Anda di halaman 1dari 27

Lampiran Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian

Nomor

: 344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06

Tanggal

: 13 Desember 2006

PETUNJUK TEKNIS PERSYARATAN DAN TINDAKAN KARANTINA HEWAN


TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES
(ANJING, KUCING, KERA, DAN HEWAN SEBANGSANYA)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Rabies merupakan salah satu penyakit hewan tertua di dunia dan tidak
diketahui kapan penyakit rabies masuk ke Indonesia, namun penyakit rabies
pertamakali dilaporkan terjadi pada jaman penjajahan Belanda. Schorl pada tahun
1884, melaporkan penyakit rabies menyerang seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat.
Sedangkan kasus rabies pada seekor kerbau di daerah Bekasi dilaporkan Esser
pada tahun 1889. Kemudian kasus rabies pada anjing di Tangerang dilaporkan oleh
Penning pada tahun 1890. Kasus rabies pada manusia dilaporkan oleh E.de Haan,
menyerang seorang anak di desa Palimanan, Cirebon pada tahun 1894.
Berdasarkan studi retrospektif, wabah rabies di Indonesia dimulai pada tahun 1884
di Jawa Barat; tahun 1953 di Jawa Tengah; Jawa Timur; Sumatera Barat, kemudian
tahun 1956 di Sumatera Utara. Selanjutnya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara
tahun 1958; Sumatera Selatan tahun 1959; Lampung tahun 1969; Aceh tahun 1970;
Jambi; DI Yogyakarta tahun 1971; DKI Jakarta; Bengkulu dan Sulawesi Tengah
tahun 1972; Kalimantan Timur tahun 1974; Riau tahun 1975; Kalimantan Tengah
tahun 1978 dan Kalimantan Selatan tahun 1981
Sampai dengan tahun 2006 wilayah di Indonesia yang dinyatakan daerah
bebas rabies yaitu Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur
(NTT) kecuali Pulau Flores dan Lembata, Irian Jaya Barat dan Papua, pulau-pulau di
sekitar Sumatera serta Pulau Jawa. Pulau Jawa dinyatakan bebas rabies oleh
Pemerintah secara bertahap, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
No 892/Kpts/TN/560/9/97 tanggal 9 September 1997, Jawa Timur, Jawa Tengah dan
D.I. Yogyakarta dinyatakan bebas rabies diikuti tahun 2004, berdasarkan SK Menteri
Pertanian No. 566/Kpts/ PD/PD640/10/2004, DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat
dinyatakan bebas rabies, sehingga dengan demikian P. Jawa dinyatakan bebas
rabies.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Karantina Hewan maka Badan
Karantina Pertanian bertekad agar pulau-pulau/daerah yang bebas dari rabies dapat
dipertahankan tetap bebas.
Rabies disebabkan oleh virus RNA beramplop yang mengandung lemak.
Karena itu virus rabies mudah rusak bila terpapar bahan pelarut lemak (alkohol,
ether, chloroform), dan pada kasus gigitan, dianjurkan untuk mencuci luka dengan
alkohol 70%.
Rabies bersifat zoonosis yang sangat mematikan yaitu case fatality rate
(CFR) nya 100%, dapat ditularkan juga melalui jilatan pada luka atau selaput lendir
dan melalui udara (aerogen). Tindakan pencegahan pada hewan dilakukan melalui
vaksinasi dengan vaksin inaktif (killed) secara intramusculer atau intradermal dan
vaksin aktif (live virus) secara injeksi atau peroral. Hewan yang divaksinasi dan
kebal (titer antibodi > 0,5 IU/ml) tidak mengandung virus walaupun berasal dari
daerah endemik.
Kelompok masyarakat beresiko tinggi yaitu dokter hewan dan paramedis di
laboratorium virologi serta petugas karantina di daerah endemik, sebaiknya
divaksinasi dan menggunakan masker penutup hidung dan kacamata sewaktu
bertugas.
Di daerah endemik, terdapat hewan (anjing, kucing, carnivora liar) yang
bertindak sebagai carrier tanpa menunjukkan gejala klinis, terutama hewan-hewan
yang dibiarkan tidak terpelihara dengan baik dan tidak divaksinasi. Hewan carrier
tersebut harus dicegah masuk ke daerah bebas melalui peraturan perkarantinaan,
yang diatur di dalam petunjuk teknis ini.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Petunjuk Teknis ini sebagai pedoman bagi petugas karantina hewan di
lapangan dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap persyaratan
dan tindakan karantina bagi lalulintas pemasukan dan pengeluaran Hewan Penular
Rabies.
1.3.

RUANG LINGKUP

Petunjuk Teknis ini menjelaskan sistem pengawasan karantina hewan


terhadap Hewan Penular Rabies, persyaratan dan tindakan karantina hewan serta
prosedur teknis pemeriksaan terhadap Hewan Penular Rabies yang berlaku untuk
pemasukan (impor dan antar area) dan pengeluaran (ekspor dan antar area), baik
yang dilakukan untuk keperluan penelitian, komersial (perdagangan) atau keperluan
lainnya oleh semua pihak.

1.4.

DEFINISI

Dalam Petunjuk Teknis ini yang dimaksud dengan :


1. Penyakit Anjing Gila yang selanjutnya disebut Penyakit Rabies adalah
penyakit hewan menular yang bersifat akut dan menyerang susunan syaraf
pusat, disebabkan oleh Rhabdo virus yang dapat menyerang semua hewan
yang berdarah panas dan juga menyerang manusia;
2. Hewan Penular Rabies yang selanjutnya disebut HPR adalah hewan-hewan
yang tergolong sebagai hewan yang dapat menularkan rabies baik kepada
sesama hewan maupun kepada manusia, yang terdiri dari anjing, kucing,
kera dan hewan sebangsanya.
3. Hewan Sebangsanya adalah semua hewan (satwa) liar yang dapat
bertindak sebagai pembawa penyakit rabies (carier) dan terjangkit serta
menularkan rabies;
4. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina
adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya
hama dan penyakit hewan karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke
area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
5. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Petugas Karantina
adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan
karantina berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Wabah Rabies adalah kejadian rabies disuatu negara/daerah asal HPR atau
letupan (out break) rabies yang meluas secara cepat disuatu negara/daerah
HPR yang semula dikategorikan endemic berdasarkan informasi dari OIE
atau dari sumber lainnya.
7. Negara/Daerah yang dinyatakan bebas rabies adalah negara/daerah yang
belum pernah tertular rabies; negara/daerah yang tertular rabies dan dalam
12 bulan terakhir tidak ada kasus rabies dan tidak melakukan vaksinasi;
atau negara/daerah yang tertular rabies tetapi melaksanakan vaksinasi dan
dalam 12 bulan berikutnya tanpa vaksinasi tidak terjadi kasus rabies;
8. Negara/Daerah yang dinyatakan tertular (endemic / enzootic) rabies adalah
negara/daerah dimana masih terjadi kasus rabies; dan dalam 30 hari sejak
kasus rabies terakhir tidak ada lagi kasus serta belum dinyatakan bebas
rabies.
9. Negara/Daerah yang dinyatakan wabah rabies adalah negara/daerah yang
semula berstatus bebas rabies kemudian terjadi kasus rabies; atau
negara/daerah yang semula berstatus tertular rabies kemudian terjadi
letupan (outbreak) rabies yang meluas secara cepat.
10. Pemasukan adalah memasukkan HPR dari luar negeri ke dalam wilayah
Negara Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam
wilayah Negara Republik Indonesia.
3

11. Pengeluaran adalah mengeluarkan HPR dari wilayah Negara Republik


Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia.
12. Dokumen Persyaratan Karantina Hewan adalah sertifikat kesehatan dari
negara/area asal (health certificate), surat keterangan asal (certificate of
origin), Pasport hewan dan surat keterangan mutasi/transit;Surat
Persetujuan Pemasukan/ Surat Rekomendasi Pemasukan;
13. Surat Persetujuan Pemasukan yang selanjutnya disebut SPP adalah
Keputusan Pemberian Persetujuan Pemasukan (izin) yang diberikan
kepada peorangan atau badan hukum oleh Menteri Pertanian ataupejabat
yang ditunjuk.
14.Surat Rekomendasi Pemasukan adalah surat rekomendasi pemasukan
dari Dinas Peternakan Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang
membidangi Peternakan atau Kesehatan Hewan/ Kesehatan Masyarakat
Veteriner di daerah tujuan;

BAB II
PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS
PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES
2.1.

A.

PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN


HPR DARI LUAR NEGERI YANG BEBAS RABIES

Dari Luar Negeri


Dari negara bebas rabies sesuai dengan Lampiran Keputusan
Menteri Pertanian No. 1096 Tahun 1999 yang dapat diperbaharui
sesuai perkembangan status bebas rabies dunia;

B.

Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki


(i)

Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat


berwenang di negara asal dan negara transit;

(ii)

Surat Persetujuan Pemasukan;

(iii)

Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam


bahasa inggris yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di
negara asal yang memuat antara lain telah berada atau dipelihara
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di negara asal sebelum
diberangkatkan, dan hewan sekurang-kurangnya telah berumur 6
(enam) bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam)
minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui
pada saat diberangkatkan.
Pasport mencantumkan informasi
sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna
bulu, umur/tanggal lahir dan penanda identitas; atau memiliki

(iv)

Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik


(microchip). Bila microchip yang digunakan tidak sesuai dengan
alat baca pada pelabuhan/bandara pemasukan, maka pemilik atau
kuasa pemilik harus menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk
microchip tersebut.

(v)

Hewan yang akan masuk ke wilayah/daerah bebas rabies di


Indonesia diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies.
Apabila harus transit maka harus ada persetujuan dari Menteri
Pertanian Cq. Dirjen Peternakan dan otoritas veteriner di negara
transit memberikan keterangan transit;

(vi)

Surat keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan


vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan
vaksin inaktif, yang diberikan :
-

untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer),


sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun
sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur
5

minimal 3 (tiga) bulan;


-

untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau


tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;

(vii)
Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara
asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6
bulan setelah vaksinasi DARI LABORATORIUM YANG TELAH
DIAKREDITASI;

C.

Ketentuan Vaksinasi
(1) Bila di negara asal bebas rabies dan wilayah/daerah tujuan tidak ada
kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan tidak dilakukan
vaksinasi;
(2) Bila di negara asal bebas rabies tidak ada kegiatan vaksinasi
sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka
hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah
tujuan;
(3) Bila di negara asal bebas rabies dan di wilayah/daerah tujuan ada
kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan
vaksinasi di negara asal;
(4) Bila di negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi sedangkan di
wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang
dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di negara asal;
(5) Vaksinasi di negara asal bebas rabies sekurang-kurangnya dilakukan
30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum
diberangkatkan;
(6) Dengan uji Serum Netralisasi (SN Test) memiliki titer antibodi rabies
kurang dari 0,1 IU /ml (< 0,1 IU/ml ) dari negara asal bebas rabies tidak
ada kegiatan vaksinasi ; dan lebih besar atau sama dengan 0,5 IU/ml
( 0,5 IU/ml ) dari negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi;
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina
Pertanian;

2.2. PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HPR


ANTAR WILAYAH/DAERAH DI INDONESIA ( ANTAR AREA )

2.2.1. Dari Wilayah /Daerah Bebas Ke Wilayah/Daerah Bebas Rabies


A. Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki
(i)

Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat


berwenang di wilayah/daerah asal;
6

(ii)

Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas Peternakan


Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan
atau
Kesehatan
Hewan/Kesehatan
Masyarakat
Veteriner
wilayah/daerah tujuan;

(iii)

Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan yang


dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di wilayah/daerah asal
yang memuat antara lain tidak dalam keadaan bunting umur 6
(enam) minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang
menyusui pada saat diberangkatkan.
Pasport mencantumkan
informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin,
warna bulu, umur/tanggal lahir dan penanda identitas;

(iv)

Surat keterangan vaksinasi bagi wilayah/daerah yang


melaksanakan vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi
menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan :

(v)

untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer),


sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun
sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur
minimal 3 (tiga) bulan;

untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau


tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;

Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari daerah


asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6
bulan setelah vaksinasi DARI LABORATORIUM YANG TELAH
DIAKREDITASI;

B. Ketentuan Vaksinasi
(1) Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies dan wilayah/daerah tujuan tanpa
vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan tidak dilakukan vaksinasi;
(2) Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies tanpa kegiatan vaksinasi
sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan
yang dilalulintaskan divaksinasi di wilayah/daerah tujuan;
(3) Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies dan di wilayah/daerah tujuan ada
kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di
wilayah/daerah asal;
(4) Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi sedangkan
di wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang
dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah asal;
(5) Vaksinasi di wilayah/daerah asal bebas rabies sekurang-kurangnya
dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum
diberangkatkan;
(6) Dengan uji Serum Netralisasi (SN Test) memiliki titer antibodi rabies kurang
dari 0,1 IU /ml (< 0,1 IU/ml ) dari wilayah/daerah asal bebas rabies tidak ada
7

kegiatan vaksinasi ; dan lebih besar atau sama dengan 0,5 IU/ml ( 0,5
IU/ml ) dari wilayah/daerah asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi; oleh
laboratorium yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian;

2.2.2. Dari Wilayah/Daerah Bebas Ke Wilayah/Daerah Endemis Rabies


A. Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki
(i)

Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat


berwenang di wilayah/daerah asal;

(ii)

Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas Peternakan


Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan
atau
Kesehatan
Hewan/Kesehatan
Masyarakat
Veteriner
wilayah/daerah tujuan;

(iii)

Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan yang


dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di daerah asal yang
memuat antara lain tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam)
minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui
pada saat diberangkatkan.
Pasport mencantumkan informasi
sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu,
umur/tanggal lahir dan penanda identitas;

(iv)

Surat keterangan vaksinasi bagi daerah yang melaksanakan


vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin
inaktif, yang diberikan :

(v)

untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer),


sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun
sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur
minimal 3 (tiga) bulan;

untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau


tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;

Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari daerah


asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6
bulan setelah vaksinasi DARI LABORATORIUM YANG TELAH
DITUNJUK/DITETAPKAN OLEH PEMERINTAH;

B. Ketentuan Vaksinasi
(1)

Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies tanpa


kegiatan vaksinasi sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan
vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan divaksinasi di
wilayah/daerah tujuan;

(2)

Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies dan di


wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang
dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah asal;

(3)

Vaksinasi di wilayah/daerah asal bebas rabies


sekurang-kurangnya dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1
(satu) tahun sebelum diberangkatkan;

2.2.3. Dari Wilayah /Daerah Endemis Ke Wilayah/Daerah Endemis Rabies


A. Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki
(i)

Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat


berwenang di wilayah/daerah asal;

(ii)

Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas Peternakan


Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan
atau Kesehatan Hewan/Kesehatan Masyarakat Veteriner daerah
tujuan;

(iii)

Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan yang


dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di wilayah/daerah asal yang
memuat antara lain tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam)
minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui
pada saat diberangkatkan.
Pasport mencantumkan informasi
sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu,
umur/tanggal lahir dan penanda identitas;

(iv)

Surat keterangan vaksinasi yang menerangkan


vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan :

(v)

bahwa

untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer),


sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun
sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur
minimal 3 (tiga) bulan;

untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau


tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;

Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari daerah


asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6
bulan setelah vaksinasi DARI LABORATORIUM YANG TELAH
DITUNJUK/DITETAPKAN OLEH PEMERINTAH;

B. Ketentuan Vaksinasi
Vaksinasi di wilayah/daerah asal endemis rabies sekurang-kurangnya
dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum
diberangkatkan;

BAB III
TINDAKAN KARANTINA HEWAN
3.1. DARI LUAR NEGERI

3.1.1. TINDAKAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HPR


DARI LUAR NEGERI YANG BEBAS RABIES
a. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Dokumen Persyaratan Karantina
Diperlukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran isi, dan
keabsahan dokumen
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan fisik :
(i)
Pemeriksaan terhadap temperamen hewan
(ii)
Pemeriksaan temperatur tubuh, denyut nadi, frekuensi
pernapasan, selaput lendir
(iii)
Pengamatan dan Pemeriksaan terhadap gejala klinis rabies
adalah sebagai berikut :
Gejala penyakit antara lain :
1. Hewan mencari tempat yang dingin, suka menyendiri, mati
mendadak;
2. Agresif dan nervous;
3. Menyerang apa saja disekitarnya;
4. Memakan barang yang tidak lazim (tanah, batu dan kayu/pika);
5. Refleks kornea berkurang/hilang, pupil meluas dan kornea
kering, tonus urat daging bertambah (sikap siaga/kaku);
6. Mata keruh dan selalu terbuka diikuti inkoordinasi dan konvulsi;
7. Kornea kering dan mata terbuka dan kotor;
8. Paralise, semua refleks hilang, konvulsi dan mati.

b. PENGASINGAN
Dilakukan pengasingan di Instalasi Karantina Hewan yang telah
ditetapkan selama minimal 14 hari dan atau kurang dari 14 hari bagi yang
titer antibodinya 0,5 IU/ml atau lebih bila berasal dari negara bebas
dengan vaksinasi, atau titer 0 (nol) bila berasal dari negara bebas tanpa
vaksinasi.
Bila terdapat kecurigaan terhadap penyakit selain rabies, maka dilakukan
pengasingan di Instalasi Karantina Hewan.
10

c. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang timbul
selama masa pengasingan;
d. PERLAKUAN
(i).

Untuk negara asal yang melakukan vaksinasi dengan vaksin


inaktif, titer antibodi minimal 0,5 IU/ml ( 0,5 IU/ml). Bila kurang dari 0,5
IU/ml dilakukan vaksinasi ulang bagi hewan yang akan masuk ke wilayah
bebas dengan vaksinasi (pulau Jawa) atau wilayah endemis.

(ii).

Untuk negara yang tidak melaksanakan vaksinasi, bila hewan


akan masuk ke wilayah bebas dengan vaksinasi atau wilayah endemis
maka wajib dilakukan vaksinasi.

(iii).

Untuk negara yang tidak melaksanakan vaksinasi, bila hewan


akan masuk ke wilayah bebas tanpa kegiatan vaksinasi, maka tidak perlu
divaksin (titer antibodi nol (0)).

e. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(i)

Dilakukan pengambilan sampel berupa serum


darah untuk pemeriksaan laboratorium.

(ii)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan


pemeriksaan antibodi rabies dengan menggunakan metoda uji Serum
Netralisasi atau SN Test atau ELISA Test dengan hasil test dalam
bentuk IU/ml.

f. PENOLAKAN
(i)

Bila dokumen tidak


dipersyaratkan, maka dilakukan penolakan.

sesuai

dengan

yang

(ii)

Bila hewan berasal dari negara bebas yang


tidak melaksanakan kegiatan vaksinasi terdapat antibodi 0,1 IU/ml
maka dilakukan penolakan.

(iii)

Untuk hewan yang berasal dari negara bebas


yang melaksanakan kegiatan vaksinasi dan akan masuk ke daerah bebas
tanpa vaksinasi, maka dilakukan penolakan bila terdapat antibodi < 0,5
IU/ml.

g. PEMUSNAHAN
(i). Bila setelah penolakan tidak segera meninggalkan wilayah RI, serta batas
waktu penahanan karena dokumen yang menyertai tidak lengkap sesuai
11

dengan ketentuan yang berlaku telah habis dan dokumen tidak dapat
dilengkapi, maka dilakukan tindakan pemusnahan.
(ii). Bila selama pengamatan hewan menunjukkan gejala rabies maka
dilakukan pemusnahan di bawah pengawasan dokter hewan karantina,
disaksikan oleh instansi terkait dan pemilik sesuai peraturan perundangan
yang berlaku.
h. PEMBEBASAN
Bila dokumen persyaratan lengkap, titer antibodi minimal 0,5 IU/ml ( 0,5
IU/ml) dan selama pengamatan tidak menunjukkan gejala rabies serta
hewan dinyatakan sehat oleh dokter hewan karantina dilakukan
pembebasan
3.2. TINDAKAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HPR
ANTAR AREA DALAM WILAYAH INDONESIA YANG BEBAS RABIES

3.2.1. Dari wilayah/daerah asal bebas ke wilayah/daerah tujuan bebas Rabies


a. PEMERIKSAAN :
Pemeriksaan dokumen
Diperlukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran isi, dan
keabsahan dokumen
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan fisik :
(i)
Pemeriksaan terhadap temperamen hewan
(ii)
Pemeriksaan temperatur tubuh, denyut nadi,
frekuensi pernapasan, selaput lendir
(iii)
Pengamatan dan Pemeriksaan terhadap gejala
klinis rabies adalah sebagai berikut :
Gejala penyakit antara lain :
1.
Hewan mencari tempat yang dingin, suka menyendiri,
mati mendadak;
2.
Agresif dan nervous;
3.
Menyerang apa saja disekitarnya;
4.
Memakan barang yang tidak lazim (tanah, batu dan
kayu/pika);
5.
Refleks kornea berkurang/hilang, pupil meluas dan
kornea kering, tonus urat daging bertambah (sikap
siaga/kaku);
6.
Mata keruh dan selalu terbuka diikuti inkoordinasi dan
konvulsi;
12

7.
8.

Kornea kering dan mata terbuka dan kotor;


Paralise, semua refleks hilang, konvulsi dan mati.

13

b. PENGASINGAN
Dilakukan pengasingan di Instalasi Karantina Hewan yang telah
ditetapkan minimum selama 14 (empat belas) hari dan atau kurang dari 14
(empat belas) hari bagi yang titer antibodi 0,5 IU/ml atau lebih ( 0,5 IU/ml)
bila berasal dari daerah bebas rabies dengan vaksinasi. Atau titer antibodi
0 (nol) bila berasal dari daerah bebas tanpa vaksinasi.
c. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang timbul
selama masa pengasingan
d. PERLAKUAN
Vaksinasi dilakukan sesuai dengan ketentuan vaksinasi.
e. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(i)

Dilakukan pengambilan sampel berupa serum


darah untuk pemeriksaan laboratorium.

(ii)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan


pemeriksaan antibodi rabies dengan menggunakan metoda uji Serum
Netralisasi atau SN Test atau ELISA Test dengan menggunakan
hasil uji IU/ml;

(iii)

Pemeriksaan dapat dilakukan di laboratorium


yang ditunjuk oleh Badan Karantina Pertanian

f. PENOLAKAN
(i). Bila dokumen tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka
dilakukan penolakan.
(ii). Untuk hewan yang berasal dari daerah bebas yang
melaksanakan kegiatan vaksinasi dan akan masuk ke daerah
bebas tanpa vaksinasi, maka dilakukan penolakan bila terdapat
antibodi < 0,5 IU/ml.
g. PEMUSNAHAN
(i). Bila setelah penolakan tidak segera meninggalkan wilayah/daerah
pemasukan, serta batas waktu penahanan karena dokumen yang
menyertai tidak lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku telah
habis dan dokumen tidak dapat dilengkapi, maka dilakukan tindakan
pemusnahan.

14

(ii). Bila selama pengamatan hewan menunjukkan gejala rabies maka


dilakukan pemusnahan di bawah pengawasan dokter hewan karantina,
disaksikan oleh instansi terkait dan pemilik sesuai peraturan perundangan
yang berlaku.
h. PEMBEBASAN
Bila dokumen persyaratan lengkap, titer antibodi minimal 0,5 IU/ml dan
selama pengamatan tidak menunjukkan gejala rabies serta hewan
dinyatakan sehat oleh dokter hewan karantina dilakukan pembebasan
3.2.2. Dari Wilayah/Daerah Asal Bebas Rabies Ke Wilayah/Daerah Tujuan
Endemis Rabies
a. PEMERIKSAAN :
Pemeriksaan dokumen
Diperlukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran isi, dan
keabsahan dokumen
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan fisik :
(iv)
Pemeriksaan terhadap temperamen hewan
(v)
Pemeriksaan temperatur tubuh, denyut nadi,
frekuensi pernapasan, selaput lendir
(vi)
Pengamatan dan Pemeriksaan terhadap gejala
klinis rabies adalah sebagai berikut :
Gejala penyakit antara lain :
1.
Hewan mencari tempat yang dingin, suka menyendiri,
mati mendadak;
2.
Agresif dan nervous;
3.
Menyerang apa saja disekitarnya;
4.
Memakan barang yang tidak lazim (tanah, batu dan
kayu/pika);
5.
Refleks kornea berkurang/hilang, pupil meluas dan
kornea kering, tonus urat daging bertambah (sikap
siaga/kaku);
6.
Mata keruh dan selalu terbuka diikuti inkoordinasi dan
konvulsi;
7.
Kornea kering dan mata terbuka dan kotor;
8.
Paralise, semua refleks hilang, konvulsi dan mati.
b. PENGASINGAN
Dilakukan pengasingan di Instalasi Karantina Hewan yang telah
ditetapkan minimum selama 14 (empat belas) hari.
15

16

c. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang timbul
selama masa pengasingan
d. PERLAKUAN
Vaksinasi dilakukan sesuai dengan ketentuan vaksinasi.
e. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(i)

Dilakukan pengambilan sampel berupa serum


darah untuk pemeriksaan laboratorium.

(ii)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan


pemeriksaan antibodi rabies dengan menggunakan metoda uji Serum
Netralisasi atau SN Test atau ELISA Test dengan hasil uji IU/ml;

(iii)

Pemeriksaan dapat dilakukan di laboratorium


yang ditunjuk oleh Badan Karantina Pertanian

f. PENOLAKAN
Bila dokumen tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka
dilakukan penolakan.
g. PEMUSNAHAN
(i). Bila setelah penolakan tidak segera meninggalkan wilayah/daerah
pemasukan, serta batas waktu penahanan karena dokumen yang
menyertai tidak lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku telah
habis dan dokumen tidak dapat dilengkapi, maka dilakukan tindakan
pemusnahan.
(ii). Bila selama pengamatan hewan menunjukkan gejala rabies maka
dilakukan pemusnahan di bawah pengawasan dokter hewan karantina,
disaksikan oleh instansi terkait dan pemilik sesuai peraturan perundangan
yang berlaku.
h. PEMBEBASAN
Bila dokumen persyaratan lengkap, titer antibodi minimal 0,5 IU/ml dan
selama pengamatan tidak menunjukkan gejala rabies serta hewan
dinyatakan sehat oleh dokter hewan karantina dilakukan pembebasan

17

3.2.3. Dari Wilayah/Daerah Asal Endemis Ke Wilayah/Daerah Tujuan Endemis


Rabies
a. PEMERIKSAAN :
Pemeriksaan dokumen
Diperlukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran isi, dan
keabsahan dokumen
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan fisik :
(i)
Pemeriksaan terhadap temperamen hewan
(ii)
Pemeriksaan temperatur tubuh, denyut nadi, frekuensi
pernapasan, selaput lendir
(iii)
Pengamatan dan Pemeriksaan terhadap gejala klinis rabies
adalah sebagai berikut :
Gejala penyakit antara lain :
1. Hewan mencari tempat yang dingin, suka menyendiri, mati
mendadak;
2. Agresif dan nervous;
3. Menyerang apa saja disekitarnya;
4. Memakan barang yang tidak lazim (tanah, batu dan
kayu/pika);
5. Refleks kornea berkurang/hilang, pupil meluas dan kornea
kering, tonus urat daging bertambah (sikap siaga/kaku);
6. Mata keruh dan selalu terbuka diikuti inkoordinasi dan
konvulsi;
7. Kornea kering dan mata terbuka dan kotor;
8. Paralise, semua refleks hilang, konvulsi dan mati.
b. PENGASINGAN
Bila semua dokumen persyaratan lengkap, maka dilakukan pengasingan
minimum selama 14 (empat belas) hari di Instalasi Karantina Hewan dan
dilanjutkan di tempat pemilik selama 6 (enam) bulan dibawah pengawasan
dokter hewan yang berwenang.
c. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang timbul
selama masa pengasingan
d. PERLAKUAN
Untuk daerah asal yang melakukan vaksinasi dengan vaksin inaktif,
titer antibodi minimal 0,5 IU/ml ( 0,5 IU/ml). Bila kurang dari 0,5
18

IU/ml dilakukan penahanan, pengamatan dan vaksinasi ulang sampai


mencapai titer 0,5 IU/ml di instalasi karantina hewan.
e. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(i)

Dilakukan pengambilan sampel berupa serum darah untuk


pemeriksaan laboratorium.

(ii)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan


antibodi rabies dengan menggunakan metoda uji Serum Netralisasi
atau SN Test atau ELISA Test dengan hasil uji IU/ml;

f. PENOLAKAN
Bila dokumen tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka
dilakukan penolakan.
g. PEMBEBASAN
Bila dokumen persyaratan lengkap, titer antibodi minimal 0,5 IU/ml ( 0,5
IU/ml) dan selama pengamatan tidak menunjukkan gejala rabies serta
hewan dinyatakan sehat oleh dokter hewan karantina dilakukan
pembebasan
h. PEMUSNAHAN
Bila selama pengamatan menunjukkan gejala rabies maka dilakukan
pemusnahan dibawah pengawasan Dokter Hewan Karantina.

19

BAB IV
PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL

4.1.

PENGAMBILAN SAMPEL

4.1. 1. Pengambilan Sampel Darah


Pengambilan darah ditujukan untuk mendapatkan serum sebagai bahan
untuk pemeriksaan kandungan antibodi rabies dari hewan yang telah
divaksinasi. Darah anjing sebanyak 1 - 2 ml diambil dari vena femoralis kaki
belakang atau vena saphena kaki depan dengan menggunakan spuit steril
berukuran 2,5 ml. Spuit yang tela berisi darah kemudian dibiarkan pada suhu
luar sampai terjadi pemisahan antara serum dan bekuan sel darah. Cairan
serum yang sudah terpisahkan dari bekuan darah ini kemudian dipindahkan
ke dalam tabung gelas/plastik (tabung venoject/ampul) yang steril. Tabung
yang berisi cairan serum tadi kemudian disimpan dalam boks/kotak dengan
suhu dingin (berisi batu es), atau langsung dimasukkan ke dalam freezer
suhu -20 oC sampai serum tersebut digunakan atau diuji. Sebelum digunakan
untuk pengujian, cairan serum diinaktivasi terlebih dahulu dengan cara
menempatkan tabung berisi serum tadi pada mesin penghangat air
(waterbath) dengan suhu 56 oC untuk selama 30 menit.

4.1.2. Pengambilan Sampel Otak Anjing


Pengambilan otak anjing ditujukan untuk mendapatkan bagian dari otak
(dasar cerebellum, hippocampus, cortex dan medulla oblongata) sebagai
bahan uji untuk pemeriksaan adanya virus rabies pada hewan tersangka.
Otak anjing diambil dengan cara sebagai berikut: kepala anjing yang telah
mati dipotong dengan menggunakan pisau tajam pada bagian lehernya
(antara tulang leher pertama dengan tulang kepala) sehingga terlihat foramen
occipitale. Dengan menggunakan sedotan limun (straw) berdiameter 5 mm,
sedotan limun tadi ditusukkan (sambil diputar-putar) ke kepala melalui
foramen occipitale tadi dengan arah ke bagian mata. Selanjutnya sedotan
limun ditarik kembali keluar secara perlahan. Pada ujung sedotan limun tadi
akan diperoleh bagian jaringan jaringan otak (dasar cerebellum,
hippocampus, cortex dan medulla oblongata). Bagian sedotan limun yang
mengandung jaringan otak kemudian dipotong dan dimasukkan ke dalam
tabung gelas/plastik yang berisi bahan pengawet (formalin atau 50% gliserin
dalam PBS). Tabung tersebut kemudian diberi tanda (nomor spesimen, jenis
spesimen, spesies, bahan pengawet, lokasi dan tanggal pengambilan, pemilik
anjing dll). Tabung tadi kemudian disimpan dalam boks/kotak dengan suhu
dingin (berisi batu es), atau di freezer pada suhu -20 oC sampai dilakukan
pengujian. Untuk tabung sampel yang berisi bahan pengawet formalin,
boks/kotak penyimpanan tidak perlu dingin/berisi batu es.
20

4.2.

PENGIRIMAN SAMPEL

4.2. 1. Pengiriman Sampel Serum

Bila pengujian serum harus diperiksa pada laboratorium penguji yang


lokasinya cukup jauh, maka sampel serum harus dikirim dalam keadaan
dingin dan aman agar sampel serum tidak rusak, dengan cara sebagai
berikut: tabung yang berisi sampel serum ditempatkan pada rak tabung yang
kokoh (tidak mudah lepas), lalu rak tabung tadi disimpan dalam boks/kotak
kedap dan dingin (berisi batu es atau es kering/dry ice) dengan ukuran yang
cukup dan diperkirakan jumlah batu es/es kering dapat membuat sampel
serum tetap dingin sampai di tempat tujuan. Bila dikhawatirkan terjadi
goncangan yang dapat membuat pecahnya tabung serum, maka tabung
serum dapat terlebih dahulu dibungkus dengan kapas/bahan lainnya (sebagai
pelindung goncangan). Kotak pengiriman sampel serum diberi tanda/label
yang jelas, termasuk alamat pengirim dan tempat tujuan.

4.2. 2. Pengiriman Sampel Otak


Bila pengujian serum harus diperiksa pada laboratorium penguji yang
lokasinya cukup jauh, maka sampel otak harus dikirim dalam keadaan dingin
dan aman agar sampel otak tidak rusak dan tidak tercecer mengkontaminasi
lingkungan, dengan cara sebagai berikut: tabung gelas/plastik yang berisi
sampel otak pertama dibungkus dengan kapas/bahan lainnya (sebagai
pelindung goncangan) dan kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam
kotak yang lebih besar dan kokoh atau kaleng. Kaleng tersebut kemudian
dibungkus kapas/kain secukupnya dan dimasukkan ke dalam kotak yang
lebih besar (boks es atau stereoform) yang berisi bahan pendingin (batu es
atau es kering/dry ice). Kotak tersebut diberi tanda, selain jenis spesimen,
spesies, bahan pengawet, lokasi dan tanggal pengambilan, pengirim dll., juga
ditulis BAHAN BIOLOGIS BERBAHAYA - RABIES. Untuk tabung sampel
yang berisi bahan pengawet formalin, boks/kotak penyimpanan tidak perlu
dingin. Perlu diperhatikan bahwa tabung, kaleng penyimpan tabung atau boks
tidak boleh bocor dan tetap utuh selama dalam pengiriman.

21

4.3.

PENGUJIAN SAMPEL

4.3.1. Pengujian Sampel Serum

4.3.1.1. Uji Netralisasi Virus pada Biakan Sel (Fluorescent Antibody Virus
Neutralisasi Test/FAVNT)

Prinsip :
Prinsip dari uji ini adalah reaksi netralisasi in vitro dengan virus yang titernya
konstan. Virus rabies yang digunakan adalah galur CVS yang sudah
beradaptasi pada biakan sel BHK 2l Clone 13. Penetapan titer serum
adalah enceran tertinggi serum yang menetralkan 100% virus pada 50%
dari jumlah ulangan lubang-lubang uji. Titer serum dinyatakan dalam IU/ml
(International Unit) dengan cara membandingkannya
dengan serum
standar pada kondisi uji yang sama pada saat itu. Serum standar (hewan
anjing) yaitu dari OIE atau serum standar (orang) dari WHO). FAVNT ini
dikerjakan pada lempeng mikro (microplate) yang berisi 96 lubang dengan
alas datar dan steril.
Alat penting yang diperlukan :
a.

Inkubator dengan suhu 37C dengan 5% CO2,

b.

Laminar cabinet,

c.

Mikroskop fluoresensi.

Reagensia dan bahan-bahan biologik:


Larutan PBS pH 7,2 tanpa Ca 2+ dan Mg2+ , disimpan

a.
pada suhu 4C,
b.

Trypsin ethylen diamin tetra acetic acid (EDTA)

c.

Aseton 80% (high grade, diencerkan dengan air


deionised, disimpan pada suhu 4C),

d.

Dulbecco Modified Eagles Medium (DMEM) + 10%


Fetal Bovine Serum (FBS),

e.

Konjugat anti rabies FITC,

f.

Biakan sel lestari BHK21 (C13),

g.

Virus rabies CVS -11 (ATCC VR 959),

h.

Serum rabies standar dari WHO (sebelum dipakai


diencerkan menjadi 0,5 IU/ml),
22

i.

Serum rabies standar (OIE) diencerkan menjadi 0,5


IU/ml dengan air deionised atau air suling,

j.

Serum negatif rabies,

k.

Bahan/media penyimpanan sampel

Prosedur uji:
a. Sediakan sedikitnya 2 lempeng mikro (microplate), masing-masing
lempeng mikro dibuat pola sedemikian rupa sehingga lempeng mikro 1
berperan sebagai sebagai kontrol dan lempeng mikro 2 atau selebihnya
berperang sebagai tempat sera uji,
b. Media (DMEM + 10% FCS) ditambahkan pada setiap lubang, lempeng
mikro kontrol (1) : lubang pada baris 1 sampai 4 dan sel A9 sampai A12
sebanyak 150 ul; lempeng mikro uji (2, 3 dst) : lubang baris 6 dan 12
ditambahkan 200 ul; lubang yang lainnya sebanyak 100 ul,
c. Serum ditambahkan mengikuti pola yang telah ditetapkan pada lempeng
mikro, yaitu sebanyak 50 ul,
d. Kemudian serum diencerkan sebagai berikut: dengan menggunakan
pipet mikro multi campuran media dan serum (enceran pertama)
dihomogenkan dengan cara mengocoknya minimal 8 kali (sucking in and
out), kemudian pindahkan sebanyak 50 ul ke lubang berikutnya, begitu
selanjutnya sampai pada tabung terakhir. Pada tabung terakhir
sebanyak 50 ul enceran media dan serum dibuang,
e. Kemudian tambahkan pada setiap lubang pada plat uji sera (plat 2, 3
dst) dengan 50 ul virus yang telah diukur mengandung 100TCID50/ml,
f. Lempeng mikro kemudian ditempatkan (inkubasi) pada inkubator suhu
37 oC dengan kandungan 5% CO2 selama 1 jam,
g. Kemudian tambahkan pada setiap lubang dengan suspensi sel (BHK21
berumur 3 hari) sebanyak 50 ul yang mengandung 4X105 sel/ml,
h. Lempeng mikro kemudian ditempatkan (inkubasi) pada inkubator suhu
37 oC dengan kandungan 5% CO2 selama 48 jam,
i. Setelah inkubasi selama 48 jam, cairan medium dalam setiap lubang
dibuang, lubang pada lempeng mikro dicuci (rinsed) 1 kali dengan PBS
pH 7,2, dan kemudian dicuci satu kali dengan 80% aseton.
j. Kemudian lubang pada lempeng mikro difiksasi dengan 80% aseton
pada suhu kamar untuk selama 30 menit, dan akhirnya dikeringkan
pada suhu kamar sekurang-kurangnya selama 1 jam.
k. Setiap lubang pada plat mikro kemudian ditambahkan 50 ul FITC anti
rabies konjugat (enceran optimal memberikan reaksi terbaik), digoyang
23

secara perlahan dan diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 30 menit.


Setelah itu kelebihan cairan FITC dibuang dan dicuci (rinsed) sebanyak
2 kali dengan cairan PBS. Kelebihan cairan PBS kemudian dibuang
dengan cara membalikkan lempeng mikro pada kertas saring yang
diletakkan di atas meja (bench),
l. Hasil uji diperiksa di bawah Mikroskop Fluorescen,
m. Jika D50 dari serum yang diuji lebih kecil dari D50 serum standar positif
yang mengandung 0,50 IU/ml, maka titer serum uji kurang dari 0,5 IU/ml;
sebaliknya jika D50 dari serum yang diuji lebih besar dari D50 serum
standar positif yang mengandung 0,50 IU/ml, maka titer serum uji lebih
besar atau sama dengan 0,5 IU/ml
Dengan FAVNT, titer serum dinyatakan protektif jika mencapai 0,5
IU/ml.

4.3.2. Pengujian Sampel Otak Anjing


4.3.2.1. Pengujian Sampel Otak dengan Fluorescent Antibody Technique (FAT)

Prinsip :
Prinsip dari uji ini adalah terbentuknya ikatan antara antigen (virus rabies)
dengan spesifik antibodi virus rabies yang telah dikonjugasi dengan zat
fluorescen sehingga tampak agregat yang berpendar hijau (fluorescensi)
pada sampel yang diamati dengan menggunakan mikroskop flurorescen.
Alat penting yang diperlukan :
a. Laminar flow cabinet,
b. Mikroskop fluoresensi.

Reagensia dan bahan-bahan biologik:


a. Larutan PBS pH 7,2 tanpa Ca2+ dan Mg2+, disimpan pada suhu 4C,
b. Aseton (high grade),
c. Konjugat anti rabies FITC,
d. Kontrol otak positif rabies,
e. Kontrol otak negatif rabies.

Prosedur uji:
24

1.

Buat sekurang-kurangnya 4 slide preparat; 2 preparat


ulas (smear) dan 2 preparat tekan (gerusan) dari sampel otak segar
(mengandung dasar cerebellum, hippocampus, cortex dan medulla
oblongata) setipis mungkin pada gelas slide. Disamping itu buat slide
preparat dari otak yng mengandung virus rabies dan otak yang tidak
mengandung virus rabies sebagai pembanding/kontrol positif dan
negatif,

2.

Bila sampel otak telah diawetkan dalam 50% gliserol


PBS, maka preparat dicuci beberapa kali dengan PBS untuk
menghilangkan gliserol yang dapat menutupi fluoresensi,

3.

Preparat kemudian dikeringkan dengan cara


dihembuskan angin (diangin-angin), lalu dimasukkan ke dalam coplin jar
(kontainer) yang mengandung aseton dingin (preparat terendam) dan
simpan di dalam freezer -15 oC samapi -20 oC untuk selama 2 4 jam,

4.

Preparat kemudian diangkat dari rendaman aseton


dingin lalu dikeringkan (diangin-angin),

5.

Setelah preparat kering, buat garis demarkasi


melingkar pada lokasi lapisan sampel yang tipis sepanjang 2,5 cm
dengan menggunakan pensil lilin (wax marking pencil) sebanyak 2 buah
lokasi per slide. Demikian juga dengan slide preparat kontrol
diperlakukan sama seperti slide preparat sampel,

6.

Teteskan konjugat anti rabies FITC sebanyak 2 tetes


pada lokasi yang didemarkasi. Usahakan cairan konjugat tersebar
secara merata menutupi lokasi demarkasi,

7.

Tempatkan slide preparat tadi secara horisontal pada


rak yang datar di atas baki yang cukup mengandung air, baki ditutup dan
lalu ditempatkan di dalam inkubator dengan suhu 37 oC selama 30
menit,

8.

Setelah selesai masa inkubasi, slide preparat


kemudian di rendam dalam PBS pH 7,4, kemudian di cuci (rinse) dengan
meneteskan cairan PBS sehingga menutupi preparat sebanyak 2 kali
masing-masing untuk selama 10 menit,

9.

Slide preparat kemudian dipindahkan dan dikeringkan


dengan cara menempatkannya secara vertikal,

10.

Setelah slide preparat kering, tambahkan 1 tetes 50%


gliserol bufer pH 7,6 di atasnya, tutup dengan coverslips pada lokasi
yang akan diamati, lalu amati di bawah mikroskop fluorescen,

11.

Slide preparat kontrol positif dan slide preparat


sampel yang mengandung virus rabies akan berwarna fluorescen hijau
terang (apple green) atau struktur hijau-kekuningan dengan ukuran yang
25

bervariasi mulai dari ukuran kecil ibarat seperti butiran pasir sampai
ukuran besar Negri Bodies. Tidak terlihat adanya warna fluorescen hijau
terang (apple green) atau struktur hijau-kekuningan pada slide kontrol
negatif.
12.

Sampel dinyatakan positif rabies jika ditemukan sel


yang berpendar hijau (berwarna fluorescen hijau terang (apple green)
atau struktur hijau-kekuningan), seperti dijumpai pada slide kontrol positif
tetapi tidak dijumpai gambaran tadi pada slide kontrol negatif.

26

BAB V
PENUTUP

1. Setiap pemasukan hewan organik milik Tentara Nasional Indonesia (TNI)


dan atau Polisi Republik Indonesia (POLRI) dan atau Bea Cukai untuk
keperluan tugas harus berkoordinasi dengan Dokter Hewan Karantina
tempat pemasukan dan atau Dokter Hewan Berwenang di wilayah/daerah
tujuan;
2. Realisasi kegiatan tindak karantina hewan terhadap lalulintas
pemasukan/pengeluaran Hewan Penular Rabies (HPR) segera dilaporkan
kepada Kepala Badan Karantina Hewan;
3. Petunjuk Teknis Kepala Badan Karantina Pertanian ini supaya dapat
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Kepala Badan Karantina Pertanian

Ir. Syukur Iwantoro, MS., MBA


NIP. 080.069.615,-

27

Anda mungkin juga menyukai