Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN
Nyeri kepala (headache atau cephalgia) adalah rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah
belakang kepala (daerah oksipital dan sebagian daerah tengkuk).1
Berdasarkan penyebabnya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau
kelainan struktur atau sejenisnya. Nyeri kepala primer dibagi menjadi empat kategori yaitu
migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster, dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri
kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan
struktur atau sejenisnya dan bersifat kronis progresif.1,2
Cephalgia akan menjadi masalah, baik bagi penderitanya maupun dokter yang
mengobatinya apabila terjadi secara menahun atau kronik berulang. Dalam hal ini sering
cephalgia merupakan gejala tunggal atau gejala paling menyolok.

II.

LAPORAN KASUS

Identifikasi
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Alamat
Pekerjaan
MRS

: Ny. Y
: 37 Tahun
: Perempuan
: Islam
: Jambi
: IRT
: 29 Juli 2014

Anamnesis
1 minggu SMRS pasien mengeluh sakit kepala, sakit kepala dirasakan seperti
ditekan terutama pada bagian belakang kepala sampai ke leher. Pasien mengaku lehernya
terasa tegang jika sakit kepala timbul, terkadang disertai dengan keluarnya air mata, sakit
kepala tidak disertai mual dan muntah, tidak takut melihat cahaya dan tidak takut mendengar
suara. Sakit dirasakan hilang timbul. Saat keluhan timbul, keluhan menetap pada lokasi yang
sama. Lamanya setiap serangan tidak menentu, biasanya keluhan timbul selama 1-2 jam.
1

Pasien mengatakan keluhan nyeri biasanya timbul jika stress, saat duduk santai menonton tv,
membaca, ataupun pekerjaan lain yang membutuhkan konsentrasi. Rasa nyeri semakin terasa
berat bila pasien beraktivitas dan sedikit berkurang bila pasien berbaring atau beristirahat.
Keluhan telinga berdenging (-), penglihatan kabur (-), silau (-). Pusing berputar disangkal.
Pasien sudah dua kali berobat kedokter dan diberi obat namun tidak ada perbaikan.
2 hari SMRS pasien merasakan sakit kepala semakin hebat, sakit kepala dirasakan
seperti ditekan terutama pada bagian belakang kepala sampai ke leher. Pasien mengaku
lehernya terasa tegang jika sakit kepala timbul, terkadang disertai dengan keluarnya air mata,
sakit kepala tidak disertai mual dan muntah. Kemudian pasien berobat ke RSUD Raden
Mattaher Jambi.
Riwayat Hipertensi disangkal. Riwayat DM disangkal. Riwayat trauma kepala (-).
Pemeriksaan fisik
Status generalis
Kesadaran

: Compos mentis, GCS: 15

Tekanan darah
Nadi
Suhu
Respirasi

: 120/80 mmHg
: 88x/i
: 36,4oC
: 20x/i

Status Internus
Kepala
Leher
Dada
Jantung
Paru
Perut
Alat kelamin
Ekstremitas

E:4 M:6 V: 5

: Mata : CA-/-, SI -/-,


Pupil : isokor refleks cahaya (+)
Visus : ka:6/6, ki:6/6
: JVP 5-2 cm H2O, pembesaran KGB (-)
: Simetris, tidak ada retraksi
: BJ I dan BJ II regular, Gallop (-), Mur-mur (-)
: Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/: Soepel, BU (+) N
: Tidak diperiksa
: Akral hangat

Status Neurologikus
a. Kepala
Bentuk
: Normochepal
Nyeri tekan
: (-)
Simetris
: (+)
2

b. Leher
Sikap
Pergerakan
Kaku kuduk

: Lurus
: Baik
: (-)

c. Nervus kranialis
N. Olfaktorius :
N. Optikus
Visus
:
N. Okulomotorius
Ptosis :
Pergerakan bola mata:
Pupil :

Kiri
Normosmia

6/6
Normal
Normal

6/6
Normal
Normal

Bulat isokor

Bulat isokor
4 mm

Diameter

4 mm

Strabismus

Nistagmus

N. Troklearis
Pergerakan bola mata:

Normal

N. Trigeminus
Mengunyah
:
Normal
Menggigit
:
Normal
Membuka mulut :
Normal
Sensibilitas wajah:
Normal
N. Abdusen
Pergerakan bola mata: Normal
N. Fascialis
Mengerutkan Dahi :
Normal
Menutup mata
:
Normal
Memperlihatkan gigi: Normal
Bersiul
: Normal
N. Vestibulocochlearis
Detik arloji
:
Normal
Past pointing
:
Normal
N. Glosofaringeus & N. Vagus
Arkus faring

Kanan
Normosmia

Gangguan menelan:
Berbicara
:
N. Accesorius
Memalingkan kepala:

Normal

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Simetris

Simetris

Normal

Normal

Normal

Normal
3

Mengangkat bahu:
Normal
N. Hipoglosus
Menjulurkan lidah:
Normal
Atropi papil
:
Disatria
:
d. Anggota gerak atas
Motorik
Kanan
Pergerakan
N
Kekuatan
5
Tonus
N
Trofi
Eutropi
R. Fisiologis
N
R. Patologis
Sensibilitas :
N
e. Anggota gerak bawah
Motorik
Kanan
Pergerakan
N
Kekuatan
5
Tonus
N
Trofi
Eutrofi
R. Fisiologis
N
R. Patologis
Sensibilitas :
N

Normal

Fungsi Sensorik

: tidak ada kelainan

Fungsi luhur

: tidak ada kelainan

Fungsi vegetatif

: tidak ada kelainan

Normal
Kiri
N
5
N
Eutropi
N
N
Kiri
N
5
N
Eutrofi
N
N

Gejala ransangan meningeal : tidak ada


Gerakan abnormal

: tidak ada

Gait dan Keseimbangan

: tidak ada

Diagnosis
Diagnosis klinis

: Cephalgia

Diagnosis Topis

:-

Diagnosis Etiologi

: Tension type headache

Penataaksanaan

1. Terapi farmakologis.
IVFD: RL 20 tetes/ menit
Aspirin 3 x 100 mg
Diazepam 3 x 5 mg
Amitriptilin 3 x 25 mg
2. Terapi non-farmakologis
Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20-30 menit
Tidur teratur
Pernafasan dengan diafragma atau metode metode relaksasi otot

Prognosis
- Quo ad vitam
: dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam
: dubia ad bonam
Hasil pemeriksaan labor
WBC : 9.9 103/mm3

RBC: 5.21 106/mm3

Hematokrit: 43.5 %

PLT 296 103/mm3

Hemoglobin :14.5 g/dl


PCT.231 %

Gula darah sewaktu: 118mg/dl

RIWAYAT PERKEMBANGAN:
Rawat hari ke-2
S : Pasien mengeluh kepala masih terasa sakit dan badan lemas.
O : TD : 110/70 mmHg T : 36oC N : 82x/i RR : 18x/i
A : Cephalgia et causa Tension type headache.
P : Terapi farmakologis.

IVFD: RL 20 tetes/ menit


Aspirin 3 x 100 mg
Diazepam 3 x 5 mg
Amitriptilin 3 x 25 mg

Terapi non-farmakologis

Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20-30 menit
Tidur teratur
Pernafasan dengan diafragma atau metode metode relaksasi otot

Rawat hari ke-3


S : Pasien mengatakan sakit kepala sudah mulai berkurang.
O : TD : 120/80 mmHg T : 36oC N : 88 x/i RR : 20 x/i
A : Cephalgia et causa Tension type headache.
P : Terapi farmakologis.

IVFD: RL 20 tetes/ menit


Aspirin 3 x 100 mg
Diazepam 3 x 5 mg
Amitriptilin 3 x 25 mg

Terapi non-farmakologis

Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20-30 menit
Tidur teratur
Pernafasan dengan diafragma atau metode metode relaksasi otot

ANALISA KASUS
Seorang wanita usia 37 tahun datang dengan keluhan sakit kepala, sakit kepala
dirasakan seperti ditekan terutama pada bagian belakang kepala sampai ke leher. Pasien
mengaku lehernya terasa tegang jika sakit kepala timbul, terkadang disertai dengan keluarnya
air mata. Tidak disertai mual dan muntah, tidak takut melihat cahaya dan tidak takut
mendengar suara. Sakit dirasakan hilang timbul. Saat keluhan timbul, keluhan menetap pada
lokasi yang sama. Lamanya setiap serangan tidak menentu, biasanya keluhan timbul selama
1-2 jam. Pasien mengatakan keluhan nyeri biasanya timbul jika stress, saat duduk santai
6

menonton tv, membaca, ataupun pekerjaan lain yang membutuhkan konsentrasi. Rasa nyeri
semakin terasa berat bila pasien beraktivitas dan sedikit berkurang bila pasien berbaring atau
beristirahat. Karena sakit kepala dan rasa tidak nyaman di perutnya tidak berkurang maka
pasien berobat ke RSUD Raden Mattaher Jambi.
Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal, riwayat trauma kepala (-).
0

: Kesadaran

Tekanan darah
Nadi
Suhu
Respirasi

: Compos mentis, GCS: 15


: 120/80 mmHg
: 88x/i
: 36,4oC
: 20x/i

A : Diagnosa Klinis
Diagnosa Topis
Diagnosa Etiologi
P

E:4 M:6 V: 5

: Cephalgia
:: Tension type headache

: Terapi farmakologis :

IVFD: RL 20 tetes/ menit, Aspirin 3 x 100 mg,

Diazepam 3 x 5 mg, Amitriptilin 3 x 25 mg


Terapi non-farmakologis

Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20-30 menit
Tidur teratur
Pernafasan dengan diafragma atau metode metode relaksasi otot

III.

TINJAUAN PUSTAKA

1 Definisi
Nyeri kepala Dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada
daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital
dan sebagian daerah tengkuk).1-5
Nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Pendapat lain
mengatakan nyeri atau perasaan tidak enak diantara daerah orbital dan oksipital yang muncul
dari struktur nyeri yang sensitif.1-5
2 Etiologi
Nyeri kepala penyebabnya multifaktorial, seperti kelainan emosional, cedera kepala,
migrain, demam, kelainan vaskuler intrakranial otot, massa intrakranial, penyakit mata,
telinga/hidung.1,2,3,4,5
3 Gambaran Klinik
Lokasi nyeri 2,3,4
Nyeri yang berasal dari bangunan intrakranial tidak dirasakan didalam rongga
tengkorak melainkan akan diproyeksikan ke permukaan dan dirasakan di daerah distribusi
saraf yang bersangkutan. Nyeri yang berasal dari dua pertiga bagian depan kranium, di fosa
kranium tengah dan depan, serta di supratentorium serebeli dirasakan di daerah frontal,
parietal di dalam atau belakang bola mata dan temporal bawah. Nyeri ini disalurkan melalui
cabang pertama nervus Trigeminus.
Nyeri yang berasal dari bangunan di infratentorium serebeli di fosa posterior
(misalnya di serebelum) biasanya diproyeksikan ke belakang telinga, di atas persendian
serviko-oksipital atau dibagian atas kuduk. Nervi kraniales IX dan X dan saraf spinal C1, C2
dan C3 berperan untuk perasaan di bagian infratentorial. Bangunan peka nyeri ini terlibat
melalui berbagai cara yaitu oleh peradangan, traksi, kontraksi otot dan dilatasi pembuluh
darah.
Nyeri yang berhubungan dengan penyakit mata, telinga dan hidung cenderung di
frontal pada permulaannya. Nyeri kepala yang bertambah hebat menunjukkan kemungkinan
8

massa intrakranial yang membesar (hematoma subdural, anerysma, tumor otak)


Lamanya nyeri kepala2,3,4
Lamanya nyeri kepala bervariasi, pada nyeri kepala tekanan (pressure headache)
disebabkan oleh ketegangan emosional dapat berlangsung berhari-hari atau bermingguminggu. Pada penderita migraine dirasakan nyeri kepala paroksismal, singkat &
melumpuhkan, berlansung kurang dari 30 menit.
Berulangnya nyeri kepala1,2,3,4,5
Berulangnya nyeri kepala suatu fenomena yang telah diketahui. Pada wanita yang
menderita migran akan mendapat serangan berulang ketika sedang menstruasi. Sedangkan
nyeri kepala yang berhubungan dengan gangguan hidung akan berulang apabila sering terjadi
infeksi traktus respiratorius atas yang sering ditemukan.
4 Patogenesis 1,3,5
Menurut H.G.Wolf terdapat 6 mekanisme dasar yang menimbulkan nyeri kepala yang
berasal dari sumber intrakranial
1. Tarikan pada vena yang berjalan ke sinus venosus dari permukaan otak dan
pergeseran sinus-sinus venosus utama.
2. Tarikan pada A. Meningea media
3. Tarikan pada pembuluh-pembuluh arteri besar di otak atau tarikan pada cabangcabangnya.
4. Distensi dan dilatasi pembuluh-pembuluh nadi intrakranial (A.Frontalis, A.
Temporalis, A. Discipitalies)
5. Inflamasi pada atau sekitar struktur kepala yang peka terhadap nyeri meliputi kulit
kepala, periosteum, (m. frontalis, Ni temporalis, m.orsipiutlis.
6. Tekanan langsung pada nervus cranialis V, IX, X saraf spinal dan cervikalis bagian
atas yang berisi banyak serabut aferen rasa nyeri.
Daerah yang tidak peka terhadap nyeri adalah parenkim otak, ependim ventrikel,
pleksus koroideus, sebagian besar duramater, piarachnoid meningen meliputi konvektivitas
otak dan tulang kepala. Tetapi rasa nyeri tersebut dapat dibangkitkan oleh karena tindakan
fisik seperti batuk, mengejan yang meningkatkan tekanan intrakranial dan dapat
9

memperburuk nyeri kepala berhubungan dengan perdarahan atau massa intrakranial.


Setelah dilakukan lumbal fungsi (LP) rasa nyeri semakin hebat pada waktu
mengangkat kepala dan berkurang dengan meletakkan kepala relatif lebih rendah. Pada nyeri
kepala nocturnal tipe migraine kadang-kadang diperberat dengan posisi berbaring dan
berkurang rasa nyeri jika penderita berdiri tegak.
5 Klasifikasi Nyeri Kepala2,3,4
I. Nyeri kepala PRIMER
a.

Migren

b.

Tension Type Headache

c.

Cluster headache

d.

Other primary headaches

II. Nyeri kepala SEKUNDER


a.

Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher.

b.

Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau


servikal

c.

Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler intracranial.

d.

Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawalnya.

e.

Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi.

f.

Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis

g.

Nyeri kepala atau nyeri vaskuler berkaitan dengan kelainan kranium,


leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur facial atau kranial
lainnya.

h.

Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik.

10

TENSION TYPE HEADACHE


Definisi Tension Type Headache (TTH)6
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otototot

kepala

dan

tengkuk

(M.splenius

kapitis,

M.temporalis,

M.maseter,

M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).


Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)6
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,
bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti
dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)6
TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi
63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih
banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56 %.
Biasanya mengenai umur 20 40 tahun.
Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)6,7
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type
Headache

kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak

mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung
selama 30 menit 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan
lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.
Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)6,7
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil
penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai
berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer
dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem
saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang
11

involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, (3) transmisi nyeri TTH melalui nukleus
trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus
trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif
pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang
akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan
neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada
nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal
(limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan
menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal
decending pain inhibit activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga
menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat
hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan
terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal
serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot
temporal dan maseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological
motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan
aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas
akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur
transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS (Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.
Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori
yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan
pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu
keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang
selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi
otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis
sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu
aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P).
Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi
menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm
reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan
kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
12

mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan


enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana
sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan
aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana
sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga
terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.
Diagnosa Tension Type Headache (TTH)6,7,8
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya dua dari
berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan-sedang, (3) lokasi
bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada
salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang- berat, tumpul seperti ditekan atau
diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan
belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas,
gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta
temporomandibular.
Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)6,7,8
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya
tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.
Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)8
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren
klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit
kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala
pada anemia.

13

Terapi Tension Type Headache (TTH)6,7,8


Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan/ atau latihan
biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles relaxants.
Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika
pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat
ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan
menambah efektifitas pengobatan.
Menurut consensus IX PERDOSSI, terapi farmakologi pada TTH adalah:
1. Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 minggu
a. Analgetik: Acetaminofen 1000 mg/hari, aspirin 1000 mg/hari, NSAID (Ibuprofen 800
mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, Diklofenak 50-100 mg/hari)
b. Kafein (analgetik adjuvant) 65 mg
c. Kombinasi 325 aspirin, acetaminofen + 40 mg kafein
2. Tipe Kronis
a. Antidepresan
Jenis trisiklik: amitryptilin
b. Anti anxietas
Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama pada penderita dengan kormobid
anxietas. Golongan yang sering diipakai benzodiazepine dan butalbutal, namun obat ono
bersifat addiktif.
Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)7
TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan
masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri
kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTh biasanya mudah diobati
sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 %
pasien dapat disembuhkan.
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan
oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
Pencegahan Tension Type Headache (TTH)8
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan

14

olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan
biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan
behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah
posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

15

1. Sjahrir H. Nyeri Kepala. Medan: USU, 2004. hal. 2.


2. Jenie, MN. Diagnosis Nyeri Kepala. Dalam: Kumpulan Makalah Utama Temu
Regional Neurologi XIV FK UGM-UNDIP-UNS. Magelang 19-20 Juli 1997.
Yogyakarta: Bagian/SMF Penyakit Saraf FK UGM/RSUP Dr.Sardjito, 1997. hal.16-7.
3. Snell RS. Meninges Otak Dan Medula Spinalis. Dalam: Neuroanatomi klinik. 5th ed.
Jakarta: EGC, 2006. hal. 487.
4. Adams RD, Victor M. Intracranial Neoplasms And Paraneoplastic Disorder. Dalam:
Principles of Neurology. 8th ed. New York: McGraw Hill Inc, 2005. hal.544-82.
5. Sjahrir H. Patofisiologi nyeri kepala. In: Nyeri kepala dan vertigo. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press, 2008. hal.1,2,16,50-72.
6. Bigal ME, Lipton R. Headache: Classification in Section 6. Dalam: Headache and
Facial Pain Chapter 54. McMahon ebook.
7. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua. Yogyakarta: FK UGM, 2009.
8. Sjahrir, Hasan, dkk. Konsensus Nasional IV Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri
Kepala. Surabaya: Universitas Airlangga, 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai