Anda di halaman 1dari 14

BAB I

SELAYANG PANDANG

1.1

Latar Belakang
Pada hakikatnya, manusia berkembang selaras dengan alam. Bentuk mula

kehidupan manusia mengerti betul bahwa alam tidak bisa dipisahkan dari mereka.
Mereka belajar bertahan hidup, mengambil apa yang diperlukan secukupnya tanpa
merusak dan memahami bahwa keberadaan mereka merupakan salah satu subsistem dari kumpulan berbagai macam sub-sistem dalam suatu rangkaian besar
sistem lingkungan hidup. Bahkan, di beberapa kebudayaan awal alam dipuja
sebagai Tuhan, yang menunjukkan bahwa dulu manusia mempunyai kerendahan
hati untuk mengakui bahwa kehidupan mereka sangat bergantung pada alam.
Saat revolusi industri dimulai di abad ke-18, alam mulai dilupakan. Manusia
seolah menemukan dewa baru yang membuat hidup lebih mudah dan praktis.
Alam sudah bukan lagi sahabat, bahkan dipandang sebagai penghambat kemajuan
peradaban. Maka, dimulailah pembantaian besar-besaran oleh manusia terhadap
bumi. Hutan dibabat untuk membuat lahan sebagai lokasi industri dan
pemukiman, gunung dan bukit diratakan sebagai jalur transportasi untuk
mempermudah distribusi dan mobilitas. Laut, sungai dan sumber air lainnya
disalahgunakan sebagai sasaran pembuangan limbah. Belum lagi berbagai sumber
daya alam yang dieksploitasi habis-habisan tanpa mempertimbangkan kebutuhan
generasi mendatang.

Dalam dunia modern dimana industri dipandang sebagai tulang punggung


kehidupan, manusia memposisikan alam sebagai objek dan faktor eksternal yang
tidak ada sangkut pautnya dengan keberlangsungan hidup. Manusia mengambil,
mengeksploitasi, merusak, untuk kemudian meninggalkannya dalam keadaan
kerontang karena dihisap kehidupannya.
Dalam Bahasa Inggris, bumi disebut sebagai Mother Earth. Dalam Bahasa
Indonesia, dikenal istilah Ibu Pertiwi. Sebutan itu merupakan sebuah simbol.
Bumi diibaratkan sebagai seorang ibu. Seorang ibu pasti menyayangi anakanaknya. Membelai, menimang, dan memeluk mereka penuh cinta. Namun,
seorang ibu juga pasti marah kalau anaknya nakal, membuat keributan, merusak
dan bertingkah di luar batas. Begitu pula bumi. Bumi menaungi kehidupan
manusia sejak bentuk pertama organisme berkembang. Ia menyertai evolusi
manusia, merawat mereka dengan tubuhnya, menyediakan sumber kehidupan tak
terbatas sehingga akhirnya tahap evolusi itu menjadi sempurna, yaitu ketika
manusia menduduki posisi sebagai puncak rantai makanan diantara semua
makhluk hidup.
Selama itu pula manusia dan bumi adalah sahabat baik. Sehingga ketika kini
manusia, yang merasa mempunyai hak sepenuhnya atas bumi merusak dan
mengeksploitasi alam tanpa pandang bulu atas nama kemajuan, maka bumi pun
marah seperti seorang ibu marah pada anaknya.
Banyaknya bencana alam dahsyat dengan dampak yang sebelumnya tidak
pernah dikenal manusia, munculnya penyakit-penyakit aneh, pencemaran udara,
maupun anomali cuaca dan musim yang menjadikan hidup di bumi terasa semakin

tidak nyaman. Bumi pun menjadi musuh dalam selimut, alam sudah tidak lagi
bersahabat.
Sebenarnya kemajuan bukanlah hal yang buruk. Hal tersebut merupakan hal
yang tidak terhindarkan dalam peradaban manusia. Namun, euforia manusia akan
pesona baru industri membuat lupa terhadap hal lain yang menunjang kehidupan,
seperti lingkungan. Kemajuan dan efisiensi dianggap segalanya, yaitu tujuan yang
harus dicapai oleh umat manusia dengan cara apapun.
Begitu banyaknya kasus-kasus menghebohkan tentang dampak kerusakan
lingkungan oleh industri terhadap manusia yang semakin lama terdengar semakin
mengerikan. Kasus internasional yang paling gencar publikasinya dan yang
gaungnya pertama kali menyentak hati umat manusia adalah Tragedi Minamata
yang terjadi di Jepang pada tahun 1959. Tragedi tersebut terjadi akibat limbah
industri dari sebuah pabrik tidak diolah dan dibuang begitu saja di sebuah teluk
kecil yang menjadi pusat mata pencaharian penduduk setempat. Akumulasi
bertahun-tahun dari tumpukan limbah tersebut menjadi bom waktu yang merusak
segala bentuk kehidupan. Begitu banyak manusia dan hewan yang menjadi
korban, penyakit aneh yang tidak ditemukan obatnya, biaya rehabilitasi dan
reklamasi yang begitu tinggi, hilangnya sumber mata pencaharian, belum lagi
lamanya

waktu

yang

diperlukan

untuk

pulih

dari

tragedi

itu

(Https://theknightman.wordpress.com/).
Kasus Teluk Minamata seakan menjadi tuas yang membuka bendungan dari
banjir kasus-kasus serupa. Ternyata bumi menyimpan penderitaan akibat limbah
industri di banyak tempat. Diantara daftar panjang kasus kerusakan lingkungan

adalah kasus Love Canal dan Kepone di Amerika Serikat, Kabut Dioxin di Italia,
lahan Stringfellow di USA dan lain-lain (Http://jujubandung.wordpress.com/).
Di Indonesia, kasus kerusakan lingkungan yang paling banyak diberitakan
karena banyaknya kepentingan yang terlibat di dalamnya adalah tragedi lumpur
Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Kasus ini terjadi karena kombinasi dari human
error, buruknya manajemen kerja dan kualitas peralatan pertambangan gas.
Efeknya pun amat masif. Kerugian yang ditimbulkan baik materil dan immateril
menyebar ke berbagai aspek kehidupan, tidak hanya kesehatan namun juga
pendidikan, sosial budaya, politik, hukum, hingga menyeret nama petinggipetinggi negeri ini (Agustina, 2009). Meski sudah berselang delapan tahun, kasus
Lapindo belum juga memperoleh penyelesaian yang dapat memuaskan semua
pihak.
Di Kota Palu, pernah terjadi kasus yang hampir serupa dengan Tragedi
Teluk Minamata. Namun karena masyarakat dan media sudah lebih waspada,
maka dampaknya tidak sehebat kasus di Jepang. Kejadian tersebut disebut kasus
Poboya yang melibatkan sebuah perusahaan penambangan emas. Beroperasi di
tengah kota dan dekat dengan pemukiman warga, tentu saja limbah kimia bekas
pengolahan emas pabrik itu seketika mencemari sumber air, tanah, dan merusak
bentangan alam disana. Hewan dan ternak mati, tanaman perkebunan dan sawah
yang menjadi sumber mata pencaharian tidak dapat tumbuh, dan tingkat
pencemaran air konsumsi oleh bahan kimia bekas industri mencapai lebih dari
ambang batas normal. Belum lagi terjadi konflik berdarah akibat berbagai
benturan kepentingan, kriminalitas dan ironisnya tidak ada bukti nyata bahwa

keberadaan perusahaan itu meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitarnya


(Zurhaar, 2010).
Isu pemanasan global berkembang sejak awal tahun 1970-an dan merupakan
isu internasional yang kerap diangkat dalam berbagai forum kerjasama antar
negara. Ancaman naiknya permukaan laut dan tenggelamnya sebagian besar
daratan di bumi karena anomali cuaca serta melelehnya es di kutub utara
terdengar sangat mengerikan. Banyak pihak akhirnya menyadari betapa beratnya
harga yang harus dibayar manusia atas keserakahan mereka. Dampak lingkungan
yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan memang tidak terjadi seketika,
butuh waktu yang lama sebelum tanda-tanda kerusakan hayati muncul di
permukaan. Siapa yang menanam, dialah yang menuai. Manusia memetik hasil
atas pengabaian dan penganiayaannya terhadap bumi selama hampir empat abad
sejak revolusi industri bergaung pertama kali. Manusia akhirnya paham bahwa
menjadi puncak rantai makanan bukan berarti tak akan terkalahkan. Kemarahan
ibu bumi yang ditunjukkan dengan banyaknya bencana alam semakin menjadi
perhatian seiring fakta bahwa banyaknya korban jiwa dalam setiap peristiwa tak
terelakkan itu.
Masalah industri memang masalah yang sangat rumit. Banyaknya uang dan
kepentingan yang berputar disana, membuat kasus kerusakan lingkungan hidup
menjadi kompleks dan akhirnya tidak berlarut-larut dan tidak terselesaikan dengan
baik.
Meski begitu, kerusakan lingkungan yang semakin memprihatinkan tidak
bisa hanya ditudingkan kepada kalangan industri semata. Semua manusia patut

memikul tanggung jawab, termasuk pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Sudah
bukan rahasia lagi, bahwa pemerintah sebagai pihak yang paling berwenang atas
perizinan berbagai macam industri kadangkala mempunyai kepentingan tersendiri
yang disetir oleh dunia bisnis, politik, maupun ranah kekuasaan yang lebih besar
lagi seperti kepentingan pihak-pihak asing. Lingkungan dipandang sebelah mata
bila dibandingkan dengan prinsip kepentingan orang banyak dan kemajuan
ekonomi daerah. Disitulah pemerintah mengambil peran, diantaranya dengan
membuat dan melaksanakan regulasi terkait lingkungan hidup dengan tertib dan
teliti, melakukan pengawasan secara kontinyu atas kepatuhan dunia usaha, serta
menegakkan dan memberlakukan sanksi yang tegas tanpa pandang bulu terhadap
para pelanggar. Tata kelola ruang kota juga harus benar-benar dipatuhi agar
kejadian seperti Poboya tidak terulang lagi.
Masyarakat pun sama saja. Selama ini, lingkungan tidak dipandang sebagai
bagian inti dari kehidupan. Limbah rumah tangga menjadi masalah serius di
berbagai kota-kota metropolitan dunia. Sedikit sekali orang yang peduli pada
sampah yang dihasilkannya. Jika dilihat sepintas, sampah yang dibuang oleh
individu memang sedikit, tapi bagaimana jika itu dilakukan oleh tiap individu
yang hidup di dunia ini? Selain itu, termasuk salah satu penyebab rusaknya
lingkungan adalah masyarakat yang mata pencahariannya mengambil dari alam
namun melakukannya secara sembarangan. Contoh paling nyata adalah para
nelayan yang mengambil ikan dan hasil laut dengan menggunakan bom serta
pukat. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat seperti tidak peduli pada bumi,
namun jika terjadi kasus kerusakan lingkungan oleh perusahaan besar yang

berdampak pada mereka, barulah masyarakat menuntut keadilan dan ganti rugi.
Schimedheiny (1995) menyatakan bahwa kenyataan tersebut merupakan akibat
dari kesalahpahaman masyarakat mengenai keberlanjutan lingkungan yaitu :
1. Pendapat bahwa kemajuan industri dan pembangunan berkelanjutan tidak
berkaitan. Pandangan tersebut timbul terutama karena masyarakat mengaitkan
kepedulian semacam itu dengan masalah pelestarianhutan tropika, spesies
langka dan sebagainya. Kepedulian itu juga dihubungkan dengan pencemaran
sehingga hanya dilihat sebagai tugas dunia industri.
2. Anggapan bahwa pembangunan berkelanjutan, meskipun perhatiannya adalah
kebutuhan masa depan, bahwa pembangunan berkelanjutan mengorbankan
kebutuhan jangka pendek.
Kalangan usaha juga tidak bisa berpangku tangan, tidak bisa terus bersikap
defensif bila dihadapkan dengan isu kerusakan lingkungan. Salah satu yang
menjadi alasan enggannya dunia industri dalam menerapkan praktik pengolahan
limbah adalah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Padahal bila ditilik lebih
dalam, biaya tersebut tidak sebanding besarnya daripada biaya yang harus mereka
keluarkan untuk menanggulangi dan mereklamasi lingkungan pada akhirnya.
Begitupun industri-industri kerakyatan yang mengambil bahan baku dari
alam, selama ini merasa tidak bersalah terhadap degradasi lingkungan karena
mereka menganggap bahwa nilai eksploitasi mereka kecil. Padahal masalah
lingkungan bukan hanya disebabkan oleh perusahaan-perusahaan besar,
melainkan juga oleh dunia usaha secara umum terutama yang aktivitas usahanya
berbahan baku sumber daya alam.

Pandangan lama yang masih bertahan mengenai hubungan antara dunia


usaha dengan lingkungan adalah bahwa perlindungan lingkungan dan kemampuan
menghasilkan laba merupakan dua hal yang selalu berlawanan. Memperbaiki
kemampuan dipandang mengurangi kemampuan berlaba bagi dunia usaha dan
meningkatnya biaya bagi konsumen, sementara kemampuan berlaba dipandang
mengharuskan pemakaian dan perusakan lingkungan. Memilih salah satu:
lingkungan yang sehat, atau sektor usaha yang sehat. Jadi, tidaklah mengherankan
bahwa reaksi terhadap tekanan yang memprihatinkan mutu lingkungan sering
bersifat reaktif dan tidak sukarela, tetapi sangat dipengaruhi oleh pihak lain
melalui hukum, peraturan, dan tekanan konsumen. Secara umum, dalam dua
puluh tahun terakhir, dunia usaha cenderung terlalu berhati-hati dan kolot dalam
pandangannya terhadap berbagai tantangan ini, mereka kurang yakin pada
kemungkinan terjadinya perubahan yang positif (Schmidheiny, 1995).
Pemerintah tidak bisa berjuang sendiri. Begitupun dengan LSM-LSM serta
berbagai organisasi non profit lain yang selama ini menjadi satu-satunya pihak
yang

menggebu-nggebu

menyerukan

pesan

peduli

lingkungan.

Untuk

memperoleh hasil yang efektif dan efisien dalam pelestarian lingkungan,


dibutuhkan kesatuan suara dan kesatuan aksi dari seluruh elemen masyarakat.
Jepang, yang menjadi tempat kejadian perkara dari tragedi Teluk Minamata,
memetik pelajaran dari kasus tersebut dan berusaha agar kejadian yang sama tidak
terulang kembali. Seluruh masyarakat di negara itu bersatu padu mensterilkan
kembali lingkungan mereka. Sampah rumah tangga sekecil apapun dipilah dan
diolah sebelum dibuang ke alam. Secara intens, mereka menanamkan budaya

cinta lingkungan kepada generasi-generasi muda. Masyarakat Jepang dari segala


tingkatan umur paham terhadap arti penting menjaga lingkungan. Bahkan,
Pemerintah Jepang merupakan pemerintahan negara pertama di dunia yang
mengesahkan

undang-undang tentang

akuntansi

lingkungan.

Perusahaan-

perusahaan disana belajar untuk menerapkan praktik industri ramah lingkungan.


Pada hari ini, Jepang merupakan contoh negara yang paling berhasil dalam
memadukan

antara

keberlanjutan

lingkungan

dengan

kebutuhan

untuk

mendapatkan keuntungan dari aktivitas usaha.


Akuntansi hijau adalah produk akuntasi untuk menjawab wacana
pembangunan

berkelanjutan

yang

sedang

mengemuka.

Pembangunan

berkelanjutan berarti mengalihkan keputusan dunia usaha ke arah lingkungan


yang sehat dan sekaligus ke arah perekonomian yang sehat. Hal ini menyatakan
bahwa lingkungan dan perekonomian saling terjalin bukan sebagai musuh, tetapi
sebagai mitra dalam usaha seluruh dunia dalam mencapai mutu kehidupan yang
lebih tinggi (Schmidheiny, 1995).
Perhatian terhadap lingkungan menjadi bukan sekedar biaya usaha, tetapi
merupakan sumber yang kuat untuk keunggulan bersaing. Perusahaan yang
menganut konsep tersebut dapat dengan efektif mewujudkan keunggulan itu yaitu
proses produksi yang lebih efisien, peningkatan produktivitas, biaya kepatuhan
yang lebih rendah dan peluang pasar strategis baru. Perusahaan yang tidak dapat
mengikuti perubahan akan menjadi usang. Dengan akuntansi lingkungan
perusahaan dapat melakukan efisiensi dan peningkatan kualitas pelayanan secara
berkelanjutan, selain itu pembebanan biaya lingkungan yang terjadi pada setiap

produk dapat dihitung secara tepat sehingga perhitungan harga pokok produk
dapat lebih realistis (Damayanti dan Pentiana, 2013).
Akuntansi berkembang seiring dengan dunia bisnis dan dunia bisnis berjalan
seiring dengan kebutuhan manusia. Karena besarnya perhatian masyarakat dunia
terhadap degradasi alam oleh aktivitas industri, maka dunia usaha juga sudah
bergerak untuk menjawab tuntutan-tuntutan tersebut. Karena itu, akuntansi
sebagai cermin utama bagi dunia luar untuk melihat kondisi suatu perusahaan
harus mampu mengakomodirnya. Akuntansi tidak bisa lagi hanya terpaku pada
masalah untung rugi, tidak boleh lagi berdiri sendiri sebagai simbol rakusnya
manusia akan besaran angka. Akuntansi bisa menjadi perantara asimilasi antara
dunia usaha dan lingkungan hidup.
Akuntansi konvensional tidak memiliki perhatian terhadap transaksitransaksi yang bersifat non reciprocal transaction, tetapi hanya mencatat transaksi
secara timbal balik (reciprocal transaction), sedangkan akuntansi lingkungan
mencatat transaksi yang bersifat tidak timbal balik, seperti polusi, kerusakan
lingkungan atau hal-hal negatif dari aktivitas perusahaan. Keterbatasan tersebut
akan terasa terutama jika sistem akuntansi tersebut dihubungkan dengan operasi
bisnis yang terkait dengan pengelolaan lingkungan. Biaya-biaya terkait
lingkungan umumnya adalah biaya pengelolaan limbah, pembuangan limbah,
instalasi pembuangan, biaya kepada pihak ketiga, biaya perizinan dan sebagainya.
Pada akuntansi konvensional pos biaya ini dikenal sebagai pos biaya umum bagi
perusahaan (overhead cost). Ketidakcocokan pengelompokan biaya-biaya itu
berpengaruh saat perusahaan harus mengambil sebuah keputusan finansial, hingga

10

manajemen perusahaan mungkin saja menetapkan kebijakan yang tidak tepat.


Ketidaktepatan ini dapat tejadi karena akuntansi manajemen konvensional ini
hanya mampu mengidentifikasi biaya aktual yang muncul, namun tidak mampu
menggali besaran biaya yang sebenarnya dari sebuah keputusan (Rossje, 2006).
Akuntansi

merupakan

sumber

informasi

yang

menganut

prinsip

pengungkapan penuh (full disclosure). Karena itu, seharusnya laporan keuangan


sebagai output dari siklus akuntansi bisa memberi pemahaman menyeluruh
terhadap aktivitas bisnis suatu perusahaan termasuk pada dampak lingkungan.
Akuntansi konvensional cenderung hanya melayani kepentingan para pemilik
modal dan stockholders dengan menyediakan informasi yang dipandang
menguntungkan mereka. Karena orientasi utamanya adalah bisnis, maka laporan
kinerja keuangan menjadi satu-satunya hal yang dilirik para calon investor
maupun pemegang saham dalam mengambil keputusan ekonomi.
Akuntansi adalah alat pertanggungjawaban yang memiliki fungsi sebagai
pengendali terhadap aktivitas setiap unit usaha. Tanggung jawab manajemen tidak
terbatas pada pengelolaan dana dalam perusahaan, tetapi juga meliputi dampak
yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan sosial dan alamnya. Jika
harga sumber daya alam tidak dapat ditentukan, maka penggunaannya akan
cenderung tidak efisien dan pencemaran lingkungan akan meningkat.
Alasan utama peneliti mengambil topik penelitian mengenai akuntansi hijau
adalah karena suatu saat peneliti pernah membaca sebaris kalimat dalam sebuah
website (https://kutubuku.web.id/) yang membahas tentang akuntansi hijau. Bunyi
kalimat tersebut yaitu:
Profesi akuntansi sering dituduh terlalu peduli dengan angka dan tidak
cukup peduli tentang aspek yang lebih tidak berwujud dari operasi
perusahaan .

11

Makna tersirat dari kalimat tersebut adalah seolah-olah akuntansi hanya


mementingkan tampilan luar, cover image yang disimbolkan dalam deretan
angka-angka, ketimbang isi sesungguhnya di dalam sebuah perusahaan.
Padahal, angka-angka tersebut juga secara tidak langsung merupakan hasil dari
proses akumulasi dan olah bentuk aspek-aspek tak berwujud yang membentuk
nilai suatu perusahaan. Aspek-aspek tersebut diantaranya: Budaya dan etos kerja
perusahaan, prinsip dan semboyan, jaringan sistem informasi serta kepedulian
sosial dan lingkungan yang dimiliki perusahaan beserta seluruh manajemen dan
karyawan yang terlibat di dalamnya.
Dalam jurusan akuntansi Universitas Tadulako, terdapat dua mata kuliah
yang membahas tentang masalah bisnis dan lingkungan hidup, yaitu Kajian
Lingkungan Hidup (KLH) dan Etika Bisnis dan Profesi. Kedua mata kuliah
tersebut diberikan kepada mahasiswa akuntansi agar mempunyai bekal kesadaran
lingkungan yang cukup sebelum lebih dalam memasuki dunia akuntansi yang
sarat akan angka. Hasilnya yaitu ketika mereka telah terjun menjadi profesional
dalam bidang akuntansi, ketika segala macam nilai diukur dengan nominal, maka
tidak akan terjadi kesenjangan kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Mahasiswa mempunyai peran sosial yang penting karena dianggap sebagai
manusia-manusia muda yang biasanya penuh semangat, menggebu-gebu, penuh
inisiatif dan ide demi kemajuan dan perubahan hidup ke arah yang lebih baik.
Status tersebut pernah begitu diagungkan di negeri ini karena dipandang sebagai
pembawa suara rakyat. Terlebih, Indonesia merupakan negara dengan catatan
sejarah berukirkan tinta emas tentang besarnya peran mahasiswa dalam
menggulingkan pemerintahan yang otoriter dan tidak memihak rakyat.

12

Mahasiswa

adalah

status

yang

disandang

oleh seseorang karena

hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan menjadi calon-calon


intelektual. Termasuk diantaranya adalah para mahasiswa akuntansi yang setelah
lulus kemungkinan besar akan terjun dalam bidang-bidang pekerjaan yang sesuai
dengan fokus studinya saat masa belajar. Jangan sampai mahasiswa akuntansi
hanya dipandang sebagai bagian dari menara gading pendidikan yang berdiri
sendiri dalam dunianya dan acuh dengan sekitarnya. Ilmu dikatakan bermanfaat
apabila bisa berguna bagi orang lain, bangsa dan negaranya. Meskipun dalam
dunia akuntansi status mahasiswa masih non profesional, dalam artian dipandang
belum memiliki keterampilan yang cukup untuk berpraktik, suatu ketika
mahasiswa akuntansi akan lulus dari pendidikannya dan layak menyandang status
profesional. Dengan begitu, mereka bisa lebih banyak memberikan pengaruh baik
dari hasil pendidikannya kepada dunia akuntansi pada khususnya dan dunia usaha
secara umum. Oleh karena itu, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa mahasiswa
akuntansi saat ini merupakan cikal bakal generasi yang akan mengubah dunia
akuntansi ke depannya.
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka peneliti mengambil judul
penelitian: Akuntansi Hijau: Pemahaman Mahasiswa Akuntansi (Studi
Wacana Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako).
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pertanyaan dalam

penelitian ini adalah bagaimana pemahaman Mahasiswa Fakultas Ekonomi


Jurusan Akuntansi terhadap topik akuntansi hijau ?
1.3 Tujuan Penelitian

13

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan dan mendeskripsikan topik


akuntansi hijau menurut pemahaman para mahasiswa jurusan akuntansi.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk berbagai pihak, yaitu:
1.
Bagi Peneliti
Menambah wawasan mengenai akuntansi hijau serta sebagai salah satu
2.

bentuk sumbangsih tidak langsung peneliti terhadap lingkungan hidup.


Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kepedulian dan kesadaran terhadap pentingnya akuntansi
hijau dan kegiatan bisnis pada umumnya dalam hubungannya dengan

3.

lingkungan alam.
Bagi Dunia Usaha
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mengenai akuntansi hijau serta

4.

mendorong integrasi akuntansi hijau ke dalam aktivitas bisnis perusahaan.


Bagi Dunia Pendidikan Akuntansi.
Memberikan gambaran mengenai pemahaman mahasiswa akuntansi tentang

5.

akuntansi hijau.
Bagi Peneliti Yang Lain
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan untuk
penelitian sejenis di masa yang akan datang.

14

Anda mungkin juga menyukai

  • Jadwal Pengajar Pra Remaja
    Jadwal Pengajar Pra Remaja
    Dokumen2 halaman
    Jadwal Pengajar Pra Remaja
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Call For Paper SNA 2015
    Call For Paper SNA 2015
    Dokumen1 halaman
    Call For Paper SNA 2015
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Con Jung
    Con Jung
    Dokumen4 halaman
    Con Jung
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • G
    G
    Dokumen34 halaman
    G
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Lembar Asistensi Judul Kti
    Lembar Asistensi Judul Kti
    Dokumen2 halaman
    Lembar Asistensi Judul Kti
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Proposal Iceb
    Proposal Iceb
    Dokumen12 halaman
    Proposal Iceb
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Kata Pngantar
    Kata Pngantar
    Dokumen3 halaman
    Kata Pngantar
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Berdasarkan Hasil Penelitian Price Waterhouse Cooper
    Berdasarkan Hasil Penelitian Price Waterhouse Cooper
    Dokumen1 halaman
    Berdasarkan Hasil Penelitian Price Waterhouse Cooper
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Teori Akuntansi
    Teori Akuntansi
    Dokumen12 halaman
    Teori Akuntansi
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Permohonan Ralat SK
    Permohonan Ralat SK
    Dokumen1 halaman
    Permohonan Ralat SK
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    100% (1)
  • Perspektif Dalam Psikologi Sosial
    Perspektif Dalam Psikologi Sosial
    Dokumen13 halaman
    Perspektif Dalam Psikologi Sosial
    Ziriyanti Sita Resmi
    Belum ada peringkat
  • Teori Akuntansi
    Teori Akuntansi
    Dokumen12 halaman
    Teori Akuntansi
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • PERMOHONAN TULISAN Himaksi
    PERMOHONAN TULISAN Himaksi
    Dokumen1 halaman
    PERMOHONAN TULISAN Himaksi
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Mapping 2
    Mapping 2
    Dokumen4 halaman
    Mapping 2
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Akper
    Akper
    Dokumen14 halaman
    Akper
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • BKM
    BKM
    Dokumen6 halaman
    BKM
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Ketika Kematian Terlihat Tak Begitu Buruk
    Ketika Kematian Terlihat Tak Begitu Buruk
    Dokumen1 halaman
    Ketika Kematian Terlihat Tak Begitu Buruk
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Piket
    Jadwal Piket
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Piket
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Find MR Right
    Find MR Right
    Dokumen3 halaman
    Find MR Right
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Perfeksionis
    Perfeksionis
    Dokumen19 halaman
    Perfeksionis
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    100% (1)
  • 11 Perekonomian Hijau Indonesia
    11 Perekonomian Hijau Indonesia
    Dokumen37 halaman
    11 Perekonomian Hijau Indonesia
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Find MR Right
    Find MR Right
    Dokumen3 halaman
    Find MR Right
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Draft Bab
    Draft Bab
    Dokumen1 halaman
    Draft Bab
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Rasa Sakit
    Rasa Sakit
    Dokumen1 halaman
    Rasa Sakit
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Audit SDM
    Audit SDM
    Dokumen14 halaman
    Audit SDM
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • CH 6-Hujan Berpayung Hitam Fix
    CH 6-Hujan Berpayung Hitam Fix
    Dokumen12 halaman
    CH 6-Hujan Berpayung Hitam Fix
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Accounting
    Accounting
    Dokumen2 halaman
    Accounting
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Find MR Right
    Find MR Right
    Dokumen3 halaman
    Find MR Right
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat
  • Per Semba Han
    Per Semba Han
    Dokumen1 halaman
    Per Semba Han
    Chopya Myrgh Kerenza Sumino
    Belum ada peringkat