Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II

STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMIN TEMBAGA (II)

KELOMPOK

: IV

NAMA ANGGOTA :
1. SITI MONALISA

(06121410003)

2. SUSI MARSELY

(06121410016)

3. INTAN AYU

(06121410019)

4. SISKA SISMAWATI

(06121410020)

DOSEN PEMBIMBING : Drs. M. Hadeli, M.Si

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

I.
II.
III.
IV.

Nomor Percobaan : 7
Tanggal Percobaan: 31 Maret 2015
Nama Percobaan : Stoikiometri Kompleks Amin-Tembaga (ii)
Tujuan Percobaan : Menetukan rumus molekul kompleks amin tembaga
(II)

V.

Dasar Teori
Dalam ilmu kimia, kompleks atau senyawa koordinasi merujuk pada

molekul atau entitas yang terbentuk dari penggabungan ligan dan ion logam.
Dulunya, sebuah kompleks artinya asosiasi reversibel dari molekul, atom , atau ion
melalui ikatan kimia yang lemah. Pengertian ini sekarang telah berubah. Beberapa
kompleks logam terbentuk secara irreversible l, dan banyak diantara mereka yang
memiliki ikatan yang cukup kuat.
Tatanama kompleks
Pada dasarnya, dalam menamai sebuah senyawa kompleks:
1. Dalam menamai sebuah ion kompleks, ligan disebutkan sebelum ion logam
2. Nama-nama ligan dituliskan sesuai urutan alfabetis. (awalan yang menunjukkan
jumlah tidak memengaruhi urutan alfabetis)
o Berikan awalan pada ligan-ligan sesuai jumlahnya. Ligan-ligan
monodentat memiliki awalan : di-, tri-, tetra-, penta-, heksa-, dst. sesuai
jumlahnya. Ligan-ligan polidentat diberi awalan bis-, tris-, tetrakis-, dst.
o Ligan anion diakhiri dengan huruf 'o', misalnya sulfat menjadi sulfato,
dan jika anion tersebut memiliki akhiran -ida, maka akhiran tersebut
dihilangkan misalnya sianida menjadi siano.
o Ligan netral diberikan nama umumnya, kecuali amina untuk NH3, aqua
atau aquo untuk H2O, karbonil untuk CO, dan nitrosil untuk NO
3. Tuliskan nama ion/atom pusat. Jika ion kompleks tersebut merupakan sebuah
anion, nama atom pusat diakhiri dengan -at, dan menggunakan nama Latinnya.
Jika tidak, maka atom pusat dituliskan dengan nama umumnya dalam bahasa

Indonesia. Jika diperlukan, tulis bilangan oksidasinya dalam angka romawi (atau
0), dalam tanda kurung.
4. Jika kompleks tersebut merupakan senyawa ion, tuliskan nama kation sebelum
nama anion dipisahkan dengan spasi. Jika kompleks tersebut merupakan ion
bermuatan, tuliskan kata "ion" sebelum nama kompleks tersebut
Contoh:
[NiCl4]2 ion tetrakloronikelat(II)
[CuNH3Cl5]3 ion aminapentaklorokuprat(II)
[Cd(en)2(CN)2] disianobis(etilendiamin)kadmium(II)
[Co(NH3)5Cl]SO4 pentaaminaklorokobalt(III) sulfat
Senyawa ion logam yang berkoordinasi dengan ligan disebut dengan
senyawa kompleks. Sebagian besar ligam zat netral atau anionik tetapi kation,seperti
kation tropilium juga dikenal. Ligan netral, seperti amoniak, NH3, atau karbon
monoksida, CO, dalam keadaan bebas pun merupakan molekul yangnstabil,
sementara ligan anionik, seperti Cl- atau C5H5, distabilkan hanya jika
dikoordinasikan ke atom logam pusat. Ligan repsentatif didaftarkan di table menurut
unsur yang mengikatnya. Logam umum atau yang dengan rumus kimia rumit
diungkapkan dengan singkatannya. Logam dengan satu atom pengikat disebut ligan
monodentat, dan yang memiliki lebih dari satu atom pengikat disebut ligan
polidentat, yang juga disebut ligan khelat. Jumlah atom yang diikat pada atom pusat
disebut dengan bilangan koordinasi.
Salah satu keistimewaan dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian
ligan melalui efek trans. Reaksi pergantian ligan ini terjadi dalam kompleks
octahedral dan segi empat. Ligan - ligan yang menyebabkan gugus yang letaknya
trans terhadapnya bersifat labil, dikatakan mempunyai efek trans yang kuat.Beberapa
ligan dapat dideretkan dalam suatu deret spektrokimia berdasarkan kekuatan
medannya, yang tersusun sebagai berikut : I- < Br-2< S2-< SCN-< Cl- < NO3- <

H2O < NCS- < NH3 < en < bipi < fen < NO2- < CN-< F- < OH-< Ox <CO, dengan
Ox = oksalat, en = etilendiamin, bipi = 2,2 bipiridin dan fen = fenantrolin.
Menurut anonim (2010) kompleks dengan berbagai bilangan koordinasi
dideskripsikan menjadi enam bagian:
1.

Kompleks bilangan koordinasi dua

2.

Kompleks bilangan koordinasi tiga

3.

Kompleks bilangan koordinasi empat

4.

Kompleks bilangan koordinasi lima

5.

Kompleks bilangan koordinasi enam

6.

Kompleks bilangan koordinasi lebih tinggi dari enam.


Proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah perpindahan

satu atau lebih pasangan elektron dari ligan ke ion logam. Jadi, ligan bertindak
sebagai pemberi elektron dan ion logam sebagai penerima elektron. Sebagai akibat
dari perpindahan kerapatan elektron ini, pasangan elektron menjadi kepunyaan
bersama antara ion logam dan ligan, sehingga terbentuk ikatan pemberi penerima
elektron. Keadaan-keadaan antara mungkin saja terjadi, namun jika pasangan
elektron itu terikat kuat pada kedua sarah tersebut, maka ikatan kovalen sejati dapat
terbentuk. Bergantung pada susunan elektronnya, ion logam dapat menerima
sejumlah pasangan elektron, sehingga ion logam itu dapat berikatan koordinasi
dengan sejumlah ligan. Jumlah ligan yang dapat diikat oleh ion logam itu disebut
bilangan koordinasi senyawa kompleks.
Pada beberapa senyawa kompleks koordinasi, ikatan antara ion logam
dan ligan tidak begitu kuat. Bila dilarutkan dalam air, senyawa-senyawa kompleks
yang memiliki bilangan koordinasi lebih dari satu berlangsung secara bertahap dalam
penambahan ligan satu persatu. Mula-mula sekali terbentuk senyawa kompleks 1:1
antara ion logam dan ligan, kemudian 1:2 dan seterusnya. Misalnya pembentukan
senyawa kompleks antara ion tembaga dan ligan NH3 .
Semakin lama waktu elektroforesis, kation dan anion akan semakin
mendekati elektroda atau lintasan yang ditempuh semakin jauh. Ligan dapat dengan
baik diklassifikasikan atas dasar banyaknya titik-lekat kepada ion logam. Begitulah,
ligan -ligan sederhana, seperti ion - ion halida atau molekul -molekul H2 O atau

NH3, adalah monodentat, yaitu ligan itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik
oleh penyumbangan satu pasanagan Electron - menyendiri kepada logam. Namun,
bila molekul atau ion ligan itu mempunyai dua atom, yang masing - masing
mempunyai satu pasangan elektron menyendiri, maka molekul itu mempunyai dua
atom - penyumbang, dan adalah mungkin untuk membentuk dua ikatan - koordinasi
dengan ion logam yang sama; ligan seperti ini disebut bidentat dan sebagai
contohnya

dapatlah

diperhatikan

komplekstris

(etilenadiamina)

kobalt(III),

[Co(en)3]3+.
Dalam kompleks octahedral Berkoordinat - 6 (dari) kobalt(III), setiap
molekul etilenadiamina bidentat terikat pada ion logam itu melalui pasangan elktron
menyendiri dari kedua ataom nitrogennya. Ini menghasilkan terbentuknya tiga cincin
beranggota - 5, yang Masing - masing meliputi ion logam itu; proses pembentukan
cincin ini disebut penyepitan (pembentukan sepit atau kelat).
Tembaga adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa dan liat.
Melebur pada 10380C. Karena potensial elektrode standarnya positif, tidak larut
dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen bisa
larut sedikit. Tembaga yang terdapat di bumi ini tidak melimpah (55 ppm) namun
terdistribusi secara luas sebagai logam dalam sulfida, arsenida, klorida dan karbonat.
Mineral yang paling umum adalah chalcopyrite CuFeS2. Tembaga diekstraksi
dengan pemanggangan dan peleburan oksidatif atau dengan pencucian dengan
bantuan mikroba, yang diikuti oleh elektrodeposisi dari larutan sulfat kimiawi
tembaga ditemukan sebagai Cu+ dan Cu2+.
Pada dasarnya, stokiometri reaksi dalam larutan sama dengan
stoikiometri pada umumnya, yaitu bahwa perbandingan mol zat-zat yang terlibat
dalam reaksi sama dengan koefisien reaksinya. Hitungan stoikiometri reaksi dapat
digolongkan sebagai stoikiometri sederhana, stoikiometri dengan pereaksi pembatas,
dan stoikiometri yang melibatkan campuran. Hitungan stoikiometri dengan salah satu
zat dalam reaksi diketahui atau dapat ditentukan jumlah molnya, digolongkan
sebagai stoikiometri sederhana. Penyelesaiannya dilakukan menurut langkah-langkah
sebagai berikut :
(1) Menuliskan persamaan setara.

(2) Menentukan jumlah mol zat yang diketahui (yang dapat ditentukan jumlah
molnya)
Garam 1 + Asam 1 Garam2 +Asam2
Garam 1 + Basa 1 Garam 2 +Basa 2
Garam 1 + Garam 2 Garam3 + Garam 4
(3) Menentukan jumlah mol zat yang ditanyakan dengan menggunakan perbandingan
koefisien.
(4) Menyesuaikan jawaban dengan hal yang ditanyakan.
Hitungan Stoikiometrri dengan Pereaksi Pembatas
Jika zat-zat yang direaksikan tidak ekivalen, maka salah satu dari zat itu
akan habis lebih dahulu yang disebut pereaksi pembatas. Banyaknya hasil reaksi
akan bergantung pada jumlah mol pereaksi pembatas. Oleh karena itu, langkah
penting dalam menyelesaikan hitungan seperti ini adalah menentukan pereaksi
pembatas.
Hitungan Stoikiometri yang Melibatkan Campuran
Jika suatu campuran direaksikan, maka masing-masing komponen
mempunyai persamaan reaksi sendiri. Pada umumnya hitungan yang melibatkan
campuran diselesaikan dengan pemisalan. Langkah-langkah yang dapat ditempuh
adalah sebagai berikut :
(1) Menuliskan persamaan setara.
(2) Memisalkan salah satu komponen dengan x, maka komponen lainnya sama
dengan selisihnya.
(3) Menentukan jumlah mol masing-masing komponen.
(4) Menentukan jumlah mol zat lain yang diketahui.
(5) Membuat persamaan untuk menentukan nilai x.
(6) Menyesuaikan jawaban dengan pertanyaan.

VI.

Alat dan Bahan


a. Alat yang digunakan
1. Buret 50 ml, mikroburet 5 ml
2. Corong pemisah 250 ml
3. Erlenmeyer 3 buah
4. Pipet gondok 10 ml
5. Beker gelas
6. Pipet tetes
7. Gelas ukur
b. Bahan yang digunakan
1. Larutan standar H2C2O4 0,1 M
2. Larutan ammonia 1 M
3. Larutan ion Cu2+ 0,1 M
4. Larutan HCl 0,055 M
5. Larutan NaOH 0,1 M
6. Kloroform
7. Indikator PP

VII.

Prosedur Percobaan
1. Standarisasi beberapa larutan
a. Larutan NaOH
Siapkan buret50 ml dan diisi larutan NaOH yang akan di standarisasi.
Siapkan 3 buah Erlenmeyer dan diisi dengan masing-masing 10 ml
larutan standar H2C2O4 dan ditambah 2 tetes indicator PP, kemudian
di titrasi dengan larutan NaOH yang akan di titrasi.
Hitung konsentrasi NaOH.
b. Larutan HCl
Dilakukan standarisasi larutan HCl dengan menggunakan larutan

standar NaOH hasil standarisasi langkah a.


Dimasukkan kedalam Erlenmeyer, ditambahkan 2 tetes indicator PP.
Dititrasi dengan HCl yang telah diisi kedalam buret
Dihentikan titrasi pada saat terjadi perubahan warna menjadi merah

muda.
Hitung konsentrasi HCl.
c. Larutan NH3.
Dilakukan standarisasi larutan NH3 dengan menggunakan larutan

standar HCl hasil standarisasi langkah b.


Dimasukkan kedalam Erlenmeyer, ditambahkan 2 tetes indicator PP.
Dititrasi dengan NH3 yang telah diisi kedalam buret.
Dihentikan titrasi pada saat terjadi perubahan warna menjadi orange

atau peach.
Hitung konsentrasi NH3.

2. Penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform.


Ditambahkan 10 ml larutan NH3 1M (hasil standarisasi) dan 10 ml

larutan air kedalam corong pemisah 250 ml, kocok agar homogeny.
Ditambahkan 25 ml kloroform kedalam corong pemisah ddan kocok

selama 5-10 menit. (perhatikan cara mengocok).


Diamkan sebentar sehingga nampak jelas ada dua lapisan. Kemudian

pisahkan kedua lapisan tersebut.


Dipindahkan 10ml larutan kloroform kedalam Erlenmeyer yang

berisi 10 ml air dan tambahkan indicator metal orange.


Dititrasi secara perlahan larutan itu dengan larutan standar HCL
0,055 M menggunakan mikroburet 5 ml. titik equivalen ditandai

dengan terjadinya perubahan warna.


Ulangi titrasi untuk 10 ml kedua kemudian untuk sisanya.
Dihitung koefisien distribusi ammonia dengan menggunakan
persamaan
[ ammonia ] kloroform
Kd=
[ ammonia ] air

3. Penentuan rumus kompleks Cu-amin


Langkah ini dilakukan serupa dengan langkah penentuan koefisien
distribusi ammonia, hanya 10 ml air yang ditambahkan kedalam

corong pemisah diganti dengan 10 ml larutan ion Cu2+ 0,1 M.


Dari langkah ini dengan menggunakan harga kd, dapat dihitung

jumlah ammonia yang dalam air dan kloroform.


Banyaknya ammonia yang terkompleksan dapat dihitung dengan
menggunakan jumlah ammonia dalam kloroform dan air pada
jumlah total ammonia awal. Dengan membandingkan jumlah mol
ion Cu2+ dengan ammonia terkompleks dapat ditentukan rumus
kompleksnya.

VIII.
N
o
1.

Hasil Pengamatan
1.Standarisasi beberapa larutan
Perlakuan
Standarisasi larutan NaOH

Hasil
-

- 1. 10 ml larutan H2C2O4 0,1 M +indikator PP + larutan NaOH

Larutan Bening
Warna larutan merah muda
( V1 NaOH = 18,2 mL)

- 2. 10 ml larutan H 2C2O4 0,1 M + Warna larutan merah muda


2.

indikator PP + Larutan NaOH


Standarisasi Larutan HCL

( V2 NaOH = 18,5 mL)


Larutan berwarna bening

10 mL larutan NaOH dari prosedur Warna larutan merah muda


I + indikator PP + HCl

(V1 HCl = 2,6 mL)

3.
-

Standarisasi larutan NH3

10 mL larutan HCl dari prosedur II+ indikator PP + larutan NH3

4.

Penentuan koefisien distribusi

Larutan bening
Warna larutan merah muda
(V NH3 = 4,5 mL)

ammonia antara air dan kloroform

Larutan bening, terpisah menjadi 2


lapisan.
Larutan memisah, larutan

10 mL larutan NH3 1 M + 10 mL NH3 dalam air berada di atas


aquades + 25 mL larutan kloroform dan larutan NH3 dalam
(dikocok selama 30 menit)

kloroform berada di bawah.


Larutan berwarna merah

10 mL larutan NH3 dalam

kloroform + 10 mL aquades +indikator Larutan berwarna merah ( VHCl = 4


mL)
MO + larutan HCl

5.

Pembuatan rumus kompleks Cu

- Larutan

Ammin
-

terpisah

menjadi

dua

lapisan ( biru tua diatas,bening


dibawah).

10 mL larutan NH3 1 M + 10 mL- Larutan memisah, larutan NH3


larutan CuSO4 + 25 mL larutan dalam CuSO4
kloroform ( kocok selama 30menit)

dan

larutan

berada di atas
NH3

dalam

kloroform berada di bawah .

10 mL larutan NH3 dalam kloroform +

10 mL aquades + indikator MO + Larutan berwarna merah ( VHCl =


2,7 mL )
larutan HCl

IX.

Persamaan Reaksi
H2C2O4 + 2NaOH Na2C2O4 + H2O
HCl + NaOH NaCl + H2O

Cu2+ + 4NH3 Cu(NH3)42+


Cu(H2O)62+(aq) + 4NH3(aq) Cu(NH3)42+ (aq) + 6H2O(aq)

X.

Analisa Data
a. Standarisasi larutan
Standarisasi larutan NaOH
Dik : V H2C2O4 = 10 mL
NaOH=0,1 M
NH3= 1 M
[H2C2O4] = 0,1 M
18,2 mL+ 18,5mL
VNaOH
=
2
MNaOH =

0,1.10 mL
18,3 mL

18,3 mL

= 0,054

Standarisasi HCl
Dik : V NaOH = 3 mL
VHCl terpakai = 2,6 mL
MHCl = 0,054 mL / 2,6 mL = 0,020 M
Standarisasi NH3
VHCl = 10 mL
VNH3 terpakai = 4,5 mL
[NH3] baku= 0,020 x 10 / 4,5 = 0,044 M
2. penentuan koefisien distribusi ammonia dalam air
VHCl terpakai = 4 mL
[HCl] baku = 0,020 M
VNH3 dalam CHCl3 terpakai = 25 mL
[NH3] kloroform = 10 mL x 0,044 / 25 mL = 0,0176
[NH3] air = [NH3]awal [NH3] kloroform
= 0,044 0,0176 = 0,0264 M
[ NH 3 ] kloroform
KD =
[ NH 3 ] air
=

0,044 M
0,0264 M

= 1,67

3.penentuan rumus kompleks Cu2+ ammin


VHCl dipakai = 2,7 mL
[HCl]baku = 0,020 M
VNH3 dalam CHCL3 terpakai = 25 mL
[NH3]Kloroform = 0,044 M
[NH3]air = 0,0264 M

[Cu-NH3] = [NH3]kloroform [NH3]air


= 0,044 M - 0,0264 = 0,0176
Mol Cu ; mol Cu-NH3 = mol [NH3] awal mol [NH3]kloroform + mol
[NH3]air
= 0,044 M - 0,0176 M+ 0,0264 M= 0,0528
Mol Cu = 0,0528 / 0,0176 = 3 mmol.
XI.

Pembahasan.
Percobaan kali ini yaitu mengenai stoikiometri kompleks amin

tembaga (II), dengan tujuan menentukan rumus molekul kompleks amin tembaga
(II). Prinsip dasar dari percobaan ini layaknya dalam proses ekstraksi pelarut
dimana berlaku hokum distribusi yang menyatakan apabila suatu system terdiri dari
dua lapisan campuran (solvent) yang tidak saling bercampur satu sama lain, dan
ketika ditambahkan senyawa ketiga (zat terlarut), maka senyawa itu akan
terdistribusi (terpartisi) kedalam kedua lapisan tersebut seperti yang telah dijelaskan
oleh Nerst. Percobaan dilakukan 3 tahapan. Tahap yang pertama yaitu standarisasi
beberapa larutan, dalam hal ini larutan NaOH, HCl dan NH3. Standarisasi ini
dilakukan untuk menentukan konsentrasi larutan yang sebenarnya. kedua adalah
penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan Kloroform, dan yang ketiga
yaitu penentuan rumus kompleks tembaga ammin.
Pada standarisasi larutan NaOH digunakan larutan standar primer asam
oksalat (H2C2O4). Karena larutan NaOH bersifat basa, maka larutan NaOH
distandarisasi oleh larutan asam oksalat. Indikator yang digunakan yaitu indkator
PP dimana indicator ini berfungsi merubah warna menjadi merah muda pada
larutan yang bersifat basa. Pada standarisasi larutan HCl, larutan standar yang
digunakan adalah larutan standar NaOH yang telah distandarisasi sebelumnya oleh
asam oksalat. HCl distandarisasi dengan NaOH karena HCl merupakan larutan
asam maka harus distandarisasi dengan menggunakan larutan standar yang bersifat
basa.
Dalam penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform
dilakukan dengan pencampuran NH3 dan aquades didalam corong pisah yang
kemudian dikocok selama 5-10 menit. Fungsi dari pengocokkan ini yaitu agar
larutan dapat homogen. Setelah didiamkan maka akan Nampak adanya dua lapisan
dimana pada bagian atas agak keruh dan bawahnya lebih bening. Lapisan atas air

dan NH3, lapisan bawah kloroform hal ini dikarenakan adanya perbedaan kepolaran
antara senyawa kloroform dengan larutan ammonia dimana berat jenis kloroform
lebih besar dibanding berat jenis air. Pentitrasian larutan kloroform dilakukan
dengan menggunakan HCl sebagai titran hingga warna berubah menjadi merah
muda, pada keadaan ini volume HCl yang digunakan yaitu 2,6 mL. Perubahan
warna ini menandakan bahwa larutan menjadi asam dan pH larutan semakin
menurun. Dimana kita ketahui bahwa HCl dapat berperan dalam penurunan nilai
pH larutan sehingga larutan yang pada awalnya bersifat basa menjadi asam. Dari
hasil perhitungan didapatkan besarnya konsentrasi NH3 dalam kloroform yaitu
0,044 M, sehingga konsentrasi NH3 dalam air sebesar 0,0264 M. Dari kedua
konsentrasi NH3 dalam masing - masing larutan dapat dihitung koefisien distribusi
amonia yaitu sebesar 1,67.
Dalam penentuan rumus kompleks ammin-tembaga (II) dilakukan
pencampuran 10 mL larutan NH3 dengan 10 mL larutan ion Cu2+. Larutan berubah
bewarna biru keputihan yang menandakan adanya warna Cu. Larutan ini
ditambahkan dengan 25 mL larutan kloroform dan dikocok selama 5-10 menit.
Larutan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas adalah larutan Cu 2+
dalam ammonia sedangkan lapisan bawah adalah larutan Cu2+ dalam kloroform.
Dari perhitungan diperoleh Normalitas NH3 dalam CU2+ yang
dikomplekskan adalah 0,0176 N. Untuk menentukan rumus kompleks ammin tembaga dari perhitungan diketahui mol Cu 0,1 N diperoleh 3 mmol dan mol NH 3
dalam Cu2+ adalah mendekati 1, sehingga perbandingan antara mmol Cu 2+ dan
mmol NH3 adalah 3 : 1 . Jadi rumus kompleksnya adalah [Cu(NH 3)3]2+. Dalam
percobaan ini menunjukkan bahwa atom Cu sebagai atom pusat dan NH 3 sebagai
ligannya.

XII.

Kesimpulan

1. Koefisien distribusi yang diperoleh pada ekstraksi ammonia dalam


kloroform dan air adalah 1,67.
2. Dalam menentukan rumus molekul kompleks ammintembaga

(II)

yaitu

dengan

penambahan

ammonia

berlebih.
3. Diperoleh perbandingan antara mmol Cu2+ dan mmol NH3 adalah 3 : 1
sehingga rumus kompleks ammin tembaga yang diperoleh pada
percobaan ini adalah [Cu(NH3)3]2+.

XIII.

Daftar Pustaka

Annis.2009. Stoikiometri Kompleks Ammin- Tembaga (II). (Online)


https://annis.wordpress.com/2009/04/22/stoikhiometrikompleks-ammin-tembagaii/.html . Diakses tanggal 4 April
2015.
Anggri, Yamin. 2011. Laporan Praktikum Kimia Anorganik. (Online)
http://yaminanggri.blogspot.com/2011/10/laporan-prak-kimiaanorganik-i.html. Di akses tanggal 4 April 2015.

Arifin. 2010. Penuntun kimia Anorganik II. Laboratorium Pengembangan


Unit Kimia Universitas Haluoleo. Kendari.
Pursitasari, indarini dwi. 2012. Buku Ajar kimia Analisis Kuantitatif.
Universitas tadulako: Press Palu

Anda mungkin juga menyukai