REZKY EMERALD
(1102008166)
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara
memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan
virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung
alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex)
dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B
yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang
lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran
darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain
itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
Sama dengan leptin dan asam lemak bebas, kadar TNF-Alfa plasma meningkat dengan
meningkatnya berat badan, dan berperan dalam mekanisme resistensi insulin perifer.
Walaupun demikian pada manusia kadar TNF-Alfa dalam sirkulasi sangat sedikit untuk dapat
menghambat kerja insulin pada jaringan otot. Diduga kerja TNF-Alfa lebih bersifat parakrin
daripada endokrin, atau dengan perantaraan faktor lain, misalnya asam lemak bebas, karena
TNF-Alfa memacu lipolisis. Pada jaringan adiposa tikus percobaan dan manusia, TNF-Alfa
diekspresikan secara berlebihan sehingga mengganggu insulin signaling yang akibatnya
fosforilasi IRS-1 terhambat dan menekan ekspresi glucose transporter(GLUT)-4.
Interleukin-6
Sebagai protein proinflamasi yang disekresikan oleh jaringan adiposa, IL-6 juga meningkat
dengan meningkatnya berat badan. Pada manusia, IL-6 memacu pelepasan glukagon dan
kortisol dan meningkatkan glukoneogenesis. Bastard, dkk. menemukan bahwa penderita
diabetes melitus yang obes lebih resisten terhadap insulin, kadar IL-6, TNF-Alfa dan leptin
meningkat dibandingkan kontrol penderita dibetes melitus yang tidak obes. Peran IL-6 pada
resistensi insulin diduga melalui perlemakan (adiposity), secara tidak langsung berhubungan
dengan kerja insulin. Hal ini dilaporkan oleh Vozarova, dkk. yang menemukan bahwa kadar
IL-6 mempunyai korelasi dengan persentasi lemak tubuh, tetapi tidak ada korelasi dengan
sensitifitas insulin pada orang Indian Pima.
Resistin
Lazar, dkk menemukan suatu molekul signalling disekresikan oleh adiposit dan dinamakan
resistin. Kadar resistin meningkat pada tikus obes akibat makan berlebihan dan obes karena
genetik, dan berkurang dengan pemberian obat anti diabetik agonis peroxisome proliferatoractivator receptor (PPAR), seperti rosiglitazone.
Adiponektin
Adiponektin adalah hormon peptida yang terutama dihasilkan oleh adiposit. Dibandingkan
dengan adipositokin lainnya, kadar adiponektin paling tinggi dalam sirkulasi. Adiponektin
mempunyai efek yang berlawanan dengan adipositokin lainnya, yaitu mencegah terjadinya
resistensi insulin dan diabetes melitus tipe 2 . Weyer dkk , melaporkan kadar adiponektin
pada orang kulit putih dan Indian Pima berkurang. Kadar adiponektin juga berkorelasi
dengan sensitivitas insulin, dan sebaliknya berkurang dengan semakin buruknya toleransi
glukosa. Penelitian lain pada manusia, kadar adiponektin meningkat dengan penurunan berat
badan dan pemberian agonis PPAR, rosiglitazone. Kerja adiponektin diduga dengan memacu
ekspresi gen-gen yang mengatur metabolisme lemak pada jaringan otot, yaitu CD36, acyl coenzyme A (CoA) oxidase, dan uncoupling protein (UCP)-2 yang akan meningkatkan efisiensi
transpor asam lemak, pembakaran lemak dan termogenesis.
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis
Definisi Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis. Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis
adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan
metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi
hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari diabetes melitus
di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan
mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita
diabetes tipe II.
Hyperglikemia, Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom berkaitan dengan kekurangan
insulin secara relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM. Secara klinik
diperlihatkan dengan hiperglikemia berat yang mengakibatkan hiperosmolar dan dehidrasi,
tidak ada ketosis/ada tapi ringan dan gangguan neurologis
B. Etiologi Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik / Penyebab Hiperglikemia
Hiperosmolar Non Ketotik
1.
Insufisiensi insulin
a.
b.
2.
a.
Hiperalimentation (tpn)
b.
3.
a.
b.
4.
5.
6.
Pembedahan/operasi.
7.
8.
Luka bakar.
2.
3.
4.
Riwayat keluarga DM
5.
6.
7.
8.
Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Hipernatremia.
8.
9.
Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan
kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria
yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari
poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,
sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar
gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal
ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia,
hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat
karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
E.
pH > 7,3
F.
NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik normal diguyur 1000 ml/jam sampai
keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan
kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan
pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.
Gklukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%. Infus glukosa
5% harus disesuaikan untuk mempertahankan kadar glukosa darah 250-300 mg% agar resiko
edema serebri berkurang.
2.
Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik
sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah
pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat
menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik.
3.
Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik.. Dengan ditiadakan asidosis, hiperglikemia pada
mulanya mungkin tidak ada kecuali bila terdapat gagal ginjal. Kekurangan kalium total dan
terapi kalium pengganti lebih sedikit dibandingkan KAD. Bila terdapat tanda fungsi ginjal
membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan.
4.