Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil dan pembahasan
tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap lansia dengan
upaya pengendalian hipertensi di Puskesmas Bontang Selatan Iyang
datanya telah dikumpulkan pada tanggal 22 Januari 2015. Jumlah
responden pada penelitian ini sebanyak 38 orang lansia yang telah
memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh peneliti. Pengumpulan data
menggunakan instrumen berupa kuesioner yang disebar pada saat
kegiiatan Posyandu Lansia. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel
dan tekstual yang didasarkan pada analisis univariat dan bivariat.
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian di Puskesmas Bontang Selatan I
Puskesmas Bontang Selatan I merupakan sebuah pusat layanan
kesehatan yang berada di bawah naungan Dinas Kesehatan yang
beralamat di Tanjung Laut Bontang. Puskesmas Bontang Selatan I
memiliki beberapa fasilitas unggulan, di antaranya adalah Posyandu
Lansia yang memberikan pelayanan kesehatan pada hari dan
berupa pemeriksaan tekanan darah dan pendidikan kesehatan kepada
lansia.
2. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik


responden dan setiap variabel penelitian yaitu variabel independen
(tingkat pengetahuan dan sikap lansia) dan variabel dependen (upaya
pengendalian hipertensi). Karakteristik responden menggunakan
distribusi frekuensi yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan
pekerjaan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.
Analisis ini dilakukan tiap variabel dari penelitian pada umumnya
dalam analisis hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap
variabel (Sutanto, 2000).
a. Analisa Univariat Karakteristik Responden.
1) Usia Responden.
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia di
Posyandu Lansia Puskesmas Bontang Selatan I
Bulan Januari Tahun 2015
Usia
45-59 tahun
60-74 tahun
75-90 tahun
Total
Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan

tabel

Jumlah (orang)
22
15
1
38

4.1

terlihat

Persentase (%)
57,9
39,5
2,6
100,0

bahwa

mayoritas

responden berusia 45-59 tahun dengan jumlah 22 orang


(57,9%), responden berusia 60-74 tahun sebanyak 15 orang
(39,5%), dan responden berusia 75-90 tahun sebanyak 1
orang (2,6%)
2)Jenis Kelamin Responden.

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin di Posyandu Lansia Puskesmas Bontang
Selatan I Bulan Januari Tahun 2015
Jenis Kelamin
Jumlah (orang)
Laki-laki
17
Perempuan
21
Total
38
Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan

tabel

4.2

terlihat

Persentase (%)
44,7
55,3
100,0

bahwa

mayoritas

responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 21


orang (55,3%) dan responden berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 17 orang (44,7%).
3) Pendidikan Terakhir Responden
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan Terakhir di Posyandu Lansia
Puskesmas Bontang Selatan I Bulan
Januari Tahun 2015
Pendidikan
SD
SLTP
SLTA
Total
Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan

Jumlah (orang)
18
13
7
38

tabel

4.3

terlihat

Persentase (%)
47,4
34,2
18,4
100,0

bahwa

mayoritas

responden berpendidikan SD dengan jumlah 18 orang


(47,4%), responden berpendidikan SLTP sebanyak 13
responden (34,2%), dan responden berpendidikan SLTA
sebanyak 7 orang (18,4%).

4) Pekerjaan Responden.

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di


Posyandu Lansia Puskesmas Bontang Selatan I
Bulan Januari Tahun 2015
Pekerjaan
Petani
Swasta
Nelayan
Pensiunan
Tidak Bekerja
Total
Sumber: Data Primer 2015

Jumlah (orang)
2
15
3
2
16
38

Persentase (%)
5,3
39,5
7,9
5,3
42,1
100,0

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa responden yang


tidak bekerja memiliki jumlah yang paling besar dengan
jumlah 16 orang (42,1%), kemudian responden dengan
pekerjaan

swasta

dengan

jumlah

15

orang

(39,5%),

responden dengan pekerjaan nelayan sebanyak 3 orang


(7,9%) dan responden dengan pekerjaan petani dan nelayan
masing-masing sebanyak 2 orang (5,3%).
b. Analisa Univariat dari Variabel Independen dan Variabel Dependen
1) Variabel Independen.
Variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat
pengetahuan dan sikap lansia. Berdasarkan hasil jawaban
kuisioner dari 38 orang responden diperoleh distribusi frekuensi
berdasarkan tingkat pengetahuan dan sikap lansia seperti pada
tabel berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tingkat Pengetahuan di Posyandu Lansia Puskesmas
Bontang Selatan I Bulan Januari Tahun 2015
Tingkat Pengetahuan
Rendah
Tinggi
Total

Jumlah (orang)

Persentase (%)

16
22
117

42,1
57,9
100,0

Sumber data: Primer 2015

Berdasarkan

tabel

4.5

terlihat

bahwa

mayoritas

responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi berjumlah 22


orang (57,9%) dan responden dengan tingkat pengetahuan
rendah sebanyak 16 orang (57,9%).
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Sikap Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Bontang
Selatan I Bulan Januari Tahun 2015
Sikap Lansia

Jumlah (orang)

Persentase (%)

12
26
38

31,6
68,4
100,0

Negatif
Positif
Total

Sumber data: Primer 2015

Berdasarkan

tabel

4.6

terlihat

bahwa

mayoritas

responden lansia memiliki sikap positif berjumlah 26 orang


(68,4%)

dan

responden

lansia

dengan

sikap

negatif

adalah

upaya

sebanyak 12 orang (31,6%)


2) Variabel Dependen
Variabel dependen

pada

penelitian

ini

pengendalian hipertensi. Berdasarkan hasil jawaban kuisioner


dari

38

orang

responden

diperoleh

distribusi

frekuensi

berdasarkan upaya pengendalian hipertensi seperti pada tabel


berikut:
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Upaya Pengendalian Hipertensi di Posyandu Lansia
Puskesmas Bontang Selatan I
Bulan Januari Tahun 2015
Upaya Pengendalian
Hipertensi

Jumlah (orang)

Persentase (%)

18
20
38

47,4
52,6
100,0

Kurang
Optimal
Total

Sumber data: Primer 2015

Berdasarkan

tabel

4.7

terlihat

bahwa

mayoritas

responden dengan upaya pengendalian hipertensi optimal


berjumlah 20 orang (52,6%) dan responden dengan upaya
pengendalian kurang sebanyak 18 orang (47,4%)
3.

Analisa Bivariat
Setelah diketahui karakteristik dari variabel independen dan
dependen,

selanjutnya

dilakukan

analisis

bivariat

dengan

menggunakan uji statistik Chi-Square yakni Continuity Correction


dengan menggunakan tabel 2x2 untuk mengetahui hubungan antara
tingkat pengetahuan dan sikap lansia dengan upaya pengendalian
hipertensi di Posyandu Lansia Puskesmas Bontang Selatan I sehingga
diharapkan tingkat keakuratannya lebih tinggi. Hasil yang diperoleh
adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Analisa Bivariat antara Tingkat Pengetahuan dengan Upaya


Pengendalian Hipertensi di Posyandu Lansia Puskesmas
Bontang Selatan I Bulan Januari Tahun 2015

Tingkat
Pengetahuan

Upaya Pengendalian
Kurang
Optimal
N
%
N
%

Rendah

13

81,2

18,8

16

100

Tinggi

22,7

17

77,3

22

100

18

47,4

20

52,6

38

100,0

Total

Total

Pvalue

OR

0,000

14.733
(2.96573.208)

Sumber data: Primer 2015

Berdasarkan

tabel

4.8

tentang

hubungan

antara

tingkat

pengetahuan dengan upaya pengendalian hipertensi ditemukan:


a. Dari 38 responden, terdapat 13 orang responden (81,2%) yang
memiliki upaya pengendalian hipertensi yang rendah dan tingkat
pengetahuan yang rendah pula
b. Dari 38 responden, terdapat 3 responden (18,8%) yang memiliki
upaya pengendalian hipertensi optimal tetapi tingkat pengetahuan
yang rendah
c. Dari 38 responden, terdapat 5 orang responden (22,7%) yang
memiliki upaya pengendalian hipertensi kurang dan tingkat
pengetahuan yang tinggi
d. Dari 38 responden, terdapat 17 responden (77,3%) yang memiliki
upaya pengendalian hipertensi optimal dan tingkat pengetahuan
yang tinggi pula

Berdasarkan uji statistik Chi-square yakni Continuity Correction


dengan menggunakan tabel 2x2 menunjukkan P value adalah 0,000
dimana lebih kecil dari nilai 0,05 yang berarti Ho ditolak sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan

upaya

pengendalian

hipertensi

di

Posyandu

Lansia

Puskesmas Bontang Selatan I


Berdasarkan hasil pengukuran OR (Odd Ratio) diperoleh nilai
OR=14.733 (95% CI, 2.965-73.208) artinya lansia yang memiliki
tingkat pengetahuan rendah berpeluang sebanyak 14,733 kali untuk
memiliki upaya pengendalian hipertensi kurang jika dibandingkan
dengan lansia yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dan diyakini
sebanyak 95% peluang lansia yang memiliki tingkat pengetahuan
tinggi akan memiliki upaya pengendalian hipertensi yang optimal
sebesar 2,965-73,208 kali dibandingkan dengan lansia yang memiliki
tingkat pengetahuan rendah.

Tabel 4.9 Analisa Bivariat antara Sikap Lansia dengan Upaya


Pengendalian Hipertensi di Posyandu Lansia Puskesmas
Bontang Selatan I Bulan Januari Tahun 2015
Upaya Pengendalian
Kurang
Optimal
N
%
N
%

Negatif

75

25

12

100

Positif

34.6

17

65.4

26

100

18

47.4

20

52.6

38

100,0

Total

Pvalue

OR

0,024

5.667
(1.21926.334)

Sikap Lansia

Total
Sumber data: Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.9 tentang hubungan antara sikap lansia


dengan upaya pengendalian hipertensi ditemukan:
a. Dari 38 responden, terdapat 9 orang responden (75%) yang
memiliki upaya pengendalian hipertensi yang rendah dan sikap
yang negatif pula
b. Dari 38 responden, terdapat 3 responden (25%) yang memiliki
upaya pengendalian hipertensi optimal tetapi sikap negatif
c. Dari 38 responden, terdapat 9 orang responden (34,6%) yang
memiliki upaya pengendalian hipertensi kurang dan sikap yang
positif
e. Dari 38 responden, terdapat 17 responden (65,4%) yang memiliki
upaya pengendalian hipertensi optimal dan sikap yang positif pula
Berdasarkan uji statistik Chi-square yakni Continuity Correction
dengan menggunakan tabel 2x2 menunjukkan P value adalah 0,024
dimana lebih kecil dari nilai 0,05 yang berarti Ho ditolak sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap lansia dengan


upaya pengendalian hipertensi di Posyandu Lansia Puskesmas
Bontang Selatan I
Berdasarkan hasil pengukuran OR (Odd Ratio) diperoleh nilai
OR=5.667 (95% CI, 1.219-26.334) artinya lansia yang memiliki tingkat
sikap negatif berpeluang sebanyak 5.667 kali untuk memiliki upaya
pengendalian hipertensi kurang jika dibandingkan dengan lansia yang
memiliki sikap positif dan diyakini sebanyak 95% peluang lansia yang
memiliki sikap positif akan memiliki upaya pengendalian hipertensi
yang optimal sebesar 1.219-26.334 kali dibandingkan dengan lansia
yang memiliki sikap negatif
B. Pembahasan
1. Karakteristik responden
a. Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
berusia 45-90 tahun dengan jumlah 22 orang (57,9%). Lansia
adalah seorang

yang telah mencapai usia 60 tahun keatas

yang dibagi dalam kategori lansia potensial yaitu lanjut usia


yang mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang dan atau jasa serta kategori lansia
tidak potensial yaitu lanjut usia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Menurut Suhartini (2010), lansia adalah tahap akhir dari


proses penuaan. Pada tahap ini biasanya individu tersebut
mengalami kemunduran fungsi fisiologis organ tubuhnya.
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965
adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000). Usia
lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri
dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian
(Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
pengertian lansia digolongkan menjadi 4, yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
2)

Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun

3)

Lanjut usia tua (old) 75 90 tahun

4)

Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.


Hipertensi

merupakan

penyakit

multifaktorial

yang

munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan


bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat.
Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami

penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada


lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat
karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan
darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam
kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan
umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada
usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas
simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor
pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan
peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar, 2005)
Menurut asumsi peneliti, banyaknya lansia berusia 45-60
tahun yang datang ke Posyandu Lansia karena lansia pada usia
tersebut umumnya masih memiliki kekuatan fsik yang cukup
untuk datang ke Posyandu Lansia. Selain itu, pada usia tersebut
mulai banyak lansia yang terserang penyakit hipertensi.
b. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 21 orang (55,3%).
Menurut Suryanto (2009) jenis kelamin adalah pembagian dua

jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologi yang


melekat pada jenis kelamin tertentu.
Pada dasarnya prevalensi terjadinya hipertensi pada pria
sama dengan wanita. Namun sebelum mengalami menopause,
wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskular karena aktivitas
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya
proses aterosklerosis. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama
ini melindungi darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut di
mana jumlah hormon estrogen tersebut makin berkurang
secara

alami

seiring

dengan

meningkatnya

usia,

yang

umumnya umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55


tahun (Kumar, 2005). Pria dan wanita menapouse berpengaruh
terhadap terjadinya hipertensi. Penelitian lain mengatakan
bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang relatif
sama menderita hipertensi (Arif, 2001).

c. Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
berpendidikan SD dengan jumlah 18 orang (47,4%). Menurut
Atmarita (2004) pendidikan secara umum merupakan salah

satu upaya yang direncanakan untuk menciptakan prilaku


seseorang menjadi kondusif dalam menyikapi suatu masalah.
Tingkat pendidikan berpengaruh pada perubahan sikap dan
perilaku hidup seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan
diharapkan dapat meningkatkan pola pikir secara rasional untuk
memahami arti kesehatan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan.
Asmadi (2005) mengungkapkan bahwa pendidikan
berpengaruh terhadap pola pikir individu sedangkan pola pikir
berpengaruh

terhadap

perilaku

seseorang.

Jadi

dapat

dikatakan pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan


berbeda dengan pola pikir orang yang berpendidikan tinggi.
d. Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak
bekerja memiliki jumlah yang paling besar dengan jumlah 16
orang (42,1%). Pekerjaan merupakan suatu hal yang dikerjakan
untuk mendapatkan imbalan atau jasa. Menurut teori Hirarki
Maslow, bahwa manusia bekerja dimotivasi oleh kebutuhan yang
sesuai dengan waktu, keadaan, serta pengalamannya. Tenaga
kerja termotivasi oleh kebutuhan yang belum terpenuhi dimana
tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul setelah tingkatan
sebelumnya. Masing-masing tingkatan kebutuhan tersebut, tidak
lain

adalah:

kebutuhan

fisiologis,

rasa

aman,

sosial,

penghargaan, perwujudan diri. Banyaknya responden yang tidak


bekerja dapat disebabkan karena sudah bukan lagi usia produktif.
2. Variabel Independen dan Variabel Dependen
a. Variabel Independen
1) Tingkat Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan

bahwa

mayoritas

responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi berjumlah 22


orang (57,9%).
Pengetahuan didefinisikan sebagai hasil dari tahu dan
mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu, paham, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo, 2007).
memiliki

tingkat

pengetahuan

ini

pengetahuan
dipengaruhi

yang
oleh

Setiap individu

berbeda,
tingkat

tingkat

pendidikan,

keterpaparan informasi dan pengalaman (Irmayati, 2007).


Salah

satu

faktor

yang

berpengaruh

terhadap

tingkat

pengetahuan yaitu pendidikan formal yang pernah ditempuh.


Sesuai dengan dengan pendapat dari Irmayati (2007) yang
mengatakan

bahwa

pendidikan

adalah

sebuah

proses

perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok serta


usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan,

sehingga

semakin

tinggi

tingkat

pendidikan

seseorang maka semakin banyak pengetahuan yang diperoleh.


Faktor lain yang mempengaruhi terhadap tingkat pengetahuan
adalah keterpaparan informasi.

Irmayati juga menyatakan bahwa informasi dapat digunakan


sebagai transfer pengetahuan. Informasi dapat diperoleh dalam
kehidupan sehari-hari melalui media massa antara lain televisi,
koran, radio, dan majalah. Selain informasi pengalaman juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Seseorang cenderung menerapkan
pengalamannya terdahulu untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya.

Pengalaman

yang

dimiliki

oleh

responden

menyebabkan seseorang mempunyai kemampuan analisis dan


sintesis

yang

baik.

Hal

ini

sesuai

dengan

teori

yang

diungkapkan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa semakin baik


kemampuan analisis dan sintesis yang dimiliki seseorang maka
tingkat pengetahuannya semakin baik.
Pengetahuan yang dimiliki responden selain dari pendidikan
dapat juga berasal dari pengalaman. Pengalaman lansia dalam
merawat diri khususnya dalam mengatasi penyakit hipertensi
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan lansia tentang
hipertensi. Menurut Suliha (2002), sesuatu yang dialami
seseorang tentang masalah kesehatan yang dihadapi akan
menambah

pengetahuan

tentang

kesehatannya.

Menurut

Herliansyah (2007) pengetahuan dapat juga didapatkan melalui


pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali, jika

seseorang memiliki engalaman yang lebih maka menghasilkan


pengetahuan yang lebih.
Menurut asumsi peneliti,

tingkat

pengetahuan

lansia

mayoritas tinggi karena sering mendengarkan pendidikan


kesehatan yang diselenggarakan oleh Posyandu Lansia. Selain
itu, informasi juga bisa didapatkan dari melihat televisi,
membaca Koran, mendengarkan radio, dan sebagainya.
2) Sikap Lansia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
lansia memiliki sikap positif berjumlah 26 orang (68,4%). Sikap
merupakan kehendak lansia setelah mengetahui mengenai
manfaat

upaya

pengendalian,

namun

belum

merupakan

tindakan nyata dalam upaya pengendalian hipertensi. Hal ini


sesuai dengan pernyatan Notoatmodjo (203), sikap adalah
penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang tentang stimulus
atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap
terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut.
Sikap dipengaruhi oleh pengetahuan, berfikir, keyakinan dan
emosi. Pengetahuan akan merangsang individu untuk berfikir
dan

berusaha

supaya

tercipta

keseimbangan.

Menurut

Purwanto (2009), pengalaman merupakan salah satu faktor


intern

yang

mempengaruhi

sikap.

Salah

satu

proses

pembentukan sikap seseorang adalah pengalaman langsung


dari suatu objek atau dirinya sendiri. Berbekal dari pengalaman

dalam merawat usia lanjut secara langsung akan membentuk


pendapat

responden.

Hal

ini

sesuai

pendapat

dengan

Mahendratto (2007), menyatakan bahwa sikap seseorang


dipengaruhi oleh pengalaman. Sikap lansia dalam mengatasi
penyakit hipertensi merupakan organisasi pendapat, keyakinan
lansia mengenai cara mengatasi hipertensi yang dialaminya,
pendapat tersebut disertai dengan adanya perasaan tertentu
dan memberikan dasar kepada lansia untuk berperilaku sesuai
sikapnya dalam mengatasi penyakit hipertensi (Walgito, 2003).
Menurut asumsi peneliti, sikap positif yang dimiliki oleh para
lansia dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang juga tinggi,
sehingga selalu berupaya untuk mengatasi penyakit yang
diderita.
b. Variabel Dependen
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
dengan upaya pengendalian hipertensi optimal berjumlah 20 orang
(52,6%). Upaya adalah usaha, akal, iktiar untuk mencapai suatu
maksud memecahkan persoalan, mencari jalan keluar. Sedangkan
pengendalian adalah usaha untuk mencapai tujuan tertentu
melalui prilaku yang diharapkan. Mulyadi, (2007). pengendalian
hipertensi bertujuan untuk mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas

akibat

komplikasi

yang

berhubungan

dengan

pencapaian

dan

pemeliharaan

tekanan

darah

dibawa

140/90mmHg.
Menurut asumsi peneliti, upaya pengendalian sudah optimal
karena sudah ada Posyandu Lansia yang secara aktif memeriksa
kesehatan lansia secara berkala dan memberikan pendidikan
kesehatan yang hubungannya dengan penyakit hipertensi.
3. Analisa Bivariat
Dari hasil penelitian di Posyandu Lansia Puskesmas Bontang
Selatan I menunjukkan bahwa korelasi atau hubungan antara tingkat
pengetahuan dan sikap lansia dengan upaya pengendalian hipertensi
yakni pada taraf signifikan Pvalue adalah 0,000 < 0,05 untuk tingkat
pengetahuan dan taraf signifikan P value adalah 0,024 < 0,05 untuk
sikap lansia yang menunjukkan ada hubungan antara tingkat
pengetahuan dan sikap lansia dengan upaya pengendalian hipertensi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dalyoko (2009) yang menunjukkan ada hubungan positif dan
bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap dengan upaya
pengendalian hipertensi. (p value=0,000 < 0,05).
Hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya

karena

biasanya tidak didahului dengan adanya suatu gejala. Kebanyakan


orang merasa sehat dan energik walaupun memiliki penyakit
hipertensi (Sedyaningsih, 2010). Lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir fase kehidupannya,

karena itu lansia dengan hipertensi tidak akan terlalu menganggap


hipertensi sebagai penyakit yang berbahaya (Depkes RI, 2003).
Petugas kesehatan senantiasa mengajak responden untuk
tetap aktif mengikuti program posyandu lansia. Dengan adanya sikap
yang baik diharapkan adanya perubahan sikap pada lansia terhadap
pengendalian hipertensi. Pembentukan sikap juga dapat dipengaruhi
oleh pengaruh faktor emosional. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap
yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, akan
tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan
lama (Azwar, 2000). Sikap negatif responden akan berpengaruh
terhadap bagaimana responden mengendalikan hipertensi.
Hasil penelitian Rogers menyatakan bahwa pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan
sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng
(Notoadmodjo, 2007). Faktor yang dominan mempengaruhi strategi
koping penderita hipertensi adalah tingkat pengetahuan (Effendi,
2007). Masyarakat umum untuk menjalani diet atau mengontrol
makanan yang beresiko pada penyakit yang diderita masih kurang
mengerti, disebabkan karena kurangnya informasi tentang bahan

makanan yang perlu dihindari dan bahan makanan yang harus


dikonsumsi untuk penderita hipertensi (Suwarni, 2007)
Hasil penelitian tentang sikap ini sesuai dengan perilaku dari
Green yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh
sikap yang dimiliki seseorang. Sikap mempunyai hubungan yang
disignifikan terhadap perilaku pencarian kesehatan. Hal ini karena
sikap merupakan predisposisi dari sebuah tindakan (Effendi, 2007).
Ada perbedaan sikap tentang kesehatan akan mempengaruhi
perilaku seseorang untuk bertindak dalam menjaga kesehatan. Sikap
merupakan faktor yang paling dominant dalam menentukan perilaku,
dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa sikap seseorang terhadap
penyakit berhubungan signifikan dengan perilaku seseorang dalam
pencarian pengobatan. Sikap mempengaruhi perilaku seseorang untuk
melakukan kontrol ke Puskesmas (Effendi, 2007).
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian, antara lain:
1. Rancangan penelitian.
Metodologi/desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
korelasional dengan pendekatan cross sectional yang tentunya
akan lebih cepat dalam mendapatkan data, namun kurang
memperhatikan kualitas jawaban dari responden.
2. Uji statistik.

Uji yang digunakan adalah uji Chi-square tidak dapat digunakan


untuk menentukan besar atau kecilnya korelasi dan variabelvariabel yang dianalisa.
3. Alat pengumpul data.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah
kuisioner yang bersifat murni dari responden dan tanpa intervensi
apapun

sehingga

jawaban-jawaban

yang

diberikan

oleh

responden, tidak mustahil karena simpulan yang dibuat sendiri,


bukan apa yang sebenarnya mereka rasakan.
4. Penelitian ini hanya mengambil variabel tingkat pengetahuan dan
sikap. Diduga masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi
upaya pengendalian hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai