PENDAHULUAN Sisca
PENDAHULUAN Sisca
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak
ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi
akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.
2. Diabetes Melitus tipe 2
Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau
autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang
memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai
dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada
otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan
kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa
hati dan peningkatan lipolisis.
Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori
yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai
BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.
3. Diabetes Melitus tipe lain
-
Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan
onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau disebut maturity-onset diabetes of
the young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal.
Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah
mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah
diidentifikasi kelaian genetik yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi
insulin. .
4 , Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu kehamilan.
Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa
akan kembali normal pada trimester ketiga. (American Diabetes Association,2009).
3. Patofisiologi
Pancreas yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di
belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada
peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan
hormone insulin yang sangt berperan dalam mengatur kadar glukosa darah.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat
membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa
tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila isulin tidak ada, maka glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalams el dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang
terjadi pada diabetes mellitus tipe 1.
Pada keadaan diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak,
tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini
dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM tipe 2,
jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi
karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit,
sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat.
Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan DM tipe 1, bdanya adalah pada DM tipe
2 disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga
bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga
gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas, DM juga bisa
terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai
bahan bakar untuk metabolism energy. (Foster, 2000)
4. Manifestasi pada Tubuh Manusia
Pada penderita DM terjadi penurunan inervasi sensori kulit, hal ini merupakan
predisposisi terjadinya trauma atau infeksi. Adanya kondisi hiperglikemia juga
menyebabkan gangguan mekanisme sistem imunoregulasi, berakibat gangguan
menurunnya daya kemotaksis, fagositosis dan kemampuan bakterisidal sel
lekosit maka kemudahan infeksi maupun ulkus. Pada tubuh manusia juga terjadi,
polidipsi, polifagi, serta berat badan menurun.
5. Management
SULFONILUREA Golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan cara
merangsang keluarnya insulin dari sel b Pankreas. Dengan demikian bila pankreas sudah rusak dan
tidak dapat memproduksi insulin lagi maka obat ini tidak dapat digunakan. Karena itu obat ini tidak
berguna bagi penderita diabetes millitus tipe I. Namun, akan berkhasiat bila diberikan pada pasien
diabetes millitus tipe II yang mempunyai berat badan normal.Penggunaan obat golongan sulfonilurea
pada yang gemuk dan obesitas harus hati-hati. Karena mungkin kadar insulin dalam darah sudah
tinggi (hiperinsulinemia). Hanya saja insulin yang ada tidak dapat bekerja secara efektif. Pada
penderita diabetes mellitus dengan obesitas, pemberian obat golongan ini akan memacu pankreas
mengeluarkan insulin lebih banyak lagi. Akibatnya keadaan hiperinsulmnemia menjadi lebih tinggi.
Ini berbahaya karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
BIGUANID Obat golongan biguanid bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap
insulin yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Obat ini tidak merangsang peningkatan produksi insulin
sehingga pemakaian tunggal tidak menyebabkan hipoglikemia.Obat golongan biguanid dianjurkan
sebagai obat tunggal pada penderita diabetes mellitus dengan obesitas (BBR> 120%). Untuk penderita
diabetes mellitus yang gemuk (BBR> 110%) pemakaiannya dapat dikombinasikan dengan obat
golongan sulfonilunea.Efek samping yang sering terjadi dari pemakaian obat golongan biguanid
adalah gangguan saluran cerna pada hari-hari pertama pengobatan. Untuk menghindarinya,
disarankan dengan dosis rendah dan diminum saat makan atau sesaat sebelum makan. Wanita hamil
dan menyusui tidak dianjurkan memakai obat golongan ini.
ACARBOSE Acarbose bekerja dengan cara memperlambat proses pencernaan karbohidrat menjadi
glukosa. Dengan demikian kadar glukosa darah setelah makan tidak meningkat tajam. Sisa
karbohidrat yang tidak tercerna akan dimanfaatkan oleh bakteri di usus besar, dan ini menyebabkan
perut menjadi kembung, sering buang angin, diare, dan sakit perut.Pemakaian obat ini bisa
dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea atau insulin, tetapi bila terjadi efek hipoglikemia
hanya dapat diatasi dengan gula murni yaitu glukosa atau dextrose. Gula pasir tidak
bermanfaat.Acarbose hanya mempengaruhi kadar gula darah sewaktu makan dan tidak mempengaruhi
setelah itu. Obat ini tidak diberikan pada penderita dengan usia kurang dan 18 tahun, gangguan
pencernaan kronis, maupun wanita hamil dan menyusui. Acarbose efektif pada pasien yang banyak
makan karbohidrat dan kadar gula darah puasa lebih dari 180 mg/dl.
INSULIN Insulin diinjeksikan sebagai obat untuk menutupi kekurangan insulin tubuh (endogen)
karena kelenjar sel b pankreas tidak dapat mencukupi kebutuhan yang ada. Pengobatan dengan insulin
berdasarkan kondisi masing-masing penderita dan hanya dokter yang berkompeten memilih jenis serta
dosisnya. Untuk itu insulin digunakan pada pasien diabetes millitus tipe I. Penderita golongan ini
harus mampu meyuntik insulin sendiri.
Untuk sebagian penderita diabetes millitus tipe II, juga membutuhkan pemakaian insulin. Indikasi
berikut menunjukkan bahwa penderita perlu menggunakan insulin.
Kencing manis pada kehamilan yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.
Penyakit diabetes mellitus yang tidak berhasil dikelola dengan tablet hipoglikemik dosis
maksimal.
1.Hiperkalemi
2.Gangguan keseimbangan asambasa
3. Hipertensi
4. Perikarditis
5. Gagal jantung
6. Anemi
7. Perdarahan usus
8. Pleuritis
9. Asidosis
7. Prognosis
Kurang baik
8. Pencegahan
Primer: Konsumsi air minum yang cukup 8 12 gelas perhari ( 2500 cc)
Hindari minum minuman beralkohol
Minum obat sesuai aturan
Hindari lingkungan yang tercemar zat kimia
Olahraga secara teratur
Kontrol kesehatan tiap 6 bulan sekali
Sekunder: Obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dapat
memperlambat perkembangan penyakit ginjal secara signifikan. Dua jenis
obat, angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin receptor
blocker (ARB), telah terbukti efektif dalam memperlambat perkembangan
penyakit ginjal. Beberapa orang mungkin memerlukan dua atau lebih obat
untuk mengontrol tekanan darah mereka. Selain penghambat ACE atau ARB,
obat diuretik juga dapat berguna. Beta blockers, calcium channel blockers, dan
obat-obatan tekanan darah lainnya mungkin diperlukan juga. Contoh dari ACE
inhibitor efektif adalah lisinopril (Prinivil, Zestril). Dokter biasanya
memberikan resep ini untuk mengobati penyakit ginjal yang terjadi karena
diabetes. Selain untuk menurunkan tekanan darah, lisinopril juga dapat
melindungi
glomerulus
ginjal,
sedangkan
ACE
inhibitor
berfungsi
DAFTAR PUSTAKA
Gustaviani. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. FK UI.
Foster. 2000. Buku Ajar Imu Penyakit Dalam Harrison.
American Diabetes Association. 2009
Price SA. 2005. Patofiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC.