Anda di halaman 1dari 10

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Tn. D H

Tanggal Lahir

: 16 Mei 1942

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Pekerjaan

: Buruh

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 13 April 2015

Tanggal Pemeriksaan : 14 April 2015


Anamnesa

: Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan anak pasien

pada tanggal 14 April 2015 pk. 16.30 WIB


Keluhan Utama
Muntah darah sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit
Keluhan Tambahan
Lemas, mual, dan pusing
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan muntah darah sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
disertai dengan nyeri ulu hati dan perut terasa kembung. Pasien muntah sebanyak 4 kali dan
sesampainya dirumah sakit pasien kembali muntah sebanyak 2 kali. Pasien menyatakan muntah
darah berwarna hitam tanpa disertai darah segar dan makanan. Keluhan diawali setelah pasien
makan beberapa sendok makan, setelah itu pasien merasa sangat mual dan pusing sehingga
pasien mutah darah. Pasien menyatakan belum BAB sehingga pasien belum tau warna BAB
pasien sendiri. Sebelumnya pasien mengatakan bahwa pasien mengkonsumsi obat-obatan yang
diberikan dari puskesmas sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit untuk riwayat hipertensi
pada pasien. Keadaan ini membuat pasien merasa lemas, lesu, pusing dan nafsu makan
menurun.
Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan OAT, riwayat konsumsi alkohol, keluhan
kuning, bengkak pada kaki, dan demam.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi yang diketahui pasien sejak 1 tahun lalu
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengakui adanya riwayat hipertensi pada ayah pasien
Riwayat Pengobatan
Meloxicam 15mg, Digoxin 0.25mg, Amlodipine 5mg, Methampyrone 500mg, Thiamine
mononitrate 50mg, Piridoxin 100mg, Cyanocobalamin 100mcg

Pemeriksaan Fisik
pada tanggal 14 April 2015
Status Gemeralis
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Kompos mentis

Tekanan Darah

: 130/80 mmHg

Frekuensi Nadi

: 78 kali/menit

Frekuensi Pernafasan : 22 kali/menit


Suhu Tubuh

: 37.3 oC

Mata

: Conjuctiva Anemis (-/-); Sklera Ikterik (-/-); Refleks Cahaya (+/+)

Leher

: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba

Toraks

: Simetris saat statis dan dinamis, sonor pada kedua lapang paru.

Cor

: Bunyi jantung I - II reguler, murmur (-); gallop (-)

Pulmo

: Suara nafas dasar vesikuler (+/+); rhonki (-/-); wheezing (-/-)

Abdomen

: Cembung, nyeri tekan abdomen, BU+ meningkat

Ekstremitas

: Akral hangat, Edema (-), Sianosis (-), CRT<2detik

Pemeriksaan Penunjang
13 April 2015
JENIS
PEMERIKSAA
N
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Ureum
Kreatinin

HASIL
12.7
10.9
38
247
30
0.83

NILAI
REFERENSI
13.2 - 17.3
3.8 - 10.6
40 52
150 440
10 50
0.6 1.1

SATUAN

CATATAN

g/dL
ribu/UL
%
ribu/UL
mg/dl
mg/dl

Resume
Pasien laki-laki, 72 tahun datang dengan keluhan muntah darah sejak 9 jam sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan disertai rasa lemah, lesu, pusimg, dan mual. Pasien mengatakan sudah
muntah berwarna kehitaman sebanyak 4 kali tanpa disertai darah segar dan makanan. Setiap
muntah kurang lebih sebanyak seperempat gelas aqua.Pasien belum BAB. Pasien mengakui
menkonsumsi obat-obatan yang diberikan dari puskesmas yaitu Meloxicam 15mg, Digoxin
0.25mg, Amlodipine 5mg, Methampyrone 500mg, Thiamine mononitrate 50mg, Piridoxin
100mg, Cyanocobalamin 100mcg sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan abdomen cembung disertai nyeri tekan dan bising usus
meningkat, selain itu status internus dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan Hemoglobin 12.7 g/dL, Leukosit 10.9 ribu/UL, Hematokrit 38%, Trombosit 247
ribu/UL, Ureum 30 mg/dl, Kreatinin 0.83 mg/dl.

Analisis Kasus
Diagnosis pada pasien ini adalah
Diagnosis klinik

: hemiparese sinistra

Diagnosis topis

: hemispher cerebri dextra

Diagnosis etiologik

: stroke non hemoragik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, algoritma score gadjahmada,


dan Sirirajc stroke score
Anamnesis

Dari anamnesis dengan pasien didapatkan keluhan utama adalah lemas pada tangan dan kaki
kiri. Keluhan yang dirasakan bertahap dan semakin lama semakin berat (step wise worsening)
yang merupakan salah satu ciri stroke non hemoragik Keluhan yang dirasakan disertai dengan
riwayat hipertensi kronis dan riwayat mengalami penyakit serebrovaskular berulang. Terdapat
beberapa faktor resiko pada stroke non hemoragik yakni:1. usia lanjut, 2. hipertensi, 3.
merokok, 4. penyakit jantung, 5. hiperkolesterolemia.
Pada anamnesis, pasien mengaku meiliki riwayat hipertensi selama 8 tahun dengan pengibatan
teratur (valsartan 80mg). Hipertensi kronis yang didapatkan pada pasien ini dan merupakan
salah satu faktor resiko pada stroke non hemoragik. Hipertensi tersebut menghambat fungsi
mikrovaskuler dan aliran darah yang dapat menyebabkan berkurangnya potensi
microvasculature untuk memberikan sirkulasi ke daerah iskemik.
Pada pemeriksaan darah didapatkan kolesterol total meningkat (216 mg/dl) yang juga
merupakan faktor resiko pada stroke non hemoragik

Pemeriksaan fisik
Dari data-data TTV awal tidak didapatkan adanya tanda kenaikan tekanan intrakranial dan
tanda rangsang meningeal. Tekanan intra kranial yang meningkat ditandai dengan gejala sakit
kepala yang berat, muntah yang menyembur (proyektil), dan papil udem.
Pada pemeriksaan kekuatan motorik (gerakan aktif), pasien diperintahkan untuk mengangkat
kedua tangannya dan menahannya selama 10 detik. Perlakuan yang sama diterapkan pada
kedua kaki pasien. Didapatkan tangan kiri terjatuh lebih dulu daripada yang kanan. Pada kaki,
didapatkan kaki kiri terkesan lebih berat daripada kaki kanan. Saat diberikan tahanan, terkesan
anggota gerak sebelah kiri pasien bisa sedikit melawan tahanan yang diberikan. Hal ini
menunjukkan bahwa anggota gerak kiri terkesan lebih lemah daripada kanan. Dapat
disimpulkan bahwa lesi terdapat di hemispher cerebri kanan karena perjalanan serabut saraf
yang kontralateral menyebabkan hemiparese pada bagian sinistra. yang ditandai oleh bentuk
otot yang eutrofi, normotonus, dan reflek fisiologis meningkat yang terdapat pada pasien ini.
Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan adanya kelainan pada nervus VII (facialis)
berupa sudut mulut kiri tertinggal saat meringis dan tersenyum tetapi pasien masih bisa
mengerutkan dahi, mengerutkan alis, dan menutup mata. Keadaan ini dapat menjelaskan bahwa

terdapat lesi pada daerah upper motor neuron (tipe sentral). Jika lesi terdapat pada daerah lower
motor neuron, maka bisa terjadi gangguan saat mengerutkan dahi dan menutup mata.
Sistem scoring
sistem ini dipakai untuk membantu diagnosis menentukan jenis stroke apakah perdarahan atau
infark tanpa menggunakan CT scan. dipakai 2 jenis scoring yaitu gajah mada dan SiriRaj Score.
Pada pasien ditemukan:
gajah mada:
nyeri kepala +
penurunan kesadaran +
babinski didapatkan hasil berupa perdarahan intraserebral
SiriRaj Score :
Kesadaran ( somnolen)
Nyeri kepala +
Muntah 10 %Diastolik
Ateroma -

0 (kompos mentis) x 2.5


1x2
0x2
10
0x-3
Total

0
2
0
10
0
14.5

Hasil : 14.5-12= 2.5


Hasil ini menunjukkan bahwa stroke yang terjadi adalah hemorragik
Dari 2 sistem scoring yang dikerjakan didapatkan bahwa stroke yang terjadi berupa stroke
akibat perdarahan.

Pemeriksaan penunjang 1,3


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di sini adalah CT scan kepala non kontras.
Merupakan gold standard untuk membantu diagnosis perdarahan ruang subarachnoid.
Pemeriksaan ini dianggap cepat dan cukup sensitif. Metode ini dapat menunjukkan apabila
terdapat perdarahan pada circulus willici yang terletak pada basis otak, pada interhemisfere
ataupun pada fissura sylvii. Lokasi dari densitas yang lebih tinggi dapat diperkirakan
sebagai lokasi aneurisma. Namun ini tidak selalu benar apalagi pemeriksaan dilakukan
lebih dari waktu 24 jam. Selain itu CT scan dapat menunjukkan adanya hidrosefalus
sebagai komplikasi tersering dari perdarahan ruang subarachnoid. Sensitifitas CT scan

mencapai 95% dan akan lebih tinggi pada 12 jam pertama. Pasien dengan kondisi koma,
hemiparesis atau terdapat defisit neurologis lain akibat perdarahan ruang subarachnoid
( Hunt & Scale grade III-IV) hampir selalu menunjukkan hasil yang positif.
Pada pasien ini CT scan kepala non kontras segera dilakukan begitu pasien di IGD

didapatkan hasil:
Tampak lesi hiperdens berdensitas peradarahan mengisi intraventrikel lateralis bilateral
terutama kanan, ventrikel III dan ventrikel IV, disertai dengan midline shift ke arah kiri

sejauh 0,9 cm Ventrikel lateralis kanan kiri, Ventrikel III dan Ventrikel IV melebar
Tampak pula lesi hiperdens yang mengisi sulci-sulci lobus parietal kanan Iuri, fissura sylvii
kiri dan sistem sisterna, disertai dengan lesi hiperdens dengan gambaran salt and pepper di

lobus frontal bilateral terutama kiri, lobus parieto-temporal kiri dan cerebellum sisi kiri.
Kesan yang ditimbulkan :
Kesan:
Hidrocephalus communicans ec Perdarahan intraventrikel disertai hernia sub falcine ke kiri
sejauh +/- 0,9 cm.

Subarachnoid haemorrhage lobus parietal kanan kiri, fissura sylvii kiri dan sistem sistema.
Dengan akurasi pemeriksaan CT scan maka diagnosis perdarahan ruang subarachnoid dapat
ditegakkan. bila diagnosis perdarahan ruang subarachnoid ditegakkan harus dicari dimana
letak sumber perdarahanna. Cateter angiography merupakan gold standard yang digunakan
untuk mencari sumber perdarahan yang diakibatkan oleh aneurysma setelah terjadinya SAH
(karena sebagian besar penyebab SAH adalah aneurisma). Pada beberapa pusat kesehatan
tindakan untuk mencari sumber perdarahan menggunakan cateter angiografi telah digantikan
tugasnya oleh CT Angiografi (CTA). Tindakan ini dianggap lebih cepat, non-invasif, dan
lebih aman. Tindakan ini tidak dilakukan pada pasien, seharusnya dicari di mana letak
sumber perdarahan sehingga dapat dilakukan terapi yang sesuai.
Pada pasien ini tidak dilakukan tindakan CTA, seharunsya tindakan ini dilakukan karena
dengan menemukan letak perdarahan dapat dilakukan tindakan untuk menghentikan sumber
perdarahan.
Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan jantung dengan menggunakan EKG. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mencari komplikasi dari perdarahan ruang subarachnoi yaitu infark
miokard. infark miokard walaupun angka kejadian nya tidak besar sebagai komplikasi tetapi
dapat membahayakan hidup pasien lebih jauh.
Pemeriksaan foto thoraks dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yaitu berupa hipertensi.
Bila didapatkan tanda-tanda: elongatio arkus aorta, pembersaran ventrikel kiri maka pada
pasien didapatkan hipertensi yang sudah berlangsung lama.

Terapi 1,3
Pasien dengan SAH akut membutuhkan penanganan initial untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut. Dibagi menjadi 5 bagian
a) Breathe
Bersihkan jalan napas, bila terdapat indikasi untuk melakukan intubasi segaera
lakukan intubasi. Jaga agar PCO2 25-35 mmHg ( mencegah vasodilatasi otak )
Berikan O2 untuk menjaga agar pO2 >60 mmHg ( mencukupi perfusi otak )
Pasang pulse oxymetri
b) Blood
Pasang infus untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh, selain itu juga sebagai jalur
memasukkan obat. Untuk kebutuhan cairan tubuh dapat diberikan larutan RL 20 tpm.
Pertahankan tekanan darah sistolik 130-140 mmHg. Bila tekanan darah tinggi dapat
digunakan penurun tekanan darah yang tidak menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
obat yang dapat dipilih adalah nicardipine intravena.
Dosis nicardipine diberikan 5mg/jam , sediaan yang ada 0.1mg/ml dapat diberikan 50
ml/jam dalam normal saline (NaCl).
c) Brain
Bila terdapat tanda-tanda kenaikan TIK berikan manitol 20%
Aturan pemberian manitol : 5ml/kgbb untuk loading pertama, kemudian di teruskan
4x125 ml selama 5 hari, turunkan 3x100 minimal 2 hari kemudian 2x100 2 hari dan
1x100 2 hari terakhir
Berikan citicoline 2x500mg
Untuk mencegah terjadinya vasospasme dapat diberikan nivedipine
Transamin dan vit.K untuk menghentikan perdarahan.
Transamin 3x1 (1ampul =250mg),Vit K 3x1(1ampul=10mg). Pemberian transamindan
vit.K diberikan hingga perdarahan terbukti berhenti dengan CT scan ulang.
d) Bowel
Pasang NGT untuk membantu proses makan pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran dan juga untuk tujuan dekompresi mengurangi tekanan intraabdomen. Tekanan
intraabdomen dapat mempengaruhi tekanan intrakranial.
e) Bladder
Pasang kateter untuk memantau urine output.
Selain terapi inisial di atas pada pasien didapatkan adanya herniasi tipe transtentorial.
telah dibahas di atas bahaya yang dapat ditimbulkan , oleh sebab itu diperlukan tindakan
operatif. Tindakan operatif dikerjakan apabila memenuhi kriteria berikut:
o Terdapat midline shifting >5mm
o Terdapat perdarahan dengan volume >20cc atau perdarahan pada lobus occipital >10cc

Selain untuk mengeluarkan perdarahan yang ada pada pasien ini didapatkan adanya
hidrosefalus. Sehingga diperlukan tindakan pemasangan ekstra ventrikuler drainage.
Kondisi pasien pun memenuhi untuk dilakukan tindakan operasi ( hunt and hess scale
grade 3).
Tindakan operatif selain tindakan di atas juga dimaksudkan untuk menghentikan sumber
perdarahan melalui coiling atau clipping. Bila perdarahan ruang subarachnoid disebabkan
oleh aneurisma maka tindakan ini penting untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang.
The International Subarachnoid Hemorrhage Trial (ISAT) menyatakan bahwa tindakan
coiling lebih aman dibandingkan dengan clinpping.
Pada pasien penanganan terhadap kelima bidang ini telah dikerjakan, baik itu ketika diterima
pasien di IGD maupun ketika pasien sampai ke ruangan.
Langkah-langkah yang telah diterapkan:
a) Breathe
Dilakukan pengamatan terhadap jalan nafas, telah dipasang guedel untuk
mengamankan jalan nafas pasien.
b) Brain
Diberikan manitol dengan dosis seperti di atas dan diberikan citicoline
Manitol :
Loading di UGD 250 ml
Diberikan 4x125 selama 5 hari
Kemudian 3x100
Sekarang sedang menjalani tahap tappering 2x100
c) Blood
pasien datang dengan tensi yang cukup tinggi, diberikan penanganan berupa
pemberian captopril 2x25 mg dan amlodipine 1x10mg.
d) Bowel
Pada pasien telah di pasang NGT
e) Bladder
Telah dilakukan pemasangan kateter.
Telah dilakukan rencana tindakan operatif berupa craniotomi, namun tindakan tidak
dijalankan akibat adanya penolakan dari pasien. Langkah selanjutnya yang ditempuh adalah
dengan memberikan obat-obat penghenti perdarahan mengharapkan agar perdarahan dapat
berhenti dan tidak bertambah luas sambil memantau keadaan umum pasien. Keadaan umum
membaik indikator awal adalah dengan perbaikan tingkat kesadaran pasien. Setelah 2 minggu
menjalani pengobatan untuk memastikan perdarahan bertambah atau tidak dilakukan CT scan
ulang.
Pada pasien seharusnya diberikan nimodipine untuk mencegah terjadinya vasospasme.
Vasospasme jarang terjadi sebelum hari ke 4, sering terjadi pada hari ke 10-14 kemudian
menghilang setelah hari ke 7.

Daftar Pustaka
1. Brust M.C.John. Current Diagnosis and Treatment. 2nd edition. New York:Mc Graw
2.

Hill.2012.pg 138-48.
H.Soetjipto, Muhibbi Sholihul. Pengenalan dan penatalaksanaan kasus-kasus

neurologi:sroke. Jakarta: depatemen saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.2007. hal 18-34.
3. Bescke Tibor. Subarachnoid Hemorrhage. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1164341-overview, 24 januari 2014.
4. Ginsberg lionel. Lecture notes neurologi. 8th edition.jakarta: Erlangga medical series.
2009.hal 89-99.

Anda mungkin juga menyukai