
Baru
ST &
pemberian:
an :
a
Foto Rho
Thorax
hilang dgn
ATS
?
gelom
Penyekat
beta
Heparin IV
nitrogliserin)
bang
TT
IV
Nitrogliseri
Ingat : MONA
dk
Nitrogliserin IV >
n Nilai
IV
Waktu sejak
Pertimbangk
Heparin
IV
12
Penyekat
an :
Penghambat
sakit
dada<?
status
ja
beta
IV
Unit ED
ACE
Pasien
klinis
Pilih Cara 12
m
Kli
sakit dada
(sesuai indikasi
risiko
Reperfusi ja
ni
Serum
tanpa menunda
Terapi
m
tinggi
s
serial
trmbolitik) :
trombolitik
Gejala
EKG serial
st
Atau
P
pilih jenis
Echo/radio
menetap
ab
altern
T
Tak ada
nuklir
Iskemia
Y
il
atif
Kateterisa
Adakah
kontra
PTCA: indikasi
waktuC
T
a
berulang
ekuiv
si jantung:
iskemia/
tiba-lab:< 60 A
d
alen
Penuruna
Y
Anatomi
Infark >T
pri
mnt
k
d
ICCU
:
Boleh
a
ntepat
fungsi
8-12
jam
m
Revas
Terapi
untuk
? Rawatk
er
ventrikel
kularis
jalan
revaskularisesuai
asi
kiri
indikasi
&
PTCA
sasi ?
Perubaha
Serum
kontrol
CAB
serial
teratur
Gn EKG
luas
EKG serial
Baru
Echo/radio
mengalam nuklir
i IMA,
PTCA,
CABG

Berdasarkan penelitian yang terdahulu, terapi pilihan untuk syok tipe ini adalah
percutaneus coronary intervention (PCI) atau bypass arteri koroner. Dengan terapi ini maka
angka kematian dapat turun dalam 1 tahun pertama. PCI terbaik dilakukan saat onset dengan
kejadian infark sekitar 90 menit sampai 12 jam pertama. Jika fasilitas seperti ini tidak ada, maka
terapi dengan trombolitik dapat dipertimbangkan. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian
trombolitik pada tekanan darah yang rendah tidak dapat mengakibatkan lisis thrombus di
pembuluh darah. Tatalaksana dimulai dengan manajemen ABC. Pada pasien yang sangat sesak
dapat dipertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik. Pemberian vasopresor intravena baik
untuk meningkatkan inortropik dan memaksimalkan perfusi ke miokardium yang iskemik. Yang
perlu diperhatikan, pemberian vasopresor itu sendiri dapat berakibat peningkatan denyut jantung

yang pada akhirnya akan memperluas infark yang telah terjadi. Sehingga penggunaan vasopresor
di sini harus digunakan secara hati-hati. Beberapa vasopresor yang dapat diberikan seperti: 20, 21
-

Dopamin, dengan dosis tinggi mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen

miokard, dosis yang digunakan 5-10 mcg/kg/min


Dobutamin selain memiliki sifat inortropik tetapi juga memiliki efek vasodilatasi

sehingga dapat mengurangi preload dan afterload


Norepinefrin per infus dapat diberikan pada syok kardiogenik yang refrakter, obat
ini dapat mengakibatkan peningkatan afterload, dosis yang dapat digunakan 0.5
mcg/kg/min

Preparat nitrat atau morfin digunakan untuk analgetik, tetapi perlu diingat bahwa
keduanya dapat mengakibatkan hipotensi sehingga jangan sampai memperparah keadaan syok
pasien dengan pemberian preparat ini. Alat yang dapat membantu pasien dalam syok kardiogenik
secara mekanis yakni intraaortic balloon pump (IABP) bermanfaat terutama pada syok
kardiogenik yang sudah tidak dapat ditangani dengan obat-obatan. 20
Antiagregasi trombosit seperti aspirin tersedia dalam 81 mg, 325 mg, 500 mg, dapat
menurunkan mortalitas akibat infark miokard. Vasodilator yang juga dapat digunakan adalah
nitrogliserin IV yang bekerja dengan merelaksasikan otot polos pembuluh darah sehingga
menurunkan resistensi perifer. 20
Beberapa komplikasi syok kardiogenik: 20
2.5.3

Henti jantung
Disritmia
Gagal ginjal
Kegagalan multiorgan
Aneurisma ventrikel
Sekuele tromboembolik
Stroke
Kematian

Syok neurogenik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin

dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 4,9
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan

endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari
pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan
oksigen dari otot-otot respirasi.13
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat
250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor
kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :3,14,15
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya
hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan
tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi
sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian
obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada
wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam
badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum
pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada
pasien syok neurogenik
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Obat

Dosis

Cardiac

Tekanan

Resistensi

Output

Darah

Pembuluh
Darah

Sistemik
Dopamin
Norepinefri
n
Epinefrin
Fenilefrin
Dobutamin

2.5.4

2,5-20
mcg/kg/menit
0,05-2
mcg/kg/menit
0,05-2
mcg/kg/menit
2-10
mcg/kg/menit
2,5-10
mcg/kg/menit

++

++

++

++

++

++

+/-

Syok septik
Pada SIRS (systemic inflammation response syndrome) dan sepsis, bila terjadi syok ini

karena toksin atau mediator penyebab vasodilatasi. Prinsip utama semua syok tetap ABC.
Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan setelah kondisi cairan terkoreksi, dapat diberikan
vasopressor untuk mencapai MAP optimal. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan
optimal kecuali bila ada perbaikan preload. Dapat dipakai dopamin, norepinephrine dan
vasopressin. Untuk menurunkan suhu tubuh yang hiperpireksia dapat diberikan antipiretik.
Pengobatan lainnya bersifat simtomatik. Pengobatan kausal dari sepsis.22

Pemilihan antibiotik untuk sepsis biasanya secara empiris dapat digunakan: vankomisin,
ceftazidim, cefepime, ticarcilin, pipercilin, imipenem, meropenem, cefotaxim, klindamisin,
metronidazol.
2.5.5

Syok anafilaktik
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada

pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obatobat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini
diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat
organ tubuh menetap. 14
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:14
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala
untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan
menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher

diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tandatanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas
parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas
dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong
dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau
a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01
mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15
menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus
kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.
4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons,
dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4-0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--10
mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik
atau syok yang membandel.
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama
dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah
dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan
kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan

terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan
larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan
volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau
dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka
penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit
semalam untuk observasi.
Komplikasi syok anafilaktik: Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan
ventilasi. 14
2.6 Prognosis
Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan. Bila keadaan klinis
pasien dengan syok anafilaktik masih ringan dan penanganan cepat dilakukan maka hasilnya
akan memuaskan. Prognosis pada syok neurogenik tergantung penyebab syok tersebut.
Sedangkan pada syok sepsis baik apabila penatalaksaan hemodinamik cepat dan segera
mengetahui bakteri/virus penyebab infeksi.11

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Simpulan
1. Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah
ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel.
2. Klasifikasi syok : syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik,
syok anafilaktik.
3. Gejala/Tanda

pucat (pallor )

hipotensi (tekanan sistol < 90 mmHg)

terkadang tekanan darah tak terdeteksi

takikardi (frekuensi jantung > 100x/menit)

takipneu (nafas cepat)

berkeringat,

Akral dingin

Oliguria

4. Penatalaksanaan syok :

Bantuan hidup dasar

Terapi cairan

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. 119-24.
2. Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26 th

2011].

http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview
3. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery.
2006. 1-14
4. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support
Untuk Dokter. 1997. 89-115
5. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi
4.1995. Jakarta: EGC.
6. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful or
harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
7. Japardi,
Iskandar.
2002.
Manifestasi

Neurologik

Shock

Sepsis.

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf
8. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:
Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical
Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
9. Schwarz
A,
Hilfiker
ML.Shock.
update

October

2004

http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
10. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd, 2003
11. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
12. Kolecki

P,

author.

Hypovolemic

shock

[monograph

on

the

Internet].

Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment
13. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support
Untuk Dokter. 1997. 89-115
14. Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang.1999
15. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery.
2006. 1-14
16. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6). 2002. 504-11
17. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful or
harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001

18. Bozeman

W.

Shock,

Hemorrhagic.

2007

[cited

Mei

10th

2011].

http://www.emedicine.com
19. Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C. Decker Inc. 1988.64
20. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph on the
Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment
21. Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on the Internet].
Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment
22. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates emergency
case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008

Anda mungkin juga menyukai