Anda di halaman 1dari 10

Biologi Nematoda Pratylenchus sp.

Penyebab Root Lesio Pada Tanaman


M. Firdaus Oktafianto A352140031.
Arti Penting
Nematoda adalah salah satu organisme penggangu tanaman, dan bila kita lihat dari
ukuran tubuhnya nematoda penggangu tumbuhan memiliki ukuran paling besar diantara
organisme tanman lainnya, Agrios (2005), menjelaskan bahwa nematoda memiliki bentuk
seperti cacing dan termsuk kedalam kingdom animalia,

tapi secara taksonomi berbeda

dengan cacing sebenarnya. Nematoda makan dengan menghisap cairan sel tumbuhan setelah
sebelumnya nematoda menusukan stiletnya ke bagian tanaman, air liur yang dikeluarkannya
akan menimbulkan kerusakan bagi tanama sepeti puru pada akar tanaman.
Dropkin (1996), menjelaskan bahwa nematoda memiliki ukuran antara 300 sampai
1000 m. Secara umum panjang nematoda adalah 400 m dengan lebar 15 sampai 35 m.
Secara umum nematoda dapat hidup berbagai ekosistem, baik di air maupun didarat, hanya
10% saja yang bersifat parasit terhadap tanman. Salah satu penyebab tingginya daya adaptasi
nematoda adalah karena nematoda memiliki variasi morfologis yang tinggi, variasi cara
makan, dan variasi ukuran tubuh (Mulyadi 2009)
Nematoda Pratylenchus atau dikenal dengan nama umum "root lesion nematoda" atau
nematoda pembuat luka akar termasuk nematoda endoparasit migratori, nematoda ini tercatat
memiliki 55 spesies nematoda ini juga merupakan nematoda yang penting bagi tanaman
setelah Meloidogyne. Nematoda ini hidup dan melakukan migrasi di dalam jaringan akar
sehingga mengakibatkan kerusakan yang ekstensif pada jaringan korteks, sekaligus sebagai
tempat untuk predeposisi infeksi pathogen tanah dari golongan jamur. Kisaran inang
Pratylenchus cukup luas, meliputi tanaman sayuran, jagung, pisang, dan kopi.
Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan nematoda P. coffeae pada tanaman
kopi selama enam tahun (1981- 1986) serangan nematoda Pratylenchus coffeae,menyebabkan
kehilangan hasil rata-rata sebesar 56,84%, atau sekitar 150 ton kopi per tahun. Selain
mengurangi kuantitas, serangan nematoda juga dapat mengurangi kualitas produk. Penurunan
produksi oleh P. coffeae pada kopi Robusta berkisar antara 28,7% sampai 78,4%. Serangan P.
coffeae terhadap kopi Arabika, biasanya tanaman hanya bisa bertahan selama 2 tahun
(Mustika, 2005).

Taksonomi Dan Morfologi


Pratylenchus dikelompokkan ke dalam filum Nemata, kelas Secernentea, ordo
Tylenchida, sub ordo Tylenchina, super famili Tylenchoidea, family Pratylenchidae, dan sub
family Pratylenchinae (Singh dan Sitaramaiah 1994)
Ukuran tubuh nematoda Pratylenchus relative kecil, berkisar antara 300 900 mikron
panjangnya (dengan rata-rata 500 mikron). Kepala relatif datar, dan ekor meruncing dengan
ujung membulat. Pada daerah bibir terdapat 2,3 atau 4 anulasi tergantung spesiesnya
(banyaknya anulasi pada bibir seringkali dipergunakan untuk identifikasi spesies pada genus
Pratylenchus). Stilet pendek, berukuran panjang 11 22 mikron, dengan basal knob yang
jelas dan kuat. Esofagus menjorok kearah ventral. Vulva pada nematoda betina terletak pada
posisi 65 90% ke arah posterior, dengan satu ovarium memanjang ke arah depan,
sedangkan ovarium di bagian posterior mengalami reduksi atau rudimenter. Nematoda jantan
mempunyai bursa ekor sampai ujung ekor. Berikut adalah contoh morfologi dari nematoda
Pratylenchus sp.

Gambar 1. Morfologi umum dari Pratylenchus sp.

Biologi Pratylenchus sp.


A. Siklus Hidup.
Berikut adalah siklus hidup Pratylenchus.

Siklus hidup nematoda ini

sangatlah

sederhana, nematoda dewasa meletakan telur. Telur menetas dan menjadi dewasa, nematoda
ini mengalami pergantian kulit sebanyak 4 kali, dan untuk memenuhi siklus hidupnya
membutuhkan waktu sekitar 45-65 hari tergantung spesiesnya dan keadaan lingkungan.
(Mulyadi, 2009)
Berikut adalah lama siklus hidup berbagai spesies Pratylenchus. Pratylenchus
mediterraneus melengkapi siklus hidupnya di sekitar 4 minggu pada akar (Orion et al.,
1995). Demikian pula, siklus hidup P. thornei selesai dalam waktu sekitar 25-35 hari pada
cakram wortel pada 20-25 C (Castillo et al., 1995) dan dalam 25-29 hari pada jagung pada
30 C (Siyanand et al ., 1982). Pratylenchus zeae menyelesaikan siklus hidup di sekitar 5
minggu di 28o C dalam kondisi yang terkendali (Meyer, 1985) dan P. mulchandi mengambil
24-36 hari untuk menyelesaikan siklus hidupnya pada 25-30 C (Nandakumar & Khera,
1974).
Seperti beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa pengaruh kelembaban dan
suhu sangat berpengaruh pada siklus hidup nematoda Pratylenchus. Mizukubo dan Adachi
(1997), menyatakan bahwa siklus hidup P. penetrans diperkirakan sebanyak 46, 38, 28, 26
dan 22 hari pada 17, 20, 25, 27 dan 30 C, masing-masing. Kematian remaja lebih tinggi pada
17 C (50,4%), 20 C (50,3%) dan 30 C (58,4%) dibandingkan pada 25 C (34,6%) dan 27
C (37,6%).
Peletakan telur Pratylenchus sp. diletakan secara tunggal atau berkelompok di akar
inang, atau di tanah dekat permukaan inang. Setelah telur diletakan oleh induknya telur
teersebut akan menetas setelah 15-17 hari sementara perkembangan juvenil hingga dewasa
membutuhkan waktu 15-16 hari, dan perkembangan nematoda dewasa sampai bisa
menghasilkan telur yaitu sekitar 15 hari (Dropkin, 1996).

Berikut ini adalah skema perkembangan nematoda dari telur sampai menyerang tanaman

Gambar. 2. Skema representasi dari siklus hidup Pratylenchus penetrans. A: Sistem akar
tanaman yang sehat; B-D: Nematoda penetrasi pada akar; E, F: kerusakan kortikal; G:
Terinfeksi sistem akar nekrotik lesi; H, I: Telur; J, K: spesimen Juvenile; L: spesimen dewasa.
setelah Vovlas dan Troccoli (1990).
Setelah telur nematoda diletakan, pembentukan fase juvenil1 terdai didalam telur
nematoda dan menetas sebagai juvenil 2. Juvenil 2 nematoda Pratylenchus ini aktif bergerak
mencari tanaman inangnya. juvenil 2 melakukan penetrasi kedalam akar pada umumnya akar
tanaman yang di infeksi adalah akar yang sedang mengalami pemanjangan atau sedikit di
belakang ujung akar. Nematoda ini terus bergerak di dalam akar bergerak menuju korteks dan
didalam korteks mereka akan makan dan melakukan proses reproduksi. pada saat di dalam
akar nematoda ini akan mengalami 3 fase pergantian kulit lagi sebelum menjadi dewasa
(Mulyadi, 2009).
B. Reproduksi
Reproduksi merupakan proses pembentukan individu baru melalui penggabungan sel
sperma dan ovarium atau biasa disebut Fertilisasi, Tetapi beberapa nematoda dapat
menghasilkan keturunan tanpa melalui proses kawin. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
beberapa cara reproduksi Cara reproduksi dari Pratylenchus sangatlah, karena nematoda ini
dapat bereproduksi dengan cara kopulasi(amfimiksis) dan juga partenogenesis. Menurut
Adnan (2008), Amfimiksis adalah salah satu tipe reproduksi biseksual yang paling umum
pada nemaoda, telur dan sperma masing-masing dihasilkan oleh individu yang berbeda. Sel

terlur dihasilkan oleh individu betina dan sperma dihasilkan oleh individu jantan. Seltelur dan
sperma kemudian mengalami penggabngan melalui kopulasi (kawin) antara nematoda jantan
dan betina. Dalam reproduksi ini rasio antara jantan dan betina kira-kira sama. Sementara
partenogenesis merupakan suatu tipe reproduksi yang banyak terjadi pada nematoda parasit
tumbuhan. Proses reproduksi ini sering disebut proses reproduksi aseksual, walaupun
sebenarnya bukan, dalam tipe reproduksi ini sel telur berkembang menjadi individu baru
tanpa adanya fertilisasi oleh nematoda.
C. Embriogenesis
Embriogenesis tahap perkembangan embrio yang terjadi didalam telur, dengan adanya
pembelahan dari satu sel menjadi dua lalu menjadi sebuah organisme yang kompleks setelah
proses fertilisasi berlangsung. Langman (1994) menjelaskan bahwa embriogenesis
merupakan suatu proses dimana produksi dari embrio berlangsung, perkembangan dari
individu yang baru terjadi ssecara seksual yaitu dari zigot. Secara umum, embriogenesis
adalah proses pembelahan sel dan diferensiasi sel dari embrio yang terjadi pada saat tahaptahap awal dari perkembangan mahluk hidup. Tepatnya, embriogenesis terjadipada saat
spermatozoa bertemu dan menyatu dengan ovum yang disebut fertilisasi.
Berikut adalah gambar proses embriogenesis yang terjadi pada Pratylenchus

Gambar.3. Pengembangan embriogenik di Pratylenchus thornei. A: betina hamil; B: telur


Undivided; C: Tahap Dua bersel; D: Tahap Tiga bersel; E: Enam bersel tahap; F: Pregastrula
tahap; G: gastrula tahap; H, I: Pertama-tahap remaja; J, K:
Setelah nematoda betina meletakan telurnya pada bagian tumbuhan atau tanah, zigot
didalam telur tersebut mengalami diferensiasi dan mulai mengalami pembelahan sel, Berikut
dijelaskan proses perkembangan embriogenesis pada nematoda P. Thornei yang dilakukan

oleh Castillo et al (1995), dan dikembangkan dalam petridis dengan cara meletakan nematoda
didalam wortel dan diamati, setelah nematoda menghasilkan telur, telur tersebut disimpan
didalam cover glass disimpan pada suhu 24oC. Pengamatan dilakukan setelah 12 jam, pada
pengamatan pertama telur mulai mengalami pembelahan menjadi 2 sel blastomer pada
gambar C.
Blastomer adalah tahap pembelahan embrio awal. Sel telur yang dibuahi (zigot)
terbelah untuk membuat dua sel blastomer yang pada gilirannya membelah empat dan
seterusnya.Blastomer-blastomer itu kemudian disebut morula pada tahap perkembangan praimplantasi. Pengambilan satu blastomer dapat menciptakan kembar identik secara in vivo.
Pembelahan berikutnya terjadi setelah 12 jam berikutnya jumlah sel menjadi 3 pada gambar
D. 36 jam setelah perletakan telur sel bertambah menjadi 4 buah gambar E. Dalam 24 jam ke
depan muncul sel bertambah menjadi 12 buah dan tahap ini disebut pregastrulation F. Selama
5 hari kedepan gastula berkembang gambar G.
Gastrula adalah bentukan lanjutan dari blastula yang pelekukan tubuhnya sudah
semakin nyata dan mempunyai lapisan dinding tubuh embrio serta rongga tubuh. Setelah
menjadi gastula dibutuhkan waktu sekitar 2 hari sebelum berkembang menjadi J1. Dan
juvenil 1 akan menetas dan berubah menjadi Juvenil 2 dalam waktu 2 hari, ketika menetas
nematoda telah memiliki sudah memiliki struktur morfologi seperi stylet usus esofagus dll.
Sehingga proses dari mulai peletakan telur hingga munculnya juvenil 2 membuhtuhkan
waktu sekitar 11 hari.
D. Pasca Embriogenesis
Nematoda pada umumnya mengalami pergantian kulit selama 4 kali. Setiap pergantian
fase kehidupannya ditandai dengan bergantinya kulit nematoda. Pergantian kulit nematoda
dapat ditandai dengan terjadinya dormansi pada nematoda tersebut, dormannya nematoda
pada saat pergantian kulit ini sering disebut dengan istilah diapause (Agrios, 2005).
Adnan, (2008) menjelaskan bahwa pengertian dari diiapause adalah fase istirahat yang
ditentukan oleh faktor endogen atau genetik dari nematoda itu sendiri. Pada nematoda
Pratylenchus spp melakukan proses Diapause sebanyak 4 kali dimulai saat fase telur dan
keluar menjadi juvenil 1, lalu berdiapause kembali dan mengganti kulitnya hingga juvenil 4.
Berikut adalah fase-fase perkembangan yang dilewati oleh Pratylenchus sp menurut Roman
dan Hedwig (2011). Pertama adalah proses pergantian kulit 1 hingga terbentuknya juvenil 1.

Gambar 4. Skema perkembangan Pratylenchus pada Juvenil 1.


Saat gastula nematoda mulai terbentuk disanalah proses ini dimulai, yaitu terbentuknya
organ-organ dari nematoda, pada gambar 4A-D menjelaskan mengenai mulai munculnya
lekukan pada bibir nematoda yang berbentuk seperti cangkir. Garis lurus kearah atas ju
definisikan sebagai bakal stilet dari nematoda ini. Gambar 4E-G menjelaskan mengenai
perkembangan terus berlanjut hingga lekukan pada bibir mulai membentuk bibir yang utuh
dari nematoda ini, bentuk stylet pun mulai nampak. Pada gambar selanjutnya (Gambar 4 HJ ) menjelaskan mengenai pembentukan stylet, esofagus pada nematoda

(Roman dan

Hedwig, 2011). Saat nematoda menetas sebagai Juvenil 2, nematoda ini sangat aktif bergerak
ini dilakukan untuk mencari inangnya, walaupun aktif bergerak tapi bagian organ dalam dari
nematoda belum terbentuk secara sempurna (Roman dan Hedwig 2011).

Tahap selanjutnya dari fase hidup dari Pratylenchus akan dilakukan di dalam akar
tanaman, karena cara memarasit nematoda ini yaitu dengan masuk dan membuat lubang pada
tanaman yang memang merupakan feeding site dari nematoda ini. Pada fase pergantian kuit
ke-2 yaitu saat pergantian kulit dari Juvenil2 menuju Juvenil 3 dimulai dengan berhentinya
gerakan aktif dari nematoda posisi menjadi tegak lurus atau bengkok, dengan sesekali
bergerak dengan lambat, Berikut merupakan gambar fase perkembangan pada saat pergantian
kulit yang ke-2:

Gambar 5. Pergantian kulit dari fase Juvenil 2 menuju Juvenil 3.


Pada mulanya fase ini ditandai dengan mulai menghilangnya stilet dan esofagus pada
tubuh nematoda. Knob stilet pertama mulai menghilang meninggalkan lingkaran, dan

stiletpun mulai menghilang hingga pada Gambar. 5 B hanya terlihat seperti kerucut.
Dibutuhkan waktu sekitar 2 jam sebelum knob stylet menghilang. Sementara itu, titik stylet
menjadi lebih jelas lagi. Sebuah labu berbentuk hialin rongga di sekitar titik dan satu, dua
atau tiga cincin di bawahnya menjadi terlihat (Gambar. 5 C). Lingkaran pada knob menjadi
kurang jelas dan akhirnya menghilang. Pada sekitar waktu ini, kepala Juvenil 3 mulai
terbentuk. Pada tahap selanjutnya kulit dari juvenil 2 mulai terlepas dan tepat dibawahnya
mulai tumbuh/ muncul bakal bibir dan stylet baru, hingga akhirnya muncul stylet dan mulut
yang baru (Gambar 5 E-H). Kulit dari juvenil 2 membungkus nematoda yang baru, pada
tahap ini juga mulai terbentuknya knob stylet dan esofagus menjadi jelas pada gambar
berikutnya (Gambar 5 I-J).
Pada fase pergantian kulit ke-3 yaitu pergantian kulit dari juvenil 3 menuju Juvenil 4
dan menuju dewasa prosesnya sama seperti proses pergantian kulit ke-s, tapi pada tahap ini
nematoda mulai mengembangkan organ reproduksinya.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. 5th eds. Elsevier Academic Press. London. 948 p.
Castillo, P., Jimnez Daz, r. M., Gomez B, A. dan Dovlas, N. (1995). Parasitism of the rootlesion nematode Pratylenchus thornei on chickpea. Plant Pathology 44, 728-733.

Dropkin, V.H. 1996. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gadjah mada University Press.
Yogyakarta
Mustika, I. 2005. Konsepsi dan Strategi Pengendalian Nematoda Parasit Tananam
Perkebunan di Indonesia. Perspektif 4(1) : 20 23.
Mulyadi. 2009. Nematologi Pertanian. Gadjahmada University Press. Yogyakarta.
Meyer, A. J . (1985). Mass culture of Pratylenchus zeae (Nematoda; Pratylenchinae) on
excised corn roots growing on sterile nutrient agar. Phytophylactica 16, 259-261.
Mizukubo, T. dan Adachi, H. (1997). Effect of temperature on Pratylenchus penetrans
development. Journal of Nematology 29, 306-314.
Nandakumar, C. dan Khera, S. (1974). Life cycle and reproduction in female Pratylenchus
mulchandi with emphasis on the development of gonad. Zoologischer Anzeiger 193,
287-296.
Orion,D.,Nachmias,A.,Lapid,D.dan Orenstein, J. (1995). Observations on the parasitic
behavior of Pratylenchus mediterraneus on excised potato roots. Nematropica 25, 7174.
SamuthiravalliM. and M. Sivakumar, 2008. Interaction of Meloidogyne incognita with
Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici on Tomato, Annuals of Plant Protection Sciences
16(1):12-17.
Siyanand, Seshadri,A.R. dan Dasgupta, D.R. (1982). Investigation on the life-cycles of
Tylenchorhynchus vulgaris, Pratylenchus thornei and Hoplolaimus indicus
individually and in combined infestations in corn. Indian Journal of Nematology 12,
272-276.
Vovlas,N. dan Troccoli, A. (1990). Histopathology of broad bean roots infected by the lesion
nematode Pratylenchus penetrans. Nematologia Mediterranea 18, 239-242.

Anda mungkin juga menyukai