Anda di halaman 1dari 3

Kritik Gandhi Terhadap Watak Peradaban Barat

Refleksi awal tahun bagi krisis multidimensi bangsa


Oleh: Didi Rahmadi*
Tulisan ini hadir setelah mengikuti diskusi akhir tahun yang bertemakan Refleksi kebudayaan,
akankah nilai-nilai luhur menjadi jalan keluar terhadap persoalan bangsa ke depan? bersama
penggiat gerakan sosial yang sama-sama prihatin terhadap krisis multidimensional yang dialami
bangsa ini. Kehidupan yang penuh praha, pertikaian, kedunguan, kehancuran tata nilai dan
keteladanan, bangsa ini pun perlahan-lahan namun pasti mulai meninggalkan nilai-nilai kearifan
bangsa yang telah diajarkan para leluhur dan saat ini, hanya tinggal sayup-sayup.
Untuk itu belajar dari tanah Hindustan rasanya tidak salah, agar bangsa ini bisa bercermin dan
belajar dari pengalaman bangsa lain terkhusus dalam hal menjaga nilai-nilai luhur. Hindustan
atau India adalah bangsa yang banyak melahirkan kaum cendekiawan yang menginspirasi. Salah
satunya adalah Mohandas Karamchand Gandhi atau yang dikenal dengan Mahatma Gandhi,
seorang pemimpin spiritual dan politikus dari India. Ide-ide beliau selalu menjadi bagian dari
ajaran kebajikan timur, perjuangannya dan keyakinannya terhadap nilai-nilai ketimuran yang
menjunjung kasih sayang, keteladanan, kesederhanaan. Nilai-nilai tersebut menjadi kekuatannya
dalam melawan imperialisme asing khususnya dalam menentang watak eksploitatif peradaban
barat.
Gagasan Gandhi
Ide peradaban sejati Gandhi lahir atas kritikan-kritikannya terhadap konsep peradaban modern
yang digagas oleh barat. Selain itu, pemikiran peradaban ideal Gandhi banyak dipengaruhi oleh
tulisan-tulisan dari beberapa pemikir roman barat. Pemikir seperti Edward
Carpenters Civilization: Its Cause and Cure secara luas mempengaruhi sikap Gandhi dalam
mengkritik sains modern yang berkembang di barat. Begitu juga dengan tulisan-tulisan Leo
Tolstoys The Kingdom of God is within You yang secara luas mempengaruhi pandanganpandangan Gandhi terutama dalam hal komitmennya mengembangkan prinsip perlawanan tanpa
kekerasan.
Tolstoy telah membuat Gandhi sadar bahwa cinta universal memiliki kekuatan yang tak terbatas
sekaligus menegaskan keyakinannya terhadap ahimsa. Gandhi juga mengagumi tulisan-tulisan
Thoreau seorang filosof Amerika. Dalam essaynya Thoreau,On Duty of Civil Disobedience,
Gandhi menemukan penegasan dari pandangannya atas bentuk-bentuk kekerasan negara
terhadap kesadaran individu.
Selain itu, John Ruskin Unto This Last juga adalah sumber inspirasi bagi Gandhi. Kritikan moral
Ruskin terhadap ego yang hadir dalam ekonomi politik menghadirkan sebuah kesadaran dalam
kehidupan Gandhi. Gandhi juga pernah menterjemahkan buku Ruskin yang ia beri
judul Sarvodaya. Dari hasil tersebut, Gandhi belajar tiga hal yaitu pertama, bahwa kebaikan
individu membawa kebaikan bagi semua, kedua, bahwa pekerjaan seorang pengacara memiliki
nilai yang sama dengan seorang yang bekerja sebagai tukang kebun, kedua-duanya memiliki hak

hidup yang sama. Dan ketiga, bahwa kehidupan seorang buruh, kehidupan petani dan pengrajin
adalah kehidupan yang layak dijalani.
Kritiknya terhadap peradaban barat
Gandhi mengkritik peradaban barat dikarenakan sifatnya yang lebih mengedepankan watak
materialistik dan eksploitatifnya. Berbicara pada sebuah perkumpulan di Meccano, Kalkuta
(sekarang Kolkata ibukota West Bengal, India) pada bulan Agustus 1925, Gandhi mengatakan:
Aku tidak mengutuk segala hal dari barat. Tapi pada saat ini, aku melihat karakter utamanya
yang eksploitatif, merendahkan derajat Ketuhanan, dan lebih menjunjung tinggi sifat
materialistik. Maka, aku tidak akan ragu-ragu menggunakan kata Setan untuk menyebut
system peradaban ini.
Pada beberapa kesempatan juga Gandhi menjelaskan arah sains yang dikembangkan oleh barat.
Awalnya Gandhi sangat mengagumi perkembangan sains di barat, Gandhi menyebutkan bahwa
sains di barat telah memberikan kemajuan yang luar biasa bagi kemanusiaan. Akan tetapi pada
perkembangannya Gandhi melihat penyimpangan sains di barat, ternyata sains di barat telah
membajak nama kemanusiaan dan ilmu pengetahuan untuk melakukan kerusakan dan
penindasan. Sains menurutnya telah membawa manusia kepada watak konsumerisme sehingga
menghilangkan nilai-nilai moral dan semangat relijiusitas manusia.
Modernisme ternyata membawa manusia kepada watak mekanik. Manusia yang berorientasi
kepada hasil dan bukan proses. Ketika manusia menjadi mekanik, manusia akan berubah menjadi
aktif eksploitasi yang mana dia akan rela melakukan apa saja demi meraih hasil. Gandhi
menyebutkan bahwa peradaban modern barat hanya ingin mencari kenyaman kehidupan materi
dan mengesampingkan kebahagian ruhani. Pada akhirnya Gandhi mengatakan, peradaban
modern barat hanya menghasilkan dehumanisasi dan perbudakan manusia terhadap uang dan
kemewahan. Manusia modern tak lebih sebuah sikap yang ingin menghilangkan rintangan moral
dan spiritual dalam menjajah orang lain. Dia menyebutkan imperialisme dan fasisme adalah
karaker setan dari peradaban modern.
Gandhi juga menyerang tujuan peradaban modern barat yang ingin memisahkan moral atau
spiritual dari ranah politik. Menurutnya, dengan memisahkan moral dalam kehidupan politik
memungkinkan kelas yang lebih kuat secara ekonomi memanipulasi perangkat politik untuk
kepentingan mereka.
Peradaban Sejati
Dalam Hind Swaraj, Gandhi mengartikan peradaban sejati sebagai berikut:
Peradaban adalah sebuah bentuk berprilaku benar yang menekankan kepada manusia akan
kewajibannya. Kewajiban atas ketaatan terhadap moralitas bertujuan untuk memperoleh kendali
atas pikiran dan nafsu. Sehingga kita mampu memahami diri.

Gandhi lebih jauh menegaskan bahwa peradaban sejati memiliki seruan untuk membatasi
keinginan, menghindari persaingan hidup, mencegah diri dari perbuatan-perbuatan buruk,
penghormatan atas kaum lemah, mengedepankan kehidupan sosial dan politik berdasarkan
prinsip-prinsip satya ( kejujuran) dan ahimsa ( anti kekerasan).
Pada prinsip satya (kejujuran) Gandhi menjelaskan satya adalah sebuah sikap yang
mengedepankan cinta dan ketegasan. Prinsip ini berakar kuat dari prinsip-prinsip satya yaitu
prinsip ada, dan kebenaran yang merupakan manifestasi dari nama Tuhan. Sehingga dalam
praktek kehidupan sosial manusia akan mampu mencapai keselamatan dan kedamaian.
Prinsip satya selalu berkaitan dengan ajaran ahimsa(anti kekerasan) yaitu sebuah sikap menolak
untuk melakukan kekerasan terhadap orang lain. Gandhi menjelaskan, ahimsa adalah sebuah
ajaran cinta kasih dan kebaikan hati. Dalam bukunya Satyagraha, ahimsa berarti sikap untuk
mencintai musuh kita atau orang asing seperti layaknya kita mencintai ayah atau anak kita yang
telah melakukan kesalahan. Oleh karena itu, ahimsa harus memiliki rasa kejujuran dan
keberanian yang kuat.
Dalam beberapa kesempatan, Gandhi juga menekankan peningkatan kapasitas prilaku moral dan
etika yang akan membawa manusia kepada derajat tertingginya sehingga terhindar dari sifat
brutal dan tercela. Menurutnya lagi, kemajuan peradaban manusia adalah memastikan derajat
etika ketimbang kehidupan materialistik. Jalan peradaban sejati, Gandhi menyimpulkan adalah
jalan yang jauh dari kekerasan dan eksploitasi atas kelas yang lebih lemah. Bukan sebuah
peradaban yang hanya mengedepankan kepentingan diri sendiri.
Penutup
Akhirnya, peradaban modern barat telah membawa manusia kepada keterasingan diri. Manusia
akibat dari modernisme mengalami dehumanisasi yang hanya mengejar kesenangan materi.
Manusia pada peradaban modern barat telah melupakan nilai-nilai penting akan kejujuran,
keberanian, dan nilai-nilai kasih sayang. Peradaban seperti ini hanya akan membawa manusia
kepada konflik yang tak berkesudahan. Konflik yang disebabkan oleh keinginan manusia untuk
mengeksploitasi manusia yang lain.
Bagi Gandhi, untuk menghilangkan watak eksploitatif peradaban, peradaban tak boleh
memisahkan moral dan etika dari kehidupan manusia. Peradaban harus berlandaskan moral dan
etika sehingga akan membawa manusia kepada peradaban sejatinya. Sehingga kita bisa lepas apa
yang disebut Gandhi tujuh dosa sosial yaitu politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras,
perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, sains tanpa
humanitas, dan peribadatan tanpa pengorbanan.

*) Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Medan Area


Alumnus Aligarh Muslim University, India.

Anda mungkin juga menyukai