Anda di halaman 1dari 4

Andini Nafisani

Rangkuman Sang Murabbi


Rahmat, seorang pemuda yang sejak kecil ingin menjadi guru. Mempunyai seorang adik
yang terbilang nakal. Umur sudah semakin tua, namun belum dapat pekerjaan juga.
Ditawari pekerjaan di pemda, namun ditolaknya karena ia hanya ingin menjadi guru.
Akhirnya setelah mendapat restu dari ibunda tercinta, iapun meneguhkan tekadnya. Ia
pun menemui gurunya dan gurunya mengajaknya sekolah di Mesir. Namun rupanya
ibundanya tidak mengizinkan. Kesempatan besar itu harus ia relakan. Gurunya pun
menghiburnya. Ladang dakwah terhampar luas. Kewajiban kita untuk menyirami
tanah-tanah tandus. Menyemai benih-benih unggul. Agar tumbuh pohon-pohon
kejayaan islam. Dakwah akan terus mengalir menuju jalan Allah. Jangan bersedih.
Dimanapun kita beradda, disitulah dakwah kita sebarkan.
Ia mengajar perlahan-lahan. Berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Menebarkan
keutamaan dan indahnya Islam.
Allah memberikan ganjaran sebesar-besarnya dan derajat setinggi-tingginya jika kita
bersabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian dan cobaan yang
diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja, maka tidak akan memperoleh ganjaran
yang hebat. Disitulah letak hikmahnya. Seorang dai harus sungguh-sungguh dan sabar
dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan
ketidaksungguhan , azam lemah dan pengorbanan sedikit.
Ketika Rahmat terus menasihati orang-orang di sekitarnya, justru adiknya jatuh pada
kemaksiatan. Ibundanya menasihati, jangan sampai Cuma bisa nasihatin orang lain,
tapi adik sendiri gabisa dinasihatin.
Kita wajib membela agama ini. Agama Islam tidak suka kekerasan. Agama ini
menghargai perbedaan. Dakwah lahir dari orang yang berjiwa militansi. Jadilah tentara
Allah yang selalu membela agama Allah.
Dakwah itu ketika kendor. Ibarat buka sawah. Cari benih yang baik. Kalau udah
dapat, kita tanam. Tanam di tempat yang baik. Ketika sudah dapat tempat, ada belut
dating. Sekarang sibuk sama belut bukan sama sawahnya.

Andini Nafisani

Kalau hanya berdakwah kita memang bisa. Tapi kalau mencintai dakwah, apakah kita
bisa? Cinta butuh pengorbanan, waktu, tenaga, dan harta. Allah telah menggiring kita
pada keimanan pada dakwah saja merupakan suatu kebahagiaan besar. Apa kita pantas
berharap imbalan lebih dari itu? Apalagi berupa kesenangan, jabatan, kemewahan?
Masuk sekolah? Anak-anak butuh lingkungan yang solehah.
Rahmat berhasil jadi anggota DPR. Mikirin Negara atau mikirin umat?
Banyak pemimpin umat lupa. Dunia menjadi lebih menarik dari dakwah itu sendiri.
Iman yang kita pertaruhkan dikalahkan oleh jabatan dan harta.
Kini Rahmat semakin tua. Rambut dan janggutnyanya kini mulai putih. Badannya pun
terassa tidak sesegar dahulu.
Ngomongin politik mulu, ngaji makin lemah. Setiap marhalah ada rijal, ada
masalahnya. Begitu juga di dakwah ada cobaan. Obatnya adalah kesabaran, keikhlasan,
pengorbanan dan kita kembalikan solah dakwah. Kita cemplung, habis-habisan di
dakwah ini, karena Allah karena Rasul. Shbaran ala shabran. Sabar di atas sabar pada
Allah, Allah akan berikan yang terbaik untuk kamu.
Kematian hati, banyak orang tertawa saat maut mengintainya. Banyak orang sedikit
beramal, tapi disebut-sebutnya banyak sekali. Merendahlah.
Pada akhirnya Rahmat wafat di jalan dakwah. Jatuh terhuyung ketika sedang
membicarakan tentang sawah-sawah dakwah yang akan segera dipanen.

Andini Nafisani

Random.
Lagu yang selalu diputar di rumah, dan di pondok dulu. Jadi kangen :)
Izzatul Islam Sang Murabbi
Ribuan langkah kau tapaki,
pelosok negeri kausambangi 2x
Tanpa kenal lelah jemu,
sampaikan firman tuhanmu 2x
Terik matahari
Tak surutkan langkahmu
Deru hujan badai
Tak lunturkan azzammu
Raga kan terluka
Tak jerikan nyalimu
Fatamorgana dunia
Tak silaukan pandangmu
Semua makhluk bertasbih
Panjatkan ampun bagimu
Semua makhluk berdoa
Limpahkan rahmat atasmu
Duhai pewaris nabi
Duka fana tak berarti
Surga kekal dan abadi
Balasan ikhlas di hati
Cerah hati kami
Kau semai nilai nan suci

Andini Nafisani

Tegak panji Illahi


Bangkit generasi Robbani..

Anda mungkin juga menyukai