K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah persyarikan gerakan dakwah dengan nama
Muhammadiyah mempunyai makna yang amat positif dan mendalam bagi setiap muslim di
Indonesia. Secara etimologis Muhammadiyah berasal dari kata Muhammad ditambah
dengan yah. Kata Muhammad diambil dari nama Rasulullah Muhammad SAW dan kata
yah disini bermakna ya nisbiyyah yang berarti yang kepada sesuatu atau dinisbahkan
untuk diikuti. Dengan demikian Muhammadiyah bermakna pengikut-pengikut Muhammad
Rasulullah SAW.
Dari pengertian tersebut maka pada hakikatnya setiap orang Islam pasti Muhammadiyah
karena ia harus mengikuti jejak dan langkah Muhammad SAW. Secara terminologis menurut
K.H.Ahmad Dahlan, Muhammadiyah merupakan persyarikatan dan gerakan dakwah yang
bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadits. Berdasarkan pengetahuan dan wawasan keislaman
yang dimiliki, K.H. Ahmad Dahlan memandang bahwa ajaran Islam sangat mendorong
umatnya untuk melakukan amar maruf nahi munkar. Usaha untuk mewujudkan keselamatan,
kebahagiaan, dan kesejahteraan yang hakiki di dunia dan akhirat tidak dapat dilakukan secara
perorangan melainkan harus dilakukan bersama dalam bentuk jamaah. Al Quran
menjelaskan hal tersebut dalam Surat Ali Imran ayat 104
artinya
Adakanlah diantara kamu segolongan umat yang menyeru manusia kepada Islam,
memerintahkan kebaikan, dan mencegah kemunkaran, karena mereka itulah orang-orang
yang berbahagia
Dalam kaitannya sebagai gerakan dakwah, Muhammadiyah memandang bahwa Islam adalah
agama dakwah yang mewajibkan umatnya untuk selalu mendakwahkan ajaran Islam. Sekecil
apapun dan sepahit apapun setiap muslim wajib menyampaikan kebenaran seperti hadits
Rasulullah yang artinya Sampaikanlah ajaran dariku (Muhammad) walaupun satu ayat.
Muhammadiyah memiliki modal sosial yang cukup besar sebagai gerakan Islam yang
termasuk besar di negeri ini. Organisasi lain boleh lebih besar dari segi kuantitas anggotanya,
namun dari segi kualitas dalam amal usaha, sumber daya manusia, infrastruktur dan sistem
organisasi, serta kepercayaan publik sesungguhnya Muhammadiyah terbilang unggul.
Sebagai organisasi Islam modern Muhammadiyah termasuk terbesar di dunia Islam. Kondisi
ini harus disyukuri sebagai nikmat dan karunia Allah yang sangat berharga, karena itu potensi
yang besar tersebut tidak boleh dibiarkan laksana genangan danau yang diam, apalagi seperti
gajah bengkak yang sulit bergerak.
Organisasi besar seperti Muhammadiyah kadang memiliki kelemahan karena kebesarannya.
Semangat dan kinerja para aktivisnya melemah atau cenderung mengalami penyakit
kemalasan dan kemanjaan. Militansi pun kecil atau mengalami kemunduran dengan
kecenderungan hilangnya sikap gigih, kerja keras, dan tidak jarang muncul sikap cengeng,
mudah patah arang. Muncul sikap elitis dan kehilangan sikap populis. Ukhuwah atau
solidaritas sosial pun lemah atau longgar akibat sikap individualistik dan formalitas yang
tinggi. Kepemimpinan berjalan instrumental sehingga kehilangan daya penggerak. Amal
usaha berjalan sendiri, kadang menjadi kerajaan-kerajaan sendiri, para pengelola dan mereka
yang berada di dalamnya sekadar sibuk dengan mobilitas sendiri atau sekadar cari
penghidupan, yang lepas atau tidak begitu bertautan dengan misi dan kepentingan
Persyarikatan. Karena kebesarannya, tidak jarang Muhammadiyah sekadar jadi lahan subur
bagi banyak pihak yang mencangkuli ladang Persyarikatan untuk kepentingan mereka
sendiri baik kepentingan paham, politik, maupun hal-hal yang pragmatis, sehingga
Persyarikatan seperti ladang komoditi yang subur. Bagaimana potensi Muhammadiyah yang
besar itu digerakan kembali untuk menjadi kekuatan aktual yang lebih besar? Kuncinya
terletak pada optimalisasi ikhtiar sesuai dengan Firman Allah: man jahada fn
lanahdiyannahum subulan, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka Allah akan
menunjukan jalan-jalan-Nya. Gerakan Muhammadiyah memiliki nilai-nilai ideal yang
meliputi misi, landasan ideal, dan tujuan gerakan. Misi Muhammadiyah meliputi:
1. penegakkan tauhid yang murni;
2. peyebarluasan Islam yang bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah; dan
3. mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.
Landasan ideal Muhammadiyah meliputi Al-Quran dan As-Sunnah, paham agama
(Muqaddimah Anggaran Dasar dan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah),
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Kepribadian, Khittah, Pedoman Hidup Islami
Warga Muhammadiyah, dan pemikiran formal lainnya. Sedangkan tujuan gerakan
Muhammadiyah ialah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Nilai-nilai ideal tersebut haruslah ditanamkan dan disosialisasikan, yang intinya
diinternalisasikan sehingga menjadi darah-daging setiap orang Muhammadiuyah dalam
berpikir dan bertindak. Setelah nilai-nilai ideal itu terinternalisasi maka secara kolektif
kemudian membentuk kesadaran untuk bertindak bersama yang menunjukan watak, ciri, dan
sosok orang Muhammadiyah sebagaimana yang semestinya. Inilah yang disebut dengan
internalisasi nilai-nilai Ke-Muhammadiyahan.
Internaslisasi nilai-nilai ideal harus dilakukan simultan ke dalam seluruh anggota di berbagai
stuktur Persyarikatan, termasuk di amal usaha yang selama ini mungkin cenderung asing,
berjalan sendiri, dan lepas dari nilai-nilai fundamental Muhammadiyah. Tuntutan internalisasi
nilai semacam itu bukan merupakan beban tetapi melekat dalam seluruh bagian struktural di
Muhammadiyah sebagai keniscayaan. Termasuk bagi perorangan yang mengaku anggota
Muhammadiyah yang tersebar di berbagai lingkup kehidupan seperti politisi, pengusaha,
birokrat, dan lain-lain. Lebih-lebih bagi pimpinan Muhammadiyah, yang harus menunjukkan
uswah hasanah.
Muhammadiyah lahir, tumbuh, dan berkembang sebagai sebuah sistem yang disebut
organisasi (jamiyyah, persyarikatan). Kekuatan Muhammadiyh justeru terletak pada
organisasinya, yang membuat dirinya tidak tergantung pada figur atau orang. Sebagaimana
layaknya sebuah organisasi, Muhammadiyah dibangun di atas berbagai komponen yang
saling menyangga menjadi satu kesatuan. Komponen personal menyangkut manusia dengan
berbagai latarbelakang dan potensi. Komponen struktural terdiri atas berbagai organ
kelembagaan seperti struktur kepemimpinan persyarikatan (Pusat hingga Ranting), Majelis,
Lembaga, Organisasi Otonom, Amal Usaha, dan berbagai komponen lainnya.
Agar Muhammadiyah dapat menjalankan usaha, program, dan kegiatannya secara lebih
mudah maka diperlukan sinergi seluruh komponen itu. Sinergi dalam gerkan bertumpu di atas
kesamaan nilai-nilai ideal yang membentuk kesatuan langkah, bukan di atas dasar
kepentingan. Sinergi dibangun di atas semangat ukhuwah sedangkan landasan ukhuwah yang
paling kokoh ialah iman. Dengan ukhuwh yang kokoh maka akan terbentuk kekuatan sebagai
gerakan. Dengan sinergi yang bebasis semangat ukhuwah maka gerak Muhammadiyah selain
akan kokoh juga akan lebih mudah dalam mewujudkan usaha dan tujuannya. Jangan ada yang
merasa bisa bergerak sendiri dalam Muhammadiyah, apalagi merasa berhasil atau sukses
sendiran.
B. LANDASAN NORMATIF
Selain landasan idiil, Muhammadiyah juga memiliki landasan normatif yang memberikan
aturan dan panduan dasar dalam melaksanakan kiprahnya. Landasan normatif tersebut terdiri
atas Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Matan
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah.
1. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM) merupakan rumusan konsepsi yang
bersumberkan Al-Quran dan Al-Sunnah tentang pengabdian manusia kepada Allah, amal,
dan perjuangan setiap muslim. MADM ini menjiwai dan menghembuskan semangat
pengabdian dan perjuangan ke dalam tubuh dan seluruh gerak organisasi Muhammadiyah.
Dengan demikian MADM juga menjiwai Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Hidup bermasyarakat itu adalah Sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atas kehidupan manusia
di dunia ini. Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanya dapat
diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, tolong menolong,
dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan
hawa nafsu. Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan
berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dan masyarakat yang utama dan sebaikbaiknya.
Dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah terdapat 7 (tujuh) pokok pikiran yang
merupakan rumusan konsepsi dari Al-Quran dan Al-Sunnah. Tujuh pokok pikiran tersebut
adalah:
Hidup manusia harus berdasar Tauhid Allah, bertuhan dan beribadah serta tunduk dan taat
hanya kepada Allah.
Hidup bermasyarakat merupakan sunnatullah.
Hanya dengan hukum Allah tata kehidupan sosial dapat berjalan dan berkembang secara
positif.
Penempatan Islam sebagai sumber hukum tertinggi merupakan kewajiban manusia.
Agama Islam adalah agama seluruh utusan Allah yang mana pengamalannya dengan
ittibaRasul.
Organisasi merupakan alat realisasi ajaran Islam dalam hidup sosial
Tujuan dan cita-cita hidup Muhammadiyah adalah terwujudnya masyarakat utama, adil,
makmur yang diridhai Allah SWT.
2. Kepribadian Muhammadiyah
Kepribadian adalah ciri dan sifat-sifat khas Muhammadiyah yang merupakan manifestasi dari
jiwa dan semangat Muhammadiyah, yang mewarnai setiap gerak dan langkah perjuangan
Muhammadiyah harus dimiliki dan dipelihara oleh setiap warga Muhammadiyah. Mengacu
pada Keputusan Muktamar ke 35, Kepribadian Muhammadiyah memuat 4 hal yaitu
pemahaman tentang Muhammadiyah, Dasar Amal Usaha Muhammadiyah, Pedoman Amal
Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah, dan Sifat Muhammadiyah.
a. Apakah Muhammadiyah itu?
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakannya
adalah Dakwah Islam dan Amar Maruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang
yakni perseorangan dan masyarakat . Dakwah dan Amar Maruf nahi Munkar pada bidang
pertama terbagi kepada dua golongan yaitu kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan
(tajdid) dengan mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni, dan yang kedua
kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam. Adapun
dawah Islam dan Amar Maruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat
kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa
dan mengharap keridlaan Allah semata-mata.
b. Dasar Amal Usaha Muhammadiyah
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas-merata,
Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang
tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar. Prinsip-prinsip tersebut antar lain:
(1) Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah.
(2) Hidup manusia bermasyarakat.
(3) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satusatunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.
(4) Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban
sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
(5) Ittiba kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
(6) Melancarkan amal usaha dan perjuangannya dengan ketertiban organisasi.
c. Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah
Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara
perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya harus berpedoman pada prinsip
Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang
dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah.
d. Sifat Muhammadiyah
Selain dari beberapa hal yang telah diuraikan tentang kepribadian Muhammadiyah tersebut,
ada beberapa sifat yang menjadi cirri gerakan Muhammadiyah. Diantaranya adalah:
Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah terbentuknya perilaku individu dan kolektif
seluruh anggota Muhammadiyah yang menunjukkan keteladanan yang baik (uswah hasanah)
menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
C. LANDASAN OPERASIONAL
Landasan Operasional yang merupakan pijakan bagi persyarikatan Muhammadiyah dalam
menjalankan aktivitas-aktivitas untuk mencapai maksud dan tujuannya meliputi beberapa hal,
antara lain Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Khittah Perjuangan, dan
Keputusan-keputusan Muhammadiyah.
1. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)
Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi secara formal memiliki identitas dan tata
organisasi yang jelas berupa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Berikut ini
adalah susunan Anggaran Dasar Muhammadiyah yang dihasilkan pada Muktamar ke-45 yang
berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan
tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang:
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
BAB I tentang NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN, terdiri dari pasal 1,2,
dan pasal 3.
BAB II tentang IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG, terdiri dari pasal 4 dan pasal 5.
BAB III tentang MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA, terdiri dari pasal 6 dan pasal
7.
BAB IV tentang KEANGGOTAAN, terdiri dari pasal 8.
BAB V tentang SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI, terdiri dari pasal 9 dan
pasal 10.
BAB VI tentang PIMPINAN, terdiri dari pasal 11,12,13,14,15,16,17,18,dan pasal 19.
BAB VII tentang UNSUR PEMBANTU PIMPINAN, terdiri dari pasal 20.
BAB VIII tentang ORGANISASI OTONOM, terdiri dari pasal 21.
BAB IX tentang PERMUSYAWARATAN, terdiri dari pasal 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29,
30, dan pasal 31.
BAB X tentang RAPAT, terdiri dari pasal 32, 33, dan pasal 34.
BAB XI tentang KEUANGAN DAN KEKAYAAN, terdiri dari pasal 35, 36, dan pasal 37.
BAB XII tentang LAPORAN, terdiri dari pasal 38.
BAB XIII tentang ANGGARAN RUMAH TANGGA, terdiri dari pasal 39.
BAB XIV tentang PEMBUBARAN, terdiri dari pasal 40.
BAB XV tentang PERUBAHAN, terdiri dari pasal 41.
BAB XVI tentang PENUTUP, terdiri dari pasal 42.
Sedangkan Anggaran Dasar yang dihasilkan pada Muktamar tersebut terdiri dari 38 pasal
yang mengatur secara jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan Muhammadiyah sebagai
sebuah organisasi.
2. Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam
ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan
tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang
sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan
perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu,
senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar maruf nahi-mungkar, serta
menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya
ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya: menegakkan
dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur
yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan
diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan Keyakinan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah.
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa menjadi landasan gerakan
Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan kehidupan
masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam lainnya.
Muhammadiyah dan Masyarakat
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan menempatkan
diri sebagai Gerakan Islam amar-maruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud
yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah
Jamaah.
Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal-usaha seperti tersebut pada
Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa berikhtiar untuk meningkatkan mutunya
Penyelenggaraan amal-usaha, tersebut merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk
mencapai Keyakinan dan Cita-Cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam dan bagi usaha
untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
Muhammadiyah dan Politik
Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengan dakwah
amar ma maruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya,
Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan
secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara
Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi
masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai
Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada
kepribadiannya
Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya dalam
masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam
Muhammadiyah. Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan
bahwa:
Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang
kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan
tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun.
Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau
memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
Muhammadiyah dan Ukhuwah Islamiyah
yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk
mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana
dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan.
Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan
pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat
tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di
lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat
madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat.
Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti
halnya Muhammadiyah. Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power struggle)
ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang
peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi
politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan
secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh
kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang
mengemban misi dawah amar maruf nahi munkar senantiasa bersikap aktif dan konstruktif
dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi nasional sesuai dengan khittah (garis)
perjuangannya serta tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi kritis yang
dialami oleh bangsa dan negara.
Karena itu, Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan pada khittah perjuangan sebagai berikut:
Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan
salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang
harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang
utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga
Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan
masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun
kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan
tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan
keadaban untuk terwujudnya Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.
Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui
usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat
madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan
kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan
akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsipprinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang
demokratis.
Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau
berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah dengan
watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah
Islam amar maruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai
rahmatan lilalamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenarbenarnya. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar maruf nahi munkar
memiliki misi :
a. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa
oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
b. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam
untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
c. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran sebagai kitab Allah
terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
d. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
http://guruilmu.wordpress.com/2011/08/15/landasan-gerakan-muhammadiyah/
A. Setting Historis
Lahirnya gerakan keagamaan ala Muhammadiyah di atas panggung sejarah keagamaan Islam
di Indonesia merupakan peristiwa sosial-budaya biasa. Yakni peristiwa sosial-budaya
bernafaskan keagamaan Islam, yang merupakan "eksperimen sejarah" yang cukup
spektakuler, khususnya untuk ukuran saat itu.
Tantangan yang dihadapi Muhammadiyah kala itu adalah sinkritisasi dan tekanan ideologi
luar yang sengaja dipaksakan masuk ke dalam negeri Indonesia. Tantangan yang tumbuh dari
dalam (intern), bagi Muhammadiyah merupakan representasi dari komitmennnya dalam
menderukan gerakan amar ma'ruf nahi mungkar, sedangkan tantangan dari luar (ekstern)
pada diri Muhammadiyah merupakan sebuah pengesahan terhadap tajdid.
Faktor-faktor yang turut melahirkan gerakan Muhammadiyah kala itu memang sangat
komplek. Sedikitnya ada dua faktor yang ikut berpengaruh dalam menjelaskan lahirnya
Muhammadiyah. Pertama, faktor internal bahwa kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah
respons terhadap tantangan ideologis yang telah berlangsung lama dalam masyarakat jawa.
Dalam masyarakat jawa, kondisi kehidupan keagamaan umat Islam secara historis
dipengaruhi oleh budaya keagamaan sebelumnya. Agama Hindu dan Budha adalah warisan
budaya yang sangat kuat di masyarakat jawa. Prilaku keagamaan jawa, khususnya di daerah
pedalaman masih kental dengan budaya sinkritisme, yakni pencampuradukan dari berbagai
unsur nilai agama. Lebih-lebih, ada sebagian masyarakat jawa masih memistikkan sesuatu
(tahayyul dan khurafat) yang dianggap memiliki kekuatan supranatual. Di samping itu,
sebagain umat Islam juga sering menambah-nambahi dalam masalah ibadah atau yang
disebut bid'ah, yakni praktek keagamaan yang tidak ada dasarnya yang jelas baik dari alqur'an maupun as- sunnah. Keyakinan inilah yang membuat Muhammadiyah benar-benar
tertantang untuk melakukan pemahaman keagamaan yang lurus dan benar sesuai doktrin
Islam yang sesungguhnya.
Kedua, faktor eksternal bahwa kelahiran Muhammadiyah didorong oleh tersebarnya
pembaharuan Timur Tengah ke Indonesia pada tahun-tahun pertama abad 20.[iii] Seperti kita
ketahui, bahwa Islam pasca jatuhnya Bagdad pada abad 13 Umat Islam mengalami
kemunduran dalam berbagai persoalan. Sehingga baru pada abad 19 umat Islam mulai ada
gagasan baru yang agak menggembirakan. Meskipun abad 13, ada seorang tokoh Ibnu
Taimiyah dan Ibnu Jauziyah sebagai tokoh peletak dasar ide pembaharuan, tetapi hasilnya
pun juga belum signifikan. Baru mulai abad 19 tokoh-tokoh pembaharu mulai melakukan
pembenahan dibidang keagamaan dan pemikiran. Seperti Muhamad ibn Abd al-wahab,
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh yang kemudian dilanjutkan oleh murid-murid
mereka. Semua gagasan dan ide yang dicetuskan para tokoh pembaharu tersebut lambat laum
ikut mempengaruhi perkembangaan keagamaan dipenjuru dunia, termasuk wilayah
Indonesia.
Sementara itu ada faktor lain yang juga lebih penting yang ikut memainkan peran dalam
mendukung kelahiran Muhammadiyah, faktor ini tidak sering disebut oleh para sarjana, yaitu
penetrasi dalam misi Kristen di negara ini serta pengaruh besar yang telah ditimbulkannya.
Meskipun oleh para sarjana dianggap tidak penting, harus tetap diakui bahwa faktor ini
merupakan yang terpenting dari semua faktor yang telah mendorong KH. A. Dahlan
mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912 M.[iv]
Menurut Alwi Shihab ada dua alasan pokok yang menyebabkan para sarjana Indonesia agak
menyepelekan "faktor misi Kristen" ini. Alasan pertama adalah keengganan mereka untuk
membahas masalah yang dapat menimbulkan pertentangan tersembunyi antara kaum Muslim
dan kristen di Indonesia. Alasan kedua, kehati-hatian mereka yang berusaha untuk tidak
mengganggu kepekaan pemerintah yang berlebihan yang menyangkut berbagai isu yang
berada dalam katagori sara (suku, agama ras dan antargolongan). Hal ini menjadi penting
khusunya ketika isu tersebut dihubungkan dengan Kristenisasi sebab hal ini dapat digunakan
untuk memanas-manasi opini publik atas dasar bahwa Islam telah dan sedang diancam oleh
Kristen. Oleh pemerintah, yang memang sangat berkepentingan mencegah munculnya
persoalan dan menghindarkan perselisihan di antara masyarakat beragama, kemungkinan
munculnya berbagai isu sara, yang bisa memicu ketegangan di kalangan masyarakat benarbenar dihindari.
Dalam hal ini agaknya pemerintah juga memainkan peranan dalam menyembunyikan gejala
bahwa Kristenisasi juga berpeluang untuk menyerang Islam. Hubungan Muslim-Kristen yang
diciptakan oleh pemerintah, nampaknya hanya sebagai upaya menjaga keamanan, sehingga
kalangan Kristen memperoleh keuntungan yang sangat signifikan dalam perkembangannya
di Indonesia. Indikator ini bisa kita tilik bahwa perkembangan umat Kristen kian tahun kian
bertambah besar, sementara umat Islam tidak terlalu signifikan dalam mengimbangi proses
pertumbuhan itu. Misalnya, pada tahun 1931, umat Kristen di Indonesia hanya berkisar 2,8
persen, pada tahun 1971, meningkat menjadi 7,4 persen dan 9,6 persen pada tahun 1990.
Peningkatan jumlah pemeluk Kristen ini, yang tidak bisa dijelaskan sebagai sebuah
pertumbuhan yang alamiah, telah menimbulkan kritik keras terhadap pemerintah diberbagai
kantong Islam, khususnya pada dekade 1970-an. Pemerintah dipandang terlalu lunak
terhadap misi Kristen.
B.
Salah satu ciri yang cukup menonjol dalam gerakan Muhammadiyah adalah gerakan
Purifikasi (pemurnian) dan Modernisasi (pembaruan) atau dalam bahasa Arab disebut
tajdid', dua hal ini diibaratkan sebuah mata uang dengan dua permukaan yang sama
nilainya. Namun kedua ciri tersebut secara harfiah dan formulasinya memiliki perbedaan
yang cukup mendasar.
Pada mulanya, Muhammadiyah dikenal dengan gerakan purifikasi, yaitu kembali kepada
semangat dan ajaran Islam yang murni dan membebaskan umat Islam dari Tahayul, Bid'ah
dan Khurafat. [v] Cita-cita dan gerakan pembaruan yang dipelopori Muhammadiyah sendiri
sebenarnya menghadapi konteks kehidupan keagamaan yang bercorak ganda; sinkretik dan
tradisional. Di Kauman, K.H. Ahmad Dahlan berdiri ditengah-tengah dua lingkungan itu. Di
satu pihak, ia menghadapi Islam-sinkretik yang diwakili oleh kebudayaan Jawa, dengan
Kraton dan golongan priyayi sebagai pendukungnya; dan di pihak lain menghadapi Islamtradisional yang tersebar dipesantren-pesantrennya.[vi]
Dalam Muhammadiyah, purifikasi adalah gerakan pembaruan untuk memurnikan agama dari
syirk yang pada dasarnya merupakan rasionalisasi yang berhubungan dengan ide mengenai
transformasi sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat industrial, atau masyarakat
tradisional ke masyarakat modern. Dilihat dari segi ini sangat jelas bahwa Muhammadiyah
telah memberikan suatu ideologi baru dengan suatu pembenaran teologi industrial, dan
modern. Tampaknya Muhammadiyah memang mengidentifikasi diri untuk cita-cita semacam
itu. Upaya Muhammadiyah untuk melakukan persiapan ke arah transformasi itu misalnya
adalah dengan melepaskan beban-beban kultural yang sampai sejauh itu dianggap dapat
menghambat kemajuan. Usaha pemurnian agama untuk membersihkan Islam dari praktekpraktek syirk, takhayul, bid'ah dan khurafat, merupakan bukti yang menjelaskan itu.
Muhammadiyah berusaha mendongkel budaya Islam sinkritik dan Islam Tradisional
sekaligus, dengan menawarkan sikap keagamaan yang lebih puritan. Gerakan "pemurnian"
(purifikasi) berarti rasionalisasi yang menghapus sumber-sumber budaya lama untuk
digantikan budaya baru, atau menggantikan tradisi lama dengan etos yang baru.
Muhammadiyah tampak sekali dengan sadar melakukan pelbagai upaya pembaruan demi
mencapai cita-cita transformasi sosialnya itu.
Perlu digaris bawahi terlebih dahulu di sini bahwa program purifikasi (Tanfizdu al-aqidah alIslamiyah) adalah ciri yang cukup menonjol dari Persyarikatan Muhammadiyah generasi
awal, dan hingga sampai saat sekarang ini. Namun harus disadari pula bahwa program
purifikasi memang lebih terfokus pada aspek aqidah (metafisik).[vii] Pemberantasan TBC
(Takhayul, Bid'ah dan Churafat) merupakan respon konkrit Muhammadiyah terhadap
Budaya setempat yang dianggap menyimpang dari aturan aqidah Islamiyah.
Proses Islamisasi yang dilakukan Muhammadiyah tidak henti-hentinya menderukan gerakan
dakwah. Meminjam analisa Kuntowijoyo bahwa Muhammadiyah melakukan bentuk
rasionalisasi Islam maupun Jawaisme. Pada waktu itu banyak sekali kepercayaan masyarakat
yang mendekati syirk, bahkan syirk terang-terangan. Kebiasaan masyarakat Islam tradisional
berupa meninta-minta restu pada makam-makam keramat, sihir memelihara jin, dan
menggunakan berbagai bentuk jimat tidak sesuai dengan gagasan kemurnian Islam.
Kepercayaan masyarakat Jawa waktu itu berupa mbaurekso tempat-tempat keramat berupa
gunung, sungai, mata air, pohon, batu, dan gua. Begitu juga kepercayaan pada lelembut
penjaga desa, kuburan, rumah, sawah, dan tempat-tempat lain. Orang jawa juga percaya pada
bermacam primbon, laku misalnya, mutih (berpantang garam), dan mendhem (dikubur).
Demikian pula bermacam-macam ajian, petung (hari baik-buruk), jampi-jampi, dan
perdukunan. Semuanya itu adalah bentuk antroposentisme yang ateis dan irasional. Dengan
semua yang gaib kepada termenologi al-quran, yaitu makhluk yang bernama jin, orang akan
terbebas dari perilaku yang tahayyul. Pengakuan bahwa Tuhan adalah Maha pelindung
membebaskan orang dari konsep mantra yang mekanistis. Dan kerena Tuhan Maha
Pelindung hanya dapat diseru dengan shalat, do'a, dan zikir, akibatnya ialah adanya sistem
pengetahuan teosentris. Sementara itu Islam menekankan ikhtiar yangrasional, maka yang
terjadi adalah rasionalisasi.
Selanjutnya, Muhammadiyah juga melakukan demistifikasi. Bahwa sesuatu yang berbau
mistik harus dijauhkan dari sikap umat Islam keseharian dengan cara mengubah sesuatu yang
berasal dari sufisme menjadi akhlak. Sebab konsep akhlak menjadikan agama tidak
kontemplatif. Sufisme rasional menyebabkan ketergantungan, sebab seorang guru (mursyid)
adalah perantara (wasilah) bagi murid-muridnya. Begitu juga Muhammadiyah mengajarkan
etos kerja, sebagai sebuah upaya konkrit yang dapat dirasakan hasilnya. Upaya inilah yang
disebut oleh Klifford Geertz sebagai garakan tranformatif, yakni perubahan dari kondisi
masyarakat yang agraris (deso) menuju masyarakat modern, plural atau kota. Dari pendapan
ekonomi rendah menuju pendapatan ekonomi yang berkecukupan. Karena itu,
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan modernis, atau dalam kata lain, Muhammadiyah
C.
Modernisasi (Tajdid)
Model gerakan Muhammadiyah yang sangat menggigit dan concern dengan cita-cita
awalnya adalah pembaruan (modernisasi atau reformasi). Modernisasi (tajdid) adalah
gerakan pembaruan pemikiran Muhammadiyah untuk mencari pemecahan atas berbagai
persoalan yang mereka hadapi. Yang merujuk pada Al- Qur'an dan As- Sunnah sebagai titik
tolak atau landasan yang sekaligus juga memberi pengarahan, ke arah pemikiran itu harus
dikembangkan.[xi]
Secara etimologi, tajdid berarti pembaruan, inovasi, restorasi, modernisasi penciptaan
sesuatu yang baru, dan lain-lain yang berkaitan dengan makna itu. Maka jika dihubungkan
dengan pemikiran tajdid dalam Islam, tajdid adalah usaha dan upaya intelektual Islami untuk
menyegarkan dan memperbaruhi pengertian dan penghayatan terhadap agamanya berhadapan
dengan perubahan dan perkembangan masyarakat. Kerja tajdid adalah ijtihad yang sangat
strategis dalam membumikan konteks waktu dan ruang.[xii]
Gerakan tajdid dalam Muhammadiyah di dasarkan pada tiga faktor, yaitu pertama,
pemahaman atau penafsiran terhadap suatu doktrin trasendental tidak pernah bernilai mutlak
benar semutlak benarnya doktrin itu sendiri. Dalam Islam, masalah ini berkenaan
kepercayaan kepada konsep Nabi terakhir pada diri Rasulullah. Menurut konsep ini, otomatis
tentang wahyu telah berakhir pada diri Rasulullah. Dengan perkataan lain, tidak ada otoritas
yang sama bobot dan statusnya dalam soal memahami setiap ajaran yang berasal dari wahyu
dengan otoritas Muhammad sebagai Rasul terakhir. Konsekwensi dari pandangan ini ialah
bahwa otoritas siapapun di bidang penafsiran terhadap Al-Qur'an dengan bantuan sunnah dan
sejarah difahami secara putus terhadap masalah yang dipersoalkan.
Kedua, Islam bertujuan untuk menciptakan suatu tata sosio-politik di atas landasan etik dan
moral yang kuat dalam rangka mengaktualisasikan prinsip rahmatan lil alamin dalam ruang
dan waktu.
Ketiga, tajdid dalam pemikiran dan pelaksanaan Islam pernah ditunjukkan oleh para sahabat,
terutama Umar Ibn Khattab yang telah merubah kebijaksanaan Nabi tentang persoalan tanah
di Iraq dan Mesir yang dikuasai setelah perang Prajurit Islam menang perang.[xiii]
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid diharapkan mampu menyesuaikan dengan keadaan
zaman yang selalu berubah. Tajdid lebih banyak menitik beratkan pada pemikiran secara
konstektual, baik itu bidang hukum, maupun bidang lainnya. Karena itu, Muhammadiyah
tidak akan sampai kekeringan wacana yang senantiasa setiap waktu berubah. Tajdid
dipersiapkan untuk menghadapi atau mengantisipasi terjadinya perubahan-perubahan yang
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang selain berdampak
positif juga berdampak negatif. Rekayasa genetika misalnya, telah menyedot perhatian serius
dari kalangan tokoh Muhammadiyah untuk memberikan suatu batasan-batasan atau
pemecahan yang dapat dipandang menguntungkan bagi kehidupan manusia dengan merujuk
pada maqasid al syari'ah.
24 universitas
5 institut
52 sekolah tinggi
34 akademi
3 politeknik
Pendidikan
[2]
Kesehatan:
1. Rumah Sakit, jumlah Rumah Sakit Umum dan Bersalin
Muhammadiyah/ Aisyiyah yang terdata sejumlah 72 [3].
2. Balai Kesehatan Ibu dan Anak
3. Balai Kesehatan Masyarakat
4. Balai Pengobatan
5. Apotek
Sosial