Anda di halaman 1dari 6

PENGALAMAN CARE WORKER DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN

DASAR PENDERITA RETARDASI MENTAL DI PANTI ASUHAN BINA


REMAJA YOGYAKARTA
Mohamad Judha, Cokorda Istri
Fakultas Ilmu Kesehatan Univ Respati Yogyakarta, jl. Raya Tajem Km 1,3 Depok Sleman Yogyakarta
Email irbah1@yahoo.com
Latar Belakang : Penderita retardasi mental adalah penderita dengan keterbatasan dalam melakukan
aktivitas perawatan secara mandiri. prevalensi retardasi mental di dapatkan bahwa ringan pada anak yang
berusia 5-16 tahun sebanyak 0,4%,untuk retardasi mental sedang dan berat pada kelompok usia 15-19
tahun ialah kira-kira 3-4 per 1000.
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang sama, karena kebutuhan dasar merupakan hal penting untuk
meningkatkan derajat kesehatan, dalam melakukan kegiatan sehari-hari dibutuhkan orang lain, peran Care
worker menjadi sangat penting.
Tujuan : Untuk mengetahui bagaimana pengalaman Care Worker dalam pemenuhan kebutuhan dasar
manusia pada penderita retardasi mental di Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta.
Metode Penelitian : Menggunakan metode pendekatan fenomenologi dengan rancangan penelitian
deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara. Subjek penelitian yang
digunakan sebanyak 3 orang. Penelitian ini dilaksanakan di Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta
tepatnya di Bantarjo Donoharjo, Ngaglik Sleman, Yogyakarta.
Hasil Penelitian : Menggambarkan bahwa pengasuh memenuhi berusaha memenuhi kebutuhan dasar
manusia dengan cara membuka pintu (memfasilitasi bernafas secara normal), mengatur jam makan,
mempersiapakan menu makanan (makan & minum), mengajarkan & menganjurkan menjaga kebersihan
setelah BAB/BAK (eliminasi), mengajak senam (bergerak & posisi yang nyaman), mengatur jadwal tidur
(tidur & istirahat), memperhatikan kebersihan dan jenis pakaian tidak dibedakan (memilih pakaian),
memberikan selimut (mempertahankan suhu), mengajarkan mandi, gosok gigi, dan keramas (menjaga
kebersihan tubuh), mengamankan benda tajam dan listrik (terhindar dari bahaya), memahami ekspresi
(komunikasi), membuat tempat ibadah dan memfasilitasi sarana ibadah (beribadah), membuat prakarya
(beraktivitas), berjalan-jalan dan bermain pazel (rekreasi & bermain), kemandirian aktivitas sehari-hari
(belajar).
Kesimpulan : terdapat usaha yang dilakukan oleh Care Worker dalam usaha memenuhi kebutuhan dari
penderita retardasi mental dengan memenuhi 14 kebutuhan dasar Hendersone, perlu adanya dukungan
dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.

Pengalaman Care Worker Dalam Memenuhi Kebutuhan Dasar Penderita Retardasi Mental
di Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta
Mohamad Judha, Cokorda Istri

105

PENDAHULUAN
Retardasi mental adalah defisit dalam
perkembangan fungsi intelektual yang
berfungsi secara bermakna di bawah ratarata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah)
ketidak normalan atau disertai defisit atau
hendaya fungsi adaptif bersifat permanen /
menetap (Lumbantobing, 2006).
Hasil penelusuran data penelitian
tentang
prevalensi retardasi mental di
dapatkan bahwa ringan pada anak yang
berusia 5-16 tahun sebanyak 0,4%,untuk
retardasi mental sedang dan berat pada
kelompok usia 15-19 tahun ialah kira-kira 34 per 1000. Dari beberapa penelitian juga
didapatkan bahwa penyandang retardasi
mental yang menderita gangguan psikiatrik
dan gangguan tingkah laku frekuensinya
cukup tinggi.
Data Biro Pusat Satatistik (BPS) tahun
2010, dari 222 juta penduduk Indonesia,
sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah
penyandang cacat. Sedangkan populasi anak
penderita retardasi mental menempati angka
paling besar dibanding dengan jumlah anak
dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi
retardasi mental di Indonesia saat ini
diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia,
sekitar 6,6 juta jiwa. Untuk wilayah Profinsi
DIY penderita retardasi mental tahun 2010
terdapat sebanyak 9.251 (BPS Profinsi DIY,
2010). Data Dinas Kesehatan Kabupaten
Sleman menunjukkan jumlah penderita
retardasi mental pada tahun 2010 terdapat
sebanyak 714 orang. Data Panti Asuhan
Bina Remaja Yogyakarta dari 105 anak
asuh, penderita Retardasi Mental terdapat
sebanyak 35 orang. (Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman, 2010).
Peran pengasuh sangat besar yaitu
mengingatkan kembali agar para penderita
retardasi mental tersebut dapat memenuhi
kebutuhannya secara mandiri meskipun
dengan
bantuan
dari
pengasuhnya.
Sedangkan untuk kelompok yang mampu
rawat, kebutuhan dasar mereka bergantung
sepenuhnya kepada para pengasuh. Karena
mereka tidak dapat melakukan sesuatu
secara mandiri.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian kualitatif dengan
implikasi cara yang digunakan adalah : (1)

106

Memusatkan perhatian observasi pada


praktik sosial dari fenomena yang terjadi,
dalam hal ini peneliti melakukan pemusatan
perhatian pada hal-hal yang dilakukan oleh
pengasuh di Panti Asuhan Bina Remaja
Yogyakarta saat memenuhi kebutuhan dasar
penderita retardasi mental. (2) Menggali
lebih dalam berbagai aspek dan informasi
para pelaku serta memperhatikan dimensi
struktural-kultural yang ada, hal yang
dilakukan oleh peneliti yaitu menggali
berbagai macam informasi dari para
pengasuh terkait tentang pengalaman
pengasuh dalam memenuhi kebutuhan dasar
dengan tetap memperhatikan aspek budaya
yang dianut oleh masing-masing pengasuh
dan penderita retardasi mental
tanpa
mendominasi dengan kebudayaan yang
dianut oleh peneliti. (3) Memanfaatkan
semaksimal mungkin triangulasi data, dalam
hal ini peneliti menggabungkan dari
berbagai teknik pengumpulan data yaitu dari
observasi,wawancara
sampai
dengan
dokumentasi, agar data atau informasi yang
diperoleh dari para pengasuh tetap konsisten
dan kredibel (Waters, 1994 dalam Basrowi&
Suwandi, 2008). Pandangan fenomenologis
berusaha memahami arti peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang
berada dalam situasi-situasi tertentu
(Moleong, 2002).
Pada rancangan penelitian deskriptif
kualitatif ini terdapat tiga langkah dalam
proses fenomenologi deskriptif antara lain:
langkah pertama yaitu intuisi; pada langkah
ini peneliti mencoba untuk menyatu secara
utuh dengan berbagai fenomena yang ada,
contohnya pada fenomena yang terdapat
pada pengasuh retardasi mental, langkah
kedua yaitu menganalisis; pada langkah ini
dilakukan dengan cara mengelompokkan
tema yang ada, contohnya para pengasuh
yang berperan sebagai pertisipan, langkah
berikutnya mendeskripsikan; memberikan
gambaran secara keseluruhan mengenai
pengalaman yang diperoleh pengasuh
retardasi mental.
Sumber informasi
pada penelitian ini diperoleh dari Panti
Asuhan Bina Remaja Yogyakarta.
Pengambilan partisipan dilakukan
berdasarkan pertimbangan tertentu, dengan
sengaja dan penuh perencanaan dari peneliti
yang sesuai dengan kriteria yang telah

Jurnal Keperawatan Medikal Bedah . Volume 1, No. 2, November 2013; 105-110

ditetapkan untuk dijadikan subjek atau


partisipan. Peneliti menentukan empat
kriteria yang ditetapkan untuk menjadi
pertimbangan peneliti dalam menentukan
partisipan yaitu kriteria pendidikan, usia,
tingkat kesabaran dan para pengasuh
panderita retardasi mental mampu didik.
Kriteria pertama, partisipan dipilih tingkat
pendidikan, pendidikan sangat penting
karena pengasuh dengan pendidikan SMP
dan SMA dengan pengasuh dengan tingkat
pendidikan hanya sampai SD sangat berbeda
sehingga peneliti memilih pengasuh yang
memiliki tingkat pendidikan minimal SMP.
Kriteria kedua, peneliti memilih pengasuh
dengan tingkatan usia yang produktif,
karena untuk mengasuh orang dengan
keterbelakangan mental memerlukan tenaga
yang lebih karena mereka tidak dapat
mengerjakan segala sesuatu secara mandiri.
Kriteria ketiga, yaitu pengasuh yang
memiliki tingkat kesabaran yang tinggi.
Karena tidak sembarang orang dapat
mengasuh orang dengan keterbelakangan
mental. Kriteria keempat, yaitu peneliti akan
meneliti para pengasuh yang mengasuh
penderita retardasi mental.
Dalam penelitian kualitatif, tidak terlalu
dibutuhkan random sampling (Creswell,
2010). Subjek dari penelitian ini adalah
seluruh pengasuh penderita retardasi mental
yang mampu melakukan komunikasi verbal
dengan baik, bersedia untuk menjadi
partisipan dan mengisi informed consent.
Jumlah partisipan yang diambil sebanyak 3
orang atau sampai dengan titik jenuh
diperolehnya data atau informasi. Kriteria
partisipan yang telah ditetapkan tersebut
dapat memberikan gambaran atau deskripsi
secara utuh dan menyeluruh dari fenomena
Gambaran Karakteristik Partisipan
Kode Partisipan
P1
P2
P3

Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Perempuan

Usia
38 tahun
43 tahun
19 tahun

Partisipan inti dalam penelitian ini


dipilih berdasarkan beberapa kriteria antara
lain, tingkat pendidikannya karena semakin
tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka
pengetahuan maupun informasi yang
diperoleh akan semakin tinggi pula. Selain

yang ada dan yang terjadi pada pengasuh


retardasi mental. Pada penelitian ini
partisipan harus berasal dari latar belakang
yang berbeda-berdeda, dengan harapan saat
dilakukan
wawancara
pada
seluruh
partisipan, peneliti memperoleh beragam
informasi yang memperkaya hasil penelitian,
karena semakin banyak dan beragam
informasi yang diperoleh maka hasil
penelitian akan lebih akurat.
Analisis data kualitatif merupakan
proses sistematis yang berlangsung terusmenerus, bersamaan dengan pengumpulan
data (Daymon, 2008). Dalam penelitian
kualitatif, data diperoleh dari berbagai
sumber, dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang bermacam-macam
(triangulasi), dan dilakukan secara terusmenerus (Sugiyono, 2011). Analisis data
kualitatif adalah proses mengorganisasikan
dan mengurutkan data ke dalam pola,
kategori, dan satuan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema (Basrowi & Suwandi,
2008). Upaya analisa data dilakukan dengan
jalan
bekerja
dengan
data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya,
mencari
dan
menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan
orang lain (Bogdan & Biklen, 1998 dalam
Moleong, 2010).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Semua partisipan dalam penelitian ini
merupakan seluruh pengasuh yang berada di
Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta.

Pendidikan
SLTA
SLTA
SLTA

Agama
Islam
Islam
Islam

Lama kerja
10 tahun
4 tahun
1 tahun

itu para partisipan juga telah memiliki


sertifikat pelatihan-pelatihan dalam hal
mengasuh penderita retardasi mental.
Peneliti membuat kode tersendiri yaitu P1,
P2, dan P3 untuk mengenali masing-masing
partisipan,
sehingga
peneliti
tidak

Pengalaman Care Worker Dalam Memenuhi Kebutuhan Dasar Penderita Retardasi Mental
di Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta
Mohamad Judha, Cokorda Istri

107

mencantumkan identitas asli para partisipan


untuk menjaga kerahasiaannya.
Hasil
dari
penelitian
ini
mengidentifikasi empat belas tema yang
masing-masing tema disesuaikan dengan 14
kebutuhan
dasar
manusia
menurut
Hendersone. Peneliti menggali informasi
sedalam mungkin kepada masing-masing
pengasuh mengenai pemenuhan kebutuhan
dasar pada penderita Retadasi Mental di
Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta. Apa
yang dialami oleh penderita retardasi mental
yang berada di Panti Asuhan Bina Remaja
Yogyakarta tidak terlepas dari peran
pengasuh yang dalam kesehariannya
memberikan bimbingan, bantuan, motivasi,
maupun asuhan selama mereka berada di
dalam panti. Pada penelitian ini ditemukan
14 tema yang terdiri atas 14 kebutuhan dasar
manusia yang sesuai dengan perspektif
Hendersone yaitu: 1) bernafas secara
normal, 2) makan & minum, 3) eliminasi, 4)
bergerak & posisi nyaman, 5) tidur &
istirahat, 6) berpakaian yang cocok, 7)
mempertahankan suhu normal, 8) kebersihan
diri, 9) terhindar dari bahaya & mencederai
orang lain, 10) berkomunikasi, 11)
beribadah, 12) beraktivitas, 13) bermain &
berekreasi, 14) kemampuan belajar.
1) bernafas secara normal, Care Worker
setiap pagi membeuka pintu dan jendela
agar sirkulasi udara terjadi, Peneliti dapat
menyimpulkan
bahwa
pemenuhan
kebutuhan
bernafas
secara
normal
merupakan kebutuhan yang paling vital yang
diberikan tidak hanya pada pasien yang
mengalami gangguan pernafasan saja, tetapi
juga bagi penderita retardasi mental, hanya
saja cara pemenuhannya berbeda.
2) makan & minum, Peran pengasuh sangat
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
makan dan minum para penderita retardasi
mental. Berdasarkan hasil wawancara pada
beberapa pengasuh di Panti Asuhan Bina
Remaja Yogyakarta, diperoleh hasil bahwa
pengasuh mengatur jam makan anak-anak
asuh, untuk kebutuhan makan dipenuhi
sebanyak 3 kali dalam sehari, dengan
memperhatikan menu makanannya misalnya
nasi, lauk dan sayuran. Kebutuhan makan
dan minum merupakan kebutuhan setiap
orang dengan tujuan yang berbeda-beda.

108

Makanan yang dikonsumsi sangat berfungsi


untuk pertumbuhan, perbaikan sel dan
jaringan tubuh serta sebagai sumber tenaga
dan energi yang diperlukan dalam aktivitas
(Inayah, 2004)
3) eliminasi, Masing-masing pengasuh
memenuhi kebutuhan eliminasi sisa hasil
metabolisme (BAB & BAK) dilakukan
dengan cara mendengarkan dan menyimak
dengan baik panggilan dari anak-anak
asuhnya ketika mereka ingin BAB dan BAK
sehingga
pengasuh
dapat
langsung
mengarahkan.
4) bergerak & posisi nyaman, Olahraga
yang dilakukan dalam hal ini adalah senam
yang diiringi dengan alunan musik. Para
pengasuh membebaskan anak-anak asuh
mereka
dalam
bergerak
dan
mengekspresikan dirinya dengan alunan
musik yang diputarkan, asalkan seluruh anak
asuh ikut bergerak. Hal tersebut sesuai
dengan teori kebutuhan dasar yang
dikemukan oleh (Saputra, 2012) yaitu
tentang
mobilisasi
yang
merupakan
kemampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat.
5)
tidur
&
istirahat,
Pengasuh
membiasakan anak asuhnya untuk tidur
siang dari jam 12 sampai jam setengah tiga,
kemudian untuk tidur malam jam 8 atau jam
setengah sembilan. Pengasuh mengajak para
penderita retardasi mental tersebut untuk
tidur siang bertujuan mengistirahatkan
badan mereka setelah melakukan aktivitas
disekolah dan diharapkan setelah mereka
tidur badan mereka menjadi segar kembali.
Hasil tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukan oleh (Mubarak, 2007) yang
menyatakan bahwa tidur dan istirahat
merupakan kebutuhan dasar yang mutlak
harus dipenuhi oleh setiap orang. Kebutuhan
ini dapat dilakukan oleh seseorang untuk
memulihkan atau mengistirahatkan fisiknya,
mengurangi stress dan kecemasan serta
dapat meningkatkan kemampuan dan
konsentrasi saat kembali melakukan
aktivitas.
6) berpakaian yang cocok, Pakaian
berfungsi sebagai media komunikasi seperti
halnya bahasa. Sebagaian besar orang
sepakat bahwa memilih pakaian sendiri

Jurnal Keperawatan Medikal Bedah . Volume 1, No. 2, November 2013; 105-110

merupakan hak asasi dasar bagi setiap orang.


Pakaian yang akan dikenakan oleh penderita
retardasi mental telah dipersiapkan terlebih
dahulu dan dibedakan sesuai dengan
kebutuhan. Hal ini seuai dengan hasil
penelitian Sunaryo, 2004).
7) mempertahankan suhu normal, untuk
penderita retardasi mental dipenuhi dengan
cara menyarankan mandi, menyarankan
mengipaskan
badan
dengan
buku,
memberikan selimut menjelang tidur dan
apabila ada yang demam dibawa ke
Puskesmas. penelitian lain yang meneliti
tentang pemenuhan kebutuhan dasar
manusia pada pasien stroke di RSUP
Dr.Soeradji Tirtonegoro-Klaten, diperoleh
hasil bahwa dalam pemenuhan kebutuhan
mempertahankan suhu tubuh dalam batas
normal, perawat berperan dalam mengukur
suhu tubuh dan menormalkan suhu tubuh
pasien (Apriyanti, 2004). Peneliti dapat
menyimpulkan
bahwa
pemenuhan
kebutuhan mempertahankan suhu dalam
rentang normal penting untuk dipenuhi pada
pasien yang sedang sakit atau dirawat
maupun bagi para penderita Retardasi
Mental yang berada di Panti Asuhan.
8) kebersihan diri, Tindakan yang dilakukan
oleh pengasuh tersebut didukung oleh teori
personal hygiene yaitu suatu upaya yang
dilakukan individu dalam memelihara
kebersihan dirinya (Mubarak, 2007).
Kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan
dan psikis seseorang,
Pemenuhan
kebutuhan kebersihan tubuh merupakan
bagian dari kebutuhan dasar manusia
(Tarwanto, 2010). Pada penelitian lain yang
meneliti tentang pemenuhan kebutuhan
dasar manusia pada pasien stroke di RSUP
Dr.Soeradji Tirtonegoro-Klaten, diperoleh
hasil bahwa dalam pemenuhan kebutuhan
menjaga kebersihan diri, perawat berperan
dalam memelihara kebersihan kulit, kuku,
rambut, daerah genital, gigi dan mulut,
tempat tidur pada pasien (Apriyanti, 2004).
9) terhindar dari bahaya & mencederai
orang lain, Pengasuh memenuhi kebutuhan
terhindar dari bahaya lingkungan dan tidak
mencederai orang lain dengan cara menjaga
para penderita retardasi mental dari listrik,
benda tajam, atau saling membahayakan

antara sesama penderita retardasi mental,


maupun antara penderita retardasi mental
dengan pengasuh. Hal tersebut sesuai
dengan konsep menghindari bahaya yang
merupakan konsep keselamatan dan
keamanan terkait dengan kemampuan
seseorang dalam menghindari bahaya yang
ditentukan oleh motivasi untuk melakukan
tindakan pencegahan (Mubarak, 2007)
10) berkomunikasi, pemenuhan kebutuhan
berkomunikasi dengan orang lain dalam
mengekspresikan
emosi,
kebutuhan,
ketakutan, atau pendapatnya sangat penting
bagi penderita retardasi mental, karena
dengan IQ yang dibawah rata-rata para
penderita retardasi mental sedikit mengalami
kselitan
dalam
menyampaikan
keinginannya. Sehingga pengasuh perlu
memahami secara mendalam apa yang
diinginkan oleh masing-masing anak
asuhnya tersebut.
11) beribadah, pemenuhan kebutuhan
beribadah sesuai kepercayaan sangat
diperlukan mengingat setiap warga negara
berhak mendapatkan kesempatan untuk
beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dimiliki, begitu juga
untuk penderita retardasi mental.
12)
beraktivitas,
Peneliti
dapat
menyimpulkan
bahwa
pemenuhan
kebutuhan bekerja dan beraktivitas sangat
diperlukan guna meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga para penderita retardasi
mental dapat terjaga kesehatannya dan selalu
ceria.
13) bermain & berekreasi, Pengasuh
memenuhi kebutuhan bekerja untuk
mendapatkan kepuasan dengan cara
menyekolahkan anak asuhnya, mengajarkan
berdoa, membuat prakarya, mewarnai,
bernyanyi, kemudian beristirahat. Tindakan
yang dilakukan oleh pengasuh tersebut
sesuai dengan teori (Tarwanto, 2010) yaitu
bekerja juga merupakan suatu bentuk
dorongan bagi orang-orang, bukan untuk
mengaktualisasi diri untuk memenuhi
kekurangan individu saja tetapi merupakan
suatu pertumbuhan watak, ungkapan watak,
pematangan dan perkembangan seseorang.
Kemampuan
beraktivitas
merupakan
kebutuhan dasar yang diharapkan oleh setiap
manusia (Saputra, 2012).

Pengalaman Care Worker Dalam Memenuhi Kebutuhan Dasar Penderita Retardasi Mental
di Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta
Mohamad Judha, Cokorda Istri

109

14) kemampuan belajar, pemenuhan


kebutuhan belajar juga diperlukan bagi
penderita retardasi mental, walaupun tingkat
intelektualitas yang mereka memiliki
rendah. Dengan bekal pengetahuan yang
diberikan oleh pengasuh, setidaknya dapat
membuat para penderita retardasi mental
tersebut menjadi mandiri dan mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri.
KESIMPULAN
Hasil penelitian yang dilakukan di Panti
Asuhan
Bina
Remaja
Yogyakarta
menggambarkan bahwa pengasuh memenuhi
14 kebutuhan dasar manusia sesuai dengan
perspektif Hendersone, yaitu memfasilitasi
bernafas secara normal, makan & minum,
eliminasi, bergerak & posisi yang nyaman,
tidur & istirahat, memilih pakaian,
mempertahankan suhu, terhindar dari
bahaya, komunikasi, beribadah, beraktivitas,
rekreasi & bermain, belajar. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap manusia akan
memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda
walaupun dilihat dari jenisnya akan sama
seperti yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanti, Nina, (2004), Persepsi Keluarga
Terhadap Peran Perawat Dalam
Pemenuhan
Kebutuhan
Dasar
Manusia Pada Pasien Stroke RSUP
Dr.Soeradji
Tirtonegoro-Klaten,
Tidak Dipublikasikan, Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi, (2006), Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
Edisi Revisi VI, Jakarta: Rineka
Cipta.
Basrowie dan Suwandi. (2008). Memahami
Penelitian
Kualitatif,
Jakarta:
Rineka Cipta.

110

Creswell, J.W. (2010). Research Design


Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Daymon, Christine (2008), Metode-Metode
Riset Kualitatif dalam Public
Relations
&
Marketing
Communications,
Yogyakarta:
Bentang.
Inayah, I, (2004), Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem
Pencernaan.
Jakarta:
Salemba Medika.
Lumbantobing, (2006), Anak Dengan
Mental
Terbelakang,
Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Moleong, L.J, (2002), Metodologi Penelitian
Kualitatif Edisi Revisi, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mubarak, Wahit, (2007), Buku Ajar
Kebutuhan Dasar Manusia Teori
dan Aplikasinya Dalam Praktik.
Jakarta: EGC.
Saputra, Lyndon, (2012), Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta:
Binarupa Aksara.
Sugiyono, (2011), Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
Bandung: Alfabeta.
Sunaryo,
(2004),
Psikologi
untuk
Keperawatan, Jakarta: EGC.
Tarwanto dan Wartonah, (2010), Kebutuhan
Dasar
Manusia
dan
Proses
Keperawatan Edisi 4, Jakarta:
Salemba Medika

Jurnal Keperawatan Medikal Bedah . Volume 1, No. 2, November 2013; 105-110

Anda mungkin juga menyukai