Juknis Rabies
Juknis Rabies
Nomor
: 344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06
Tanggal
: 13 Desember 2006
BAB I
PENDAHULUAN
Rabies merupakan salah satu penyakit hewan tertua di dunia dan tidak
diketahui kapan penyakit rabies masuk ke Indonesia, namun penyakit rabies
pertamakali dilaporkan terjadi pada jaman penjajahan Belanda. Schorl pada tahun
1884, melaporkan penyakit rabies menyerang seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat.
Sedangkan kasus rabies pada seekor kerbau di daerah Bekasi dilaporkan Esser
pada tahun 1889. Kemudian kasus rabies pada anjing di Tangerang dilaporkan oleh
Penning pada tahun 1890. Kasus rabies pada manusia dilaporkan oleh E.de Haan,
menyerang seorang anak di desa Palimanan, Cirebon pada tahun 1894.
Berdasarkan studi retrospektif, wabah rabies di Indonesia dimulai pada tahun 1884
di Jawa Barat; tahun 1953 di Jawa Tengah; Jawa Timur; Sumatera Barat, kemudian
tahun 1956 di Sumatera Utara. Selanjutnya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara
tahun 1958; Sumatera Selatan tahun 1959; Lampung tahun 1969; Aceh tahun 1970;
Jambi; DI Yogyakarta tahun 1971; DKI Jakarta; Bengkulu dan Sulawesi Tengah
tahun 1972; Kalimantan Timur tahun 1974; Riau tahun 1975; Kalimantan Tengah
tahun 1978 dan Kalimantan Selatan tahun 1981
Sampai dengan tahun 2006 wilayah di Indonesia yang dinyatakan daerah
bebas rabies yaitu Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur
(NTT) kecuali Pulau Flores dan Lembata, Irian Jaya Barat dan Papua, pulau-pulau di
sekitar Sumatera serta Pulau Jawa. Pulau Jawa dinyatakan bebas rabies oleh
Pemerintah secara bertahap, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
No 892/Kpts/TN/560/9/97 tanggal 9 September 1997, Jawa Timur, Jawa Tengah dan
D.I. Yogyakarta dinyatakan bebas rabies diikuti tahun 2004, berdasarkan SK Menteri
Pertanian No. 566/Kpts/ PD/PD640/10/2004, DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat
dinyatakan bebas rabies, sehingga dengan demikian P. Jawa dinyatakan bebas
rabies.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Karantina Hewan maka Badan
Karantina Pertanian bertekad agar pulau-pulau/daerah yang bebas dari rabies dapat
dipertahankan tetap bebas.
Rabies disebabkan oleh virus RNA beramplop yang mengandung lemak.
Karena itu virus rabies mudah rusak bila terpapar bahan pelarut lemak (alkohol,
ether, chloroform), dan pada kasus gigitan, dianjurkan untuk mencuci luka dengan
alkohol 70%.
Rabies bersifat zoonosis yang sangat mematikan yaitu case fatality rate
(CFR) nya 100%, dapat ditularkan juga melalui jilatan pada luka atau selaput lendir
dan melalui udara (aerogen). Tindakan pencegahan pada hewan dilakukan melalui
vaksinasi dengan vaksin inaktif (killed) secara intramusculer atau intradermal dan
vaksin aktif (live virus) secara injeksi atau peroral. Hewan yang divaksinasi dan
kebal (titer antibodi > 0,5 IU/ml) tidak mengandung virus walaupun berasal dari
daerah endemik.
Kelompok masyarakat beresiko tinggi yaitu dokter hewan dan paramedis di
laboratorium virologi serta petugas karantina di daerah endemik, sebaiknya
divaksinasi dan menggunakan masker penutup hidung dan kacamata sewaktu
bertugas.
Di daerah endemik, terdapat hewan (anjing, kucing, carnivora liar) yang
bertindak sebagai carrier tanpa menunjukkan gejala klinis, terutama hewan-hewan
yang dibiarkan tidak terpelihara dengan baik dan tidak divaksinasi. Hewan carrier
tersebut harus dicegah masuk ke daerah bebas melalui peraturan perkarantinaan,
yang diatur di dalam petunjuk teknis ini.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Petunjuk Teknis ini sebagai pedoman bagi petugas karantina hewan di
lapangan dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap persyaratan
dan tindakan karantina bagi lalulintas pemasukan dan pengeluaran Hewan Penular
Rabies.
1.3.
RUANG LINGKUP
1.4.
DEFINISI
BAB II
PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS
PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES
2.1.
A.
B.
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
(vi)
(vii)
Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara
asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6
bulan setelah vaksinasi DARI LABORATORIUM YANG TELAH
DIAKREDITASI;
C.
Ketentuan Vaksinasi
(1) Bila di negara asal bebas rabies dan wilayah/daerah tujuan tidak ada
kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan tidak dilakukan
vaksinasi;
(2) Bila di negara asal bebas rabies tidak ada kegiatan vaksinasi
sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka
hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah
tujuan;
(3) Bila di negara asal bebas rabies dan di wilayah/daerah tujuan ada
kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan
vaksinasi di negara asal;
(4) Bila di negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi sedangkan di
wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang
dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di negara asal;
(5) Vaksinasi di negara asal bebas rabies sekurang-kurangnya dilakukan
30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum
diberangkatkan;
(6) Dengan uji Serum Netralisasi (SN Test) memiliki titer antibodi rabies
kurang dari 0,1 IU /ml (< 0,1 IU/ml ) dari negara asal bebas rabies tidak
ada kegiatan vaksinasi ; dan lebih besar atau sama dengan 0,5 IU/ml
( 0,5 IU/ml ) dari negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi;
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina
Pertanian;
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
B. Ketentuan Vaksinasi
(1) Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies dan wilayah/daerah tujuan tanpa
vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan tidak dilakukan vaksinasi;
(2) Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies tanpa kegiatan vaksinasi
sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan
yang dilalulintaskan divaksinasi di wilayah/daerah tujuan;
(3) Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies dan di wilayah/daerah tujuan ada
kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di
wilayah/daerah asal;
(4) Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi sedangkan
di wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang
dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah asal;
(5) Vaksinasi di wilayah/daerah asal bebas rabies sekurang-kurangnya
dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum
diberangkatkan;
(6) Dengan uji Serum Netralisasi (SN Test) memiliki titer antibodi rabies kurang
dari 0,1 IU /ml (< 0,1 IU/ml ) dari wilayah/daerah asal bebas rabies tidak ada
7
kegiatan vaksinasi ; dan lebih besar atau sama dengan 0,5 IU/ml ( 0,5
IU/ml ) dari wilayah/daerah asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi; oleh
laboratorium yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian;
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
B. Ketentuan Vaksinasi
(1)
(2)
(3)
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
bahwa
B. Ketentuan Vaksinasi
Vaksinasi di wilayah/daerah asal endemis rabies sekurang-kurangnya
dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum
diberangkatkan;
BAB III
TINDAKAN KARANTINA HEWAN
3.1. DARI LUAR NEGERI
b. PENGASINGAN
Dilakukan pengasingan di Instalasi Karantina Hewan yang telah
ditetapkan selama minimal 14 hari dan atau kurang dari 14 hari bagi yang
titer antibodinya 0,5 IU/ml atau lebih bila berasal dari negara bebas
dengan vaksinasi, atau titer 0 (nol) bila berasal dari negara bebas tanpa
vaksinasi.
Bila terdapat kecurigaan terhadap penyakit selain rabies, maka dilakukan
pengasingan di Instalasi Karantina Hewan.
10
c. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang timbul
selama masa pengasingan;
d. PERLAKUAN
(i).
(ii).
(iii).
e. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(i)
(ii)
f. PENOLAKAN
(i)
sesuai
dengan
yang
(ii)
(iii)
g. PEMUSNAHAN
(i). Bila setelah penolakan tidak segera meninggalkan wilayah RI, serta batas
waktu penahanan karena dokumen yang menyertai tidak lengkap sesuai
11
dengan ketentuan yang berlaku telah habis dan dokumen tidak dapat
dilengkapi, maka dilakukan tindakan pemusnahan.
(ii). Bila selama pengamatan hewan menunjukkan gejala rabies maka
dilakukan pemusnahan di bawah pengawasan dokter hewan karantina,
disaksikan oleh instansi terkait dan pemilik sesuai peraturan perundangan
yang berlaku.
h. PEMBEBASAN
Bila dokumen persyaratan lengkap, titer antibodi minimal 0,5 IU/ml ( 0,5
IU/ml) dan selama pengamatan tidak menunjukkan gejala rabies serta
hewan dinyatakan sehat oleh dokter hewan karantina dilakukan
pembebasan
3.2. TINDAKAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HPR
ANTAR AREA DALAM WILAYAH INDONESIA YANG BEBAS RABIES
7.
8.
13
b. PENGASINGAN
Dilakukan pengasingan di Instalasi Karantina Hewan yang telah
ditetapkan minimum selama 14 (empat belas) hari dan atau kurang dari 14
(empat belas) hari bagi yang titer antibodi 0,5 IU/ml atau lebih ( 0,5 IU/ml)
bila berasal dari daerah bebas rabies dengan vaksinasi. Atau titer antibodi
0 (nol) bila berasal dari daerah bebas tanpa vaksinasi.
c. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang timbul
selama masa pengasingan
d. PERLAKUAN
Vaksinasi dilakukan sesuai dengan ketentuan vaksinasi.
e. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(i)
(ii)
(iii)
f. PENOLAKAN
(i). Bila dokumen tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka
dilakukan penolakan.
(ii). Untuk hewan yang berasal dari daerah bebas yang
melaksanakan kegiatan vaksinasi dan akan masuk ke daerah
bebas tanpa vaksinasi, maka dilakukan penolakan bila terdapat
antibodi < 0,5 IU/ml.
g. PEMUSNAHAN
(i). Bila setelah penolakan tidak segera meninggalkan wilayah/daerah
pemasukan, serta batas waktu penahanan karena dokumen yang
menyertai tidak lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku telah
habis dan dokumen tidak dapat dilengkapi, maka dilakukan tindakan
pemusnahan.
14
16
c. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang timbul
selama masa pengasingan
d. PERLAKUAN
Vaksinasi dilakukan sesuai dengan ketentuan vaksinasi.
e. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(i)
(ii)
(iii)
f. PENOLAKAN
Bila dokumen tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka
dilakukan penolakan.
g. PEMUSNAHAN
(i). Bila setelah penolakan tidak segera meninggalkan wilayah/daerah
pemasukan, serta batas waktu penahanan karena dokumen yang
menyertai tidak lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku telah
habis dan dokumen tidak dapat dilengkapi, maka dilakukan tindakan
pemusnahan.
(ii). Bila selama pengamatan hewan menunjukkan gejala rabies maka
dilakukan pemusnahan di bawah pengawasan dokter hewan karantina,
disaksikan oleh instansi terkait dan pemilik sesuai peraturan perundangan
yang berlaku.
h. PEMBEBASAN
Bila dokumen persyaratan lengkap, titer antibodi minimal 0,5 IU/ml dan
selama pengamatan tidak menunjukkan gejala rabies serta hewan
dinyatakan sehat oleh dokter hewan karantina dilakukan pembebasan
17
(ii)
f. PENOLAKAN
Bila dokumen tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka
dilakukan penolakan.
g. PEMBEBASAN
Bila dokumen persyaratan lengkap, titer antibodi minimal 0,5 IU/ml ( 0,5
IU/ml) dan selama pengamatan tidak menunjukkan gejala rabies serta
hewan dinyatakan sehat oleh dokter hewan karantina dilakukan
pembebasan
h. PEMUSNAHAN
Bila selama pengamatan menunjukkan gejala rabies maka dilakukan
pemusnahan dibawah pengawasan Dokter Hewan Karantina.
19
BAB IV
PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL
4.1.
PENGAMBILAN SAMPEL
4.2.
PENGIRIMAN SAMPEL
21
4.3.
PENGUJIAN SAMPEL
4.3.1.1. Uji Netralisasi Virus pada Biakan Sel (Fluorescent Antibody Virus
Neutralisasi Test/FAVNT)
Prinsip :
Prinsip dari uji ini adalah reaksi netralisasi in vitro dengan virus yang titernya
konstan. Virus rabies yang digunakan adalah galur CVS yang sudah
beradaptasi pada biakan sel BHK 2l Clone 13. Penetapan titer serum
adalah enceran tertinggi serum yang menetralkan 100% virus pada 50%
dari jumlah ulangan lubang-lubang uji. Titer serum dinyatakan dalam IU/ml
(International Unit) dengan cara membandingkannya
dengan serum
standar pada kondisi uji yang sama pada saat itu. Serum standar (hewan
anjing) yaitu dari OIE atau serum standar (orang) dari WHO). FAVNT ini
dikerjakan pada lempeng mikro (microplate) yang berisi 96 lubang dengan
alas datar dan steril.
Alat penting yang diperlukan :
a.
b.
Laminar cabinet,
c.
Mikroskop fluoresensi.
a.
pada suhu 4C,
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Prosedur uji:
a. Sediakan sedikitnya 2 lempeng mikro (microplate), masing-masing
lempeng mikro dibuat pola sedemikian rupa sehingga lempeng mikro 1
berperan sebagai sebagai kontrol dan lempeng mikro 2 atau selebihnya
berperang sebagai tempat sera uji,
b. Media (DMEM + 10% FCS) ditambahkan pada setiap lubang, lempeng
mikro kontrol (1) : lubang pada baris 1 sampai 4 dan sel A9 sampai A12
sebanyak 150 ul; lempeng mikro uji (2, 3 dst) : lubang baris 6 dan 12
ditambahkan 200 ul; lubang yang lainnya sebanyak 100 ul,
c. Serum ditambahkan mengikuti pola yang telah ditetapkan pada lempeng
mikro, yaitu sebanyak 50 ul,
d. Kemudian serum diencerkan sebagai berikut: dengan menggunakan
pipet mikro multi campuran media dan serum (enceran pertama)
dihomogenkan dengan cara mengocoknya minimal 8 kali (sucking in and
out), kemudian pindahkan sebanyak 50 ul ke lubang berikutnya, begitu
selanjutnya sampai pada tabung terakhir. Pada tabung terakhir
sebanyak 50 ul enceran media dan serum dibuang,
e. Kemudian tambahkan pada setiap lubang pada plat uji sera (plat 2, 3
dst) dengan 50 ul virus yang telah diukur mengandung 100TCID50/ml,
f. Lempeng mikro kemudian ditempatkan (inkubasi) pada inkubator suhu
37 oC dengan kandungan 5% CO2 selama 1 jam,
g. Kemudian tambahkan pada setiap lubang dengan suspensi sel (BHK21
berumur 3 hari) sebanyak 50 ul yang mengandung 4X105 sel/ml,
h. Lempeng mikro kemudian ditempatkan (inkubasi) pada inkubator suhu
37 oC dengan kandungan 5% CO2 selama 48 jam,
i. Setelah inkubasi selama 48 jam, cairan medium dalam setiap lubang
dibuang, lubang pada lempeng mikro dicuci (rinsed) 1 kali dengan PBS
pH 7,2, dan kemudian dicuci satu kali dengan 80% aseton.
j. Kemudian lubang pada lempeng mikro difiksasi dengan 80% aseton
pada suhu kamar untuk selama 30 menit, dan akhirnya dikeringkan
pada suhu kamar sekurang-kurangnya selama 1 jam.
k. Setiap lubang pada plat mikro kemudian ditambahkan 50 ul FITC anti
rabies konjugat (enceran optimal memberikan reaksi terbaik), digoyang
23
Prinsip :
Prinsip dari uji ini adalah terbentuknya ikatan antara antigen (virus rabies)
dengan spesifik antibodi virus rabies yang telah dikonjugasi dengan zat
fluorescen sehingga tampak agregat yang berpendar hijau (fluorescensi)
pada sampel yang diamati dengan menggunakan mikroskop flurorescen.
Alat penting yang diperlukan :
a. Laminar flow cabinet,
b. Mikroskop fluoresensi.
Prosedur uji:
24
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
bervariasi mulai dari ukuran kecil ibarat seperti butiran pasir sampai
ukuran besar Negri Bodies. Tidak terlihat adanya warna fluorescen hijau
terang (apple green) atau struktur hijau-kekuningan pada slide kontrol
negatif.
12.
26
BAB V
PENUTUP
27