Anda di halaman 1dari 11

PSIKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

DALAM TEMA PENDIDIKAN


LINGKUNGAN SEBAGAI MEDIA BELAJAR ANAK DITINJAU DARI
PSIKOLOGI KONTEMPORER DAN ISLAM

Dosen Pengampu :
Muhammad Shohib, M.Si

Oleh :
Astuti Rahayu Endah Lestari (201110230311172)
Hikmah Mardini

(201110230311196)

Suciatma Umiasih

(201110230311257)

Kelas F
Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh
kondisi pendidikan. Jika pendidikannya baik maka akan memberikan luaran berupa
sumber daya manusia berkualitas. Dimana kualitas tersebut tidak hanya sebagai
pelaku pembangunan namun juga sebagai khalifah di bumi. Proses pendidikan
dalam skala luas akan membentuk dan dibentuk kebudayaan. Hal ini sejalan
dengan definisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Marvin Harris (dalam Salim dan
Kurniawan, 2012) bahwa kebudayaan adalah seluruh aspek kehidupan manusia
termasuk pikiran dan tingkah laku dalam masyarakat yang diperoleh melalui cara
belajar. Kebudayaan dan cara belajar sangat erat dengan lingkungan. Pendidikan
berlandaskan Islam adalah proses pendidikan yang bersumber pada kitab suci AlQuran dan Sunnah serta pendapat para sahabat dan ulama Muslim sebagai
tambahan. Sehingga dalam makalah ini akan dibahas bagaimana proses pendidikan
dipandang dengan kacamata teori psikologi yang mendasarinya dan kemudian
dikaitkan serta dibandingkan dengan perspektif Islam. Fokus kajian dalam makalah
ini adalah membahas lingkungan yang merupakan wadah pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori-teori psikologi membahas lingkungan sebagai wadah
pendidikan?
2. Bagaimana perspektif Islam memandang pentingnya lingkungan dalam
proses pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mereview teori-teori psikologi yang membahas
lingkungan sebagai wadah pendidikan.
2. Untuk membandingkan antara perspektif Islam dan kajian teori psikologi
dalam memandang konteks pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

Teori Ekologi Bronfenbrenner


Lingkungan menurut teori ekologi Bronfenbrenner terdiri dari lima sistem
lingkungan yang merentang dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh kultur
yang lebih luas. Bronferbrenner (1995, 2000); Bronfenbrenner & Morris,
makrosistem, dan kronosistem. Yaitu, Mikrosistem, mesosistem, Eksosistem,
Makrosistem, Kronosistem.

Sebuah mikrosistem adalah setting dimana individu menghabiskan banyak


waktu. Beberapa konteks dalam sistem ini antara lain adalah keluarga, teman
sebaya, sekolah, dan tetangga. Dalam mikrosistem ini, individu berinteraksi
langsung dengan orang tua, guru, teman seusia, dan orang lain. Manurut
Bronfenbrenner, siswa atau seorang anak bukan penerima pengalaman secara pasif
di dalam setting ini, melainkan merupakan orang yang berinteraksi secara timbal
balik dengan orang lain dan membantu mengkonstruksi setting tersebut.
Sebuah mesosistem adalah kaitan antar-mikrosistem. Contoh adalah
hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah, dan
antara keluarga dan teman sebaya. Misalnya, salah satu mesosistem penting

adalah hubungan antara sekolah dan keluarga. Dalam sebuah studi terhadap seribu
anak kelas delapan (atau setingkat kelas 3 SMP ke awal SMA (Epstein, 1983). Murid
yang diberi kesempatan lebih banyak untuk berkomunikasi dan mengambil
keputusan, entah itu di rumah atau di kelas, menunjukkan inisiatif dan nilai
akademik yang lebih baik.
Dalam studi mesosistem lainnya, murid SMP dan SMA berpartisipasi dalam
sebuah program yang didesain untuk menghubungkan keluarga, teman, sekolah,
dan orang tua (Cooper, 1995). sasaran program ini (yang dilakukan oleh sebuah
unversitas) adalah murid dari kalangan Latino dan Afrika-Amerika di keluarga kelas
menengah kebawah. Para murid mengatakan bahwa program tersebut membantu
mereka menjembatani kesenjangan antardunia sosial yang berbeda. Banyak murid
dalam program ini memandang sekolah dan lingkungan mereka sebagai konteks di
mana mereka diperkirakan akan gagal dalam studi, menjadi hamil dan keluar dari
sekolah, atau berperilaku nakal. Program ini memberi murid harapan dan tujuan
moral untuk melakukan sesuatu yang baik bagi masyarakat anda, seperti bekerja
di komunitas dan mengajak saudara untuk bersekolah. Kita akan membahasa lebih
banyak tentang hubungan keluarga sekolah nanti.
Sehingga sulit untuk mengabaikan peran keluarga dalam pendidikan. Karena
sebagian besar kebiasaan yang dimiliki anak terbentuk oleh pendidikan keluarga,
dimana sejak dari bangun tidur hingga saat akan tidur kembali anak-anak akan
menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga.
Eksosistem (exosystem) terjadi ketika pengalaman di setting lain (dimana
murid tidak berperan aktif) memengaruhi pengalaman murid dan guru dalam
konteks mereka sendiri. Misalnya, ambil contoh dewan sekolah dan dewan
pengawas taman di dalam suatu komunitas. Mereka memegangi peran kuat dalam
menentukan kualitas sekolah, taman, fasilitas rekreasi, dan perpustakaan.
Keputusan mereka bisa membantu atau menghambat perkembangan anak.
Makrosistem adalah kultur yang lebih luas. Kultur adalah istilah luas yang
mencakup peran etnis dan faktor sosioekonomi dalam perkembangan anak. Kultur
adalah konteks terluas di man amurid dan guru tinggal, termasuk nilai dan adat
istiadat masyarakat. Misalnya, beberapa kultur (seperti si negara Islam semacam
Mesir atau Iran), menekankan pada peran gender tradisonal. Kultur lain (seperti di
AS) menerima peran gender yang lebih bervariasi. Di kebanyakan negar Islam,
sistem pendidikannya mempromosikan dominasi pria. Di Amerika, sekolah-sekolah
semakin mendukung nilai kesetaraan antara pria dan wanita.
Salah satu aspek dari status sosiekonomi murid adalah faktor perkembangan
dalam kemiskinan. Kemiskinan dapat memengaruhi perkembangan anak dan
merusak kemampuan mereka untuk belajar, meskipun beberapa anak di lingkungan
yang miskin sangat ulet.

Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak. Misalnya,


murid-murid sekarang ini tumbuh sebagai generasi yang tergolong pertama (Louv,
1990). Anak-anak sekarang adalah generasi pertama yang mendapatkan perhatian
setiap hari, generasi pertama yang tumbuh di lingkungan elektronik yang dipenuhi
oleh komputer dan bentuk media baru, generasi pertama yang tumbuh dalam
revolusi seksual, dan generasi pertama yang tumbuh di dalam kota yang semrawut
dan tak terpusat, yang tidak lagi jelas batas antara kota, pedesaan atau subkota.
Bronferbrenner makin banyak memberi perhatian kepada kronosistem sebagai
sistem lingkungan yang penting. Dia memerhatikan dua problem penting: (1)
banyaknya anak di Amerika yang hidup dalam kemiskinan, terutama dalam
keluarga single-parent; dan (2) penurunan nilai-nilai (Bronferbrenner dkk., 1996).
Menurut Clark (dalam Jalaludin, 1998) bayi yang baru lahir merupakan makhluk
yang tidak berdaya, namun dibekali oleh berbagai kemampuan yang bersifat
bawaan. Dari pendapat tersebut memperlihatkan dua kondisi yang saling
berkontradiksi, karena di satu pihak bayi berada dalam keadaan tidak berdaya
sedangkan di sisi lain bayi memiliki kemampuan untuk berkembang. Namun, Clark
menambahkan bahwa perkembangan bayi tersebut tidak mungkin berlangsung
secara normal tanpa adanya intervensi dari luar walaupun secara alami seorang
bayi memiliki potensi bawaan. Bahkan persyaratan lain masih akan mungkin
dibutuhkan sekalipun seorang bayi telah tumbuh dan berkembang normal seperti
pemeliharaan berkesinambungan. Dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa
tanpa bimbingan dan pengawasan teratur bayi akan kehilangan kemampuan untuk
berkembangan secaranormal, walaupun ia memiliki potensi untuk bertumbuh dan
berkembang serta potensi-potensi lainnya.
Lingkungan dalam Pandangan Islam
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya
setempat, tradisi, nilai-nilai, perilaku kedua orang tua mendidik dan
memperlakukannya, berbagai macam media, juga dipengaruhi oleh beragam
peristiwa yang dialami dalam kehidupannya. Anak akan mempelajari bahasa yang
dipergunakan sebagai alat komunikasi kedua orang tuanya dan mempelajari akhlak,
kecenderungan serta pemikiran kedua orang tuanya.
Rasulullah
kembang anak.

telah mengisyaratkan peran pentingnya keluarga dalam tumbuh

Telah menceritakan kepada kami Hajib bin Al Walid telah menceritakan


kepada kami Muhammad bin Harb dari Az Zubaidi dari Az Zuhri telah
mengabarkan kepadaku Sa'id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah, dia
berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Seorang
bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian
(fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi

Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam


keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya
cacat? ' Lalu Abu Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau, maka bacalah
firman Allah yang berbunyi: 'tetaplah atas fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas
fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakr bin Abu Syaibah; telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Alaa
Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan
kepada kami 'Abd bin Humaid; telah mengabarkan kepada kami
'Abdurrazzaq keduanya dari Ma'mar dari Az Zuhri dengan sanad ini dan dia
berkata; 'Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya. -tanpa
menyebutkan cacat. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi
{Nashif, vol. I, hal.36})
Dimana hadits tersebut sering dikaitkan dengan teori tabula rasa. Dalam
pandangan teori ini kenetralan modal dasar diarahkan pada proses atau upaya
pembelajaran dan subyek didiknya. Sementara dalam pandangan Islam kenetralan
tersebut dikategorikan fitrah dengan arti ia telah terisi dan terwarnai potensi
kesucian, bukan berarti tidak berwarna sehingga tergantung pada pewarnanya.
Perwarna dalam pandangan Islam dikategorikan sebagai faktor eksternal yang
mempunyai pengaruh sekunder terhadap potensi dasarnya tetapi bukan
pembawaan (fitrah). Modal dasar (fitrah) tersebut adalah iman yang akan
digunakan untuk mengembangkan kepribadiannya menjadi Islam, selanjutnya
setelah kepribadiannya Islami akan dikembangkan muamalahnya menjadi ihsan.
Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam yang utama adalah memelihara
keimanan, membina keislaman dan membekali akhlaqul karimah.
Perspektif Islam tentang fitrah manusia.
Manusia diciptakan Allah
dalam struktur yang paling baik di antara
makhluk-makhluk yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan
ruhaniah, atau unsur fisiologis dan psikologis. Dalam struktur jasmaniah dan
ruhaniah itu, Allah
memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkembang yang dalam psikologi disebut potensialitas atau
disposisi, yang menurut aliran psikologi behaviorisme disebut prepotence reflexes
(kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang) (Arifin dalam Salim
dan Kurniawan, 2012).
Pembahasan tentang manusia dalam proses pendidikan secara otomatis
membahas fitrahnya yang menjadi landasan pendidikan dan acuan dalam
perencanaan, karena pendidikan harus selaras dengan fitrahnya sehingga tidak

terjadi pelanggaran hak yang direfleksikan sebagai adanya kontrakdiksi dengan


fitrah manusia.
Dalam strategi pendidikan manusia, hendaknya didasarkan pada dimensi
ruhaninya karena memiliki berbagai potensi yang dapat dijadikan objek dan subjek
pengembangan. Salah satu potensi yang mampu dikembangkan bahwa ia adalah
makhluk yang berpikir, berpolitik, mempunyai kebebasan dan kemerdekaan
memilih, mempunyai norma, kesadaran serta keahlian untuk bertanya. Secara
tegas, manusia adalah makhluk yang berbudaya (Anshori dalam Salim dan
Kurniawan, 2012)
Islam berpandangan bahwa fitrah manusia bersifat positif. Jika terjadi perilaku
negatif itu disebabkan oleh faktor eksternal. Disinilah tugas pendidikan agar potensi
yang baik tersebut tidak ternodai oleh pengaruh eksternal yaitu budaya yang
menciptakan kondisi permidif. Proses pendidikan ini diharapkan dapat menciptakan
kondisi yang kondusif dalam mengimplementasikan potensi internal yang tercermin
dalam sikap da tingkah laku.
Setiap anak yang lahir selalu memiliki kesiapan secara fitrah untuk menganut
agama yang lurus. Namun, orang tua kadang mempengaruhi dan anak dan
mengarahkannya ke agama lain. Hal ini membuktikan bahwa keluarga memiliki
pengaruh yang sangat besar pada perilaku dan pemikiran anak. Dengan terciptanya
keluarga yang sakinah, anak-anak akan tumbuh berkembang dengan baik. Mereka
akan mendapatkan pendidikan yang baik, belajar nilai-nilai islam dan tradisi yang
baik, serta meneladani akhlak yang mulia dari kedua orang tuanya.
Allah

berfirman,




Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. AtTahriim : 6)
Dari ayat diatas, maka sesungguhnya Allah
telah menekankan
pentingnya peran keluarga (orang tua). Sahabat dan teman juga memiliki pengaruh
sangat besar pada kehidupan anak-anak dan pemuda. Teman yang berakhlak buruk
akan menularkan hal-hal negative kepada teman sepergaulannya. Penting sekali
untuk mengajarkan kepada anak dalam memilih teman. Rasulullah
telah
mengisyaratkan adanya pengaruh teman dalam pembentukan perilaku seseorang.

Telah menceritakan kepada saya Musa bin Isma'il telah menceritakan


kepada kami 'Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Abu Burdah bin
'Abdullah berkata; Aku mendengar Abu Burdah bin Abu Musa dari bapaknya
radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Perumpamaan orang yang bergaul dengan orang shalih dan orang yang
bergaul dengan orang buruk seperti penjual minyak wangi dan tukang tempa
besi, Pasti kau dapatkan dari pedagang minyak wangi apakah kamu membeli
minyak wanginya atau sekedar mendapatkan bau wewangiannya, sedangkan
dari tukang tempa besi akan membakar badanmu atau kainmu atau kamu
akan mendapatkan bau yang tidak sedap". (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu
Dawud {Nashif, vol, V, hal 82})
Rasulullah

juga bersabda,

Seseorang berpijak pada agama temannya. Maka, lihatlah siapa yang menjadi
temannya. (HR. Abu Dawud, dan Tirmidzi kualitas hadits hasan {An-Nawawi,
hadits nomor VIII/368})
Manusia banyak mengadopsi tradisi, etika, nilai, dan pemikiran dari
lingkungan sosial-budaya tempat ia tinggal. Sekolah adalah lembaga pendidikan
yang sangat penting sesudah keluarga, karena semakin besar kebutuhan anak,
maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada lembaga
sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Tugas
guru dan pemimpin sekolah di samping memberikan ilmu pengetahuanpengatahuan, keterampilan, juga mendidik anak beragama. Disinilah sekolah
berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pendidikan dann
pengajaran kepada anak didik. Pendidikan budi pekerti dan keagamaan yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidaktidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.
Sekolah telah membina anak tentang kecerdasan, sikap, minat, dan lain
sebagainya dengan gaya dan caranya sendiri sehingga anak mentaatinya.
Lingkungan yang positif adalah terhadap pendidikan Islam yaitu lingkungan sekolah
yang memberikan fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya pendidikan agama
ini. Sedangkan lingkungan sekolah yang netral dan kurang menumbuhkan jiwa anak
untuk gemar beramal, justru menjadikan anak jumud, picik, berwawasan sempit.
Sifat dan sikap ini menghambat pertumbuhan anak. Lingkungan sekolah yang
negatif terhadap pendidikan agama yaitu lingkungan sekolah berusaha keras
meniadakan kepercayaan agama di kalangan anak didik.
Bagi setiap muslim yang benar-benar beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran
Islam, mereka berusaha untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang
diberikan pendidikan agama. Dalam hal ini mereka mengharapkan agar anak
didiknya kelak memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam atau dengan
kata lain berkepribadian muslim. Yang dimaksud dengan berkepribadian muslim
adalah kepribadian yang seluruh aspeknya baik tingkahlakunya, kegiatan jiwanya

maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdiannya kepada


Allah

, penyerahan diri kepada-Nya.

Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam masyarakat ini banyak
sekali, yaitu meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan, pembentukan
pengetahuan, sikap dan minat maupun pembetukan kesusilaan dan keagamaan.
Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini bisa dikatakan pendidikan secara tidak
langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Dan
anak didik secara sadar atau tidak telah mendidik dirinya sendiri, mencari
pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta keyakinan dan
keagamaan di dalam masyarakat.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari penjelasan yang cukup luas bagaimana teori psikologi membahas
mengenai lingkungan sebagai wadah pendidikan dapat diambil beberapa garis
besar antara lain:
1. Lingkungan yang mempengaruhi pendidikan anak dibagi menjadi 5
tingkatan menurut teori ekologi Bronferbrenner (1995, 2000), yaitu
Mikrosistem, mesosistem, Eksosistem, Makrosistem, Kronosistem.
Tingkatan ini mulai dari interaksi interpersonal hingga sosial budaya yang
memberi pengaruh besar pada pendidikan.
2. Setiap manusia diberikan kemampuan untuk memilih manakah yang akan
ia ikuti, apakah ia menjadi baik atau buruk, setiap anak memiliki potensi
untuk memilih diantara keduanya, dan potensi tersebut akan secara
otomatis berkembang seiring dengan tumbuh kembang anak.
3. Menurut islam setiap anak dilahirkan dalam keadaan memiliki fitrahnya
sebagai muslim yang bersifat positif, namun orangtua dan lingkungan
yang baik atau buruk lah yang membuat ia menjadi berbeda atau sesuai
dengan fitrahnya. Orangtua yang bijaksana tentunya akan memberikan
pendidikan yang baik untuk anak-anaknya di rumah, kemudian sebaiknya
juga menentukan pendidikan di luar rumah (sekolah) yang baik pula dan
sesuai dengan fitrahnya sebagai muslim.
4. Pendidikan islam (terutama yang berdasarkan dimensi ruhani) sangat
berperan penting dalam membentuk anak untuk dapat mengembangkan
potensi-potensi fitrah yang telah ada dalam dirinya agar terbentuk
karakter yang positif yang diharapkan oleh setiap orangtua.
5. Peran sahabat/teman merupakan pengaruh terpenting nomor 2 setelah
peran orangtua dalam membentuk anak dalam bersikap dan berkarakter.
6. Oleh karena itu jika ingin anak-anak kita memiliki karakter yang positif
maka hal yag harus diperhatikan adalah seperti apakah lingkungan yang
kita tinggali, dan siapa saja teman-teman dekat anak kita.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran.
Al-Hadits Shahih Bukhari dan Muslim.
Ar-RifaI, Muhammad Nasib. 1989. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1-12. Bandung :
Gema Insani
Ensiklopedi 9 Imam Hadits. http://125.164.221.44/hadisonline/hadis9. diakses pada
tanggal 10 Oktober 2013.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan : Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang, Edisi keenam. Jakarta : Erlangga.
Salim dan Kurniawan. 2012. Studi Ilmu PendidikanIslam. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
Santrock, John.W. 2002. Life Span Development- Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Santrock, John.W. 2011. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Prenada Media.
Utsman Najati, Muhammad. 2008. The Ultimate Psychology : Psikologi Sempurna
ala Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam. Bandung : Pustaka Hidayah.

Anda mungkin juga menyukai