Perilaku Rasulullah
Perilaku Rasulullah
Perilaku Rasulullah
Pendahuluan
Nabi Muhammad saw adalah contoh teladan terbaik dan tipologi ideal paling
prima. Hal ini digambarkan oleh al-Quran surat Al-Ahzab, 33: 21 yang berbunyi:
(Sesungguhnya pada diri Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka
yang menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak
berzikir kepada Allah).
Namun demikian, Nabi Muhammad saw. tetap saja sebagai seorang
manusia seperti manusia lain yang dipimpinnya, sebagaimana ditegaskan dalam
surat Al-Kahfi/18: 110:
(Katakanlah, sesungguhnya saya adalah manusia seperti kamu, yang diberi wahyu
bahwa Tuhan kamu ialah Tuhan yang satu).
Ketauladanan Nabi diambil, antara lain, karena ia mampu menghadapi
berbagai masalah yang dihadapi tanpa kehilangan keseimbangan, tanpa kehilangan
idealisme dan tanpa surut dari sebuah missi. Itulah sebabnya Michael H. Hart,
dalam bukunya Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah Umat
Manusia, menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh Nomor Satu yang
paling berpengaruh dalam sejarah kehidupan manusia. [1]
Sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul, Muhammad saw memang sudah
sedemikian sempurna dalam berbagai perilaku dalam kehidupannya. Terlepas dari
keyakinan bahwa hal demikian memang sudah digariskan oleh Allah SWT karena
sesungguhnya Beliau masum (terjaga) dari segala kerusakkan dan dosa. Sejarah
mencatat, saat baru terlahir Muhammad kecil sudah didoakan dan ditawafkan
dihadapan kabah oleh kakeknya Abdul Muthalib. Ini menandakan bahwa dari
kalangan orang tuanya sangat berperan menjaga kesucian Muhammad saw.
Terlebih lagi setelah itu Muhammad disusukan kepada orang yang benar-benar
terseleksi, benar-benar tidak terkontaminasi oleh pola kehidupan tidak sehat. Setelah
disusukan oleh Suaibah Al-Aslamiyah, Muhammad kemudian disusukan oleh
Halimatussadiyah dan dibawa tinggal bersama di pemukiman yang jauh dari
keramaian kota, jauh dari hiruk pikuk dan kebiasaan jahiliyah para penduduk kota.
Masa kakak-kanak Muhammad dilalui dengan menggembalakan kambing,
beliau sudah menampakkan sikap terpuji dapat dipercaya mengurus hewan
peliharaan orang lain. Di saat-saat menggembalakan kambing inilah terjadi proses
penyucian diri Muhammad dari berbagai sifat-sifat buruk, peristiwa tersebut dikenal
dengan pembelahan dada. Walau masih terdapat perbedaan pendapat tentang
teknis yang pasti tentang pembelahan dada, yang terpenting dari peristiwa itu adalah
tampilnya seorang Muhammad yang penuh dengan sifat-sifat terpuji seperti jujur,
amanah dan sebagainya.
Walaupun Muhammad terlahir dalam status yatim setelah ditinggal wafat
Ayahandanya Abdullah ketika beliau masih dalam kandungan, ditambah pada
usianya yang ke-6 menjadi yatim dan piatu pula karena ditinggal Ibundanya Siti
Aminah. Dua tahun kemudian ditinggal pula oleh kakeknya Abdul Muthalib.
Kesedihan yang bertubi-tubi itu tidak mengikis semua keteladanan yang ada pada
diri beliau, malah semua itu laksana kawah candra dimuka yang makin
mengkokohkan pribadi beliau. Ini terlihat ketika terjadi perselisihan antara para
kabilah suku Quraisy, akhirnya melatarbelakangi penganugerahan gelar Al-Amin
kepada beliau. Ketika kabah harus direnovasi akibat diterjang banjir para kabilah
mempercayakan kepada beliau untuk memindahkan hajarul aswad. Di saat
penduduk Makkah terperangkap dalam sebuah pertengkaran tentang kabilah mana
yang harus mendapat kehormatan mengangkat dan menempatkan kembali batu
tersebut di tempatnya semula. Ketika persoalan ini sudah berjalan lima hari dan
hampir menyebabkan pecahnya perang antar-suku, Muhammad datang dengan
solusinya yang sudah sangat terkenal itu. Ia meletakkan batu hitam di atas
selendang dengan empat sisi dan mengajak semua ketua suku mengangkatnya
bersama-sama, lalu meletakkannya di tempat semula. Gelar Al-Amin tersebut,
beliau dapat jauh sebelum beliau di angkat menjadi nabi dan rasul. Al-Amin artinya
orang yang dapat dipercaya.
Keteladanan Rasulullah
Berdasarkan Al-Quran surat Al-Ahzab, 33 : 21 setiap muslim atau muslimah
yang ingin memperoleh rahmat Allah, bahagia dunia dan akhirat harus menjadikan
Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan. Keteladanan beliau secara garis besar
dapat dibagi antara lain menjadi keteladanan dalam hidup berumah tangga,
keteladanan sebagai pemimpin umat dan keteladanan sebagai pribadi muslim.
I. Keteladanan dalam Hidup Berumahtangga
Sebagai kepala rumah tangga nabi Muhammad saw patut diteladani. Beliau
senantiasa berusaha agar rumahtangganya menjadi rumah tangga yang
memperoleh ridha Allah SWT. Untuk itu beliau selalu berusaha bersama isterinya Siti
Khadijah, agar mereka berdua bisa mewujudkan dan membina rasa saling cinta
mencintai, sayang menyayangi, hormat menghormati, saling menjaga nama baik dan
tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Baliau juga telah memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan
penuh tanggung jawab serta kasih sayang sehingga anak-anaknya senantiasa
beriman dan bertakwa, serta hidupnya berguna dan berbahagia.
II. Keteladanan Sebagai Pemimpin Umat
Banyak yang harus diteladani dari Nabi Muhammad saw dalam hal memimpin
umat, antara lain :
Nabi Muhammad saw senantiasa menanamkan keimanan dan ketakwaan
kepada orang-orang yang dipimpinnya.
Nabi Muhammad saw selalu berusaha agar persaudaraan sesama umat Islam
(ukhuwah Islamiyah) terwujud.
-
(mulailah dari diri sendiri).
Strategi mengatasi krisis model ini cukup berhasil tidak terlepas dari beberapa faktor.
Pertama, kualitas moral-personal yang prima, yang dapat disederhanakan
menjadi empat, yakni: siddiq, amanah, tabligh, dan fahtanah: jujur, dapat dipercaya,
menyampaikan apa adanya, dan cerdas. Keempat sifat ini membentuk dasar
keyakinan umat Islam tentang kepribadian Rasul saw. Kehidupan Muhammad sejak
awal hingga akhir memang senantiasa dihiasi oleh sifat-sifat mulia ini. Bahkan
sebelum diangkat menjadi Rasul, ia telah memperoleh gelar al-Amin (yang sangat
dipercaya) dari masyarakat pagan Makkah. Pentingnya kualitas moral yang prima ini
kembali ia tekankan setelah menjadi utusan Tuhan dalam haditsnya:
Dari Abu Hurairah, Rasul saw. bersabda: Sesungguhnya aku diutus guna
menyempurnakan kebaikan akhlak. (H.R. Ahmad, 8595).
Kedua, Integritas. Integritas juga menjadi bagian penting dari kepribadian Rasul
Saw. yang telah membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas
personalnya sedemikian kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya dari
apapun yang menjadi tujuannya. Ketika dakwahnya sudah mulai dianggap sebagai
gangguan serius oleh masyarakat Makkah, para pemukanya mencoba membujuk
Muhammad untuk berhenti. Namun ia dengan tegas menolak setiap bujukan
tersebut. Puncaknya adalah ketika kepadanya ditawarkan kedudukan yang tinggi
dalam sistem masyarakat Makkah serta sejumlah besar kekayaan material. Pada
lazimnya kedua tawaran tersebut akan membuat orang goyah pendiriannya. Tetapi
tidak demikian halnya dengan Rasul saw. Dengan sangat tegas namun tetap santun
ia menjawab: Kalaupun mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan
bulan di tangan kiriku, aku tetap tak akan bersedia menghentikan dakwah Islam.
Tidak ada yang dapat dipikirkan oleh para pembesar Makkah lagi untuk membobol
benteng integritas Muhammad, dan karena itu mereka pun lalu beralih pada jalan
kekerasan. Namun cara ini pun dihadapinya dengan kesabaran yang berbuah
keberhasilan.
Ketiga, kesamaan di depan hukum. Prinsip kesetaraan di depan hukum
merupakan salah satu dasar terpenting manajemen Rasul saw. Menanggapi sebuah
masyarakat yang memberlakukan hukuman potong tangan kepada pencuri dari kelas
bawah, tetapi tidak menerapkannya kepada pencuri dari kalangan atas, Rasul saw.
dengan tegas bersabda:
Demi Allah, kalau sekiranya Fathimah binti Muhammad mencuri, maka aku sendiri
yang akan memotong tangannya. (H.R. Bukhari, 3216)
Keempat, Penerapan pola hubungan egaliter dan akrab. Salah satu fakta
menarik tentang nilai-nilai manajerial kepemimpinan Rasul saw. adalah penggunaan
konsep sahabat (bukan murid, staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau
hamba) untuk menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin
dengan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Sahabat dengan
jelas mengandung makna kedekatan dan keakraban serta kesetaraan. Berbeda
dengan, misalnya, murid, staff, atau pengikut yang kesemuanya berkonotasi
tingkatan tinggi-rendah. Sahabat lebih bermuatan kerjasama dua arah, saling
melengkapi dan saling menyempurnakan. Sahabat terasa sedemikian dekat, seolah
tanpa jarak. Konsep persahabatan memang benar-benar tepat menggambarkan
realitas hubungan yang terbina antara Rasul saw. dengan orang-orang di sekitarnya.
Inilah antara lain motivator yang telah membuat para sahabat rela mengorbankan
apa saja (seperti jiwa, raga, harta, waktu) demi perjuangan Rasul saw. Sebab di
dalam hati mereka merasakan bahwa cita-cita Rasul saw. adalah juga cita-cita
mereka sendiri, dan keberhasilan beliau adalah juga keberhasilan mereka.
Kelima, kecakapan membaca kondisi dan merancang strategi. Keberhasilan
Muhammad saw. sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca
situasi dan kondisi yang dihadapinya, serta merancang strategi yang sesuai untuk
diterapkan. Model dakwah rahasia yang diterapkan selama periode Makkah
kemudian dirubah menjadi model terbuka setelah di Madinah, mengikuti keadaan
lapangan. Keberhasilan Rasul saw. dan para sahabatnya dalam perang Badr jelasjelas berkaitan dengan penerapan sebuah strategi yang jitu. Demikian pun peristiwa
pahit perang Uhud, adalah saksi kegagalan dalam menerapkan strategi yang
sesungguhnya sudah tersusun rapi dan rinci.
Keenam, tidak mengambil kesempatan dari kedudukan. Rasul Saw. wafat
tanpa meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat malah menyatakan bahwa
beliau berdoa untuk mati dan berbangkit di akhirat bersama dengan orang-orang
miskin. Jabatan sebagai pemimpin bukanlah sebuah mesin untuk memperkaya diri.
Sikap inilah yang membuat para sahabat rela memberikan semuanya untuk
perjuangan tanpa perduli dengan kekayaannya, sebab mereka tidak pernah melihat
Rasul saw. mencoba memperkaya diri. Kesederhanaan menjadi trade mark
kepemimpinan Rasul saw. yang mengingatkan kita pada sebuah kisah tentang Umar
ibn al-Khattab. Seseorang dari Mesir datang ke Madinah ingin bertemu dan
mengadukan persoalan kepada khalifah Umar ra. Orang tersebut benar-benar
terkejut ketika menjumpai sang khalifah duduk dengan santai di bawah sebatang
kurma. Tak ada tanda-tanda bahwa ia adalah seorang pemimpin besar yang sangat
berkuasaia tak berbeda dari orang-orang yang dipimpinnya.
Ketujuh, visionerfuturistic. Sejumlah hadits menunjukkan bahwa Rasul saw.
adalah seorang pemimpin yang visioner, berfikir dan mereka masa depan. Meski
tidak mungkin merumuskan alur argumentasi yang digunakan olehnya, tetapi banyak
hadits Rasul saw. yang dimulai dengan kata akan datang suatu masa, lalu diikuti
sebuah deskripsi berkenaan dengan persoalan tertentu. Kini, setelah sekian abad
berlalu, banyak dari deskripsi hadits tersebut yang telah mulai terlihat dalam realitas
nyata. Berikut adalah beberapa contoh hadits futuristik:
Akan datang satu masa ketika orang tak perduli lagi dengan cara apa ia
mendapatkan harta, dengan halal atau haram. (H.R. Bukhari, 1941)
Demi Tuhan yang menguasai jiwaku, akan datang satu masa ketika seorang
pembunuh tak tahu lagi kenapa ia membunuh, dan orang yang terbunuh tak tahu
kenapa ia dibunuh. (H.R. Muslim, 5177)
Manusia akan mencapai suatu masa ketika suatu waktu mereka berdiri (untuk salat)
dan tak menemukan seorang yang bisa menjadi imam. (H.R. Ibn Majah, 972)
Stay connected to the people that matter most with a smarter inbox. Take a look.
__._,_.___
Messages in this topic (1) Reply (via web post) | Start a new topic
Messages | Files | Photos | Links | Database | Polls | Members | Calendar