LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. AA
Umur
: 1 tahun, 5 bulan
Nama Ayah
: Tn. M
Nama Ibu
: Ny. K
Agama
: Islam
Pendidikan
:-
Alamat
No.RM
: 065***
Tanggal masuk
: 23 September 2014
Tanggal pulang
: 26 September 2014
: Anggrek
g. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Rutin di bidan hingga usia 9 bulan (campak).
h. Anamnesis sistem (Alloanamnesis)
1) Kepala
: Pusing - , sakit kepala 2) Mata
: Pandangan kabur -/- , gatal -/- , kuning -/- , sekret -/3) Hidung
: Tersumbat -, keluar darah - , keluar lendir - , gatal 4) Telinga
: Penurunan pendengaran -, berdenging -, keluar sekret atau
darah 5) Mulut
: Bibir kering +, gusi mudah berdarah -,
6) Tenggorokan : Rasa kering dan gatal -, serak +, sukar menelan +
7) Sistem respirasi : Sesak +, batuk +, dahak - , nyeri dada -, mengi
8) Kardiovaskular : Berdebar-debar -, nyeri dada
9) Gastrointestinal : Nyeri -, mual -, sebah -, cepat kenyang - nafsu makan
menurun +, diare -, bab warna cerah -, bab berdarah 10) Genitourinaria : Nyeri saat bak -, panas saat bak -, sulit keluar pada awal bak
-, bak menetes -, warna seperti teh -, nanah -, gatal
11) Ekstremitas
: Lemas +, nyeri sendi -, edema
B. PEMERIKSAAN FISIK
1.
Keadaan Umum
2.
Status gizi
BB
10,3 kg kg
TB
74 cm
Tanda Vital
4.
Kulit
5.
Kepala
6.
Mata
7.
Mulut
8.
Leher
9.
Thorax
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
atas
SIC
II
linea
Pulmo :
Inspeksi
Statis
Normochest, simetris
Dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Sonor
Kiri
Sonor
Kanan
Kiri
10. Punggung
11. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
12
Genitourinaria
13
Ekstremitas
Superior dekstra
Superior sinistra
Inferior dekstra
Inferior Sinistra
C. RESUME
Demam (+), timbul perlahan sejak 3 mingu SMRS, naik turun. Tiga hari
terakhir demam tinggi. Batuk pilek (+). Benjolan di leher sebelah kanan (+). Sesak
(+).
Pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemas, sesak, rewel, suara parau,
stridor (+). Kesadaran compos mentis. Denyut nadi 116x/ menit, respirasi 32x/ menit,
suhu 39,50C. Pemeriksaan mulut, membran abu-abu pada lidah, perdarahan dengan
spatula, tonsil T2-T2, hiperemis. Trismus (+).
D. ASSESSMENT
Tonsilitis Difteri
E. PLANNING
5
I. Edukasi
1. Pasien terisolasi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIFTERI
A. DEFINISI
Difteria adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular,
disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae yang ditandai dengan
pembentukan pseudomembran pada kulit dan/ atau mukosa.
B. ETIOLOGI
Corynebacterium diphteriae:
1. Kuman batang Gram positif, tidak bergerak
2. Pleomorfik
3. Tidak berkapsul
4. Tidak membentuk spora
5. Mati pada pemanasan 60 C
6. Tahan dalam keadaan beku dan kering
7. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan palisade, V, atau
L, drumstick
8. Massa tunas 2-6 hari
C. PENULARAN
1. Kontak dengan pasien atau carrier melalui droplet ketika batuk, bersin, atau bicara.
2. Muntahan atau debu: wahana penularan (vehicles of transmission)
D. PATOGENESIS
Kuman masuk melalui mukosa/ kulit
10
Nekrosis
Eksudat fibrin
E. PENYULIT
1. Membran dan jaringan edematous dapat menyumbat saluran napas
2. Perluasan penyakit ke cabang trakheo bronkhus atau laring menyebabkan
gangguan pernapasan
3. Toksin yang beredar di tubuh mengakibatkan kerusakan pada tiap organ, terutama
otak, jantung, ginjal
4. Setelah toksin masuk ke dalam sel, massa laten sebelum timbul gejala:
a. Miokarditis 10-14 hari
b. Manifestasi saraf 3-7 minggu
11
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala hingga hipertoksik serta fatal.
Umumnya pasien datang berobat setelah beberapa hari menderita sakit sistemik. Demam
jarang melebihi 38,9 C. Gejala lain tergantung lokasi infeksi.
G. DIFTERIA HIDUNG
1. Awalnya menyerupai common cold dengan gejala pilek ringan tanpa atau disertai
gejala sistemik ringan
2. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinus kemudian mukopurulen
3. Lecet pada nares dan bibir atas
4. Membran putih pada septum nasi
5. Absorbsi toksin sangat lambat dan gejala sistemik yang timbul tidak nyata
I. DIFTERI LARING
1. Biasanya merupakan perluasan difteria faring
2. Gejala toksik kurang nyata pada difteria laring primer (daya serap mukosa laring
kurang)
3. Napas berbunyi
4. Stridor progresif
5. Suara parau
6. Batuk kering
7. Berat: retraksi suprasternal, intercostal, supraklavikular
12
L. DIAGNOSIS
Harus ditegakkan berdasarkan pememriksaan klinis, karena penundaan pengobatan
akan membahayakan jiwa.
M. PENGOBATAN
1. ADS
Pemberian hari pertama penyakit: kematian <1%, penundaan lebih dari hari ke
6: angka kematian 30%. ADS berfungsi untuk menetralisir toksin bebas di darah.
Tidak dapat menetralisir toksin yang telah masuk ke dalam sel.
13
2. Procain Penicillin
Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, namun toksin yang dihasilkan dan
asuk ke dalam sel host tidak dapat dinetralisir. Dosis yang diberikan adalah 50.000100.000 IU/ kg/ hari.
14
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, pasien An. AA dibawa oleh orang tua ke RSUD Ambarawa karena
keluhan demam yang dialaminya selama 3 minggu. Demam naik turun. Namun, 3 hari
terakhir demam tidak turun dan terus meninggi. Selain itu pasien juga batuk dan pilek. Orang
tua mengeluhkan bahwa leher pasien mengalami pembengkakan sejak 3 hari SMRS. Tidak
ditemukan riwayat kontak antara pasien dengan orang lain yang memiliki keluhan sama.
Pasien rutin mendapatkan imunisasi wajib selama 9 bulan pertama kehidupannya.
Dari pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa keadaan umum pasien tampak sesak, rewel,
gelisah, suara parau, dan stridor. Pernapasan yang cepat menandakan pasien sesak. Suhu
tubuh saat dilakukan pemeriksaan yaitu 39,50C. Ketika dilakukan pemeriksaan bagian leher,
tampak limfadenitis submandibula dextra, gambaran bullneck, khas pada infeksi difteri.
Pemeriksaan bagian mulut teramati membran berwarna kelabu kehitaman pada lidah, yang
menghalami perdarahan saat bergesekan dengan spatula. Membran ini khas pada penyakit
difteria. Pasien juga mengalami gejala saraf yaitu trismus akibat eksotoksin yang dihasilkan
oleh corynebacterium diphteriae.
Penegakan diagnosis difteri harus dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis agar tidak
terjadi keterlambatan pengobatan jika menunggu pemeriksaan laboratorium. Setelah
terdiagnosis difteria, pasien kemudian diberikan antibiotik procain penicillin 500.000 IU
untuk membunuh kuman tersebut, juga mendapatkan ADS 40.000 IU intramuskular untuk
menetralisir toksin yang menyebar di darah.
Pasien menhgalami stridor progresif, sumbatan jalan napas, dan keadaan gelisah. NGT
yang akan dipasangkan pada pasien sulit dilakukan. Keadaan ini termasuk dalam kriteria
Johnson grade II, yang merupakan indikasi dilakukannya trakheostomi sehingga pasien
dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga adalah pasien benar-benar harus diisolasi.
Tidak diizinkan untuk dijenguk oleh siapapun kecuali keluarga yang menunggui di dalam
ruangan. Keluarga diwajibkan untuk meminum antibiotik selama menunggui pasien sebagai
tindakan pencegahan penularan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
16