Anda di halaman 1dari 27

PAPER

LITIUM SEBAGAI OBAT GANGGUAN AFEKTIF


BIPOLAR
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kimia
Anorganik I

Oleh:
Aini Rizka
3315122110

Program Studi Pendidikan Kimia Reguler


Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta
2014

Litium ditemukan pertama kali pada tahun 1817 oleh seorang kimiawan
asal Swedia, Johan August Arfvedson. Litium berasal dari bahasa yunani lithos
yang artinya batu, karena litium ditemukan dari mineral atau bijih tidak seperti
natrium dan kalium yang ditemukan di tanaman.
Bijih petalite ditemukan pada tahun 1800 oleh kimiawan Brazil Jos
Bonifcio de Andrada e Silva di dalam tambang di Pulau Ut, Swedia yang lalu
pada tahun 1817, litium ditemukan Arfvedson dengan penelitian pada bijih
petalite yang mengandung silika, alumina, dan alkali. Logam alkali baru di
petalite memiliki sifat unik. Alkali baru itu berbeda dari kalium karena tidak
memberikan endapan dengan asam tartaric.
Arfvedson mencoba untuk menghasilkan sampel murni dari logam baru
dengan elektrolisis, tetapi ia tidak berhasil karena baterai yang digunakan tidak
cukup kuat. Arfverdson juga menemukan litium pada bijih spodumene dan
lepidolite.
Pada tahun 1818, Christian Gmelin merupakan orang pertama yang
meneliti warna garam litium apabila dibakar, yaitu warna merah terang.
Arfvendson dan Gmelin mencoba untuk memisahkan unsur tersebut dari
garamnya namun kedua duanya belum berhasil.
Logam murni berhasil diisolasi pertama kali oleh W.T. Brande dan Sir
Humphrey Davy. Tetapi Davy dan Brande memperoleh sejumlah kecil dari logam
litium dengan elektrolisis litium dioksida.
Pada tahun 1855, Bunsen Robert dan Augustus Mattiessen memproduksi
logam litium dalam jumlah yang banyak dengan elektrolisis menggunakan litium
klorida.

Keberadaan dan Kelimpahan Litium


Litium memiliki kelimpahan yang sangat rendah yaitu sebesar 0,006% yang
berada di kulit bumi. Unsur ini juga terdapat dalam air laut hingga kira-kira
0,1ppm massa (Sugiyarto, Kristian H, 2003).

Halaman 2 dari 27

Litium merupakan unsur logam alkali yang sangat reaktif. Akibat sifat
reaktifnya, logam litium di alam tidak terdapat secara bebas sehingga logam ini
harus dipisahkan terlebih dahulu dari sumber-sumber yang mengandung logam
litium (Chen, 1973). Litium dapat diperoleh dari lautan garam, pegmatit, dan
batuan sedimen. Lautan garam mempunyai kandungan litium sebesar 66% dari
sumber litium di alam, pegmatit mengandung 26%, dan batuan sedimen
mengandung 8% (Gruber, Paul dan Medina, Pablo, 2010).
Lautan garam adalah air asin yang mengandung garam di bawah
permukaan tanah akibat pengeboran panas bumi (Alfianto, Ronald, dkk., 2012).
Dataran garam Salar de Uyuni di Bolivia, mencakup lebih dari 10000 km 2,
adalah lautan yang paling luas di dunia dan tercatat sebagai lautan garam yang
kaya litium dengan potensi komersial yang besar. Menurut laporan terbaru IS
Geological Survey, Salar de Uyuni mengandung 9 juta ton litium.

Salar de Uyuni
(Sumber: http://www.faktailmiah.com/2011/06/26/sumber-lithium-terbesar-didunia-salar-de-uyuni.html)
Pegmatite adalah batuan beku yang terbentuk dari hasil injeksi magma
sebagai akibat kristalisasi pada magmatik awal dan tekanan disekeliling magma,
maka cairan residual yang mobile akan terinjeksi dan menerobos batuan
disekelilingnya sebagai dyke, sill, dan stockwork. Pegmatit dapat terbentuk dari
dua jalan, yaitu:

Halaman 3 dari 27

1. Metamorfis: metamorfisme regional menyebabkan batuan menuju fase


granitisasi. Magma tidak terbentuk sehingga granite dan pegmatite
merupakan produk akhir dari metamorfisme regional ini
2. Aktivitas Igneous: magma terbentuk, sehingga terjadi differensiasi, kandungan
volatil tinggi dan terinjeksikan pada batuan sekitar sehingga terbentuk
pegmatite.
Material yang diinjeksikan pada sistem tertutup (sistem kimia) sehingga
terbentuk simple pegmatite. Simple pegmatite mengandung albite, kuarsa,
microcline dan kemungkinan muskovit minor.
Ada interaksi dengan dapur magma sehingga terjadi pergantian
membentuk pegmatite kompleks. Pegmatit kompleks membawa mineralmineral jarang seperti columbite, beryl, zircon, monazite, polycrase dan
uraninite.
Beberapa pegmatite yang mengandung unsur litium adalah spodumene,
petalite, lepidolite, tourmaline, amblygonite, hectorite, elbaite, eucryptite,
jadarite, lithiophilite, pezzottaite, saliotite, sugilite, tourmaline, zabuyelite, dan
zinnwaldite. Masih banyak pegmatite yang mengandung unsur litium tetapi
masih dalam penelitian.
Dari sekian banyak pegmatite, berikut persentase keberadaan unsur litium
pada beberapa pegmatite:
Spodumene: LiAl(SiO3)2 mengandung 8,03% litium
Petalite: LiAlSi4O10 mengandung 4,88% litium
Lepidolite: K(Li,Al)3(Si,Al)4O10(F,OH)2 (komposisi bervariasi) mengandung 34%
litium
Amblygonite: LiAlFPO4 mengandung >8% litium
Hectorite: Na0.33(Mg,Li)3Si4O10(F,OH)2 mengandung 0,7%1,3% litium
(Patnaik, Pradyot. 2002).

Halaman 4 dari 27

Dari kiri ke kanan: spodumene, petalite, lepidolite, amblygonite, hectorite


(Sumber: http://en.wikipedia.org/)
Kelimpahan spodumene terletak di Amerika Utara, Brazil, Spanyol,
beberapa bagian di Afrika, Argentina, dan Uni Soviet. Kelimpahan lepidolite
berada di kanada dan beberapa bagian di Afrika.Untuk kelimpahan petalite
berada di Africa and Sweden. Sedangkan amblygonite dan hectorite memiliki
kelimpahan yang tidak terlalu banyak (webelements.com).
Kelimpahan unsur litium juga berada di alam semesta beserta isinya.
Berikut penyajian tabel kelimpahan unsur litium di alam semesta:
Location

ppb by weight ppb by atoms

Universe

Sun

0,06

0,01

Meteorite (carbonaceous) 1700

4600

Crustal rocks

17000

50000

Sea water

180

160

Stream

3000

430

Human

30

27

(Sumber: www.webelements.com)

Cara Memperoleh Unsur Litium


Ada banyak cara untuk memperoleh litium. Metode-metode yang dianggap
utama, beberapa diantaranya adalah:
Ekstraksi menggunakan pelarut (solvent),
Teknik deposisi-elektro,
Metode pertukaran ion,
Metode presipitasi (hawash et al., 2010).

Halaman 5 dari 27

Lautan garam/brine
Metode ekstraksi litium dari lautan garam dengan menggunakan pelarut
merupakan salah satu metode yang efektif dan sederhana, tetapi membutuhkan
energi yang besar dalam proses recovery pelarut. Sedangkan untuk teknik
deposisi-elektro dan metode pertukaran ion digunakan jika unsur yang akan
diambil dalam larutan yang konsentrasinya kecil. Metode presipitasi merupakan
metode sederhana dan ekonomis. Kandungan litium pada air garam dapat
diendapkan dengan reagen pengendap dan hasilnya berupa padatan litium
aluminat (Shevla, 1961). Namun, kelemahan metode presipitasi ini kurang efisien
menghasilkan logam litium mengingat ion magnesium susah dilepaskan dari ion
litium (Hamzaoui et al., 2003).
Proses pemisahan litium dari lautan garam tersebut mungkin memerlukan
langkah-langkah tambahan tergantung pada magnesium dan kalsium yang
terkandung pada air garam tersebut. Proses ini melibatkan penguapan air garam,
diikuti dengan penghilangan natrium klorida dan ion seperti kalsium dan
magnesium. Kalsium dihilangkan dengan mengendapankannya sebagai sulfat
sedangkan magnesium dihilangkan dengan mereaksikan larutan dengan kapur
sehingga magnesium hidroksida yang tidak larut akan terpisah. Penambahan
natrium karbonat ke dalam filtrat mengendapkan litium karbonat (Patnaik,
Pradyot, 2002).

Pegmatite
Produksi terbesar litium dari pegmatite adalah spodumene. Untuk
meproduksi litium dari bijihnya terutama spodumene dapat digunakan metode
ekstraksi. Pada metode ekstraksi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
memanaskan bijih alami, alpha-spodumene dalam tungku bata berlapis pada
suhu antara 1.075C sampai 1.100C. Proses ini mengubah bentuk alpha ke
bentuk yang lebih reaktif, beta-spodumene. Bentuk beta dipanaskan dalam tanur
putar pada suhu 250C lalu direaksikan dengan penambahan asam sulfat 93%
berlebih. Logam litium bereaksi dengan asam sulfat membentuk lithium sulfat.

Halaman 6 dari 27

Tanur dicuci dengan air untuk memisahkan air dari litium sulfat yang terlarut dari
beberapa logam yang tidak murni. Larutan yang mengandung asam sulfat
berlebih kemudian dinetralisir dengan kalsium karbonat (kapur) berlebih.
Larutan kemudian disaring untuk menghilangkan batu kapur yang tidak dapat
bereaksi bersama dengan kalsium sulfat dan sulfat dari aluminium dan besi.
Larutan yang mengandung kalsium sulfat jenuh dan ion-ion magnesium dari batu
kapur ini kemudian diberi perlakuan dengan kalsium hidroksida untuk
mengendapkan magnesium hidroksida. Magnesium hidroksida disaring dari
larutan. Penambahan natrium karbonat ke filtrat mengendapkan kalsium
karbonat sedangkan litium sulfat tertinggal di dalam larutan. pH larutan ini
kemudian disesuaikan menjadi antara 7 dan 8 dengan menambahkan asam
sulfat. Larutan kemudian dipekatkan dengan penguapan setelah itu diperlakukan
dengan larutan natrium karbonat 28%. Setelah pemanasan pada suhu 90oC
sampai 100C, litium karbonat akan mengendap. Endapan kemudian dipisahkan
dengan metode sentrifugasi dan dicuci lalu dikeringkan untuk perlakuan lebih
lanjut (Patnaik, Pradyot,2002).
Cara lain untuk mendapatkan litium adalah kapur dapat digunakan sebagai
pengganti asam sulfat untuk memisahkankan lithium dari spodumene. Proses
pemisahan ini dikenal sebagai metode alkali, yang dilakukan dengan
memanaskan bijih dengan campuran kapur tanah dan kalsium sulfat atau klorida
untuk membentuk litium sulfat atau litium klorida. Pencucian tanur dengan air
menghasilkan larutan sulfat atau litium klorida (Patnaik, Pradyot,2002).
Beberapa metode pertukaran ion juga diketahui dapat memisahkan litium
dari bijihnya. Dalam proses ini, bijih dipanaskan dengan asam, atau dengan
natrium atau garam kalium, pada suhu moderat antara 100oC sampai 350C.
Seringkali larutan natrium atau garam kalium seperti natrium karbonat yang
digunakan dipanaskan dengan bijih dilakukan di dalam autoclave uap. Ion-ion
litium dibebaskan ke dalam larutan dari kompleks silikat, menggantikan
hidrogen, natrium atau ion kalium (Patnaik, Pradyot, 2002).

Halaman 7 dari 27

Elektrolisis LiCl
Logam litium diproduksi secara komersil dengan elektrolisis dari suatu
campuran eutektik litium klorida-kalium klorida (45% LiCl) pada suhu 400C
sampai 450C. Campuran eutektik ini meleleh pada suhu 352C dibandingkan
dengan pelelehan LiCl murni pada suhu 606C. Dan juga, lelehan eutektik
merupakan elektrolit yang baik untuk mencairkan LiCl (Landolt, PE and CA
Hampel, 1968). Elektrolisis dilakukan dengan menggunakan grafit sebagai anoda
dan baja sebagai katoda. Setiap kotoran natrium klorida dalam litium klorida
dapat dihilangkan dengan penguapan natrium di bawah kondisi vakum pada
suhu yang tinggi. Semua proses komersial saat ini didasarkan pada pemisahan
elektrolitik dari logam. Proses reduksi kimia tidak menghasilkan logam litium
dengan kemurnian yang tinggi (Patnaik, Pradyot, 2002).

Sifat Fisik dan Kimia Litium


Litium adalah unsur pertama di golongan pertama pada tabel periodik
sehingga litium termasuk golongan alkali dengan nomor atom 3 dan massa atom
6.941 g/mol. Ini berarti bahwa litium mempunyai 3 proton, 3 elektron, dan 4
neutron. Berikut adalah informasi umum mengenai litium:

Halaman 8 dari 27

(http://www.americanelements.com/li.html)

Konfigurasi elektron atom litium


(sumber:
www.chemwiki.ucdavis.edu/Inorganic_Chemistry/Descriptive_Chemistry/Main_G
roup_Elements/Group__1:_The_Alkali_Metals/Chemistry_of_Lithium)
Litium memiliki satu elektron valensi yang menyebabkan litium berwarna
keperakan dan energi ikatan dalam kemasan rapat kisi logam relatif lemah. Oleh
karena itu, litium tersebut lunak dengan titik leleh yang rendah dibandingkan
dengan logam lainnya (Cotton dan Wilkinson, 1989).

Halaman 9 dari 27

Litium memiliki densitas setengah dari densitas air sehingga litium


merupakan unsur yang paling kecil rapatan massanya daripada semua unsur
padatan pada temperatur dan tekanan kamar. Biasanya litium dan semua logam
alkali disimpan dalam minyak sebab jika terjadi kontak dengan udara akan terjadi
sangat cepat produk oksida yang tebal melapisi permukaan yang mengkilat dari
litium (Sugiyarto, Kristian H, 2003). Bila terkena udara lembab, litium segera
tertutup oleh lapisan tebal hitam sebagai akibat reaksinya dengan oksigen yang
diikuti reaksi lanjut dengan gas karbon dioksida membentuk litium karbonat,
maka dari itu litium tidak pernah ditemukan dalam keadaan bebas atau murni di
alam karena litium bereaksi dengan cepat dengan udara dan air. Ketika
dimurnikan, litium memiliki warna putih-perak yang indah.
Dalam kondisi normal, semua unsur golongan 1 (logam alkali) didasarkan
pada struktur bcc. Jarak antara Li-Li yang terdekat adalah 304pm menyiratkan
radius logam litium sebesar 152pm. Ini berarti bahwa litium lebih kecil dari
kalium. Dalam kisi bcc, setiap atom litium dikelilingi oleh delapan atom tetangga
terdekatnya lithium diatur dalam array kubik.

(sumber: www.webelements.com/lithium/crystal_structure.html)
Isotop-isotop Litium
Litium-4
Litium-4 mengandung tiga proton dan satu neutron. Litium ini adalah
isotop litium yang mempunyai usia terpendek dengan waktu peluruhan oleh

Halaman 10 dari 27

emisi proton menjadi helium-3 dengan waktu paruh sekitar 9.11023 detik.
Litium-4 dapat dibentuk sebagai perantara dalam beberapa reaksi fusi nuklir.

Litium-6
Litium-6 adalah sumber material yang berharga untuk menghasilkan
tritium (hidrogen-3) dan sebagai penyerap neutron dalam reaksi fusi nuklir.
Litium alami mengandung 7,5% litium-6 dan sisanya litium-7. Sejumlah besar
litium-6 telah dipisahkan keluar untuk ditempatkan ke dalam bom hidrogen.
Pemisahan lithium-6 sekarang telah diberhentikan sebagai termonuklir di negara
maju, namun stok itu masih tetap ada di beberapa negara. Lithium-6 bertindak
sebagai fermion dalam interaksi dengan partikel lain karena memiliki tiga proton,
tiga neutron, dan tiga elektron, dan ini memberikan atom suatu atom total "spin"
plus atau minus 1/2 dan bukan spin integral boson a

Litium-7
Litium-7 adalah isotop paling stabil dari litium. Litium alami mengandung
sekitar 92,5% litium-7. Setiap atom litium-7 berisi tiga proton, empat neutron,
dan tiga elektron, dan itu adalah boson a, yang berarti bahwa spin total atom
integral biasanya nol. Di alam semesta, karena sifat intinya, litium-7 kurang
terkenal daripada helium, berilium, karbon, nitrogen, atau oksigen, meskipun
helium, berilium, karbon, nitrogen, atau oksigen memiliki inti yang lebih berat
daripada litium.
Litium-7 adalah isotop yang telah dijual secara komersial. Karena itulah
litium-7 tersebar luas di lingkungan. Kelimpahan relatif litium-7 setinggi 35%
lebih besar dari nilai alami telah diukur dalam air tanah dalam akuifer karbonat
bawah West Valley Creek di Pennsylvania, yang merupakan hilir dari sebuah
pabrik pengolahan litium.
Kegunaan lithium-7 digunakan sebagai bagian dari fluoride lithium cair
dalam reaktor garam cair: liquid-fluoride reaktor nuklir. Luas penampang
melintang penyerapan neutron pada litium-6 sekitar 940 barns dibandingkan

Halaman 11 dari 27

dengan luas penampang melintang penyerapan neutron pada litium-7 sekitar


45millibarns membuat litium-7 sangat efektif untuk penggunaan dalam reaktor
lithium-fluoride.
Litium-7 hidroksida digunakan untuk alkalizing dari pendingin di reaktor air
bertekanan. Beberapa lithium-7 telah diproduksi, selama beberapa picosekon,
yang berisi partikel lambda pada intinya, sedangkan inti atom umumnya
dianggap hanya berisi neutron, proton, dan pion (Emsley, John. 2001).

Peran Litium
Sumber daya litium merupakan salah satu elemen yang sangat penting
peranannya terutama dalam bidang energi, industri, farmasi, manufaktur, dan
sektor ekonomi (Hamzaoui et al., 2003). Litium juga digunakan dalam berbagai
aplikasi teknologi seperti pada baterai untuk kendaraan dan berbagai anoda
pada baterai ion litium isi ulang (Bardi, 2010).
Dalam tahun-tahun terakhir abad ke-20 lithium menjadi penting sebagai
bahan anoda. Digunakan dalam baterai litium-ion karena potensi tinggi
elektrokimia, sebuah sel yang khas dapat menghasilkan sekitar 3volt,
dibandingkan dengan 2,1volt untuk volt timbal / asam atau 1,5 untuk sengkarbon sel. Karena massa yang rendah atom, ia juga memiliki muatan-dan tinggi
power-to-weight ratio. Baterai litium baterai sekali pakai (primer) dengan lithium
atau senyawa sebagai anoda. Baterai Lithium tidak menjadi bingung dengan
baterai lithium ion, yang tinggi energi kepadatan baterai isi ulang. Baterai isi
ulang lainnya termasuk lithium-ion polimer baterai, baterai litium besi fosfat, dan
baterai nanowire.
Selain itu, manfaat litium telah semakin luas pada berbagai macam aplikasi
industri seperti:
1.

Litium dan senyawanya berperan dalam industri nuklir, misalnya dalam


produksi tritium sebagai bahan perisai dan dalam bentuk campuran garam
cair digunakan sebagai pelarut (solvent) untuk bahan bakar nuklir lainnya
(Wietelmann, 2005).

Halaman 12 dari 27

Lithium-6 merupakan sumber bahan untuk produksi tritium dan sebagai


penyerap neutron dalam fusi nuklir. Litium alami mengandung sekitar 7,5%
litium-6 yang mana sejumlah besar litium-6 yang telah diproduksi oleh
pemisahan isotop untuk digunakan dalam senjata nuklir. Berikut persamaan
reaksinya:

2.

Pelindung materi dalam reaktor fusi (Hawash et al., 2010).

3.

Sebagai bahan baku utama produksi senyawa organolitium terutama


butillitium dan hidrida litium (Wietelmann, 2005).
Senyawa organolitium banyak digunakan dalam produksi polimer kimia.
Untuk produksi bahan kimia, senyawa organolitium berfungsi sebagai basa
kuat dan sebagai reagen untuk pembentukan ikatan karbon-karbon.
Organolitium senyawa yang dibuat dari logam lithium dan alkil halida.
Banyak

senyawa

lithium

lain

digunakan

sebagai

pereaksi

untuk

mempersiapkan senyawa organik. Beberapa senyawa populer termasuk


lithium hidrida aluminium (LiAlH4), triethylborohydride lithium (LiBH(C2H5)3).
4.

Dalam aplikasi perpindahan panas digunakan sebagai media pendingin pada


alat penukar panas karena panas spesifiknya yang terbesar dari padatan
yang ada (Hawash et al., 2010).

5.

Sebagai reduktor pada aplikasi kimia organik, yaitu sebagai larutan dalam
amonia cair untuk reduksi Birch dan dalam sintesis vitamin (Hawash et al.,
2010).

6.

Sebagai deoxidizing dan desulfuring agent terutama untuk tembaga, nikel,


dan paduan baja (Wietelmann, 2005).
LiCl digunakan sebagai fluks untuk las atau solder, logam lithium
mempromosikan

fusing

logam

selama

proses

dan

menghilangkan

pembentukan oksida dengan menyerap kotoran. Kualitas fusing yang juga


penting sebagai fluks untuk memproduksi keramik, enamel dan kaca.
Paduan dari logam dengan aluminium, kadmium, tembaga dan mangan

Halaman 13 dari 27

digunakan untuk membuat bagian-bagian pesawat kinerja tinggi. Senyawa


litium juga digunakan sebagai pewarna piroteknik dan oksidasi dalam
kembang api merah dan flare.
7.

Pemurnian alumunium (Yoshinaga et al., 1985)

8.

Dalam bidang medis dan geologi (Yoshinaga et al.,2003)

9.

Manufaktur kaca dan keramik jenis-jenis tertentu (Joyce, 2006)


LiF adalah fluks yang paling banyak digunakan untuk pengolahan silika,
mengurangi titik leleh dan viskositas material dan menyebabkan glasir,
memperbaiki sifat fisik termasuk koefisien rendah untuk ekspansi termal.

Berikut ini tabel persentase kegunaan litium:

(Sumber: http://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/commodity/lithium/)

Peran Litium dalam Bidang Medis


Mania merupakan gangguan mood atau perasaan ditandai dengan aktivitas
fisik yang berlebihan dan perasaan gembira yang luar biasa yang secara
keseluruhan tidak sebanding dengan peristiwa positif yang terjadi. Hal ini terjadi
dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat
keadaan afek (mood, suasana perasaan) yang meningkat ekspresif atau iritabel
(Support Hope Inc.,2009).
Sindroma mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam celah
sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik, yang berdampak terhadap
dopamine receptor supersensitivity. Litium karbonat merupakan obat pilihan
utama untuk meredakan sindroma mania akut dan profilaksis terhadap serangan
sindroma mania yang kambuh pada gangguan afektif bipolar (Maslim R,2007).
Halaman 14 dari 27

Bentuk mania yang lebih ringan adalah hipomania. Mania seringkali


merupakan bagian dari kelainan bipolar (penyakit manik-depresif). Beberapa
orang yang tampaknya hanya menderita mania, mungkin sesungguhnya
mengalami episode depresi yang ringan atau singkat. Baik mania maupun
hipomania lebih jarang terjadi dibandingkan dengan depresi. Mania dan
hipomania agak sulit dikenali, kesedihan yang berat dan berkelanjutan akan
mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, sedangkan kegembiraan jarang
mendorong seseorang untuk berobat ke dokter karena penderita mania tidak
menyadari adanya sesuatu yang salah dalam keadaan maupun perilaku
mentalnya (Support Hope Inc., 2009).
Penggunaan

litium

dalam

pengobatan

gangguan

afektif

bipolar

diperkenalkan oleh John Cade (1949), yang kemudian menjadi dasar pengobatan
litium selanjutnya. John Cade dalam penelitiannya menggunakan marmut
sebagai kelinci percobaan yang disuntikkan dengan berbagai zat kimia, diantara
zat kimia tersebut adalah litium. Pada penyuntikkan dengan litium dia
mendapatkan pengaruh litium pada marmut tersebut berupa keadaan yang
menjadi tenang dan kehilangan respon terhadap rangsang, tapi tidak menjadi
tidur (Cade, John, 1949).
Litium Karbonat
Dengan formula Li2CO3 dengan nama dagang Frimania (Mersifarma)
memiliki massa molekul sebesar 73.89 gram/mol, senyawa ini digunakan dalam
pengobatan sebagai antidepresan. Komposisi unsurnya: Li 18,78%, C 16,25%,
64,96% O.
Lithium karbonat adalah jenis garam lithium yang paling sering digunakan
untuk mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian lithium sitrat. Sejak
disahkan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1970 untuk
mengatasi mania akut, litium masih efektif dalam menstabilkan mood pasien
dengan gangguan bipolar. Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan litium
hampir serupa dengan efek mengonsumsi banyak garam, yakni tekanan darah
tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu, selama penggunan obat ini

Halaman 15 dari 27

harus dilakukan tes darah secara teratur untuk menentukan kadar lithium
mengingat dosis terapeutik lithium berdekatan dengan dosis toksik. Bagaimana
kerja litium sebenarnya dalam mengatasi mania belum diketahui secara pasti,
diduga ion litium menimbulkan efek menstabilkan mood dengan menghambat
inositol monophosphatase (IMPase) dengan subsitusi satu dari dua ion
magnesium pada sisi aktif IMPase. IMPase merupakan enzim yang diyakini
sebagai penyebab beberapa gangguan bipolar (Santoso SO, Wiria MSS., 2001).
Pendapat lain mengatakan bahwa efek antimania lithium disebabkan oleh
kemampuannya mengurangi dopamine receptor supersensitivity dengan
meningkatkan cholinergic-muscarinic activity dan menghambat Cyclic AMP
(Support Hope Inc.,2009).

Sifat Fisik:
Kristal monoklinik putih, indeks bias 1,428, densitas 2,11 g/cm3, meleleh
pada 723C, terurai pada 1.310C, kelarutan yang rendah dalam air (1,54 g/100g)
pada 0C, 1,32g/100g pada 20C), kelarutan penurunan dengan suhu (0.72g/100g
pada 100C), larut dalam aseton dan etanol.

Pembuatan:
Litium karbonat diperoleh sebagai produk antara dalam pemulihan logam
lithium dari bijih, spodumene. Hal ini dibuat dengan mencampurkan larutan
natrium karbonat dalam keadaan panas dan pekat dengan lithium klorida atau
larutan sulfat.

Indikasi:
Mengatasi episode mania. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu
setelah minum obat. Litium juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi
intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.

Halaman 16 dari 27

(Sumber: Santoso SO, Wiria MSS., 2001).

Dosis:
Dosis lithium tergantung pada kebutuhan medis pasien, umur, berat badan
dan fungsi ginjal. Dosis dari lithium berkisar antara 600mg-2400mg per hari,
meskipun sebagian besar pasien akan stabil pada 600mg-1200mg per hari. Untuk
tablet atau kapsul immediate release biasa diberikan 3 dan 4 kali sehari.
Sedangkan tablet controlled release diberikan dua kali sehari, interval 12 jam.
Pemberian dosis litium harus dilakukan hati-hati dan individual, yakni
berdasarkan kadar dalam serum dan respon klinis.
Pada mania akut, pasien biasanya memberikan respon optimal terhadap
lithium karbonat jika diberikan dosis 1800 mg per hari, dengan dosis terbagi.
Dosis ini secara normal akan menghasilkan kadar lithium serum yang diinginkan
berkisar antara 1 dan 1,5 mEq/l. Kontrol jangka panjang, kadar serum litium yang
diinginkan adalah 0,6 -1,2 mEq/l. Dosis bervariasi per individu, tapi biasanya
berkisar 900 - 1200 mg per hari dalam dosis terbagi. Monitor serum dilakukan
setiap dua bulan. Pada pasien yang sangat sensitif biasanya memperlihatkan
tanda toksik pada kadar litium serum dibawah 1,0 mEq/l

Efek Samping:
Efek samping lithium seperti tremor, diare, nausea, dan sering kencing,
bergantung pada dosis yang dikonsumsi. Pada kadar lithium darah yang tinggi (>2
mg), pasien akan mengalami ataksia, kebingungan, bahkan koma. Beberapa
pasien dapat mencapai kadar lithium darah normal (sekitar 1 mg) dengan
Halaman 17 dari 27

mengkonsumsi dua pil perhari sementara pada pasien lainnya perlu dua belas pil
per hari. Jika kita dapat mengukur kadar obat dalam darah pada semua jenis
obat serupa, kemungkinan kita dapat menemukan perbedaan individual.
Gejala intoksikasi (kadar serum lithium > 1,5 mEq/L) dapat berupa:
Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, konsentrasi pikiran
menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, dan gaya berjalan tidak
stabil.
Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala : kesadaran menurun
dapat sampai koma dengan hipertoni otot dan kedutan, oliguria, dan
kejangkejang.

Interaksi Obat:
Penggunaan diuretik bersama litium harus dilakukan hati-hati. Hal ini
dikarenakan diuretik yang menginduksi pengeluaran natrium, bisa mengurangi
klirens renal litium yang akan menyebabkan kadar litium serum meningkat dan
risiko toksisitas juga meningkat. Begitu juga pada pemberian bersamaan dengan
beberapa obat lain seperti NSAID dan ACE inhibitor (Arnita, 2009).
Litium sebaiknya tidak diberikan pada pasien jantung dan ginjal. Tapi jika
kondisi psikiatri pasien mengancam jiwa dan pasien tidak berespon dengan obat
lain, maka litium bisa diberikan dengan pengawasan yang sangat ketat.
Pemeriksaan kadar litium serum dilakukan tiap hari dan kemudian dilakukan
pengaturan dosis. Litium sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil karena
diduga bisa mendatangkan efek merugikan bagi janin. Litium juga disekresikan
melalui air susu ibu, sehingga tidak dianjurkan diberikan pada wanita yang
menyusui. Penggunaan litium pada anak usia dibawah 12 tahun sebaiknya tidak
dilakukan mengingat data keamanan dan keefektifan dari obat ini pada populasi
ini belum ada. Pemberian Litium pada orang tua harus dilakukan perngaturan
dosis (Arnita, 2009).

Halaman 18 dari 27

Penelitian Risa Devina Manao, Ronald Alfianto, Sumarno: Recovery Garam


Lithium Pada Air Tua (Bittern) dengan Metode Presipitasi
Litium merupakan salah satu logam yang memiliki nilai jual yang tinggi dan
banyak digunakan dalam berbagai aplikasi industri, seperti sebagai anoda pada
baterai ion Litium isi ulang. Kandungan Litium yang terdapat dalam air tua
berpotensi untuk direcovery dalam bentuk LiH(AlO2)2.5H2O dengan metode
presipitasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merecovery Litium dari air tua
(bittern) dengan metode presipitasi, serta mengetahui pengaruh konsentrasi
reagen pengendap, pH, dan waktu reaksi terhadap persentase kadar Litium yang
dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan pengendap
NaAlO2 250, 500, 750, mg/L Al3+, pH pencampuran 11, 12, 13, dan waktu reaksi 1,
2, 3 jam. Respon pada penelitian ini adalah persen recovery Litium pada air tua.
Penelitian ini dilakukan dengan mencampur 250 mL air tua dan reagen
pengendap NaAlO2 dengan konsentrasi sesuai variabel dalam reaktor
berpengaduk. pH larutan disesuaikan dengan penambahan NaOH dan larutan
diaduk selama waktu yang telah ditentukan. Endapan yang terbentuk disaring,
dicuci dengan air suling dan dilarutkan dengan HF 0,25N. Larutan ditentukan
kadar Litiumnya dengan metode gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel konsentrasi larutan pengendap NaAlO2, pH, dan waktu reaksi
berpengaruh secara signifikan terhadap % recovery Litium dalam air tua. Kondisi
optimum diperoleh pada konsentrasi pengendap NaAlO2 500 mg/L Al3+, pH 13,
dan waktu reaksi 3 jam, dimana berat Litium yang dihasilkan 0,11 gr ion Li+ dan %
recovery litium sebesar 96,875%.
Bahan dan Metode Penelitian
Material:
Bahan yang digunakan adalah bittern, KAl(SO4)212(H2O) (potash alum/
tawas), NaOH 1M, HF 0,25N, dan aquadest. Alat yang digunakan adalah reaktor
berpengaduk dan filter sintered glass.
Variabel:

Halaman 19 dari 27

Pada penelitian ini digunakan variabel kendali, yaitu suhu pada suhu
kamar, tekanan atmosfer, dan sumber litium berasal dari air tua (bittern) yang
berasal dari air laut yang diuapkan sampai (30-33)B. Sedangkan variabel bebas
yang digunakan adalah konsentrasi pengendap NaAlO2 250, 500, 750 mg/L Al3+ ;
pH 11, 12, 13 ; dan waktu reaksi 1, 2, 3 jam.
Analisis Bahan Baku.
Analisis bahan baku meliputi analisis pH, densitas, Baume, TDS, dan kadar
litium menggunakan metode gravimetri. Analisa pendahuluan ini dilakukan untuk
mengetahui kadar litium awal di dalam sampel sehingga dapat diketahui berapa
litium yang berhasil direcovery pada akhirnya.
Presipitasi Litium.
Proses presipitasi litium dilakukan dengan tahapan sebagai berikut,
pertama-tama bittern dengan masing-masing volume 250 ml ditambahkan
reagen pengendap natrium aluminat sebanyak 100 ml dan pH campuran
disesuaikan dengan masing-masing variabel dengan penambahan NaOH 1M.
Larutan tersebut kemudian diaduk pada reaktor berpengaduk sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Kemudian, endapan yang terbentuk oleh proses
presipitasi disaring dengan kertas saring Whatman dan filter sintered glass.
Endapan yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan HF 0,25N hingga volume
100ml dan endapan larut. Berat Li+ yang diperoleh kemudian ditentukan dengan
metode gravimetri.

Rangkaian Alat Penelitian Presipitasi Litium pada Bittern

Halaman 20 dari 27

Hasil dan Pembahasan


Pengaruh Konsentrasi NaAlO2 Terhadap % Recovery:
Besarnya konsentrasi pengendap dalam reaksi presipitasi litium sangat
berpengaruh terhadap litium yang mampu terendapkan. Dalam hal ini reagen
pengendap yang digunakan adalah natrium aluminat (NaAlO2). Dari ketiga
variabel yang digunakan (konsentrasi NaAlO2, pH, dan waktu pengadukan),
variabel konsentrasi NaAlO2 merupakan variabel yang paling berpengaruh
terhadap besarnya litium yang dapat diperoleh. Pada konsentrasi NaAlO2 yang
tepat, maka reaksi pengendapan dapat berjalan dengan baik dan litium yang
diperoleh juga optimum.

Grafik di atas menunjukkan pengaruh konsentrasi NaAlO2 terhadap %


recovery pada berbagai variasi pH dan waktu. Dari grafik tersebut terlihat
kecenderungan bahwa semakin besar konsentrasi NaAlO2 maka persen recovery
litium juga semakin meningkat. Hasil recovery litium maksimum diperoleh pada
konsentrasi pengendap NaAlO2 500 mg/L Al3+, pH 13, dan waktu reaksi 3 jam,
dimana berat litium aluminat yang dihasilkan adalah 2,17 gr (0,11 gr ion Li+ dan
96,875% recovery). Pada kondisi ini litium yang terendapkan mencapai kadar
yang paling optimum. Sedangkan peningkatan konsentrasi pengendap pada
NaAlO2 750 mg/L Al3+, pH 13, dan waktu reaksi 3 jam menunjukkan bahwa hasil
litium aluminat yang diperoleh tidak bertambah atau menunjukkan peningkatan.

Halaman 21 dari 27

Hal ini dikarenakan pada konsentrasi pengendap NaAlO2 tersebut telah excess
dan reaksi dianggap telah berjalan sempurna sehingga ion-ion litium yang
terendapkan dapat dikatakan telah mencapai maksimal sehingga penambahan
konsentrasi reagen pengendap sudah tidak akan meningkatkan produk.
Pengaruh pH terhadap % Recovery:
Tingkat keasaman (pH) sangat mempengaruhi reaksi presipitasi karena
proses presipitasi sangat bergantung pada pH reaksi. pH yang optimum dalam
suatu reaksi akan memberi hasil yang optimum pula karena reaksi akan dapat
berjalan secara sempurna. Pada reaksi presipitasi litium oleh pengendap natrium
aluminat, pH optimum berkisar antara 12 sampai 13,5. Namun, variabel pH juga
berhubungan erat dengan konsentrasi reagen pengendap dan waktu
pengadukan, sehingga recovery litium yang diperoleh memberikan berbagai
variasi bergantung hubungannya dengan variabel yang lain.

Grafik diatas menunjukkan pengaruh pH terhadap % recovery pada


berbagai variasi konsentrasi NaAlO2 dan waktu. Dari grafik tersebut terlihat
kecenderungan bahwa semakin besar pH maka persen recovery litium juga
semakin meningkat. Namun, pada beberapa variabel menunjukkan turunnya
hasil recovery setelah pH dinaikkan menjadi 13. Hal ini terjadi karena pada pH
yang terlalu basa, endapan Li+ dapat melarut kembali dalam NaAlO2 dan H2O
sebagai LiOH sesuai reaksi sebagai berikut:
LiH(AlO2)2 + 2NaOH 2NaAlO2 + H2O + LiOH

Halaman 22 dari 27

Hasil recovery litium maksimum diperoleh pada pH 13, konsentrasi


pengendap NaAlO2 500 mg/L Al3+ dan waktu reaksi 3 jam, dimana berat litium
aluminat yang dihasilkan adalah 2,17 gr (0,11 gr ion Li+ dan 96,875 % recovery).
Hal ini berarti bahwa pH optimum pada reaksi presipitasi litium ini berlangsung
pada pH 13.
Pengaruh Waktu Reaksi terhadap % Recovery:
Pada proses presipitasi litium dibutuhkan waktu untuk mengendapkan ionion litium. Semakin lama waktu reaksi, maka litium yang terendapkan akan
semakin banyak. Namun saat reaksi telah berjalan dengan sempurna, tidak akan
ada penambahan ion litium yang mengendap dan litium yang diperoleh telah
optimum, sehingga memperpanjang waktu reaksi sudah tidak akan menambah
hasil litium yang diperoleh.

Grafik di atas menunjukkan pengaruh waktu reaksi terhadap % recovery


pada berbagai variasi konsentrasi NaAlO2 dan pH. Dari grafik tersebut terlihat
kecenderungan bahwa semakin lama waktu reaksi maka persen recovery litium
juga semakin meningkat. Hal ini berarti pada saat waktu reaksi hanya satu jam,
reaksi belum berjalan sempurna dan ion-ion litium belum terendapkan
sepenuhnya sehingga memperpanjang waktu reaksi masih dapat menambah
jumlah persen recovery. Hasil recovery litium maksimum diperoleh pada waktu
reaksi 3 jam, konsentrasi pengendap NaAlO2 500 mg/L Al3+ dan pH 13, dimana
berat litium aluminat yang dihasilkan adalah 2,17 gr (0,11 gr ion Li+ dan 96,875%

Halaman 23 dari 27

recovery). Hasil ini sesuai dengan teori pada penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, bahwa ion litium dapat teradsorbsi maksimum setelah mencapai
waktu pengadukan selama tiga jam.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa recovery litium pada
bittern menggunakan metode presipitasi dapat menghasilkan % recovery sebesar
96,875% dan ketiga variabel (konsentrasi NaAlO2, pH, dan waktu reaksi)
berpengaruh terhadap recovery litium. Kondisi optimum diperoleh pada
konsentrasi pengendap NaAlO2 500 mg/L Al3+, pH 13, dan waktu reaksi 3 jam.

Halaman 24 dari 27

Referensi
Alfianto, Ronald, dkk. 2012. Recovery Garam Lithium pada Air Tua (Bittern)
dengan Metode Presipitasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol. 1 , No.
1

Tahun

2012,

Halaman

292-297.

Dari

http://ejournal-

s1.undip.ac.id/index.php/jtki, diakses tanggal 30 Maret 2014 pukul


14.00WIB
Anonim. Dari http://en.wikipedia.org/, diakses pada tanggal 10 April 2014 pukul
18.42WIB
Anonim. Dari http://webelements.com/, diakses pada 8 April 2014 pukul
19.19WIB
Anonim. Dari http://www.americanelements.com/li.html, diakses pada 8 April
2014 pukul 19.30WIB
Arnita. 2009. Antidepresan untuk Gangguan Bipolar. Dari http://www.majalahfaramacia.com., diakses pada tanggal 10 April 2014 pukul 20.30WIB
Bardi, Ugo. 2010. Extracting Minerals from Seawater: An Energy Analysis.
Sustainability Article. Italy. ISSN 2071-1050
Cade, John. 1949. Lithium Salts in the Treatment of Psychotic Excitement. The
Medical Journal of Australia Vol.II , No.10 , Tahun 1949, Halaman 349
Chen, David T. Y.. 1973. Solubility Products of Aluminium Hidroxide in Various
Ionic Solutions. Can. J . Chem. Vol 51; pp. 3528-3533
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI Press
Emsley, John. 2001. Nature's Building Blocks: An A-Z Guide to the Elements.
United Kingdom: Oxford University Press
Evy Siscawati. 2011. Sumber Lithium terbesar di dunia, Salar de Uyuni. Dari
http://www.faktailmiah.com/2011/06/26/sumber-lithium-terbesar-di-

Halaman 25 dari 27

dunia-salar-de-uyuni.html, diakses pada tanggal 10 April 2014 pukul


19.00WIB
Fan, Kevin dan Szelong, Katherine (UCD). Dari http://chemwiki.ucdavis.edu/,
diakses pada tanggal 8 April 2014 pukul 06.19WIB
Gruber, Paul dan Medina, Pablo. 2010. Global Lithium Availability: A Constraint
For Electric Vehicles?. USA: University of Michigan
Hamzaoui, A.H., A. Mnif, H. Hammi, dan R. Rokbani. 2003. Contribution to the
Lithum Recovery from Brine. Tunisia. Desalination 158. pp. 221-224. Dari
http://sciencedirect.com/, diakses pada tanggal 30 Maret 2014 pukul
14.45WIB
Hawash, S., E. Abd El Kader, dan G. El Diwani. 2010. Methodology for Selective
Adsorption of Lithium Ions onto Polymeric Aluminium (III) Hydroxide. Egypt.
Journal

of

American

Science.

Vol.

6(11).

pp.

301-309.

Dari

http://www.jofamericanscience.org/, diakses pada tanggal 30 Maret 2014


pukul 14.42WIB
Jaskula,

Brian

W.

Dari

http://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/commodity/lithium/, diakses pada


tanggal 10 April pukul 21.30WIB
Joyce A. Ober. 2006. U.S. Geological Survey, Mineral Commodity Summaries.
United States
Landolt, PE and CA Hampel. 1968. Lithium: In Encyclopedia of Chemical Elements.
New York: C. A. Hampel, Ed. Reinhold Book Corp
Maslim R. 2007. Panduan Praktis : Penggunaan Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Ama Jaya
Patnaik, Pradyot. 2002. Handbook of Inorganic Chemicals. New York: McGrawHill

Halaman 26 dari 27

Santoso SO, Wiria MSS. 2001. Psikotropik. Dalam : Farmakologi dan Terapi, Edisi
keempat. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Shevla G. 1961. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis,
atau Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Terj.
Pudjaatmaka, Handyana dkk. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka
Sugiyarto, Kristian H. 2003. Common Textbook (edisi revisi) Kimia Anorganik II.
Yogyakarta: FMIPA UNY
Support

Hope

Inc.

2009.

Antipsychotic

Haloperidol,

Haldol.

Dari

http://www.supporthope.com/medication/anti_anxiety/index.html.,
diakses pada tanggal 10 April 2014 pukul 20.00WIB
Wietelmann, Ulrich. 2005. Encyclopedia of Industrial Chemistry. Wiley-VCH
VerlagGmbH & Co. KgaA
Yoshinaga, Tetsutaro, Kentaro Kawano, dan Hirotsugu Imoto. 1986. Basic Study
on Lithium Recovery from Lithium Containing Solution. Bulletin Chemical
Society of Japan, 59. pp. 1207-1213

Halaman 27 dari 27

Anda mungkin juga menyukai