PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anak merupakan individu yang sedang bertumbuh (menjadi lebih besar) dan
berkembang (berubah ciri-cirinya), baik dalam bidang somatis, maupun dalam bidang
psikologis. Anak bukan miniatur orang dewasa karena memang proses yang terjadi
berlainan. Dengan demikian, maka tidak boleh dilupakan bahwa gangguan jiwa pada
anak timbul sewaktu kepribadiannya sedang berkembang serta bahwa gangguan jiwa
itu mungkin merupakan refleksi penyimpangan dalam perkembangan itu dan bukan
merupakan suatu keadaan yang statis atau permanen. Oleh karena itu diperlukan
adanya subspesialisasi psikiatri anak. Pada psikiatri anak sendiri, terdapat bermacammacam gangguan yang terjadi pada anak. Gangguan yang paling sering dijumpai pada
psikiatri anak adalah gangguan perkembangan pervasif dan gangguan hiperkinetik.
Gangguan yang paling sering dijumpai dan mudah dikenali oleh masyarakat
awam salah satunya adalah autisme, salah satu dari gangguan perkembangan pervasif.
Autisme adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang kompleks, dapat
berlangsung lama (sampai dewasa) bila tidak dilakukan upaya penyembuhan, dan
mempengaruhi cara anak berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain. Di Amerika
Serikat, kelainan autisme empat kali lebih sering ditemukan pada anak lelaki
dibandingkan anak perempuan dan lebih sering banyak diderita anak-anak
keturunan Eropa Amerika dibandingkan yang lainnya (Kogan et al, 2009). Di
Indonesia, pada tahun 2013 diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak yang
menderita autisme dalam usia 5-19 tahun. Sedangkan prevalensi penyandang autisme
di seluruh dunia menurut data UNESCO pada tahun 2011 adalah 6 di antara 1000
orang mengidap autisme (Republika Online, 2013). Di Inggris, The National Autistic
Society memperkirakan prevalensi orang dengan gangguan spektrum autisme adalah
11 dari 1000 orang (1,1% dari populasi). Untuk ukuran rata-rata dari 2000 orang,
setiap dokter umum akan dikelilingi sekitar 22 orang dengan spektrum autisme yang
terdapat pada daftar pasien mereka (The National Autistic Society, 2014).
Makalah ini secara khusus membahas tentang spektrum autisme. Gangguan
spektrum autisme adalah suatu istilah yang sering digunakan mengacu pada
kelompok gangguan yang termasuk di dalam gangguan perkembangan pervasif pada
International Classification of Diseases. Spektrum autisme menggambarkan suatu
variasi tingkatan kondisi yang diklasifikasikan sebagai gangguan perkembangan
1
kemampuan
untuk
gangguan
pada
International
Classification
of
Diseases.
Spektrum
autisme
Definisi
Gangguan autis merupakan gangguan perkembangan, merupakan bagian dari
sindroma neurodevelopmental, yang ditandai dengan adanya gangguan dalam
berkomunikasi sosial, serta adanya suatu kebiasaan yang terbatas dan berulang-ulang.
Pada gangguan autis, terdapat tiga gejala utama yaitu gangguan pada komunikasi
sosial, serta adanya suatu kebiasaan yang terbatas dan berulang-ulang, dan
perkembangan dan penggunaan bahasa yang menyimpang dari bahasa pada umumnya.
Epidemiologi
a. Prevalensi
Menurut penelitian, diagnosis autism disorder mengalami peningkatan
sebanyak hampir 1% di USA selama dua dekade terakhir. Berdasarkan kriteria
DSM IV, terdapat 8 kasus autisme dari 10.000 anak (0.08 persen). Onset dari
spektrum autisme biasanya muncul pada awal periode perkembangan, namun
ada beberapa kasus baru dapat ditemukan pada usia anak yang lebih tua.
Karena adanya keterlambatan antara onset dan diagnosis inilah yang
menyebabkan prevalensi autisme pada anak usia dini lebih meningkat.
b. Distribusi seks
Autism spectrum disorder ditemukan pada anak laki-laki empat kali ebih
banyak daripada anak perempuan. Dalam beberapa penelitian, anak perempuan
yang mengalami autisme mengalami ketidakmampuan dalam hal intelektual
dibandingkan pada anak laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
kurangnya identifikasi, rujukan serta diagnosis.
Etiologi
a. Faktor genetik
Menurut beberapa penelitian, genetik memiliki kontribusi yang cukup berarti
dalam gangguan autis. Meskipun sebanyak 15 % gangguan autis disebabkan
oleh adanya suatu mutasi gen, namun ekspresinya bergantung pada beberapa
gen.
b. Biomarker pada gangguan autis
Biomarker utama yang diidentifikasi pada gangguan autis adalah serotonin
yang meningkat dalam darah terutama pada platelet. Platelet menerima
serotonin memalui SET (Serotonin transporter) ketika melewati sirkulasi
intestinal. Gen yang memediasi SERT (SLC64A) dan reseptor serotonin, gen 5HT 2A (HTR2A) diketahui memiliki lebih banyak pengaruh pada anak dengan
gangguan autis. Gen ini juga meng-encode protein yang sama pada platelet dan
pada
otak.
Karena
serotonin
diketahui
memiliki
pengaruh
terhadap
perkembangan otak,
Sejak tahun pertama kehidupan pasien autis, pasien tidak mampu mengembangkan
permainan ekplorasi. Mainan dan objek lain seing digunakan tidak sesuai dengan
fungsinya. Aktivitas anak autis bersifat kaku, berulang, dan monoton daripada
perilaku anak seusianya. Anak autis suka mengamati benda yang berputar atau
aliran air.
Gangguan Perilaku Lain
social
approach
and
failure
of
normal
back-and-forth
6
terjadi pada berbagai tingkat keparahan, termasuk kasus-kasus di mana isyarat sosial
yang sangat halus yang terganggu, namun interaksi sosial secara keseluruhan tidak
terganggu.
Etiologi
Penyebab gangguan Asperger tidak diketahui, tetapi penelitian menunjukkan
adanya hubungan antara penyebab dari gangguan asperger dan austik. Kesamaan
gangguan Asperger gangguan autistik mendukung kehadiran genetik, metabolisme,
infeksi, dan faktor-faktor yang berkontribusi perinatal.
Epidemiologi
Prevalensi
Gangguan autis diyakini terjadi pada tingkat sekitar 8 kasus per 10.000 anak
(0,08 persen). Beberapa survei epidemiologi terutama di Eropa telah menghasilkan
data bahwa tingkat gangguan autis berkisar antara 2 sampai 30 kasus per 10.000.
Beberapa data menunjukkan timbulnya gangguan autis sebelum usia 3 tahun,
meskipun dalam beberapa kasus, tidak diakui sampai anak jauh lebih tua.
Distribusi seks
Gangguan autistik adalah 4-5 kali lebih sering pada anak laki-laki dari pada
anak perempuan. Perempuan dengan gangguan autis lebih cenderung memiliki
Table 42-7mental
DSM-IV-TR
Diagnostic Criteria for Asperger's Disorder
keterbelakangan
lebih parah.
A. Qualitative impairment in social interaction, as manifested by at least two of the
Status
sosial ekonomi
following:
Studi awal menunjukkan bahwa status sosial ekonomi yang tinggi lebih umum
1. marked impairment in the use of multiple nonverbal behaviors such as eyepada keluarga
dengan
Namun,
temuan
ini mungkin
didasarkan
padasocial
bias
to-eye
gaze, anak
facialautis.
expression,
body
postures,
and gestures
to regulate
interaction
rujukan. Selama
25 tahun terakhir, tidak ada studi epidemiologi yang menunjukkan
2. antara
failuregangguan
to developautis
peerdan
relationships
appropriate
hubungan
status sosial
ekonomi. to developmental level
3. a lack of spontaneous seeking to share enjoyment, interests, or achievements
with other people (e.g., by a lack of showing, bringing, or pointing out
objects of interest to other people)
4. lack of social or emotional reciprocity
B. Restricted repetitive and stereotyped patterns of behavior, interests, and activities, as
manifested by at least one of the following:
Gejala klinis dan kriteria diagnosis
1. encompassing preoccupation with one or more stereotyped and restricted
patterns of interest that is abnormal either in intensity or focus
2. apparently inflexible adherence to specific, nonfunctional routines or rituals
3. stereotyped and repetitive motor mannerisms (e.g., hand or finger flapping or
twisting, or complex whole-body movements)
4. persistent preoccupation with parts of objects
10
Differential Diagnosis
Differential diagnosis dari asperger antara lain gangguan autis, pervasive
developmental disorder, schizoid personality disorder. Menurut DSM-IV-TR,
perbedaan yang paling jelas antara gangguan Asperger dan gangguan autis adalah
adanya keterlambatan bahasa dan disfungsi. Tidak adanya keterlambatan bahasa dan
gangguan penggunaan bahasa merupakan persyaratan untuk gangguan Asperger,
sedangkan gangguan bahasa adalah fitur inti dalam gangguan autis. Penelitian terbaru
membandingkan anak dengan gangguan Asperger dan gangguan autis menemukan
bahwa anak-anak dengan gangguan Asperger masih dapat melakukan interaksi sosial
dengan teman-temannya. Meskipun keterlambatan umum yang signifikan dalam
bahasa adalah kriteria eksklusif dalam diagnosis gangguan Asperger, beberapa
keterlambatan dalam akuisisi bahasa telah dilihat lebih dari sepertiga sampel klinis.
Prognosis
Beberapa laporan kasus terakhir menunjukkan adanya variasi prognosis pada
pasien dengan gangguan Asperger. Faktor yang terkait dengan prognosis yang baik
adalah IQ yang normal dan tingkat keterampilan sosial.
Tatalaksana
11
Sadocks, 2012).
Epidemiologi
0,44 2,1 per 10000 pada perempuan (jarang terdapat pada laki-laki)
Gejala klinis
Gejala-gejala atau karekteristik yang dapat dilihat pada seorang penderita
Sindrom Rett adalah:
1. Hambatan berkomunikasi dan artikulasi bahasa mengakibatkan penarikan diri
secara sosial.
2. Gerak tangan yang berulang-ulang seperti memeras, menepuk, mengetuk,
mengecap, dan gerakan seperti orang sedang mencuci baju, hanya berhenti jika
anak tidur. Hal ini terjadi antara umur 6-30 bulan.
3. Jalan yang tidak stabil, kaku pada kaki, dan berjalan dengan ujung jari kaki.
4. Lingkar kepala yang normal pada saat lahir dan semakin menurun
pertumbuhannya seiring dengan bertambahnya usia (mulai umur 5 bulan sampai
4 tahun).
5. Otot kaku, geraknya semakin tidak terkoordinasi, gigi gemeretuk (bruxisme).
6. Sulit menelan dan menghisap, atau sensitivitas pada mulut.
7. Pola tidur yang tidak normal, mudah tersinggung dan terganggu.
8. Retardasi pertumbuhan
9. Scoliosis (bungkuk) dan epilepsy (50 % dari penderita sindrom rett mengalami
serangan ini).
10. Kaki makin mengecil (hipothropik).
11. Sirkulasi darah yang buruk pada kaki dan tungkai (gangguan vasomotor).
12. Konstipasi.
13. Nafas tidak teratur ( apnea periodic, hyperventilation)
Kriteria diagnosis
Tidak semua mutasi MECP2 memenuhi criteria sehingga bisa disebut Sindrom
Rett. Ada tiga criteria klinis untuk dapat memberikan diagnosis : essensial, suportif,
dan eksklusi (Kaplan dan Sadocks, 2012).
Kriteria diagnosis essensial: perkembangan yang tampak normal hingga
berusia 6-18 bulan dan mempunyai lingkar kepala normal saat lahir diikuti dengan
penurunan pertumbuhan kepala (antara 3 bulan -4 tahun), ketidakmampuan dalam
berbahasa (berkomunikasi), gerakan tangan yang repetitive, menggoyang-goyangkan
13
batang tubuh, toe walking (berjinjit), wide-based, dan kaki menjadi kaku (NINDS,
2010).
Kriteria suportif tidak harus ada dalam diagnosis RS tapi dapat terjadi pada
beberapa
pasien.
Kriteria
suportif
kesulitan
bernafas,
ketidaknormalan
electroencephalogram (EEG), serangan, kekakuan otot, kejang, scoliosis, teethgrinding, kaki yang kecil bila dihubungkan dengan tinggi badan, retardasi,
berkurangnya lemak tubuh dan berat otot, pola tidur yangtidak normal, lekas marah,
mengunyah, kesulitan menelan, berkurangnya mobilitas seiring dengan usia, dan
sembelit (NINDS, 2010).
Ada juga kriteria eksklusi. Anak dengan salah satu criteria berikut tidak
mempunyai Sindrom Rett : pelebaran organ tubuh, kehilangan penglihatan yang
termasuk gangguan retina (optic atrophy), microcephaly sejak lahir, gangguan
metabolisme yang dapat diidentifikasi, gangguan degeneratif
bawaan lainnya,
gangguan syaraf akibat infeksi berat atau head trauma, bukti bahwa sudah mulai
retardasi sejak dalam rahim, atau bukti adanya kerusakan otak yang terjadi setelah
lahir (NINDS, 2010).
Kriteria diagnosis untuk sindroma Rett
A. Semua hal berikut :
(1) Normal pada saat perkembangan prenatal dan perkembangan perinatal
(2) Perkembangan psikomotor yang normal selama 5 bulan pertama setelah
kelahiran
(3) Mempunyai lingkar kepala yang normal saat lahir
B. Onset (semua hal setelah periode perkembangan normal, yaitu)
(1) Penurunan pertumbuhan kepala antara usia 5 sampai 48 bulan
(2) Kehilangan kemampuan tangan tertentu yang telah dikuasai sebelumnya
antara usia 5 sampai 30 bulan dengan diikuti oleh perkembangan gerakan
tangan stereotyped (seperti meremas-remas atu mencuci)
(3) Kehilangan keterikatan social pada perkembangan awal (meskipun
interaksi social sering berkembang kemudian)
(4) Menunjukkan kelemahan terkait dengan koordinasi atau pergerakan
tubuh
(5) Mengalami gangguan berat pada perkembangan penerimaan bahasa
maupun pengekspresian bahasa dengan retardasi psikomotorik berat
Tahap Perkembangan Syndrome Rett
14
Tahap 1
Orang dengan sindrom rett umumnya berkembang secara normal kira-kira 6-18
bulan pertama setelah kelahiran. Banyak yang dapat mencapai harapan seperti
menggunakan kata pendek, tersenyum secara spontan dan makan dengan jari. Dari
bulan kelima sampai umur 3 tahun, pertumbuhan otak mulai lamban (microchepaly),
dan setelah 18 bulan, beberapa keabnormalan yang lain mulai nampak. Anak mungkin
lebih lambat dalam memperoleh keahlian baru, bahkan mungkin berhenti untuk
memperoleh keahlian baru secara lengkap. Abnormalitas yang lain meliputi
berkurangnya jumlah kontak mata, gerak otot yang tidak terkoordinasi dan perilaku
yang tidak terkendali. Tahap ini sering tidak diperhatikan karena symptom kurang
jelas, pada awalnya orang tua dan dokter mungkin juga kurang memperhatikan
lambannya perkembangan anak. Tahap ini terjadi selama beberapa bulan tapi dapat
berlanjut selama kurang lebih satu tahun.
Tahap 2
Antara umur 1-4 tahun atau tahap kerusakan yang cepat, Tahap ini adalah
permulaan hilangnya fungsi tangan dan hilangya kemampuan bicara baik secara cepat
maupun bertahap. Karakteristik gerakan tangan yang menonjol pada tahap ini adalah
memijat, mencuci, menepuk-nepuk, mengetuk, juga menggerakkan tangan ke mulut
berkali-kali. Ada yang tiba-tiba, secara bertingkat, bahkan meningkat. Ini disebut
penurunan perkembangan. Seringkali pada umur 3 tahun, control gerak tangan dan
spontanitas gerakan menghilang, seiring dengan keahlian berbicara yang bersifat
elementer. Bruxisme (gerak tak sadar menggeretukkan gigi) adalah biasa seiring
dengan gerak menghisap yang tidak efektif. Gerakan-gerakan tersebut berlanjut saat
anak terjaga namun hilang selama tidur. Bernafas secara tidak teratur seperti episode
apnea atau hiperventilasi mungkin terjadi, meski biasanya kembali bernafas secara
normal selama tidur. Beberapa anak menunjukkan autistik, seperti gejala hilangnya
interaksi sosial dan komunikasi. Sifat lekas marah dan ketidakteraturan tidur mungkin
terlihat. Lambatnya pertumbuhan kepala mulai diperhatikan pada tahap ini.
Tahap 3
Tahap III, disebut juga tahap plateu, penurunan perkembangan berhenti dan
gejala cenderung stabil. Biasanya dimulai pada usia antara dua sampai sepuluh tahun.
Apraxia, masalah motorik, dan serangan merupakan karakteristik khas tahap ini.
Meskipun begitu dimungkinkan ada peningkatan dalam perilaku, dengan penurunan
rasa mudah marah, mengangis, dan autistic. Individu pada tahap III mungkin
15
Terapi
Tidak ada obat untuk Sindrom Rett. Treatment untuk gangguan ini terfokus
pada manajemen gejala yang ada dan membutuhkan pedekatan dari multidisiplin ilmu.
Terapi memfokuskan pada tujuan untuk memperlambat kerusakan motorik dan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi (Kaplan dan Sadocks, 2012).
Obat dibutuhkan untuk kesulitan bernafas, kesulitan motorik, dan antiepilepsi.
1
L-Dopa adalah bentuk sintetis dari dopamine. Ini ditemukan untuk mengurangi
kekakuan selama tahap kemunduran motorik (tahap 4), tetapi sebaliknya gagal
untuk menyediakan peningkatan pada basis yang konsisten.
teriakan-teriakan. Ini mungkin ada kaitannya dengan efek obat penenang. Namun
terdapat efek lain yaitu kehilangan nafsu makan.
3
Tirosin (dopamine dan noradrenalin) dan triptophan (serotonin) adalah asam amino
yang biasanya mendorong level transmitter. Studi menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam penampilan klinis ataun polla EEG. L-Carnitin adalah turunan
dari asam amino esensial lisin.
Terapi fisik dimaksudkan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan
Terapi musik digunakan sebagai pelengkap terapi lain dan berguna untuk
meningkatkan komunikasi dan membuat pilihan. Penelitian menunjukkan bahwa
mendengar dan menciptakan musik berpengaruh positif pada otak, meningkatkan
sirkulasi darah, glukosa dan oksigen. Perubahan ini menstimulasi untuk belajar.
Terapi musik adalah penggunaan musik yang terstruktur atau kegiatan musikal
di bawah bimbingan seorang terapis musik. Kegiatan ini mempengaruhi perubahan
pola perilaku yang mengarah pada tujuan individual yang telah disusun untuk anak.
Terapi musik berfokus pada komunikasi, sosialisasi, membuat pilihan dan keahlian
motorik. Musik memberikan ritme gerak dan kepekaan persepsi. Mereka belajar untuk
merasakan dan memahami ruang dan waktu, kualitas dan kuantitas, serta sebab akibat.
Terapi musik memberikan kepercayaan dan suasana aman.
Hydrotherapi (bergerak di air hangat) sangat penting untuk penderita RS.
Karena mengidap apraxia juga, dia tidak dapat merencanakan dan melakukan gerakan
yang dia inginkan dan kesulitan untuk berjalan
Berenang adalah bagian utama dalam proses belajar fisik anak. Arti dari
berenang adalah bertahan, kebugaran, dan kesenangan. Nilai-nilai ini sama untuk
mereka yang mempunyai keterbatasan, mengintegrasikan mereka ke dalam kehidupan
yang normal adalah salah satu tujuan dari hydrotherapy. Aktifitas dalam air dirasakan
oleh anak, keluarga, dan lingkungan sebagai aktifitas anak yang normal, hal ini
memperkuat penghargaan untuk kemampuan mereka berpartisipasi senormal
mungkin. Perasaan ini menumbuhkan self-esteem dan percaya diri. Tujuan dari terapi
ini adalah mendorong untuk mencapai tingkat kemandirian tertinggi, terlibat dalam
masyarakat, menjaga kesehatan fisik, dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Air memberikan pengalaman baru dan menyenangkan. Memungkinkan untuk
melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan di luar air. Ini juga memungkinkan
untuk menunjukkan kemampuan motoriknya yang hilang atau hanya tersembunyi.
Gerakan spontan lebih mudah dilakukan dalam air dan hydrotherapi meningkatkan
jangkauan gerak dan mengurangi kejang-kejang. Kesulitan sensori dan persepsi yang
ia rasakan saat berada di luar air tidak muncul ketika berada di air, sehingga ia dapat
meraih keseimbangan yang lebih baik tanpa ragu-ragu dan takut. Hangatnya air
membantu menenangkan gerak involunter, gerakan stereotype dan kesulitan bernafas.
Fleksibilitas air memungkinkan ia untuk bergerak ke segala arah dan memungkinkan
gerakan simetris. Hydrotherapi membantu menjaga kesehatan otot dan saraf. Hal ini
meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang juga akan menambah kemampuan
18
belajarnya.
Kegiatan
menunggang
kuda
dan
hydrotherapy
meningkatkan
disintegratif
masa
kanak-kanak
(Childhood
Disintegrative
19
dengan autisme. CDD juga dapat berkembang lebih jauh daripada autism, dimana
CDD bisa berkembang setelah anak mencapai usia 10 tahun (Hendry, 2000).
Anak- anak CDD menunjukkan kehilangan kemampuan yang telah didapat
sebelumnya (sebelum usia 10 tahun) secara signifikan setidaknya dua dari gejalagejala ini:
Interaksi sosial
Komunikasi
Tingkah laku
kemampuan
sekali.
Muncul masalah sosial dan emosi seperti anak yang dulunya senang dipeluk
stereotipik tangan pada sindrom Rett tidak terjadi pada anak dengan CDD (Kaplan,
2007).
Prognosis
-
Dalam jangka panjang, anak-anak memiliki kesamaan dengan anak dengan berat
(Kanner) autisme dengan gangguan jangka panjang fungsi perilaku dan kognitif.
Risiko kejang meningkat sepanjang masa, memuncak pada masa remaja, dan
kejang ambang dapat diturunkan dengan SSRI dan neuroleptik.
Harapan hidup sebelumnya telah dilaporkan seperti orang normal pada umumnya.
Namun, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa kematian orang dengan
gangguan spektrum autistik adalah dua kali lipat dari populasi umum, terutama
karena komplikasi epilepsi (Kagan-Kushnir T., 2005).
Karena jumlah penemuan kasus yang belum terlalu banyak, maka prognosis
dari kasus Childhood Disintegrative Disorder belum bisa digolongkan secara pasti.
Namun anak yang memiliki gejala retardasi mental tipe sedang berat akan memiliki
prognosis yang lebih buruk jika kelak juga mengalami penyakit Childhood
Disintegrative Disorder (Volkmar,2009). Oleh karena penyakit ini maka penderita
akan memiliki kesulitan dalam menjalani aktifitas kehidupan, komunikasi serta dalam
lingkungan sosial (Agarwal V,2005).
Tata Laksana
Tata laksana CDD sama seperti pada gangguan autisme
21
BAB III
RINGKASAN
Gangguan spektrum autisme menggambarkan suatu variasi tingkatan kondisi
yang diklasifikasikan sebagai gangguan perkembangan neurobiologis pada revisi ke
lima Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th edition (DSM-5),
mendefinisikan kembali spektrum autisme yang meliputi diagnosis sebelumnya
(DSM-IV-TR) yaitu diagnosis autisme, gangguan Asperger, gangguan perkembangan
pervasif tak khas (pervasive developmental disorder not otherwise specified/PDDNOS), gangguan disintegrasi masa kanak dan sindrom Rett. Karakteristik gangguan
ini adalah gangguan pada kemampuan interaksi sosial, gangguan pada kemampuan
komunikasi dan berbahasa, perilaku yang tak lazim dan terbatasnya minat/aktivitas
disertai gangguan integrasi sensorik.
Kata spektrum menggambarkan berbagai tingkat kesulitan orang dengan
autisme yang mungkin mengalami dan sejauh mana kondisi yang akan terpengaruh.
Beberapa orang mungkin bisa hidup relatif normal, sedangkan yang lain mungkin
memiliki ketidakmampuan belajar yang menyertainya dan membutuhkan dukungan
dari yang orang yang ahli secara berkesinambungan.
Autisme membentuk inti dari gangguan spektrum autisme. Sindrom Asperger
paling dekat gejalanya dengan autisme, tetapi orang dengan sindrom Asperger tidak
mengalami keterlambatan dalm kemampuan berbahasa. PDD-NOS didiagnosis jika
tidak memenuhi kriteria lengkap untuk gangguan yang spesifik tetapi memiliki tiga
gejala utama. Beberapa sumber juga memasukkan sindrom Rett dan gangguan
disintegrasi masa kanak yang menunjukkan beberapa gejala autisme tetapi mungkin
22
memiliki penyebab yang tidak terkait, sumber lain membedakan sindrom Rett dan
gangguan disintegrasi masa kanak dari gangguan spektrum autisme, tetapi
mengelompokkan semua kondisi yang telah disebutkan sebelumnya ke dalam
gangguan perkembangan pervasif.
Diagnosis autisme ditegakkan berdasarkan observasi dari tingkah laku,
kemampuan sosialisasi, komunikasi serta riwayat perkembangan anak sejak awal.
Belum diketahui penyebab pasti autisme, tetapi diduga penyebabnya multifaktor yang
saling berkaitan. Prioritas jenis terapi pada gangguan spektrum autisme adalah terapi
perilaku, terapi biomedis dan terapi tambahan lain yang diperlukan. Terapi biomedis
yang diberikan meliputi obat-obatan atas indikasi (misalnya psikotropika, antibiotik),
pengaturan diet, enzim pencernaan, vitamin dan mineral, suplemen, perbaikan fungsi
imunologi dan chelation (pengeluaran logam berat). Psikotropika bisa diberikan untuk
menurunkan gejala seperti perilaku menyakiti diri sendiri, hiperaktivitas, impulsivitas,
gerakan stereotipik, mood yang labil, cemas, dan lain-lain. Autisme bisa disembuhkan
dengan penanganan yang intensif, komprehensif, berkesinambungan dan diketahui
sejak dini. Meskipun tidak bisa sembuh seperti orang normal, bisa dioptimalkan
fungsi-fungsinya dan bisa menekan gerakan-gerakan yang tidak perlu. Sedangkan
pada sindrom Rett prognosisnya kurang baik, memburuk secara progresif karena
diduga disebabkan oleh gangguan pada mitokondria.
23
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal V, Sitholey P, Mohan I. 2005. Childhood Disintegrative Disorder, an atypical
presentation: a case report.J Autism Dev Disord. Dec 2005;35(6):873-4.
Bernstein,
B.
2013.
Rett
Syndrome.
Akses:
17
Desember
2014.
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/916377-medication#3
Fombonne E. 2003. Epidemiological surveys of autism and other pervasive developmental
disorders: an update. J Autism Dev Disord. 2003 Aug;33(4):365-82.
Fombonne E. 2009. Epidemiology of pervasive developmental disorders. Pediatr Res. Jun
2009;65(6):591-8.
Hendry CN. 2000. Childhood disintegrative disorder: should it be considered a distinct
diagnosis? Clin Psychol Rev. 2000 Jan;20(1):77-90.
Kagan-Kushnir T, Roberts SW, Snead OC 3rd. 2005. Screening electroencephalograms in
autism spectrum disorders: evidence-based guideline. J Child Neurol. 2005
Mar;20(3):197-206.
Kaplan HI; Sadock BJ; Sadock VA. 2014. Synopsis of Psychiatry Eleventh Edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer
Kaplan HI; Sadock BJ; Sadock VA. 2012. Synopsis of Psychiatry Tenth Edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer
Kogan et al. 2009. "Prevalence of Parent-Reported Diagnosis of Autism Spectrum
Disorder
Among
Children
in
the
US,
2007". Pediatrics
24
The National Autistic Society. 2014. Recognising Autism Spectrum Disorder. Available at:
www.autism.org.uk
Volkmar FR, State M, Klin A. 2009. Autism and autism spectrum disorders: diagnostic
issues for the coming decade. J Child Psychol Psychiatry. Jan 2009;50(1-2):108-15
Zwaigenbaum L, Szatmari P, Mahoney W, et al. 2000. High functioning autism and
Childhood Disintegrative Disorder in half brothers. J Autism Dev Disord. 2000
Apr;30(2):121-6.
25