Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

a. Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya dengan adanya
gannguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Efek hal tersebut adalah kerusakan dalam
waktu lama, disfungsi dan gagal organ. DM dapat muncul dengan beberapa simtom seperti haus,
poliuria, penglihatan kabur ( Gustaviani, 2006)
b. Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Mellitus
Penyebab diabetes yang utama adalah kurangnya produksi insulin (DM tipe I) atau kurang
sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (DM tipe II).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:
1. Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes Juvenile onset atau Insulin dependent atau Ketosis
prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan
ketoasidosis. Istilah juvenile onset sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari
usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau
menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon
plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya
meningkatkan sekresi insulin.
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas
menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan
antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut.
Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave,
tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen
(HLA) DR3 atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun
pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang
menyerupai protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor
yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella,
coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.

Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak
ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi
akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.
2. Diabetes Melitus tipe 2
Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau
autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang
memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai
dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada
otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan
kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa
hati dan peningkatan lipolisis.
Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori
yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai
BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.
3. Diabetes Melitus tipe lain
-

Defek genetik fungsi sel beta

Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan
onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau disebut maturity-onset diabetes of
the young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal.
Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah
mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah
diidentifikasi kelaian genetik yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi
insulin. .
4 , Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu kehamilan.
Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa
akan kembali normal pada trimester ketiga. (American Diabetes Association,2009).
3. Patofisiologi

Pancreas yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di
belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada

peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan
hormone insulin yang sangt berperan dalam mengatur kadar glukosa darah.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat
membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa
tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila isulin tidak ada, maka glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalams el dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang
terjadi pada diabetes mellitus tipe 1.
Pada keadaan diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak,
tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini
dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM tipe 2,
jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi
karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit,
sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat.
Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan DM tipe 1, bdanya adalah pada DM tipe
2 disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga
bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga
gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas, DM juga bisa
terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai
bahan bakar untuk metabolism energy. (Foster, 2000)
4. Manifestasi pada Tubuh Manusia
Pada penderita DM terjadi penurunan inervasi sensori kulit, hal ini merupakan
predisposisi terjadinya trauma atau infeksi. Adanya kondisi hiperglikemia juga
menyebabkan gangguan mekanisme sistem imunoregulasi, berakibat gangguan
menurunnya daya kemotaksis, fagositosis dan kemampuan bakterisidal sel
lekosit maka kemudahan infeksi maupun ulkus. Pada tubuh manusia juga terjadi,
polidipsi, polifagi, serta berat badan menurun.

5. Management

SULFONILUREA Golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan cara
merangsang keluarnya insulin dari sel b Pankreas. Dengan demikian bila pankreas sudah rusak dan
tidak dapat memproduksi insulin lagi maka obat ini tidak dapat digunakan. Karena itu obat ini tidak
berguna bagi penderita diabetes millitus tipe I. Namun, akan berkhasiat bila diberikan pada pasien
diabetes millitus tipe II yang mempunyai berat badan normal.Penggunaan obat golongan sulfonilurea
pada yang gemuk dan obesitas harus hati-hati. Karena mungkin kadar insulin dalam darah sudah
tinggi (hiperinsulinemia). Hanya saja insulin yang ada tidak dapat bekerja secara efektif. Pada
penderita diabetes mellitus dengan obesitas, pemberian obat golongan ini akan memacu pankreas
mengeluarkan insulin lebih banyak lagi. Akibatnya keadaan hiperinsulmnemia menjadi lebih tinggi.
Ini berbahaya karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
BIGUANID Obat golongan biguanid bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap
insulin yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Obat ini tidak merangsang peningkatan produksi insulin
sehingga pemakaian tunggal tidak menyebabkan hipoglikemia.Obat golongan biguanid dianjurkan
sebagai obat tunggal pada penderita diabetes mellitus dengan obesitas (BBR> 120%). Untuk penderita
diabetes mellitus yang gemuk (BBR> 110%) pemakaiannya dapat dikombinasikan dengan obat
golongan sulfonilunea.Efek samping yang sering terjadi dari pemakaian obat golongan biguanid
adalah gangguan saluran cerna pada hari-hari pertama pengobatan. Untuk menghindarinya,
disarankan dengan dosis rendah dan diminum saat makan atau sesaat sebelum makan. Wanita hamil
dan menyusui tidak dianjurkan memakai obat golongan ini.

ACARBOSE Acarbose bekerja dengan cara memperlambat proses pencernaan karbohidrat menjadi
glukosa. Dengan demikian kadar glukosa darah setelah makan tidak meningkat tajam. Sisa
karbohidrat yang tidak tercerna akan dimanfaatkan oleh bakteri di usus besar, dan ini menyebabkan
perut menjadi kembung, sering buang angin, diare, dan sakit perut.Pemakaian obat ini bisa
dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea atau insulin, tetapi bila terjadi efek hipoglikemia
hanya dapat diatasi dengan gula murni yaitu glukosa atau dextrose. Gula pasir tidak
bermanfaat.Acarbose hanya mempengaruhi kadar gula darah sewaktu makan dan tidak mempengaruhi
setelah itu. Obat ini tidak diberikan pada penderita dengan usia kurang dan 18 tahun, gangguan
pencernaan kronis, maupun wanita hamil dan menyusui. Acarbose efektif pada pasien yang banyak
makan karbohidrat dan kadar gula darah puasa lebih dari 180 mg/dl.
INSULIN Insulin diinjeksikan sebagai obat untuk menutupi kekurangan insulin tubuh (endogen)
karena kelenjar sel b pankreas tidak dapat mencukupi kebutuhan yang ada. Pengobatan dengan insulin
berdasarkan kondisi masing-masing penderita dan hanya dokter yang berkompeten memilih jenis serta
dosisnya. Untuk itu insulin digunakan pada pasien diabetes millitus tipe I. Penderita golongan ini
harus mampu meyuntik insulin sendiri.

Untuk sebagian penderita diabetes millitus tipe II, juga membutuhkan pemakaian insulin. Indikasi
berikut menunjukkan bahwa penderita perlu menggunakan insulin.

Kencing manis dengan komplikasi akut seperti misalnya ganggren.

Ketoasidosis dan koma lain pada penderita.

Kencing manis pada kehamilan yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.

Berat badan penderita menurun cepat.

Penyakit diabetes mellitus yang tidak berhasil dikelola dengan tablet hipoglikemik dosis
maksimal.

Penyakit disertai gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat.


Insulin yang memiliki daya kerja 24 jam (Long acting
insuline).
Ada berbagai jenis insulin, yaitu Insulin Kerja Cepat (Short
acting insuline), Insulin Kerja Sedang (Intermediate acting
insuline) dan Insulin Premiks (Premixing insuline) yang
merupakan campuran Short acting insuline dan Intermediate acting insuline. Ada juga insulin yang
memiliki daya kerja 24 jam (Long acting insuline)
Pengobatan non farmakologi misalnya, mengatur gaya hidup serta berolahraga.
6. Komplikasi

1.Hiperkalemi
2.Gangguan keseimbangan asambasa
3. Hipertensi
4. Perikarditis
5. Gagal jantung
6. Anemi
7. Perdarahan usus
8. Pleuritis
9. Asidosis

7. Prognosis
Kurang baik
8. Pencegahan
Primer: Konsumsi air minum yang cukup 8 12 gelas perhari ( 2500 cc)
Hindari minum minuman beralkohol
Minum obat sesuai aturan
Hindari lingkungan yang tercemar zat kimia
Olahraga secara teratur
Kontrol kesehatan tiap 6 bulan sekali
Sekunder: Obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dapat
memperlambat perkembangan penyakit ginjal secara signifikan. Dua jenis
obat, angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin receptor
blocker (ARB), telah terbukti efektif dalam memperlambat perkembangan
penyakit ginjal. Beberapa orang mungkin memerlukan dua atau lebih obat
untuk mengontrol tekanan darah mereka. Selain penghambat ACE atau ARB,
obat diuretik juga dapat berguna. Beta blockers, calcium channel blockers, dan
obat-obatan tekanan darah lainnya mungkin diperlukan juga. Contoh dari ACE
inhibitor efektif adalah lisinopril (Prinivil, Zestril). Dokter biasanya
memberikan resep ini untuk mengobati penyakit ginjal yang terjadi karena
diabetes. Selain untuk menurunkan tekanan darah, lisinopril juga dapat
melindungi

glomerulus

ginjal,

sedangkan

ACE

inhibitor

berfungsi

menurunkan proteinuria dan memperlambat penurunan fungsi ginjal. Contoh


dari ARB efektif adalah losartan (Cozaar), yang berguna untuk melindungi
fungsi ginjal dan menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular.
Manajemen intensif glukosa darah adalah pengobatan yang bertujuan untuk
menjaga kadar glukosa darah mendekati normal. Hal ini mencakup cek
glukosa darah secara rutin, menggunakan insulin berdasarkan asupan makanan
dan aktivitas fisik, mengikuti diet, melakukan aktivitas fisik, dan berkonsultasi
dengan tim perawatan kesehatan secara teratur. Beberapa orang menggunakan
pompa insulin untuk menyuplai insulin sepanjang hari. Sejumlah penelitian
telah menunjukkan efek menguntungkan pengelolaan intensif glukosa darah.
Penelitian yang dilakukan selama beberapa dekade terakhir telah menetapkan

bahwa program apapun yang berfungsi dalam menurunkan kadar glukosa


darah akan bermanfaat bagi pasien yang berada pada tahap awal CKD.
Tersier: Penderita diabetes yang mengalami gagal ginjal harus menjalani dialisis atau
bisa saja melakukan transplantasi ginjal.
Laporan hasil kunjungan

Masalah lain yang ada pada pasien: tidak ada


Pasien harus lebih mengatur gaya hidup khususnya pola makan.

Hal-hal positif: pasien kooperatif


Hal-hal negatif: tidak ada

DAFTAR PUSTAKA
Gustaviani. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. FK UI.
Foster. 2000. Buku Ajar Imu Penyakit Dalam Harrison.
American Diabetes Association. 2009
Price SA. 2005. Patofiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai