Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. AA

Umur

: 1 tahun, 5 bulan

Nama Ayah

: Tn. M

Nama Ibu

: Ny. K

Agama

: Islam

Pendidikan

:-

Alamat

: Dusun Banger, Candirejo, Pringapus

No.RM

: 065***

Tanggal masuk

: 23 September 2014

Tanggal pulang

: 26 September 2014

Kelompok pasien : JAMKESDA


Pasien bangsal

: Anggrek

2. DATA DASAR (Alloanamnesis)


a. Keluhan utama : Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak 3 minggu SMRS, naik turun. Demam timbul perlahan.
Demam turun jika minum sirup penurun panas, namun naik kembali. Tiga hari
terakhir demam tinggi tidak turun. Rewel (+).
Batuk pilek sejak 3 hari SMRS, sekret sulit keluar. Terdapat benjolan di
leher sebelah kanan yang mulai disadari sejak 3 hari SMRS.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah mengalami keluhan serupa. Batuk berkepanjangan (-)
d. Riwayat Kehamilan Ibu dan Kelahiran
Pasien anak kedua, lahir di bidan, cukup bulan, langsung menangis, BBL
3500 gr.
e. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
Tidak ada keluhan serupa di keluarga. Tidak ada keluhan serupa di
lingkungan rumah. Tidak ada kontak dengan keluhan serupa di lingkungan.
f. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ke dokter untuk keluhan ini. Minum obat
penurun panas yang dibeli sendiri di apotik
1

g. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Rutin di bidan hingga usia 9 bulan (campak).
h. Anamnesis sistem (Alloanamnesis)
1) Kepala
: Pusing - , sakit kepala 2) Mata
: Pandangan kabur -/- , gatal -/- , kuning -/- , sekret -/3) Hidung
: Tersumbat -, keluar darah - , keluar lendir - , gatal 4) Telinga
: Penurunan pendengaran -, berdenging -, keluar sekret atau
darah 5) Mulut
: Bibir kering +, gusi mudah berdarah -,
6) Tenggorokan : Rasa kering dan gatal -, serak +, sukar menelan +
7) Sistem respirasi : Sesak +, batuk +, dahak - , nyeri dada -, mengi
8) Kardiovaskular : Berdebar-debar -, nyeri dada
9) Gastrointestinal : Nyeri -, mual -, sebah -, cepat kenyang - nafsu makan
menurun +, diare -, bab warna cerah -, bab berdarah 10) Genitourinaria : Nyeri saat bak -, panas saat bak -, sulit keluar pada awal bak
-, bak menetes -, warna seperti teh -, nanah -, gatal
11) Ekstremitas
: Lemas +, nyeri sendi -, edema

B. PEMERIKSAAN FISIK
1.

Keadaan Umum

lemas, tampak sesak, rewel, suara parau (+),


stridor (+)/ compos mentis

2.

Status gizi

BB

10,3 kg kg

TB

74 cm

BB/U: -1SD < BB/U < Median (gizi baik)


BB/PB: +1SD < BB/PB < +2SD (normal)
PB/U: -3SD < PB/U < -2SD (pendek)
Kesan
3

Tanda Vital

: Status gizi normal (BB/PB)

Nadi : 116x/menit, isi dan tegangan cukup


Frekuensi Respirasi : 32 x/menit
Suhu : 39,5 0C

4.

Kulit

Sawo matang (+), pucat (-)

5.

Kepala

Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, UUB


menutup.

6.

Mata

Konjunctiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil


isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, refleks
cahaya (+/+)

7.

Mulut

Bibir kering (+), Sianosis (-), gusi berdarah (-),


mukosa bukal kering (+) pucat (-), membran
lidah (+, abu-abu), stomatitis (-), luka pada sudut
bibir (-)

8.

Leher

pembesaran KGB submandibula dextra ukuran 5


cm x 5 cm, konsistensi lunak, batas tidak tegas
(bull neck)

9.

Thorax

Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal


(-), pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar
(-), pembesaran KGB axilla (-/-)

Jantung :
Inspeksi

Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

Iktus kordis teraba di SIC IV linea midclavicula


sinistra, tidak kuat angkat.

Perkusi

Batas jantung kanan


parasternalis dextra

atas

SIC

II

linea

Batas jantung kanan bawah SIC IV linea


parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas SIC II linea parasternalis
sinistra
Batas jantung kiri bawah SIC IV linea media
clavicularis sinistra
Auskultasi

Bunyi jantung I-II murni,


intensitas normal reguler, bising (-), gallop (-),
murmur (-).

Pulmo :
Inspeksi

Statis

Normochest, simetris

Dinamis

Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak


melebar, retraksi intercostal (-)

Palpasi
Perkusi

Auskultasi

Pergerakan dada kanan = kiri


Kanan

Sonor

Kiri

Sonor

Kanan

Suara dasar vesikuler (+), ronkhi (+)

Kiri

Suara dasar vesikuler (+), ronkhi (+)

10. Punggung

kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)

11. Abdomen
Inspeksi

perut datar, venektasi (-), caput medusae (-),


scar di illiaca sinistra (+)

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Perkusi

Timpani pada seluruh lapang abdomen

Palpasi

Teraba soefel, massa (-), hepar/ lien tidak teraba

12

Genitourinaria

sekret (-), radang (-)

13

Ekstremitas
Superior dekstra

Pitting edema (-), spoon nail (-), kuku pucat (-),


clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar
ikterik (-)

Superior sinistra

Pitting edema (-) spoon nail (-), kuku pucat (-),


clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar
ikterik (-)

Inferior dekstra

Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),


clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),
plantar pedis ikterik (-)

Inferior Sinistra

Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),


clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),
plantar pedis ikterik (-)

C. RESUME
Demam (+), timbul perlahan sejak 3 mingu SMRS, naik turun. Tiga hari
terakhir demam tinggi. Batuk pilek (+). Benjolan di leher sebelah kanan (+). Sesak
(+).
Pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemas, sesak, rewel, suara parau,
stridor (+). Kesadaran compos mentis. Denyut nadi 116x/ menit, respirasi 32x/ menit,
suhu 39,50C. Pemeriksaan mulut, membran abu-abu pada lidah, perdarahan dengan
spatula, tonsil T2-T2, hiperemis. Trismus (+).
D. ASSESSMENT
Tonsilitis Difteri
E. PLANNING
5

O2 nasal canul 2 Lpm


Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg
Paracetamol 4 x 6,5 mL
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin
Tanggal 24 September 2014
Hematologi

H. Follow up tanggal 24 September 2014 26 September 2014

I. Edukasi

1. Pasien terisolasi
7

2. Tidak boleh dijenguk kecuali oleh keluarga yang menemani pasien di


ruang isolasi
3.

Memberi antibiotik kepada keluarga selama menemani pasien

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIFTERI

A. DEFINISI
Difteria adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular,
disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae yang ditandai dengan
pembentukan pseudomembran pada kulit dan/ atau mukosa.

B. ETIOLOGI
Corynebacterium diphteriae:
1. Kuman batang Gram positif, tidak bergerak
2. Pleomorfik
3. Tidak berkapsul
4. Tidak membentuk spora
5. Mati pada pemanasan 60 C
6. Tahan dalam keadaan beku dan kering
7. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan palisade, V, atau
L, drumstick
8. Massa tunas 2-6 hari

C. PENULARAN
1. Kontak dengan pasien atau carrier melalui droplet ketika batuk, bersin, atau bicara.
2. Muntahan atau debu: wahana penularan (vehicles of transmission)

D. PATOGENESIS
Kuman masuk melalui mukosa/ kulit

Melekat dan berkembang biak pada permukaan mukosa sal napas

Memproduksi toksin yang merember ke sekeliling

Menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe & pembuluh darah

Hambatan pembentukan protein dalam sel

Toksin menempel pada membran sel dengan abntuan fragmen B

Fragmen A masuk ke dalam sel

10

Inaktivasi enzim translokase

Menggangu proses translokasi

Tidak terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan untuk pembentukan


protein dalam sel

Nekrosis

Inflamasi lokal bersama jaringan nekrotik

Bercak eksudat yang mudah dilepas

Produksi toksin >> , daerah infeksi semakin lebar

Eksudat fibrin

Membran melekat kelabu kehitaman (fibrin, eritrosit, sel radang, epitel)

Akan terlepas pada masa penyembuhan

Kadang terjadi infeksi sekunder pada pseudomembran (Streptococcus pyogenes)

E. PENYULIT
1. Membran dan jaringan edematous dapat menyumbat saluran napas
2. Perluasan penyakit ke cabang trakheo bronkhus atau laring menyebabkan
gangguan pernapasan
3. Toksin yang beredar di tubuh mengakibatkan kerusakan pada tiap organ, terutama
otak, jantung, ginjal
4. Setelah toksin masuk ke dalam sel, massa laten sebelum timbul gejala:
a. Miokarditis 10-14 hari
b. Manifestasi saraf 3-7 minggu

11

F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala hingga hipertoksik serta fatal.
Umumnya pasien datang berobat setelah beberapa hari menderita sakit sistemik. Demam
jarang melebihi 38,9 C. Gejala lain tergantung lokasi infeksi.

G. DIFTERIA HIDUNG
1. Awalnya menyerupai common cold dengan gejala pilek ringan tanpa atau disertai
gejala sistemik ringan
2. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinus kemudian mukopurulen
3. Lecet pada nares dan bibir atas
4. Membran putih pada septum nasi
5. Absorbsi toksin sangat lambat dan gejala sistemik yang timbul tidak nyata

H. DIFTERI TONSIL FARING


1. Anoreksia, malaise, demam ringan, nyeri telan
2. 1-2 hari kemudian timbul membran yang melekat, abu-abu, menutupi tonsil dan
dinding faring, eluas ke uvula dan palatum molle, dan ke bawah menuju laring dan
trakhea
3. Dapat rerjadi limfadenitis servikalis dan submandibula (bullneck)
4. Selanjutnya tergantung derajat penetrasi toksin dan luas membran (gagal napas dan
siekulasi)
5. Kasus ringan: membran terlepas 7-10 hari (penyembuhan)

I. DIFTERI LARING
1. Biasanya merupakan perluasan difteria faring
2. Gejala toksik kurang nyata pada difteria laring primer (daya serap mukosa laring
kurang)
3. Napas berbunyi
4. Stridor progresif
5. Suara parau
6. Batuk kering
7. Berat: retraksi suprasternal, intercostal, supraklavikular
12

8. Kematian mendadak bila membran lepas dan menutup jalan napas

J. SUMBATAN JALAN NAPAS


Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4 derajat berdasarkan kriteria
Jackson.
1. Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal,
tanpa sianosis.
2. Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih berat yaitu disertai retraksi
supra dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai gelisah.
3. Jackson III adalah Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal,
epigastrium, dan sianosis lebih jelas.
4. Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak tegang,
dan terkadang gagal napas.

K. DIFTERIA YANG TIDAK LAZIM


1. Difteria kulit
2. Difteria vulvovaginal
3. Difteri konjungtival
4. Difteria telinga
Tukak di kulit, terdapat membran pada dasarnya

L. DIAGNOSIS
Harus ditegakkan berdasarkan pememriksaan klinis, karena penundaan pengobatan
akan membahayakan jiwa.

M. PENGOBATAN
1. ADS
Pemberian hari pertama penyakit: kematian <1%, penundaan lebih dari hari ke
6: angka kematian 30%. ADS berfungsi untuk menetralisir toksin bebas di darah.
Tidak dapat menetralisir toksin yang telah masuk ke dalam sel.

13

2. Procain Penicillin
Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, namun toksin yang dihasilkan dan
asuk ke dalam sel host tidak dapat dinetralisir. Dosis yang diberikan adalah 50.000100.000 IU/ kg/ hari.

14

BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, pasien An. AA dibawa oleh orang tua ke RSUD Ambarawa karena
keluhan demam yang dialaminya selama 3 minggu. Demam naik turun. Namun, 3 hari
terakhir demam tidak turun dan terus meninggi. Selain itu pasien juga batuk dan pilek. Orang
tua mengeluhkan bahwa leher pasien mengalami pembengkakan sejak 3 hari SMRS. Tidak
ditemukan riwayat kontak antara pasien dengan orang lain yang memiliki keluhan sama.
Pasien rutin mendapatkan imunisasi wajib selama 9 bulan pertama kehidupannya.
Dari pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa keadaan umum pasien tampak sesak, rewel,
gelisah, suara parau, dan stridor. Pernapasan yang cepat menandakan pasien sesak. Suhu
tubuh saat dilakukan pemeriksaan yaitu 39,50C. Ketika dilakukan pemeriksaan bagian leher,
tampak limfadenitis submandibula dextra, gambaran bullneck, khas pada infeksi difteri.
Pemeriksaan bagian mulut teramati membran berwarna kelabu kehitaman pada lidah, yang
menghalami perdarahan saat bergesekan dengan spatula. Membran ini khas pada penyakit
difteria. Pasien juga mengalami gejala saraf yaitu trismus akibat eksotoksin yang dihasilkan
oleh corynebacterium diphteriae.
Penegakan diagnosis difteri harus dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis agar tidak
terjadi keterlambatan pengobatan jika menunggu pemeriksaan laboratorium. Setelah
terdiagnosis difteria, pasien kemudian diberikan antibiotik procain penicillin 500.000 IU
untuk membunuh kuman tersebut, juga mendapatkan ADS 40.000 IU intramuskular untuk
menetralisir toksin yang menyebar di darah.
Pasien menhgalami stridor progresif, sumbatan jalan napas, dan keadaan gelisah. NGT
yang akan dipasangkan pada pasien sulit dilakukan. Keadaan ini termasuk dalam kriteria
Johnson grade II, yang merupakan indikasi dilakukannya trakheostomi sehingga pasien
dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga adalah pasien benar-benar harus diisolasi.
Tidak diizinkan untuk dijenguk oleh siapapun kecuali keluarga yang menunggui di dalam
ruangan. Keluarga diwajibkan untuk meminum antibiotik selama menunggui pasien sebagai
tindakan pencegahan penularan.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.

16

Anda mungkin juga menyukai