Dunia Keperawatan
Dunia Keperawatan
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran mahasiswa
dalam memahami Osteoporosis, dan mahasiswa mampu memahami defenisi, etiologi,
manifestasi klinis, klassifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan serta asuhan
keperawatan dari Osteoporosis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi
Osteoporosis
berasal
dari
kata osteo dan porous, osteo artinya
tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference,di Roma, Itali,
1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang
rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang,
yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko
terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh
meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari
dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of
Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang
ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah ( Sudoyo, 2009 ).
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles.
Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan
perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang
B. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa
orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit
hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa
Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika),
relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya
massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot
maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot
maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu
yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk
meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
c.
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang
schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis
akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium,
merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya
juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada
wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah.
Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor,
maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut
akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung
protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium
yang negative.
e.
Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium
dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat
urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala
timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau
lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan
terus berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang
sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya
tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan
pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan
oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis
dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya
kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.
C. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis Penurunan tinggi badan
D. Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra
selular, 5 % sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak
menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang
akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi
kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik yang
khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini
akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa
tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density )
berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang)
bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna
menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang
mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi yang
mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan
lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang
yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara volimetrik.
c. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan gelombang
suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum
tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang
kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
e. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.
f.
Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi
yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan
yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
g. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 baisanya tidak
menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
h. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
F. Web Of Caution
1. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur, spasme otot, deformitas tulang.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
c. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
2. Intervensi Keperawatan
a.
Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur, spasme otot, deformitas tulang.
Intervensi Keperawatan
1. Pantau tingkat nyeri pada
1.
punggung, nyeri terlokalisasi atau
menyebar pada abdomen atau
pinggang.
2. Ajarkan pada klien tentang
2.
alternative lain untuk mengatasi
dan mengurangi rasa nyerinya.
3. Kaji obat-obatan untuk mengatasi
nyeri.
3.
4. Rencanakan pada klien tentang
periode istirahat adekuat dengan
berbaring dalam posisi telentang
selama kurang lebih 15 menit 4.
Rasionalisasi
tulang dalam peningkatan
jumlah trabekular, pembatasan
gerak spinal.
Alternatif lain untuk mengatasi
nyeri, pengaturan posisi,
kompres hangat dan
sebagainya.
Keyakinan klien tidak dapat
menoleransi obat yang adekuat
atau tidak adekuat untuk
mengatasi nyerinya.
Kelelahan dan keletihan dapat
menurunkan minat untuk
aktivitas sehari-hari.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Intervensi Keperawatan
Rasionalisasi
rencana okupasi .
3. Aktifitas hidup sehari-hari
4. Peningkatan latihan fisik secara
secara mandiri
adekuat:
4. Dengan latihan fisik:
dorong latihan dan hindari
Masa otot lebih besar sehingga
tekanan pada tulang seperti
berjalan.
memberikan perlindungan pada
osteoporosis
instruksikan klien untuk latihan
selama kurang lebih 30menit dan Program latihan merangsang
selingi dengan istirahat dengan
c.
pembentukan tulang
Gerakan menimbulkan
kompresi vertical dan fraktur
vertebra.
Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.
Intervensi Keperawatan
1. Ciptakan lingkungan yang bebas1.
dari bahaya:
Tempatkan klien pada tempat
tidur rendah.
Amati lantai yang
membahayakan klien.
Berikan penerangan yang cukup
Tempatkan klien pada ruangan
yang tertutup dan mudah untuk
diobservasi.
Ajarkan klien tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman di
ruangan.
2. Berikan dukungan ambulasi
2.
sesuai dengan kebutuhan:
Kaji kebutuhan untuk berjalan.
Konsultasi dengan ahli therapist.
Rasionalisasi
Menciptakan lingkungan yang
aman dan mengurangi risiko
terjadinya kecelakaan.
Intervensi Keperawatan
Rasionalisasi
G.
1.
A.
1.
2.
B.
1.
2.
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a.
b.
c.
d.
BAB III
KASUS
A. Uraian Kasus
Ny. S umur 58 tahun datang ke RSUD AA Pekanbaru dengan keluhan ngilu pada sendi yang
seringdirasakannya sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak beberapa tahun
yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter Ny. S
dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S
menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score -3. Klien mengalami
menopause sejak 6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia
muda dan tidak menyukai makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang dirasakannya
karena usianya yang bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak
pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah dirawat di RS. Pola
aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya bekerja sebagai staf
administrasi dan tidak suka olahraga karena tidak sempat. Riwayat penggunaan KB hormonal
dengan metode pil. Pemeriksaan TB 165 cm, BB 76 kg (BB sebelumnya 78 kg).
B. Pengkajian
1. Data demografi
Nama
: Ny. S
Umur
: 58 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan
: IRT
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. S umur 58 tahun datang dengan keluhan ngilu pada sendi yang seringdirasakannya
sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun
Ny. S tidak memperdulikannya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Klien terlihat bungkuk (kifosis), penurunan berat badan, perubahan gaya berjalan.
b. Palpasi
Klien merasakan nyeri saat dilakukan palpasi pada area punggung.
4. Riwayat Psikososial
Klien cemas untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berat.
5. Hasil pemeriksaan laboratorium
BMD T-score -3
C. Analisa Data
Data Subjektif
Data Objektif
1.Klien mengatakan 1.
ngilu di bagian sendi
sejak beberapa tahun 2.
lalu, namun Ny. S
tidak
3.
mempedulikannya. 4.
Sejak kurang lebih
tiga bulan yang lalu,
ngilu di tubuhnya tak
kunjung hilang
2.Klien mengatakanban
yak beraktifitas
duduk karena dulu
dirinya bekerja
sebagai staf
administrasi dan
3.Klien
mengatakantidak
suka olahraga karena
tidak sempat.
4.Klien mengatakan
terasa sakit pada
sendi ketika berjalan
5.Klien mengatakan
aktivitas sehari-hari
terhambat
6.Skala nyeri 7
1.Klien mengatakan
Masalah
keperawatan
Nyeri
Mobilitas fisik
1.Klien
mengatakan1.
merasakan ngilu saat
beraktivitas
yang2.
berat.
3.
1.Klien mengatakan 1.
ngilu di bagian sendi 2.
sejak beberapa tahun
lalu, namun Ny. S
tidak
mempedulikannya.
Kurang
pengetahuan
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
berhubungan
dengan dampak
Etiologi
Intervensi
Keperawatan
Rasionalisasi
sekunder dari
fraktur, spasme
otot, deformitas
tulang
Fraktur vertebra
5.
Deformitas
Vertebra
6.
5.
Teregangnya
ligamentum dan
otot/ spasme otot
Nyeri
terlokalisasi atau
menyebar pada
abdomen
atau
pinggang.
Ajarkan
pada
6.
klien
tentang
alternative lain
untuk mengatasi
dan mengurangi
rasa nyerinya.
Kaji obat-obatan
untuk mengatasi
nyeri.
7.
Rencanakan
pada
klien
tentang periode
istirahat adekuat
dengan
berbaring dalam
posisi telentang
selama kurang
lebih 15 menit
trabekular,
pembatasan
gerak spinal.
Alternatif lain
untuk
mengatasi
nyeri,
pengaturan
posisi, kompres
hangat
dan
sebagainya.
Keyakinan
klien
tidak
dapat
menoleransi
obat
yang
adekuat
atau
tidak adekuat
untuk
mengatasi
nyerinya.
8. Kelelahan dan
keletihan dapat
menurunkan
minat
untuk
aktivitas seharihari.
Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan disfungsi
sekunder akibat
perubahan
skeletal
Penurunan 2. Kaji
tingkat
1.
massa tulang /
kemampuan
osteoporosis
klien yang masih
ada.
3. Rencanakan
tentang
Dasar
untuk
memberikan
alternative dan
latihan
gerak
yang
sesuai
dengan
kemapuannya.
(kifosis), nyeri
sekunder atau
fraktur baru.
Fraktur vertebra
pemberian
2.
program latihan:
Bantu klien jika
diperlukan
latihan
Deformitas
Ajarkan klien
Vertebra
tentang aktivitas
hidup sehari hari
yang
dapat
dikerjakan
Ajarkan
Bungkuk
pentingnya
latihan.
5. Bantu
kebutuhan untuk
Hambatan
beradaptasi dan
mobilitas fisik
melakukan
Latihan akan
meningkatkan
pergerakan otot
dan
stimulasi
sirkulasi darah
aktivitas hidup
sehari
hari,
rencana
okupasi .
6. Peningkatan
latihan
fisik
besar sehingga
memberikan
perlindungan
pada
osteoporosis
Program
secara adekuat:
dorong latihan
dan
hindari
tekanan
pada
tulang
seperti
berjalan
instruksikan
klien
untuk
latihan selama
kurang
lebih
30menit
dan
selingi dengan
istirahat dengan
Aktifitas hidup
sehari-hari
secara mandiri
Dengan latihan
fisik:
Masa otot lebih
latihan
merangsang
pembentukan
tulang
Gerakan
menimbulkan
kompresi
vertical
dan
fraktur vertebra.
berbaring selama
15 menit
hindari latihan
fleksi,
membungkuk
tiba
tiba,dan
penangkatan
beban berat
Risiko cedera
berhubungan
dengan dampak
sekunder
perubahan
skeletal dan
ketidakseimbang
an tubuh.
Penurunan 2.
massa
tulang/osteoporo
sis
Ciptakan
2.
lingkungan yang
bebas
dari
bahaya:
Tempatkan klien
Resiko cedera
pada
tempat
tidur rendah.
Amati
lantai
yang
membahayakan
klien.
Berikan
penerangan yang
cukup
Tempatkan klien
pada
ruangan
yang
tertutup
3.
dan
mudah
untuk
diobservasi.
Ajarkan klien
tentang
pentingnya
menggunakan
alat pengaman di
ruangan.
3. Berikan
dukungan
Menciptakan
lingkungan
yang aman dan
mengurangi
risiko terjadinya
kecelakaan.
Ambulasi yang
dilakukan
tergesa-gesa
dapat
menyebabkan
mudah jatuh.
ambulasi sesuai
6.
dengan
kebutuhan:
Kaji kebutuhan
untuk berjalan.
Konsultasi
dengan
ahli
7.
therapist.
Ajarkan klien
untuk meminta
bantuan
bila
diperlukan.
Ajarkan klien
untuk berjalan
dan
keluar
ruangan.
5. Bantu
klien
8.
untuk
melakukan
aktivitas hidup
sehari-hari
secara hati-hati.
6. Ajarkan
pada
klien
untuk
berhenti secara
perlahan, tidak
naik
tanggga,
dan mengangkat
beban berat.
Penarikan yang
terlalu
keras
akan
menyebabkan
terjadinya
fraktur.
Pergerakan
yang cepat akan
lebih
memudahkan
terjadinya
fraktur
kompresi
vertebra pada
klien
osteoporosis.
Diet
kalsium
dibutuhkan
untuk
mempertahanka
n
kalsium
serum,
mencegah
bertambahnya
kehilangan
tulang.
Kelebihan
kafein
akan
meningkatkan
kalsium dalam
8. Ajarkan
urine. Alcohol
pentingnya diet akan
untuk mencegah meningkatkan
osteoporosis:
asidosis yang
Rujuk
klien meningkatkan
pada ahli gizi
resorpsi tulang
Ajarkan
diet
yang
8.
mengandung
banyak kalsium
Ajarkan klien
untuk
9.
mengurangi atau
berhenti
menggunakan
rokok atau kopi
9. Ajarkan tentang
efek
rokok
terhadap
pemulihan
tulang
10. Observasi efek
samping obatobatan
yang
digunakan
Kurang
pengetahuan
mengenai proses
osteoporosis dan
program terapi
yang
berhubungan
dengan kurang
informasi, salah
persepsi ditandai
dengan klien
mengatakan
kurang ,mengerti
tentang
penyakitnya,
klien tampak
gelisah
Postmenopause,4. Kaji
usia lanjut
ulang
2.
proses penyakit
dan
harapan
yang
akan
datang
Penurunan
hormon inhibitor
osteoclast 4. Ajarkan
pada
(estrogen,
klien
tentang
kalsitonin)
faktor-faktor 5.
yang
mempengaruhi
Penigkatan
terjadinya
osteoclast
osteoporosis
5. Berikan
pendidikan
Penurunan
kepada
klien
6.
massa
mengenai efek
tulang/osteoporo samping
Rokok
dapat
meningkatkan
terjadinya
asidosis.
Obat-obatan
seperti diuretic,
fenotiazin dapat
menyebabkan
pusing,
megantuk, dan
lemah
yang
merupakan
predisposisi
klien
untuk
jatuh.
Memberikan
dasar
pengetahuan
dimana
klien
dapat membuat
pilihan
berdasarkan
informasi.
Informasi yang
diberikan akan
membuat klien
lebih
memahami
tentang
penyakitnya
Suplemen
kalsium ssering
mengakibatkan
sis
Kurang
pengetahuan
F. Healt Education
1. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara kekuatan,
kelenturan, dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran, sehingga dapat mencegah
risiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30 60 menit/hari.
2. Anjurkan pasien untuk menjaga asupan kalsium 1000 1500 mg/hari, baik melalui makanan
sehari-hari maupun suplementasi.
3. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada pasien yang sudah pasti osteoporosis.
4. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan pasien terjatuh, misalnya lantai yang licin, obatobatan sedatif, dan obat anti hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi orthostatik.
5. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada pasien yang kurang terpajan sinar matahari atau
pasien dengan fotosensitifitas, misalnya SLE. Jika diduga ada defisiensi vitamin D, maka kadar
25(OH)D serum harus diperiksa. Bila 25(OH)D serum menurun, maka suplementasi vitamin D
400 IU/hari atau 800 IU/hari pada orangtua harus diberikan. Pada pasien dengan gagal ginjal,
suplementasi 1,25(OH)2D harus dipertimbangkan.
6. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan nutrisi sampai
3gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal. Bila ekskresi kalsium urin
> 300mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari).
7. Pada pasien yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang, usahakan
pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
8. Pada pasien arthritis reumatiod dan arthritis inflamasi lainnya, sangat penting mengatasi aktivitas
penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan densitas massa tulang akibat
arthritis inflamasi yang aktif.
9. Informasikan pemberian terapi estrogen. Pemberian estrogen oral, transdermal atau implan
kesemuanya dapat meningkatkan densitas tulang secara bermakna dan secara epidemiologik
dibuktikan bahwa terapi ini menurunkan angka kejadian patah tulang oleh karena osteoporosis
pada panggul dan tulang punggung.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra
dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria
dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang
B. Saran
1.
2.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saransaran sebagai berikut :
Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien serta
senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan diagnosa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT Indeks.
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit PT Bhuana Ilmu
Populer.
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis Pada Sekelompok
Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli
2006:107-126.
1. Osteoporosis : penipisan tulang yang abnormal, mungkin idiopatik atau sekunder terhadap
penyakit lain.
2. Osteopenia : pengurangan masa tulang akibat penurunan kecepatan sintesis osteoidsampai
tingkat insufisienuntuk mengkompensasikan lisis tulaang.
3. Osteoblast : sel yang muncul dari fibroblast dan ketika dewasa berhubungan dengan produksi
tulang.
4. Osteoclast : sel multinukleus besar yang berhubungan dengan absorpsi dan penghilangan tulang.
5. Tulang Vertebra : tulang belakang
6. Menopause : berhentinya menstruasi
7. Genetik : berhubungan dengan reproduksi atau kelahiran , diwariskan
8. Fraktur : pecahnya atau rupture pada tulang
9. Imun : bersifat resisten terhadap penyakit karena pembentukan antibody humoral atau
perkembangan imunitas selular
10. Urine : cairan bewarna kekuningan yang diekskresikan dari dalam ginjal dengan kecepatan
sekitar 1500 ml/jam pada orang dewasa
11. Estrogen : istilah generic untuk senyawa yang menghasilkan estrus, hormone seks wanita
12. Deformitas vertebra thorakalis : penurunan tinggi badan
Kontributor
Yulius Nuryani
Yulius Nuryani
Keperawatan
2014 (1)
2013 (2)
2012 (16)
Mei (1)
April (15)
KONSEP DIRI
LINK TERKAIT
BISNIS ONLINE
Followers
Total Tayangan Halaman
79161
Share It
Daily Horoscopes
Fish