Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum

Hari, Tanggal: Jumat, 13 Maret 2015

Biokimia Hewan

Waktu : 08.00-11.00 WIB


PJP : Ukhradiya M. Safira
Asisten : Amellia
Widia Ayu Lestari

UJI ENZIM
Uji Sifat dan Susunan Air Liur, Uji Terhadap Preaksi Molisch untuk
Mendeteksi Karbohidrat , Uji Terhadap Preaksi Biuret untuk Mendeteksi
Protein, Uji Klorida, Uji Musin, Uji Sulfat, Pengaruh Suhu pada Aktifitas
Amilase Air Liur
Kelompok 2
Yusni Siti Safharina

J3P114013

Awang Jaya Negara

J3P114033

Syafiqah

J3P214049

Ni Made Andira Wahyuni

J3P214051

Yudha Mukti

J3P214069

PROGRAM DIPLOMA
PARAMEDIK VETERINER
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Pendahuluan
Air liur adalah cairan tubuh yang dikeluarkan oleh tiga pasang besar saliva
kelenjar [parotis, submandibula dan sublingual]. Komponen air liur dari serum
darah, dari sel mukosa. Kata enzim berasal dari bahasa Yunani enzyme yang
berarti di dalam sel. Willy Khne (2009) mendefinisikan enzim sebagai fermen
(ragi) yang bentuknya tidak tertentu dan tidak teratur, yang dapat bekerja tanpa
adanya mikroba dan dapat bekerja di luar mikroba. Definisi tersebut berubah
setelah dilakukan penelitian lanjutan oleh Buchner pada tahun 1897. Enzim dapat
diproduksi oleh mikroba atau bahan lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Enzim
juga dapat diisolasi dalam bentuk murni (Winarno 2006).
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang
terdiriatas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada
mukosa oral.Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua
kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan
mengeluarkan suatu sekret yang disebut salivia (ludah atau air liur). (Rizky
2012). Manusia memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam%
yang umumnya terdiri dari 99.5% air dan 0.5 % lagi terdiri dari garam-garam dan
zat anorganik.
Unsur-unsur organik yang menyusun saliva antara lain protein, lipida,
glukosa, asam amino, amoniak, vitamin, asam lemak, sedangkan Unsur-Unsur
Anorganik yang menyusun saliva antara lain Sodium,

kalsium,

magnesium,

bikarbonat, chloride, rodanida dan thiocynate (CNS) fosfat, potassium, yang


memiliki konsentrasi paling tinggi dalam saliva adalah kalsium dan natrium.
Kelenjar ludah menghasilkan ludah yang berfungsi dalam pencernaan secara
kimiawi dengan adanya enzim ptialin (=amilase). Ludah dihasilkan oleh tiga
kelenjar utama, yaitu kelenjar parotis, kelenjar sublingualis, dan kelenjar
submandibularis. (Khne 2009).
Amilase adalah protein yang membantu memecah karbohidrat kompleks
menjadi gula sederhana. Hal ini diperlukan bagi tubuh untuk dapat menyerap gula
dan menggunakannya untuk energi. Amilase juga membantu memecah pati,
bentuk penyimpanan utama gula di pabrik kita menelan, dan memungkinkan
untuk pencernaannya. Amilase dapat dideteksi dalam darah dalam jumlah kecil,

tetapi tingkat tinggi amilase dapat membantu dalam diagnosis dan pemantauan
pankreatitis, peradangan pankreas. Tingkat amilase dapat 4-6 kali lebih tinggi
dari normal selama pankreatitis akut.
Tujuan percobaan dilakukan guna mengidentifikasi sifat dan susunan air
liur melalui uji-uji kualitatif, seperti uji lakmus, pewarna FF, pewarna MO, uji
Biuret, uji Molisch, uji klorida, uji sulfat, uji fosfat, uji musin serta perlakuan suhu
pada tiap larutan yang berbeda. Menentukan titik akromatik suatu polisakarida
dan menentukan pH dan suhu optimum bekerjanya enzim.
Metode Praktikum
Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum mengenai Enzim (1) dilakukan pada Jumat 19 Maret 2015 pada pukul
07.00 11.00 WIB. Tempat pelaksanaan praktikum di Laboratorium Biokimia.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan diantaranya beberapa tabung reaksi,
pipet ukur, pipet tetes, bekker glass, kertas saring, kertas lakmus, waterbath,
batang pengaduk, dan penangas air. Sedangkan bahan yang dibutuhkan dalam
percobaan antara lain : air liur, pereaksi Molisch, asam sulfat pekat, pereaksi
Milon, larutan protein ( albumin 2%, gelatin 2%, kasein 2% ), larutan HNO 3 10%,
larutan AgNO3 2% , asam asetat, larutan HCL 10%, larutan BaCl 2, larutan urea
10%, larutan ferosulfat khusus, akuades, larutan kanji 1%, pereaksi yodium, dan
pereaksi Benedict.
Prosedur Percobaan
Uji terhadap Pereaksi Molisch untuk mendeteksi karbohidrat,
sebanyak 5ml air liur dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih, kemudian
dimasukkan pereaksi Molisch sebanyak 2 tetes. Ditambahkan asam sulfat pekat
sebanyak 3 ml.
Dalam uji terhadap pereaksi Biuret untuk mendeteksi protein,
sebanyak 3 ml air liur dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih, kemudian
ditambahkan 1 tetes pereaksi Biuret dan kedua campuran tersebut dipanaskan
secara baik.

Uji terhadap klorida, sebanyak 2 ml air liur dimasukkan ke dalam tabung


reaksi yang bersih, kemudian ditambahkan larutan HNO 3 10% sebanyak beberapa
tetes. Lalu dimasukkan kertas lakmus untuk mengetahui asam. Apabila larutan
asam kemudian ditambahkan larutan AgNO3 2% sebanyak 5 tetes.
Uji terhadap musin, sebanyak 2 ml air liur dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan satu tetes asam asetat.
Uji terhadap sulfat, sebanyak 2 ml air liur dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian dimasukkan larutan HCL 10% sebanyak beberapa tetes, lalu
dimasukkan kertas lakmus untuk mengetahui asam. Apabila larutan asam
kemudian ditambahkan larutan BaCl2 sebanyak 5 tetes.
Uji terhadap fosfat, sebanyak 1 ml filtrate dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan larutan urea 10% sebanyak 1 ml dan pereaksi
molibdat khusus. Kedua larutan tersebut dicampukan secara rata. Lalu
ditambahkan larutan ferosulfat khusus sebanyak 1 ml.
Uji pengaruh suhu dan aktivitas amilase air liur, sebanyak 2 ml air liur
dan 2 ml akuades dimasukkan kedalam empat tabung reaksi kemudian dikocok
secara rata. Pada tabung 1 diletakkan pada penangas es bersuhu 10C, tabung 2
diletakkan pada suhu kamar, tabung 3 diletakkan pada penangas air bersuhu
37C,dan tabung 4 diletakkan pada penangas air bersuhu 80C. Keempat tabung
tersebut dibiarkan bereaksi selama 15 menit. Kemudian ditambahkan larutan kanji
1% sebanyak 2 ml. Lalu larutan tersebut dikocok secara rata dan diletakkan pada
kondisi suhu semula selama 10 menit. Setelah itu, dipindahkan larutan tersebut
menjadi dua bagian. Bagian pertama diuji dengan pereaksi yodium, sebanyak 3
tetes air liur diletakkan pada papan porselin, kemudian ditambahkan 1 tetes
pereaksi yodium. Bagian kedua diuji dengan pereaksi Benedict, sebanyak 8 tetes
air liur diletakkan pada papan porselin, kemudian ditambahkan 5 tetes pereaksi
Benedict dan didihkan selama 5 menit.
Hasil Dan Pembahasan

Air liur atau saliva disekresikan oleh tiga pasang kelenjar yaitu, kelenjar
parotis yang disekresikan di bawah telinga, kelenjar submaksilaris di bawah
rahang bawah, dan kelenjar sublingual di bawah lidah. Cairan ini terdiri dari kirakira 99,5 % air dan 0,5 % benda padat. Dua pertiga benda padat terdiri dari bahan
organik terutaaptialin dan musin. Benda padat lainnya ialah ion-ion anorganik
seperti, sulfat, fosfat, kalium, natrium, dan klorida. Musin dalam air liur berfungsi
sebagai pelicin rongga mulut dan membasahi makanan sewaktu makanan
dikunyah sehingga mudah ditelan. Maka dari itu dilakukan berbagai uji untuk
mendeteksi adanya bermacam macam ion-ion anorganik serta menguji tingkat
keasaman pH pada air liur. Kandungan karbohidrat dan protein juga dilakukan
pengujian. Perlakuan suhu mempengaruhi kerja enzim amilase, dilakukan uji
perlakuan terhadap suhu yang berbeda.
Tabel 1 Hasil uji sifat fisik dan susunan air liur
Parameter
Lakmus
FF
MO
Molisch
Biuret
Musin
Klorida

Hasil
Asam
Asam
Asam
+
+
+

Perubahan Warna
Merah
Putih
Jingga
Cincin Violet
Endapan Ungu
Tidak Ada
Endapan Putih

Lanjutan Tabel 1

(a)
(b)
(c)
Gambar 1 Hasil uji (a) FF (b) MO (c) Lakmus

(a)
(b)
Gambar 2 Hasil uji (a) Biuret (b) Molisch

Penentuan

(a)
(b)
(c)
Gambar 3 Hasil uji (a) Klorida (b) Musin (c) Sulfat

sifat asam

atau basa saliva ditentukan dengan cara pengujian indikator. Indikator yang
digunakan adalah Penolftalein dan Methyl Orange. PP merupakan pereaksi yang
tak berwarna pada pH asam, sedangkan MO merupakan pereaksi yang berwarna
orange pada pH asam. Fenolftalein (PP) memiliki rentang pH 8.0 9.3 dengan
perubahan warna dari tak berwarna menjadi merah muda. Sementara itu, metil
orange (MO) memiliki rentang pH 3.1 4.4 dengan perubahan warna dari merah
menjadi kuning. Air liur yang telah ditetesi pereaksi PP dan MO masing-masing
menghasilkan tak berwarna dan warna orange. Tidak berubahnya warna pereaksi
setelah dicampur air liur menunjukkan bahwa air liur memiliki pH asam. Kisaran
pH air liur antara 6.2 hingga 7.6 dengan rata-rata 6.7 (Girindra 2005). Kertas
lakmus merah digunakan sebagai indikator asam pada saliva, kertas lakmus merah
merupakan asam lemah.
Uji FF pada air liur menunjukkan hasil positif asam. Hal ini ditunjukkan
dengan warna putih pada bahan coba yang ditetesi FF (Gambar 1a). Kisaran pH
dibawah sembilan. Hal ini menguatkan pernyataan bahwa air liur bersifat asam.
Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan, dan
fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.

Uji MO pada air liur mununjukan hasil positif asam. Hal ini ditunjukkan
dengan warna jingga pada air liur yang diberi pereaksi MO (Gambar 1b). Kisaran
pH pada saliva kurang dari tiga. Jingga metil adalah salah satu indikator yang
banyak digunakan dalam titrasi. Pada larutan yang bersifat basa, jingga metil
berwarna kuning, sedangkan berwarna oranye pada larutan yang asam.
Uji lakmus rata-rata pH air liur normal yaitu 6,8, yaitu bersifat asam.
Sehingga jika diuji dengan lakmus merah, warna lakmus akan tetap berwarna
merah. Lakmus adalah asam lemah. Lakmus memiliki molekul yang sungguh
rumit yang akan kita sederhanakan menjadi HLit. "H" adalah proton yang dapat
diberikan kepada yang lain. "Lit" adalah molekul asam lemah. Tidak dapat
dipungkiri bahwa akan terjadi kesetimbangan ketika asam ini dilarutkan dalam
air.Lakmus yang tidak terionisasi adalah merah, ketika terionisasi adalah biru
(Keusch 2005). Hasil praktikum dengan uji lakmus didapatkan hasil dengan
warna merah yang menandakan bahwa air liur bersifat asam dengan pH kurang
dari lima (Gambar 1c).
Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau
tidaknya karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada semua
karbohidrat yang lebih besar daripada tetrosa.

Prinsip uji Molisch ialah

berdasarkan pembentukan furfural atau turunan-turunan dari karbohidrat yang


didehidrasi oleh asam anorganik pekat. Karbohidrat oleh asam anorganik pekat
(H2SO4) akan dihidrolisis menjadi monosakarida. Dehidrasi monosakarida jenis
pentosa oleh asam sulfat pekat menjadi furfural dan golongan heksosa
menghasilkan hidroksimetilfurfural (Poedjiadi 2006). Uji Molisch menunjukan
hasil positif ditandai dengan ditemukannya cincin berwarna ungu pada batas
kedua larutan dalam satu tabung reaksi. Hal itu menunjukkan terdapatnya
senyawa karbohidrat pada air liur (Gambar 2a). Prinsip uji Molisch adalah
kondensasi dari hidroksi metal furfural (heksosa) atau furfural (pentosa) dengan
alfa-naftol akan membentuk suatu cincin berwarna ungu. Alfa-naftol berfungsi
sebagai indicator warna untuk memudahkan saja, sedangkan H2SO4 berfungsi
untuk menghidrolisis glukosa (heksosa) menjadi hidroksimetil fufural atau
arabinosa (pentosa) yang akan diubah menjadi furufural. Reaksi Molisch ini

positif untuk semua karbohidrat. Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan


menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. Hidrolisis juga dapat
dilakukan dengan bantuan enzim amylase.
Uji Biuret digunakan untuk mendeteksi terdapatnya protein di dalam air
liur ditandai dengan adanya warna violet pada larutan. Prinsip uji Biuret ialah ion
Cu2+ dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan
peptida yang menyusun protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
(violet). Fungsi dari uji Biuret adalah untuk membuktikan adanya molekulmolekul peptida dari protein (Hawab 2004). Uji Biuret menunjukkan hasil positif
ditandai terdapatnya endapan berwarna ungu. Hal itu menandakan bahwa air liur
mengandung senyawa protein (Gambar 2b). Uji Biuret dilakukan untuk
mengetahui keberadaan gugus amida pada larutan yang diuji. Menurut Raras et
al(2010), reaksi Biuret menggunakan beberapa macam reagen, yaitu CuSO4 dan
NaOH. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan
membentuk kompleks dengan protein. Sementara penambahan NaOH berfungsi
untuk menyediakan basa.
Prinsip uji Klorida adalah mencampurkan saliva dengan AgNO3 dalam
suasana asam sehingga terbentuk endapan putih. Endapan putih pada hasil
pencampuran uji Klorida merupakan AgCl yang mengendap. Ketika larutan uji
dicampurkan dengan AgNO3 dalam suasana asam akan membentuk endapan putih
atau AgCl (Poedjiadi 2006). Uji Klorida menunjukan hasil positif ditandai dengan
adanya endapan putih pada larutan. Hal itu menandakan adanya senyawa klor di
dalam air liur (Gambar 3a).

Pernyataan Poedjiadi (2006) bahwa air liur

mengandung Cl. Uji klorida yang dilakukan pada percobaan menghasilkan


endapan putih setelah penambahan AgNO3, karena terbentuknya endapan AgCl.
HNO3 yang digunakan pada uji klorida berfungsi untuk membuat suasana
menjadi asam dan mencegah endapan perak fosfat.
Uji Musin dilakukan untuk mengetahui adanya suatu glikoprotein.
Glikoprotein dikeluarkan oleh keleniar sublingual dan submandibular yang
ditandai dengan terdapatnya endapan putihsaat diberikan pereaksi musin pada 2
ml air liur. Penambahan asam asetat encer akan membentuk endapan putih yang

amorfous dengan air liur. Asam asetat berfungsi untuk mengendapkan musin.
Penambahan asam akan mendenaturasi protein dalam musin sehingga strukturnya
menjadi tidak larut dan mengendap, sedangkan filtratnya merupakan zat lain
dalam saliva yang tergolong nonprote Uji Musin menunjukkan hasil negatif
ditandai dengan tidak terdapatnya endapan berwarna putih pada larutan (Gambar
3b). Seharusnya di dalam air liur terdapat kandungan musin yang berfungsi untuk
memudahkan menelan dan melumasi makanan. Musin terdapat suatu glikoprotein
dikeluarkan oleh keleniar sublingual dan submandibular. Namun, pada percobaan
ini didapatkan hasil negatif karena terjadi kesalahan dalam menuangkan preaksi
muksin, terkontaminasi bahan lain.
Uji Sulfat dilakukan untuk mengetahui adnnya suatu mineral sufat dalam
air liur. Pengujian sulfat ini menggunakan BaCl2 yang akan membentuk BaSO4
yang memiliki kelarutan rendah sehingga akan mengakibatkan terbentuknya
endapan dalam larutan yang diasamkan dengan reaksi yang terjadi. Uji Sulfat
menunjukkan hasil positif ditandai dengan adanya endapan putih pada larutan.
Hal itu menandakan terdapat kandungan senyawa sulfat pada air liur (Gambar 3c).
Sesuai dengan pernyataan (Poedjiadi 2006) bahwa air liur mengandung sulfat.
Pengujian sulfat ini menggunakan BaCl2 yang akan membentuk BaSO4 yang
memiliki kelarutan rendah sehingga akan mengakibatkan terbentuknya endapan
dalam larutan yang diasamkan. Menurut Maryati (2004), ion-ion utama yang
ditemukan dalam saliva adalah kalsium dan fosfat yang berperan penting dalam
pembentukan kalkulus.
Tabel 2 Pengaruh suhu terhadap aktivitas amilase air liur
Tabung ke-

Setelah perlakuan suhu

Uji Iod

Uji Benedict

1
2
3
4

10oC
25oC
37oC
80oC

(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4 Hasil uji Iod (a) 10oC (b) 25oC (c) 37oC (d) 80oC

(a)
(b) (c) (d)
Gambar 5 Hasil uji benedict (a) 10oC (b) 25oC (c) 37oC (d) 80oC
Uji Yodium terhadap hasil percobaan dengan warna biru larutan. Warna ini
disebabkan oleh belum terhidrolisisnya pati secara sempurna. Larutan iod
berperan sebagai indikator hidrolisis. Senyawa polisakarida akan memberikan
warna yang spesifik dengannya, yaitu berupa warna ungu kehitaman tetapi jika
polisakarida tersebut dihidrolisis maka warna yang ditimbulkan adalah warna
kuning kecokelatan (Maryati 2004). Uji Yodium terhadap hasil percobaan
pengaruh suhu aktivitas amilase air liur yang dipanaskan pada masing-masing
perlakuan suhu memberikan hasil negatif, larutan tetap berwarna kuning, pada
suhu 10oC, dan suhu kamar memberikan hasil yang negatif (Gambar 4).
Seharusnya pada suhu 25oC, 35oC, dan 80oC didapat hasil positif . Larutan iod
berperan sebagai indikator hidrolisis. Senyawa polisakarida akan memberikan
warna yang spesifik dengannya, yaitu berupa warna ungu kehitaman tetapi jika
polisakarida tersebut dihidrolisis maka warna yang ditimbulkan adalah warna
kuning kecokelatan (Maryati 2004). Kegagalan dalam praktikum disebabkan,
terjadi kesalahan dalam menuangkan bahan preaksi, bahan preaksi sudah rusak
dan terkontaminasi bahan lain serta perlakuan suhu yang kurang tepat.
Uji Biuret dilakukan dengan perlakuan suhu yang berbeda. Pengujian
dilakukan pada suhu 80oC, 37oC, 25oC, dan 10oC. Didapatkan hasil negatif pada
masing-masing perlakuan suhu. Hal tersebut ditunjukan dengan larutan warna biru
terang yang menandakan tidak adanya gula preduksi di dalam air liur (Gambar 5).
Seharusnya didapatkan hasil positif pada suhu 25 oC dan 37oC. Enzim memiliki
suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena pada suhu 450C
enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein.

Pada

enzim yang dididihkan, enzim akan bertahap menjadi inaktif karena terjadi
perubahan struktur enzim. Suhu optimal enzim antara 35oC dan 40oC. Sehingga
jika suhu berada di atas optimal, maka aktivitasnya akan berkurang yang terlihat
dari menurunnya nilai absorbansinya. Reaksi dinyatakan positif apabila terbentuk
endapan berwarna biru kehijauan sampai merah batu bata (tergantung pada kadar
gula reduksi yang tersedia) (Jhon 2010). Terjadinnya kegagalan pada perlakuan
suhu, 10oC, 25oC, dan 37oC karena terjadinya kerusakan pada bahan preaksi,
kebanyakan bahan preaksi dan penempatan perlakuan masing-masing suhu kurang
tepat.
Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa air
liur memiliki pH bersifat asam yaitu kurang dari lima . Air liur mengandung
garam oganik seperti sulfat dan klorida. Tidak ditemukannaya Musin.
Ditemukannya karbohidrat dan protein di dalam air liur. Enzim Amilaze dan
enzim Ptialin tidak dapat bekerja dengan optimal sehingga didapat hasil negatif
pada perlakuan suhu. Konsentrasi enzim mempengaruhi kecepatan aktifitas
enzim. Secara teori Semakin besar kandungan enzim maka kecepatan
menghidrolisis pati juga makin tinggi, makin kecil kandungan enzim maka
kecepatan menghidrolisis pati juga makin rendah dan mengalami denaturasi pada
suhu yang tinggi.

Daftar Pustaka
Winarno F.G. 2006. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Khne, Willy. 2009. Encyclopdia Britannica 15 (11th ed.). Cambridge
University Press. Cambridge.
Rizky M. 2012. Kajian Indikator Analitis Air Liur (Jurnal). Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor.
John E Hall. 2010. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Elvers
Scare. Philadelphia.
Girindra, A. 2005. Biokimia I. Gramedia, Jakarta.
Hawab HM. 2004. Pengantar Biokimia. Malang: Bayumedia..

Keusch P. 2005. Basic and acid Azo Dyes. USA: Chemie-uni.


Maryati S. 2004. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta: Erlangga
Poedjiadi A, Supriyanti FT. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta [ID]: UI press.
Simanjuntak MT, Silalahi J. 2005.Penuntun Praktikum Biokimia. Sumatera: USU
Digital Library

Anda mungkin juga menyukai