Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

Rabun senja (juga disebut rabun ayam) adalah ketidak mampuan untuk melihat jelas
pada malam hari atau dalam keadaan yang kurang cahaya. Rabun senja bukan penyakit,
melainkan gejala dari gangguan yang mendasarinya, khususnya rabun jauh yang tidak
diobati.
Penderita rabun senja akan memiliki kesulitan yang konsisten dalam melihat pada
malam hari, tapi akan dapat melihat secara normal di siang hari atau ketika jumlah cahaya
yang masuk cukup. Penderita rabun senja tidak akan dapat melihat benda-benda dalam gelap
yang mudah terlihat bagi orang normal. Mata penderita rabun senja mungkin memerlukan
waktu yang lebih banyak untuk menyesuaikan diri setelah penderita tersebut berpindah dari
ruangan yang terang ke ruangan yang agak gelap. Penderita rabun senja sering mengalami
masalah saat mengemudi di malam hari.
Beberapa jenis rabun senja dapat disembuhkan dan ada yang tidak dapat
disembuhkan. Perlu diketahui apa yang menjadi penyebab yang mendasari terjadinya
gangguan pengelihatan. Setelah diketahui penyebabnya maka dapat dilakukan tindakan untuk
memperbaiki pengelihatan
Rabun senja adalah karena gangguan dari sel-sel dalam retina yang bertanggung
jawab untuk pengelihatan dalam cahaya yang sedikit. Rabun senda memiliki beberapa
penyebab, termasuk: rabun jauh, katarak, diabetes, renitis pigmentosa, dan kekurangan
vitamin A.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

DEFINISI RABUN SENJA


Rabun senja, yang sering disebut juga sebagai rabun ayam atau Nyctalopia atau Night

Blindess, merupakan adalah suatu kondisi dimana seseorang kesulitan atau tidak dapat
melihat dalam cahaya yang relatif kurang. Hal ini merupakan gejala dari beberapa penyakit
mata. Nyctalopia mungkin terdapat sejak lahir atau diakibatkan oleh cedera atau gizi buruk.
Hal ini dapat digambarkan sebagai keadaan yang tidak dapat beradaptasi dengan kegelapan.

2.2.

ETIOLOGI RABUN SENJA


Beberapa hal yang menjadi pencetus terjadinya rabun senja, antara lain:
1. Defisiensi vitamin A
Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi kekurangan

yang disertai kelainan pada mata umumnya terdapat pada anak berusia 6 bulan sampai 4
tahun. Biasanya pada anak ini juga terdapat kelainan protin kalori malnutrisi. Kekurangan
vitamin A juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan atau penyakit gastrointestinal dan
sirosi hepatis.
Tanda dan gejala kekurangan vitamin A adalah sebagai berikut: 2
1. Bintik Bitot - Daerah proliferasi sel abnormal dan keratinisasi skuamosa pada
konjungtiva dapat dilihat pada anak-anak dengan KVA.
2. Kebutaan karena cedera retina - Vitamin A memiliki peran besar dalam
phototransduction. Sel-sel kerucut yang bertanggung jawab atas penyerapan cahaya
dan untuk penglihatan warna dalam cahaya terang. Sel-sel batang mendeteksi gerakan
dan bertanggung jawab untuk penglihatan malam. Dalam sel-sel batang retina, semuatrans-retinol ini diubah menjadi 11 - cis-retinol, yang kemudian dicampurkan dengan
protein yang terikat membran yang disebut opsin untuk menghasilkan rhodopsin.
Jenis reaksi yang serupa terjadi pada sel kerucut dari retina untuk menghasilkan
iodopsin Pigmen visual menyerap cahaya pada panjang gelombang berbeda, sesuai

dengan jenis sel kerucut mereka tempati. KVA menyebabkan kurangnya pigmen
visual, ini mengurangi penyerapan dari berbagai panjang gelombang cahaya, yang
mengakibatkan kebutaan.
3. Ketidakmampuan beradaptasi dengan kegelapan.
4. Kulit kering
5. Rambut kering
6. Pruritus
7. Kuku rapuh
8. Keratomalasia
9. Xeroftalmia
10. Perforasi kornea
11. Hiperkeratosis folikel (phrynoderma) sekunder akibat penyumbatan folikel rambut
dengan sumbat keratin.
12. Tanda-tanda dari KVA meliputi deposisi berlebihan tulang periosteal sekunder untuk
menguranggi aktivitas osteoklastik, anemia, keratinisasi dari selaput lendir, dan
penurunan sistem imun humoral dan cell-mediated.
Pembagian KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID/UNICEF/HKI/ IVACG, tahun
1996 sebagai berikut :

XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)


XIA : xerosis konjungtiva
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol

Pemeriksaan tambahan yangdapat dilakukan pada penderita dengan defisiensi vitamin A


ialah:
3

Tes adaptasi gelap

Kadar vitamin A dalam darah (kadar < 20 mcg/100 ml menunjukkan kekurangan


asupan)
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam 1-2 minggu.

Dianjurkan bila diagnosis defisiensi vitamin A dibuat maka diberikan vitamin A 200.000 IU
peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Bila belum ada perbaikan maka obat yang sama
diberikan pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan protein kalori malnutrisi dengan
menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi pasien.
2. Myopia patologis
Myopia patologis kelainan yang ditandai dengan pemanjangan mata progresif
yang disertai penipisan dan atrofi pada koroid dan epitel pigmen retina di makula. Sesuai
definisinya, miopia patologik merupakan myopia yang lebih besar dari myopia 8 dioptri.
Atrofi korioretina peripapilar dan patahan-patahan linear di membran Bruch (lacquer cracks)
adalah temuan khas pada funduskopi. Kelainan degenratif pada epitel pigmen makula mirip
dengan yang dijumpai pada pasien tua yang mengalami degenerasi makula terkait usia. Lesi
khas pada penyakit ini adalah lesi sirkular, berpigmen dan meninggi di makula yang disebut
bercak Fuchs. Sebagian besar pasien sudah berusia lima puluh tahunan saat kelainan makular
degeneratif menimbulkan gangguan penglihatan yang bersifat progresif lambat; penurunan
ketajaman penglihatan yang berlangsung cepat biasanya disebabkan oleh pelepasan makula
hemoragik dan serosa di atas membran neovascular koroid, yang terjiografi berguna untadi
pada 5-10 % pasien.
Angiografi fluoresens memperlihatkan perlambatan pengisian pembuluhpembuluh darah koroid dan retina; angiografi berguna untuk mengidentifikasi dan
menentukan lokasi neovaskularisasi subretina pada pasien yang mengalami pelepasan makula
serosa atau hemoragik. Tatalaksana neovaskularisasi koroid subfovea dengan terapi
fotodinamik menghasilkan stabilitas penglihatan pada 50-70% pasien. Keuntungan
penglihatan ini dipertahankan hingga 3 tahun; respon yang lebih baik terlihat pada pasienpasien yang lebih muda dengan ketajaman penglihatan praterapi lebih baik. Kegagalan terapi
berhubungan dengan peningkatan atrofi epitel pigmen retina yang lebih banyak terjadi pada
pasien yang lebih tua. Terapi anti-VEGF tampaknya efetif; dibutuhkan lebih sedikit
penyuntikandibandingkan pada degenerasi makula terkait usia, tetapi penelitiannya masih
terus berlanjut.
Kelainan korioretina pada miopia patologik mempermudah terjadinya robekan
retina dan dengan demikian mempermudah terjadinya ablasio retina. Pada retina perifer,
4

mungkin ditemukan degenerasi batu trotoar, degenerasi pigmentasi, dan degenerasi latice.
Robekan retina biasanya terjadi di daerah-daerah yang terkena lesi korioretina, tetapi dapat
juga muncul di daerah-daerah retina yang masih tampak normal. Sebagian dari robekan ini,
terutama jenis robekan retina yang bundar dan tapal kuda, akan berlanjut menjadi ablasio
retina regmatogenosa.
3. Katarak
Katarak adalah kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat lensa
menyebabkan terbentuknya cela-celah dalam pola radial di sekeliling daerah ekuator. Katarak
ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan
bervariasi, tergantung seberapa dekat derajat kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan.
Katarak kortikal biasanya terjadi bilateral namun dapat juga terjadi secara asimetris.
Pemeriksaan lampu celah (slit lamp) biomikroskop berfungsi untuk melihat ada
tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan
menyebabkan lensa mengalami elongasi ke arah anterior.
4. Rinitis pigmentosa
Retinitis pigmentosa adalah sekelompok degenerasi retina herediter heterogen
yang ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor, disertai oleh hilangnya sel secara
progresif dan akhirnya atrofi pada beberapa lapisan retina. Bentuk khas penyakit ini mungkin
diturunkan sebagai sifat autosomal resesif, autosomal dominan, atau X-linked recessive.
Pewarisan mitokondrial dan digenik mungkin juga berperan.
Gejala utama retinitis pigmentosa adalah rabun senja (nyctalopia) dan penurunan
lapang pandang perifer secara progresif perlahan sebagai akibat meningkat dan menyatunya
skotoma cincin. Temuan funduskopi yang paling khas adalah penyempitan arteriol-arteriol
retina, discus optikus pucat seperti lilin, bercak-bercak di epitel pigmen retina, dan
pengumpalan pigmen retina perifer, yang disebut bone-spicule formation. Walaupun
retinitis pigmentosa adalah suatu kelainan fotoreseptor generalisata, fungsi sel batang
mengalami gangguan yang lebih parah pada sebagian besar kasus, umumnya menyebabkan
penglihatan skotopik yang buruk. Elektroretinogram (ERG) biasanya memperlihatkan
penurunan hebat atau menghilangnya fungsi retina. Elektrooculogram (EOG) tidak
memperlihatkan peningkatan sinar yang lazim. Upaya identifikasi mutasi pada retinis
pigmentosa telah berkembang dengan cepat.Pasien yang mengidap penyakit ini harus dirujuk
ke badan-badan khusus untuk mendapat konsultasi genetik dan analisis mutasi selektif.
Analisi genetik bermanfaat untuk mengetahui wanita pembawa sifat dalam keluarga yang
menderita penyakit terkait-X dan untuk mendiagnosis penyakit dominan. Pada penyakit
resesif, diperlukan ciri-ciri spesifik agar analisis genetik lebih bermanfaat.
5. Congenital night blindness
5

Merupakan kelainan mata yang diturunkan,tidak progresif dan pada prinsipnya


mengenai sel batang di retina, menyebabkan gangguan pada penglihatan malam hari. Kadang
disertai myopia sedang dan myopia berat. Pada pencahayaan yang baik, tidak terdapat adanya
gangguan penurunan fungsi visual. Penyakit ini didiagnosa dengan elektroretinografi.
Terdapat beberapa tipe pada penyakit ini yaitu yang diturunkan secara autosom dominan,
autosom resesif, atau terkait-X. Pada tipe terkait-X pada umumnya mengenai laki-laki. Anak
yang terkena penyakit ini umumnya memilki ketakutan terhadap kegelapan.

2.3.

PATOFISIOLOGI RABUN SENJA


Patofisiologi kebutaan senja sangat kompleks, dan tergantung pada proses penyakit

yang mendasarinya. Mutasi gen warisan menghasilkan versi abnormal atau bahkan tidak ada
protein esensial untuk fungsi fotoreseptor.
Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak, diuraikan oleh enzim pankreas dan
diserap di bagian proksimal usus kecil. Kondisi yang mempengaruhi fungsi pankreas, seperti
cystic fibrosis dan pankreatitis kronis, atau kondisi lain yang mengarah pada pengurangan
kemampuan menyerap vitamin A, seperti operasi lambung atau Crohn disease, dapat
menyebabkan defisiensi vitamin A sehingga nutrisi untuk rhodopsin (suatu zat peka cahaya;
tersusun atas protein dan vitamin A) pada sel batang tidak tercukupi. Rhodopsin akan terurai
jika ada cahaya dan berperan dalam penglihatan di tempat gelap. Vitamin A (retinol)
diperlukan oleh fotoreseptor untuk memproduksi protein esensial yang terlibat dalam siklus
fototransduksi. Ketika kekurangan protein ini, disfungsi fotoreseptor dapat menyebabkan
gejala rabun senja/kebutaan malam/nyctalopia.
Rabun senja disebabkan oleh gangguan dari sel-sel di retina yang bertanggung jawab
untuk penglihatan dalam cahaya redup. Hal ini memiliki banyak penyebab, termasuk:

Miopi (rabun jauh)

Obat-obatan glaukoma yang bekerja dengan konstriksi (mengecilkan) pupil

Katarak, membuat area berkabut pada lensa mata

Bentuk dari degenerasi retina seperti Retinitis pigmentosa

Kekurangan vitamin A, menyebabkan kelainan pada retina dan mata menjadi kering

Cacat bawaan lahir

2.4.

PENEGAKAN DIAGNOSA RABUN SENJA


Mendeteksi rabun senja dapat dilakukan dengan banyak cara. Cara yang dilakukan

untuk mendiagnosis rabun senja dikelompokkan menjadi dua, yaitu anamnesis dan
pemeriksaan secara biofisik.
Anamnesis merupakan diagnosis awal terhadap suatu penyakit.Sedangkan pemeriksaan
biofisik terdiri dari Tes adaptasi gelap secara sederhana, tes adaptasi gelap dengan
adaptometri gelap, dan pemeriksaan mata dengan Electroretinography.
1. Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang biasanya dilakukan pertama kali pada penderita
dengan menanyakan riwayat penderita tentang keluhan penyakitnya saat ini dan
penyakitnya pada masa lampau.
2. Pemeriksaan secara Biofisik
a. Tes Adaptasi Gelap sederhana
Tes adaptasi gelap sederhana dilakukan dengan merancang sebuah ruangan dengan
suasana gelap (kurang cahaya). Dapat dilakukan beberapa cara untuk mendiagnosa
seseorag menderita rabun senja atau tidak. Salah satu cara yang sederhana adalah dengan
memerintahakan orang yang akan diperiksa tersebut untuk melakukan sesuatu, misalnya
mengambil barang berbentuk segitiga. Orang yang penglihatan skotopikya normal masih
dapat membedakan bentuk karena masih dapat melihat dalam keadaan kurang cahaya
setelah beradaptasi beberapa waktu. Sedangkan orang yang menderita rabun senja sudah
tidak dapat lagi membedakan bentuk, karena penglihatannya akan hitam dan gelap sama
sekali.
b. Tes Adaptasi Gelap dengan menggunakan alat Adaptometri Gelap
Adaptometri gelap adalah suatu alat yang dikembangkan untuk mengetahui kadar
vitamin A tanpa mengambil sampel darah menggunakan suntikan. Mengingat bahayanya
suntuikan apabila tidak digunakan dalam keadaan steril.
Pemeriksaan kekurangan vitamin A dengan adaptometri gelap menggunakan alat
iluminator yang dibuat di Laboratorium Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. Iluminator terdiri dari dua lampu LED (light emitting diode) yang digunakan untuk
pemeriksaan.Lampu pertama memancarkan cahaya kuning-hijau dengan panjang gelombang
572 nanometer.Lampu itu memiliki spesifi kasi 22 tingkatan rentang intensitas cahaya mulai
dari -1,208 sampai dengan 1,286 log candela per meter persegi (log cd/m2).Sedangkan lampu
7

kedua

memancarkan

cahaya

kuning-merah

dengan

panjang

gelombang

626

nanometer.Sebelum pemeriksaan, pasien menjalani binocular partial bleach, cahaya terang


ditimpakan pada mata dengan menggunakan blitz kamera.
Selanjutnya, pasien akan diminta untuk beradaptasi dengan kondisi gelap selama 10
menit di suatu ruangan yang telah dibuat gelap. Jendela-jendela yang ada di ruangan itu
ditutup dengan menggunakan kain hitam.Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan
kondisi seseorang yang berada di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf
berukuran tinggi 10 sentimeter dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta hitam pada kertas putih.
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan meletakkan lampu kuning-hijau dengan
wadah berbentuk corong di hadapan mata kiri.Bentuk corong tersebut dirancang sedemikian
rupa sehingga dapat menutup mata kiri.Sedangkan lampu kuning merah diarahkan dari sisi
temporal atau samping mata kanan untuk memberikan iluminasi (datangnya cahaya ke suatu
objek) yang mempermudah pengamatan respons pupil mata kanan.
Pengamatan mata sebelah kanan itu dilakukan dengan bantuan lup 2,5 kali
pembesaran. Saat pemeriksaan, perhatian sub jek diarahkan pada suatu objek berluminasi
yang diletakkan pada jarak enam meter.Pada mata kiri diberikan stimulus cahaya kuninghijau
selama satu detik mulai dari intensitas terkecil.
Intensitas stimulus dinaikkan bertahap mulai dari intensitas cahaya paling rendah
dengan selang interval 10 detik hingga pupil (mata sebelahnya) memberikan respons
mengecil yang dapat dilihat dengan jelas oleh pemeriksa.Pada dua pengujian berturut-turut,
hasil yang didapat dicatat pada formulir data subjek.Skor pemeriksaan adaptasi gelap kurang
dari -1,11 log cd/ m2, dianggap sebagai bukti adanya defisiensi vitamin A.
c. Pemeriksaan dengan Electroretinography (ERG)
Electroretinography adalah alat yang digunakan untuk mengukur respons elektrik dari
fotoreseptor cahaya di mata, yaitu sel batang dan sel kerucut di retina. Mata pasien akan
dibuka dengan sebuah retraktor setelah mata dibuat mati rasa dengan ditetesi cairan.
Elektroda akan ditempatkan pada setiap mata dan elektroda tersebut akan mengukur aktivitas
listrik ke retina sebagai respons terhadap cahaya. Petugas pemeriksa akan mengukur hasilnya
saat berada di keadaan terang dan dalam keadaan gelap.

2.5.

PENCEGAHAN RABUN SENJA


Rabun senja yang penyebabnya adalah kelainan genetik, seperti sindrom usher, tidak

dapat dicegah. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah rabun senja karena penyebab lain
adalah dengan mengontrol kadar gula darah dan diet seimbang. Makan makanan yang kaya
vitamin, antioksidan dan mineral yang dapat membantu mencegah katarak. Juga memilih
makanan yang tinggi kadar vitamin A untuk mengurangi resiko rabun senja.

2.6.

PENATALAKSANAAN RABUN SENJA


Pengobatan untuk rabun senja bergantung pada penyebabnya. Rabun senja biasanya

sembuh setelah kondisi yang mendasarinya diobati. Katarak bisa diobati dengan operasi.
Keadaan miopia yang buruk dapat diatasi dengan koreksi kacamata atau lensa kontak.
Pemberian obat dapat mengurangi rabun senja pada penderita dengan glaukoma. Penderita
yang karena kekurangan vitamin A biasanya merespon baik setelah pemberian suplemen gizi
dan diet yang sehat. Pengobatan dini kekurangan vitamin A sangan penting, jika tidak diobati
maka kondisi ini dapat menyebabkan kebutaan permanen. Deteksi dini sangan penting untuk
menghindari risiko cedera pada diri sendiri dan orang lain terutama ketika terlibat dalam
kegiatan malam, seperti mengemudi.
Rabun senja akibat kelainan kongenital adalah permanen, dan orang-orang yang
menderita rabun senja karena kelainan kongenital harus dipantau oleh seorang spesialis
perawatan mata. Penderita-penderita ini perlu mengambil tindakan ekstra untuk mencegah
cedera yang dapat terjadi karena gangguan pengelihatan pada malam hari.

BAB 3
KESIMPULAN

Rabun senja, yang sering disebut juga sebagai rabun ayam atau Nyctalopia atau Night
Blindess, merupakan adalah suatu kondisi dimana seseorang kesulitan atau tidak dapat
melihat dalam cahaya yang relatif kurang.
Rabun senja adalah karena gangguan dari sel-sel dalam retina yang bertanggung
jawab untuk pengelihatan dalam cahaya yang sedikit. Rabun senda memiliki beberapa
penyebab, termasuk: rabun jauh, katarak, diabetes, renitis pigmentosa, dan kekurangan
vitamin A.
Pengobatan untuk rabun senja bergantung pada penyebabnya. Rabun senja biasanya
sembuh setelah kondisi yang mendasarinya diobati. Katarak bisa diobati dengan operasi.
Keadaan miopia yang buruk dapat diatasi dengan koreksi kacamata atau lensa kontak.
Pemberian obat pada penderita dengan glaukoma. Pemberian suplemen gizi dan diet yang
sehat. Deteksi dini sangan penting untuk menghindari risiko cedera terutama ketika terlibat
dalam kegiatan malam, seperti mengemudi.Rabun senja akibat kelainan kongenital adalah
permanen.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata edisi ke 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC
3. Dr.

Michael

Loeffler.

2013.

Night

Blindness.

Diakses

dari

http://www.eyehealthweb.com/night-blindness/ . Pada tanggal 24 Maret 2014


4. George Krucik, MD, MBA. 2012. There are 3 possible causes of night blindess. Diakses
dari http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=22245 . Pada tanggal 24
Maret 2014
5. Dr Rob Hicks. 2012. Night Blindness. Diakses dari http://www.webmd.boots.com/eyehealth/guide/night-blindness . Pada tanggal 24 Maret 2014

11

Anda mungkin juga menyukai