Anda di halaman 1dari 8

KEJANG DEMAM

Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38,5C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi pada 2% 4% anak berumur 6 bulan-5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa
Barat. Di Asia, kira kira 20 % kasus merupakan kejang d e ma m ko mp l ek s . U mu mn ya
k ej a ng de ma m t i mbu l pa da ta hu n k ed ua ke hi du p an (1 7 23 bulan) kejang demam
sedikit lebih sering pada laki laki.

Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan
atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.

Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada riwayat kejang demam
keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik.
Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam
timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsi. Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam
saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks.

Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.
Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru
dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K + dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na
K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
dirubah oleh adanya :a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. b.Rangsangan yang
datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik darisekitarnya.c. Perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam
kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15 % dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3tahun, sirkulasi otak mencapai 65 %
dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasayang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi dari ionkalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter danterjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejangtelah terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi,kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah,sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai dengan

terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakann euron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi, kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.

Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan
80 % diantara seluruh kejang demam. Kejang timbul oleh karena kenaikan suhu yang
tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan
sebagainya. Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu
meningkat dengan mendadak. Agaknya kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor
yang penting untuk menimbulkan kejang. Kejang pada kejang demam sederhana selalu
berbentuk umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal; kadang
-kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi
hanya sebentar, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada
kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demam sederhana masih
mungkin terjadi.
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
Kejang lama lebih dari 15 menit.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebihdari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada
8 % kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1
hari,diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara
anak yang mengalami kejang demam.

Manifestasi Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonikklonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Livingston (1954, 1963) membuat
kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever). Modifikasi kriteria
Livingston:

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.


Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
Kejang bersifat umum.
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal

tidak menunjukkan kelainan.


Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.Kejang demam yang
tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasiLivingston di atas
digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium

P e mer i ks aa n l ab or a t or iu m ti d ak di ke rj ak an s e ca ra ru ti n p ad a k ej an g
d e ma m, t e t ap i da pa t dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya ga s t ro en t er i t is d eh id ra s i d is er t a i de ma m.
P e mer i ks aa n l ab or a t or iu m ya n g d ap a t d ik er j a ka n misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirkankemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah


0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitiskarenamanifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi
lumbal dianjurkan pada :

Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.


Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan.
Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin.

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak
usia lebih dari6 tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti :
Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
Paresis nervus VI3. Papiledema

Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Saat Kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti.

Apabila

datang

dalam

keadaan

kejang

obat

yang

paling

cepat

untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis

diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis
dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam
rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau diazepam
rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak
diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah
2 kali pemberian diazepam rektalmasih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah
sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB. Bila kejang
tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10
20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah
dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang be lu m berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
resikonya.
b. Pemberian Obat Pada Saat Demam.
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya
kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 1015 mg/kgBB/kali diberikan
4 kali sehari dantidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 510 mg /k gB B /k a l i, 3 4
k al i s e ha ri . M es k ip un jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom
Reye terutama pada anak kurang dari18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan.

Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkanresiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut
cukup tinggi danmenyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25

% - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak


berguna untuk mencegah kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
Indikasi pemberian obat rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan sal satu
ciri sebagai berikut :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.


Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
Kejang demam > 4 kali per tahun.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahayadan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan
rumat hanyadiberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada
40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan
fungsi hati. Dosis asam valproat 1540 mg/kgBB/hari dalam 23 dosis, dan fenobarbital
34mg/kgBB/hari dalam12 dosis.

Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya terjadi
pada 6 bulan pertama. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.
2. Epilepsi
Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah. Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsy sampai 4
%-6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.

Anda mungkin juga menyukai