Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur
: An. S/ Laki-laki/ 5 tahun
b. Pendidikan
: Belum sekolah
c. Alamat
: RT. 1 Kel Tambak Sari
2. Latar belakang sosial ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Jumlah saudara
:1
b. Status ekonomi keluarga
: kurang
c. Kondisi Rumah
:
Pasien hanya tinggal bersama orangtua dan kakaknya, Rumah terdiri
dari 1 ruang tamu, 1 dapur dan 1 kamar mandi, dengan jendela yang
jarang dibuka setiap hari. Rumah ini memiliki kamar tidur. yang
sempit dengan 1 jendela.
d. Kondisi Lingkungan keluarga: baik
3. Aspek psikologis di keluarga
: cukup baik
4. Riwayat penyakit dahulu/ keluarga :
a. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kejang disangkal
Riwayat Asma disangkal
b. Riwayat penyakit Keluarga :
Riwayat batuk lama disangkal
Ayah pasien perokok
5. Riwayat penyakit
a. Keluhan Utama : batuk sejak 2 hari yang lalu
b. Riwayat Perjalanan penyakit
Pasien datang berobat ke poliklinik anak Puskesmas Pakuan Baru
dibawa ibunya dengan keluhan Batuk dan pilek sejak 2 hari yag lalu.
Batuk kering, tidak berdarah, pilek berwarna bening dan tidak kuning
kental, pilek tidak dipengaruhi cuaca, debu, makanan dan obat-obatan

Rasa kering dan gatal pada tenggorokan (+),pasien juga mengeluh sakit
ketika menelan. Pasien Juga Demam (+) sejak 1 hari yang lalu, tapi tidak
terlalu tinggi, menggigil (-), berkeringat (-), nyeri pada telinga (-), keluar
air (-), telinga berdenging (-), suara parau. Ibu pasien juga mengeluh nafsu
makan pasien menurun. Karena keluhan hanya dibiarkan oleh pasien,
namun karena dirasa makin bertambah, ibu pasien membawa anaknya
berobat. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran
: composmentis
Tanda vital
: nadi : 88x/i, RR 24 x/i, T:37,8C
Berat Badan
: 16 kg
Kepala
: normocepal
Mata
: CA -/-, SI -/- pupil isokor, reflek cahaya +/+
THT
: napas cuping hidung (-),faring terlihat hiperemis (+),
Tonsil T1-T1
Leher
: pembesaran KGB (-)

Thorak
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,


retraksi (-)
:stemfremitus sama antara kiri dan kanan
: sonor
: vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/: Ictus cordis terlihat
: Ictus cordis teraba
: Batas jantung dalam batas normal
: BJ I/II Reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ektremitas

: Datar, sikatriks (-)


: Supel, nyeri tekan (-)
: Timpani
: bising usus (+) normal
: akral hangat, edema (-/-)

7. Laboratorium dan usulan pemeriksaan


Usulan pemeriksaan Darah rutin
8. Diagnosis kerja
Faringitis akut
9. Diagnosa Banding

Tonsilitis akut

Rhinitis

Laryngitis akut

10. Manajemen
a. Promotif
Menjelaskan kepada orang tua tentang penyakit faringitis,
penyebab

terjadinya

faringitis,

penatalaksanaan

yang

dilakukan.
b. Preventif
Menganjurkan ibu untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dengan memberikan makan yang bergizi
Ayah diharapkan tidak merokok di dekat anak
c. Kuratif

Non farmakologis
Istirahat yang cukup
Menjaga higienitas mulut
Memperbanyak minum dan Menghindari minuman dingin dan
makanan yang dapat memicu timbulnya keluhan
Menghindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi seperti

makanan berminyak atau berlemak


Farmakologis

-Paracetamol syr 3x 1 1/2


-CTM tab 4 mg 3x
-Ambroxol syr 3x 1/2

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI


PUSKESMAS PAKUAN BARU
Dokter :dr. Meuthia Nadhiroh
SIP

: No. 156/SIK/2015
13 April 2015

R/ Paracetamol syr no. I


S3dd cth 1
R/ CTM tab 4 mg

no.VIII

S3dd tab
R/ Ambroxol syr

no. I

S3dd tab cth


Pro : An. S/ 5 tahun
Alamat : RT 01 Kel. Tambak Sari

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Faring


Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring
dan Laringofaring (Hipofaring). 1

Gambar 2.1 Anatomi Faring


Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari
nasofaring ini antara lain: 1,2
- batas atas : Basis Kranii
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
5

- batas belakang : vertebra servikal


Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan
resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa
faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang
dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vagus dan Nervus Asesorius spinal
saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen
laserum dan muara tuba Eustachius. 1
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan
laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu:1
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum. 1
Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan
batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu: 1
- batas atas : epiglotis
- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring

- batas belakang : vertebra servikalis


Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti
penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.

Dinding anterior ruang

retrofaring (retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari
mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan
ikat jarang dan fasia prevetebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian
atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis
tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan
fosa faringomaksila. 3
Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut
dengan dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan
puncaknya ada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh
M.Konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asendens mandibula yang
melekat dengan M.Pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini
dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang
melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan
dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post
stiloid) berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang
dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian
ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. 1
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong
dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan
ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini
mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi
vertebra servikalis ke-6.1
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh
7

selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus

otot dan sebagian fasia

bukofaringeal. 1
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior,
media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk
seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya
dari belakang. Di sebelah depan, otot- otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang
bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan
lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. 1,2

Gambar 2.2 Otot-otot faring


Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan
M.Palatofaring. letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk
melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan
ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini

bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan.
M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring
dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang
dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu M.Levator veli palatini,
M.Tensor veli palatine, M.Palatoglosus, M.Palatofaring dan M.Azigos uvula.
M.Levator vela palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius dan otot ini
dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini membentuk tenda palatum
mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan
membuka tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.
Palatoglosus membentuk arkus anterior faring dab kerjanya menyempitkan ismus
faring. M.Palatofaring membentuk arkus posterior faring. M.Azigos uvula merupakan
otot yang kecil dan kerjanya adalah memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang
atas. 1,2
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak
beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring
asendens dan cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang
palatine superior. 1
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari
Nervus Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus
berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang
untuk otot-otot faring kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang
Nervus Glossopharyngeus. 1
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media
dan inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening retrofaring
dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke

kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan
saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. 1

3.2 Fisiologi Faring


Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu
menelan, resonansi suara dan artikulasi.1,2
3.2.1. Fungsi Menelan
Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase
esophagus yang terjadi secara berkesinambungan. Pada proses menelan akan terjadi
hal-hal sebagai berikut: 1,2
a)
b)
c)
d)
e)

Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik


Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan
Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus

f)

makanan ke arah lambung


Usaha untuk membersihkan kembali esofagus
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur

dengan air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga
mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsic
lidah. Kontraksi M.Levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum
lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring
(Passavants ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah
terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofring sebagai akibat
kontraksi M.Levator veli palatine. Selanjutnya terjadi kontraksi M.Paltoglossus yang
menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi M.Palatofaring, sehingga
bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut. 1,2
10

Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindahan
bolus makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh
kontraksi M.Stilofaring, M.Tirohioid dan M.Palatofaring.
Aditus laring tertutup oleh epiglottis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu
plika ariepligotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi
M.Ariepliglotika dan M.Aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga
penghentian aliran udara ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan,
sehingga bolus makanan akan meluncur kea rah esophagus, karena valekula dan sinus
piriformis sudah dalam keadaan lurus. 1
Fase esophageal ialah fase oerpindahan bolus makanan dari esophagus ke
lambung. Dalam keadaan istirahat introitus

esophagus selalu tertutup. Dengan

adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi
M.Krikofaring, sehingga introitus esophagus terbuka dan bolus makanan masuk ke
dalam esophagus. Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi
lebih kuat, melebihi tonus introitus esophagus pada saat istirahat, sehingga makanan
tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus
makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi M.Konstriktor
faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke
distal oleh gerakan peristaltic esophagus. Dalam keadaan istirahta sfingter esophagus
bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8mmHg lebih dari tekanan di
dalam lambung sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase
esofagal sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika dimulainya peristaltic
esophagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah
bolus makanan lewat maka sfingter ini akan menutup kembali. 1,2

11

3.2.2 Fungsi Faring dalam Bicara


Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah
dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan
mula-mula M.Salpingofaring dan M.Palatofaring, kemudian M.Levator veli palatine
bersam-sam M.Konstriktor faring superior. 1,2
Pada gerakan penutupan nasofaring M.Levator veli palatine menarik paltum
mole ke atas belakang hampIr mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa
ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi
akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakann
M.Palatofaring (bersama M.Salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif M.Konstriktor
faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang
bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada
12

periode fonasi tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan
hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum. 1
3.3 Faringitis
3.3.1 Definisi
Faringitis adalah suatu peradangan didalam rongga mulut atau faring yang
biasanya disertai kesulitan menelan. Kebanyakan awal mula penyakit ini berasal dari
rongga mulut disertai demam dan lesu. Tapi biasanya hanya berlangsung beberapa
hari saja.3
3.3.2 Etiologi
Penyebab faringitis akut adalah kuman-kuman golongan streptococcus B
hemoliticus, streptococus viridans serta streptococcus pyogenes. Sisanya disebabkan
oleh infeksi virus yaitu adenovirus, ECHO, virus influenza, serta herpes. Pada daerah
yang berdebu dan orang yang biasa bernapas melalui mulut karena hidung tersumbat
merupakan salah satu faktor predisposisi.3,4

3.3.3 Patogenesis
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,
pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak
13

bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak
lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.4,5
Virus-virus seperti Rhinovirus dan Corona virus dapat menyebabkan iritasi
sekunder pada mukosafaring akibat sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki
karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein
dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada
myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung.
Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. 4,5

3.3.4 Klasifikasi Faringitis3,,4,5


1.

Faringitis akut
a) Faringitis viral
Disebabkan oleh rinovirus yang dapat menimbulkan gejala rhinitis dan
beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis. Gejalanya berupa
demam disertai rinorea, mual,nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis.
b) Faringitis bakteria
Infeksi grup A Streptokokus B hemolitikus merupakan penyebab faringitis
akut pada orangdewasa (15%) dan pada anak (30%). Pasien mengalami nyeri
kepala, muntah, kadang-kadangdemam dengan suhu yang tinggi. Pada
pemeriksaan tampak tonsil memebesar, faring dantonsil hiperemis. Kelenjar
limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri tekan.

2.

Faringitis kronis

Terdapat dua bentuk faringitis kronis, yaitu:

14

1.
2.
a)

Faringitis kronis hiperplastik


Faringitis kronis atrofi
Faringitis kronis hiperplastik
Faktor predisposisi:
1) Rinitis kronis dan sinusitis
2) Inflasi kronik yang dialami perokok dan peminum alkohol
3) Inhalasi uap yang merangsang
4) Infeksi
5) Daerah berdebu
6) Kebiasaan bernafas melalui mulut

Manifestasi klinis:
1) Rasa gatal, kering dan berlendir yang sukar dikeluarkan dari tenggorokan
2) Batuk serta perasaan mengganjal di tenggorokan
Pemeriksaan fisik:
1)
2)
3)
4)

Penebalan mukosa di dinding posterior faring


Hipertrofi kelenjar limfe di bawah mukosa
Mukosa dinding faring posterior tidak rata (granuler)
Lateral band menebal

Penatalaksanaan:
1) Dicari dan diobati penyakit kronis di hidung dan sinus paranasal
2) Local dapat dilakukan kaustik dengan zat kimia (nitras argenti, albothyl) atau
dengan listrik (elektrokauter)
3) Sebagai simptomatik diberikan obat kumur atau isap, obat batuk (antitusif
atauekspektoran).
b) Faringitis kronis atrofi
Adalah faringitis yang timbul akibat rangsangan dan infeksi pada laring karena
terjadi rhinitisatrofi, sehingga udara pernafasan tidak diatur suhu dan
kelembabannya sehingga menimbulkan rangsangan infeksi pada faring.

15

Manifestasi klinis:
1) Tenggorokan terasa kering dan tebal
2) Mulut berbau
Pemeriksaan fisik:
Pada mukosa faring terdapat lendir yang melekat, dan bila lendir itu diangkat
akan tampak mukosa dibawahnya kering.
Penatalaksanaan:
Terapi sama dengan rhinitis atrofi, ditambah obat kumur, obat simtomatik dan
menjaga hygiene mulut.
3.3.5 Gejala Klinis
Gejala umum yang sering ditemukan ialah: 3-5
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Gatal dan kering pada tenggorokkan


Suhu tubuh naik sampai mencapai 40C
Rasa lesu dan nyeri disendi
Tidak nafsu makan (anoreksia)
Rasa nyeri ditelinga (otalgia)
Bila laring terkena suara menjadi parau atau serak
Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,dan menjadi kering, gambaran seperti

kaca dan dilapisi oleh sekresi mukus.


8) Jaringan limpoid biasanya tampak merah dan membengkak
3.3.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang
cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan,
sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis,
eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di
leher. 4,5

16

3.3.7 Pemeriksaan Penunjang


Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan
diagnosa antara lain, yaitu: 3
1) Pemeriksaan darah lengkap-GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai
faringitis akibat infeksi bakteri streptococcusgroup A
2) Throat culture, namun pada umumnya peran diagnostik pada laboratorium dan
radiologi terbatas.
3.3.8 Penatalaksanaan
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan
berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus
metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak
< 5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. Pada faringitis
akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A diberikan
antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa
3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. 1,2,4,5
Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah
menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang
dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,080,3mg/kgBB/IM sekali, dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat
diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan
menggunakan air hangat atau antiseptik. Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan
terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan
nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). 1,2,4,5
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat
diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus
paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada

17

rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanyaditambahkan dengan obat kumur
dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. 1,2,4,5
3.3.9 Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan
faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. 1,2,4,5
3.3.10 Komplikasi
Adapun

komplikasi

dari

faringitis

yaitu

sinusitis,

otitis

media,

epiglotitis,mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu


juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis,
demam rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun
hematogenik. 1,2,4,5

BAB III
ANALISIS KASUS

1) Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pada kasus ini keadaan lingkungan rumah pasien dimana jarang
membuka

jendela,

yang

dapat

menyebabkan

meningkatnya

kelembapan udara di dalam ruangan, sehingga menjadi media yang


baik untuk bakteri-bakteri patogen. Selain itu orang tua pasien juga
seorang perokok, pencemaran kualitas udara seperti asap rokok
yang mengganggu sirkulasi udara di dalam ruangan.
2) Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga

18

Ada hubungan antara keadaan keluarga dengan penyakit yang diderita


pasien. Orang tua pasien yang seorang perokok yang sering merokok
didalam rumah sehingga asap rokok menyebabkan pencemaran udara
di dalam rumah dapat menimbulkan gangguan saluran pernafasan.
3) Hubungan diagnosa dengan perilaku keluarga terhadap kesehatan dan
kesehatan lingkungan.
Penyakit ini mempunyai hubungan dengan perilaku hidup bersih dan
sehat terhadap individu dan keluarga serta lingkungan sekitar dimana
adanya anggota keluarga yang merokok menyebabkan timbulnya
inflamasi pada saluran pernapasan.
4) Analisis kemungkinan faktor resiko atau etiologi penyakit pada pasien
Daerah yang berdebu serta orang yang biasa bernafas melalui mulut
karena hidung tersumbat merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
penyakit ini. Pada pasien ini, kemungkinan yang menjadi etiologi dan
faktor predisposisinya adalah riwayat flu yang menyebabkan pasien sulit
bernafas dengan hidung. Kebiasaan pasien sering jajan gorengan juga bisa
menjadi faktor predisposisi peyakit ini.
5) Analisis untuk mengurangi paparan
Kepada orang tua pasien diberikan edukasi berupa pemberian makanan
bergizi untuk anak, mengurangi makanan yang berminyak. Hindari
minuman yang bersoda, menghindari terpapar dari asap rokok. Upaya
spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu.
Contohnya dengan menggunakan masker, atau penutup mulut sehingga
mengurangi terpapar debu. anak disuruh istirahat yang cukup.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Keith L.Moore., Anne M.R.Agur. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: 2002.


2. Mansjoer Arief,dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aeskulapius, Jakarta:
FKUI; 2001. hal. 120-1.
3. Short J R,dkk. Sinopsis Pediatrik. Jakarta: Binarupa Aksara; 2002.hal.193-6
4. Scwartz M W. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC; 2004.hal.684-6
5. Rusmarjono dan Soepardi EA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Editor Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD. Edisi ke-enam. Jakarta: FKUI; 2007. hal. 217-25.
6. Adams, George L., dkk, BOEIS, Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-enam,
Jakarta: EGC; 1997.

20

21

Anda mungkin juga menyukai