Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelumpuhan Wajah
Perempuan berusia 50 tahun saat sedang berbelanja di pusat perbelanjaan tiba-tiba berbicara
cadel dan setelah di perhatikan oleh suaminya wajah pasien terlihat tidak simetris. Pasien juga
mengeluh anggota gerak sisi kiri lebih lemah disbanding kanan. Suami langsung membawa
istrinya ke IGD RS terdekat. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan hipertensi. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan wajah tidak simetris. Sulkus nasolibialis kiri tampak mendatar, namun kerutan
dahi simetris. Pada saat menjulurkan lidah, mencong ke sisi kiri tanpa adanya atrofi papli dan
fasikulasi. Terdapat hemiparesis sinistra. Dokter mengakatakn pasien mengalami stroke. Sebagai
seorang suami, ia berkewajiab untuk menyatuni dan merawat istrinya dengan baik sesuai dengan
ajaran islam.
Kata-Kata Sulit
1. Sulkus Nasolabialis
Alur Antara sudut bibir atas dan hidung
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah di atas normal (normal:120/80 mmHg)
3. Fasikulasi
Kerutan otot setempat yang spontan dan cepat, kedutan.
4. Hemiparesis
Kelumpahan otot skelet
5. Atrofi Papil
Pengecilan papil-papil lidah
6. Stroke
Kondisi saat pasokan darah ke bagian otak terganggu, gejala-gejala defisit fungsi susunan
saraf akibat penyakit pembuluh darah otak.
Pertanyaan-pertanyaan
Hipotesis
Factor resiko (hipertensi, stress, gaya hidup, usia dll)
ke otak yang dipicu aktivitas
defisit fungsi otak
Sasaran Belajar
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi dan Fisiologi Syaraf Cranialis, Traktus
Ekstrapiramidalis dan Capsula Interna
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Saraf Sensorik dan Motorik serta Kelainannya
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Stroke
3.1 Definisi
3.2 Epidemiologi
3.3 Etiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.8 Penatalaksanaan
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis
3.11 Pencegahan
LI 4 Memahani dan Menjelaskan Kewajiab Suami dan Istri
Pengertian:
Jalan raya motorik secara tradisional terbagi atas dua jalan :
Systema pyramidalis s. Tractus corticospinalis
Jalan motorik yang berasal dari area Brodmann 4 di samping area 6,3,2,1 cortex cerebri menuju
medulla spinalis.
Bertolak dari tempat asal dan tujuannya, jalan motorik ini dikenal juga sebagai : tractus
corticospinalis.
Ada dua alasan kenapa jalan motorik ini disebut sebagai systema pyramidalis:
1. Karena dia berasal dari sel pyramid (lapis ketiga) cortex cerebri khususnya dari area
Brodmann 4
2.Karena pada medulla oblongata, jalan motorik tsb menimbulkan benjolan di bagian depan
medulla oblongata yang disebut sebagai : pyramid
Tractus corticospinalis berakhir pada cornu anterior medulla spinalis
Systema Extrapyramidalis
Semua jalan motorik selain tractus corticospinalis :
1.) yang datang dari batang otak menuju medulla spinalis:
Tractus reticulospinalis
Tractus tectospinalis
Tractus rubrospinalis
Tractus vestibulospinalis
Tractus olivospinalis
2.) yang datang dari cortex cerebri menuju batang otak disebut sebagai tractus
corticobulbaris:
Tractus corticostriata
Tractus corticothalamicus
Tractus corticohypothalamicus
Tractus corticonigra
Serabut serabut yang berasal dari area Brodmann 4 dan 6 tapi khusus menuju ke :
Tegmentum,Nuclei pontis, Nucleus olivarius inferius
Neuron yang di cortex cerebri disebut sebagai : Neuron orde pertama(berupa sel
pyramidalis: sel lapis ketiga cortex cerebri). Axon neuron orde pertama turun ke
bawah melalui corona radiata kemudian masuk ke crus posterior capsula interna, terus ke
mes-encephalon,pons, medullad oblongata dan medula spinalis untuk bersinapsis dengan
neuron orde kedua yang terletak pada cornu anterius substansia grissea medulla
spinalis
2.)Neuron motorik bawah atau pusat spinal
Letak: Columna anterius substansia grissea medulla spinalis
Disini terdapat 2 kelompok neuron:
a. Neuron orde kedua (neuron antara) yang terletak pada pangkal columna anterius
substansia grissea.Punya axon yang sangat pendek untuk bersinapsis dengan neuron orde
ketiga
b. Neuron orde ketiga yang terletak juga pada columna anterius substansia grissea medulla
spinalis.Axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix anterior n.spinalis
untuk bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor
sadar: otot seran lintang atau otot lurik (otot skelet). Sebagian kecil serabut penghubung
dari neuron orde pertama bersinapsis langsung dengan neuron orde ketiga yang penting
dalam fungsi arcus reflex.
Fungsi: menerima perintah dari pusat supraspinal dan neuron orde kedua yang terletak pada
columna anterius substansia grissea medulla spinalis dan setelah bersinapsis pada neuron pusat
spinal, perintah tadi diteruskan ke efektor : otot skelet
Yang termasuk systema pyramidalis hanya ada satu yaitu:
Tractus Corticospinalis
Asal: Neuron orde pertama :
a. 1/3 berasal dari area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis
b. 1/3 berasal dari area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralus
c. 1/3 berasal dari area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis
Pusat yang mengontrol otot muka terletak di sebelah bawah, sedang yang mengontrol otot
anggota bawah justru terletak di bagian atas dari dataran medial hemisphaerum cerebri.
Jalan:
Dalam hemisphaerum cerebri:
Mula-mula turun memasuki corona radiata, kemudian memasuki crus posterius capsula
interna yang serabutnya tersusun sbb.:
1. Serabut yang dekat genu akan mensarafi otot bagian atas leher
2. Serabut yang terletak lebih kebelakang akan mensarafi otot badan bawah
Dalam mesencephalon:
Dia berjalan pada 3/5 tengah crus cerebri mesencephalon dengan susunan sbb.:
1. Yang mensarafi bagian atas leher terletak di sebelah medial
2. Yang mensarafi otot kaki terletak di sebelah lateral
Dalam Pons:
Disini tractus akan terpecah dalam beberapa berkas saraf oleh Fibra pontocerebellaris transversa
Dalam Medulla oblongata:
Berkas saraf yang tadinya terpeceah-pecah kini bergabung menjadi satu berkas lagi dan akan
menonjolkan medulla oblongata membentuk : pyramid. Itulah sebabnya tractus tsb sering juga
disebut sebagai : Tractus pyramidalis. Pada perbatasan medulla oblongata dengan medulla
spinalis serabut sarafnya akan mengalami 2 hal :
a. Mayoritas serabut akan saling bersilangan membentuk : Decussatio pyramidalis
b. Minoritas serabut tidak bersilangan dan langsung memasuki medulla spinalis
Dalam medulla Spinalis
1. Serabut yang bersilangan memasuki columna lateralis substansia alba medulla spinalis
disebut sebagai: Tractus corticospinalis lateralis. Dia jalan sepanjang columna lateralis dan
kemudian akan bersinapsis dengan Neuron orde kedua pada columna anterius setiap
segmen medulla spinalis
2. Serabut yang tidak bersilangan memasuki columna anterius substansia alba medulla
spinalis disebut sebagai : Tractus cortispinalis anterius. Selanjutnya dia akan menyilang
garis tengah dan akan berakhir pada neuron orde kedua pada columna anterius segmen
medulla spinalis cervicalis dan bagian atas thoracal. Axon dari neuron orde kedua akan
bersinapsis dengan neuron orde ketiga yang juga ada di columna anterius.
Fungsi:
a. Umum: Bersama-sama dengan tractus lainnya mengantarkan perintah untuk
menggerakkan otot seran lintang (otot sadar)
b. Khusus: untuk jalan motorik yang berkaitan dengan ketepatan, ketrampilan
terutama gerakan ujung-ujung anggota badan
Yang termasuk systema extrapyramidalis:
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla
spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya
dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron
orde kedua dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi
: memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan
tubuh
b.
c.
d.
e.
Asal
: area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami
Tractus corticohypothalamicus
Asal
: cortec hypocampi
Tujuan
: hypothalamus
Tractus corticosubthalamicus
Asal
: area brodman 6
Tujuan
: subthalamus
Tractus Corticonigra
Asal
: area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan
: substantia nigra
Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan
: tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius
inferius (medulla oblongata)
NERVUS CRANIALIS
Nomo
r
I
Nama
Jenis
Fungsi
Olfaktori
Sensori
II
Optik
Sensori
III
IV
V
Okulomotor
Troklear
Trigeminal
Motorik
Motorik
Gabunga
n
VI
VII
Abdusen
Fasial
Motorik
Gabunga
n
VIII
Vestibulokoklea
r
Sensori
IX
Glosofaringeal
Gabunga
n
Vagus
XI
XII
Aksesori
Hipoglosal
Gabunga
n
Motorik
Motorik
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus
olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks
tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan
induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan
bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem
penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus.
Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini,
ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari
berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan
pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh
bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang
berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang.
Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari
kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam
traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari
sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di
korteks visual lobus oksipital.
Dalam
perjalanannya
serabut-serabut
tersebut
memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran
bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran
atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio
serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabutserabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri
berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
SARAF
III)
OKULOMOTORIUS (N.
jalan menyilang garis tengah pada commissura anterior substansia grissea dan substansia
alba, kemudian naik keatas pada sisi kontralateral sebagai tractus spinothalamicus
lateralis. Tractus tsb. berjalan medialis dari tractus spinocerebellaris anterius. Sewaktu
jalan keatas, serabut saraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen
medulla spinalis, demikian rupa sehingga pada bagian atas cervical :
Serabut saraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial(serabut
saraf yang mengantar informasi sakit terletak sedikit di depan dari serabut
saraf yang mengantar suhu
Jalan pada medulla oblongata
Pada medulla oblongata tractus tsb. Terletak pada dataran lateral antara nuclues
olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Disini dia bergabung
dengan :
Tractus spinothalamicus anterius
Tractus spinotectalis
Ketiga tractus tersebut bersama-sama disebut sebagai : Lemniscus spinalis
Jalan pada pons
Lemniscus spinalis naik ke atas di bagian belakang pons
Jalan pada mesencephalon
Lemniscus spinalis jalan pada tegmentum, lateralis dari lemniscus medialis
Jalan pada diencephalon
Serabut saraf tractus spinothalamicus lateralis akan bersinapsis dengan neuron orde
ketiga yaitu : nucleus posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari
nucleus lateralis thalamus).
Disini terjadi penilaian kasar sensasi sakit dan suhu dan reaksi emosi mulai timbul.
Jalan ke cortex cerebri
Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna dan
corona radiata untuk berakhir pada gyrus postcentralis (area brodmann 3,2,1). Dari
sini informasi sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan area asosiasi di cortex
lobus parietale. Fungsi utama cortex cerebri gyrus postcentralis :
Menafsirkan sensasi suhu dan sakit sehingga timbul kesadaraan akan sensasi tsb.
Jalan raya sensasi sentuhan ringan dan tekanan
Axon dari neuron order pertama (ganglion spinale) memasuki cornu posterius
substansia alba sisi yang sama untuk segera bercabang 2 :
Cabang turun
Jalan melewati beberapa segmen medulla spinalis sambil memberikan beberapa cabang
collateral dan bersinapsis dengan neuron pada cornu posterius dan neuron pada cornu
anterius pada segmen yang dilewati. Hubungan intersegmental ini berfungsi dalam
reflex intersegmental.
Cabang naik
Serabut sarafnya lebih panjang dan sebagian akan bersinaps dengan neuron orde kedua
pada cornu posterius dan anterius substansia grissea. Hubungan ini berperan dalam
reflex intersegmental. Sebagian besar serabut saraf yang naik berjalan dalam columna
posterius substansia alba sebagai:
Fasciculus Gracilis
Dapat ditemukan sepanjang segmen medulla spinalis lumbalis, dan 6 segmen
bawah thoracal
Fasciculus Cuneatus
Terletak lateralis dari fasciculus gracilis, dan mengandung serabut saraf dari
segmen medulla spinalis 6 buah bagian atas thoracal dan semua segmen cervical.
Jalan dalam medulla oblongata
Axon dari neuron orde pertama jalan ke atas secara ipsilateral (tidak menyilang garis
tengah) dan akan bersinapsis dengan neuron orde kedua : nuclei gracilis dan nuclei
cuneatus.
Axon dari neuron orde kedua membentuk berkas serabut saraf disebut sebagai : fibra
arcuata interna. Dia kemudian berjalan menyilang garis tengah membentuk decussatio
sensorik. Selanjutnya pergi kedua tempat:
Pertama: Ke cerebellum melalui pendunculus cerebelli inferior pada sisi yang sama dan
membentuk tractus cuneocerebellaris. Serabutnya sendiri mengelompok membentuk fibra
arcuata externa. Fungsinya untuk mengirimkan informasi sensasi otot skelet dan sendi ke
cerebellum
Kedua: Ke pons
Jalan dalam pons, mesencephalon dan diencephalon
Setelah decussatio dia jalan ketas sebagai lemniscus medialis untuk berakhir pada
neuron orde ketiga: nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian
dari kelompok nuclei lateralis thalamus)
Jalan ke cortex cerebri
Axon dari neuron orde ketiga kemudian jalan dalam crus posterius capsula interna dan
corona radiata menuju gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1). Disini baru kita
mnyadari adanya pembedaan sensasi diskriminasi sentuhan dan getaran dari sendi/otot
sadar.
Jalan raya sensasi otot sadar(otot lurik) dan sendi ke cerebellum
Ada 3 jalan :
1.tractus spinocerebellaris posterius
Jalan dalam medulla spinalis
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki medulla spinalis pada columna
posterius substansia grissea untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua: nucleus dorsalis
(Clarki) yang terletak pada bassis cornu posterius substansia grissea.
Axon dari neuron orde kedua memasuki bagian posterolateral substansia alba pada sisi yang
sama untuk naik ke atas sebagai: tractus spinocerebellaris posterius.
Jalam dalam medulla oblongata
Tractus spinocerebellaris posterius jalan memasuki Pedunculus cerebellaris inferior untuk
menuju cortex cerebellum. Karena Nucleus dorsalis paling bawah hanya ada mulai segmen
medulla spinalis lumbalis III atau IV, maka axon dibawah segmen tsb. harus naik langsung
dalam columna posterius substansia alba, sampai dia mencapai segmen medulla spinalis lumbal
III atau IV disana dia baru bersinapsis dengan neuron orde kedua.
Fungsi: membawa informasi dari otot sadar dan sendi, terutama dari receptor Muscle spindle
dan receptor yang ada di tendo, ligamentum dan capsula articulare dari tubuh dan anggota
badan
2.tractus spinocerebellaris anterius
Jalan dalam medulla spinalis
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki medulla spinalis untuk bersinapsis
pada neuron orde kedua: nucleus dorsalis (Clarki).
Bagian terbesar dari axon orde kedua jalan menyilang garis tengah dan naik ke atas pada
bagian depan substansia alba sisi kontralateral.
Bagian kecil dari axon neuron orde kedua jalan pada sisi yang sama.
Tractus spinocerebellaris anterius memasuki medulla oblongata dan pons untuk kemudian
memasuki cerebellum melalui pedunculus cerebelli superior untuk berakhir pada cortex
cerebelli.
Berbeda dengan tractus spinocerebellaris posterius yang tidak terdapat pada semua segmen
medulla spinalis, justru tractus spinocerebellaris anterius terdapat sepanjang segmen medulla
spinalis.
Fungsi: membawa informasi dari receptor muscle spindle dan tendo dari anggota badan atas dan
bawah. Diduga juga membawa informasi dari kulit dan fascia superficialis
3.tractus cuneocerebellaris
Pusat:nulceus cuneatus
Jalan: memasuki pedunculus cerebelli inferior menuju cortex cerebelli sisi yang sama, sebagai
fibra arcuata externa posterius
Fungsi: meneruskan informasi dari muscle spindle dan tendo ke cerebellum
Jalan raya naik lainya
1.tractus spinotectalis
Jalan dalam medulla spinalis:
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cornu posterius untuk bersinapsis
dengan neuron orde kedua yang letaknya pada cornu posterius tak persis diketahui.
Axon neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas pada anterolateral
substansia alba sebagai tractus spinotectalis.
Jalan dalam medulla oblongata, pons dan mes-encephalon:
a. Beriringan dengan tractus spinothalamicus lateralis et anterius
b. Membentuk lemniscus spinalis bersama-sama dengan tractus spinothalamicus lateralis et
anterius
c. Sinaps akan terjadi pada colliculus superior
Fungsi: membawa informasi untuk reflex spinovisual dan akan menimbulkan gerakan bola mata
dan kepala yang menunjuk ke arah datangnya sumber stimuli
2. tractus spinoreticularis
Jalan dalam medulla spinalis:
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cormu posterius dan bersinapsis
dengan neuron orde kedua yan letaknya pada cornu posterius tidak jelas.
Axon dari neuron orde kedua naik ke atas pada sisi lateral substansia alba pada sisi yang sama
dan bercampur dengan tractus spinothalamicus
Jalan dalam medulla oblongata, pons dan mesencephalon:
Tractus spinoreticularis jalan pada sisi yang sama dan akan bersinapsis dengan neuron orde
ketiga:formatio reticulare di medulla oblongata, pons dan mesencephalon
Fungsi: membawa informasi tentang tingkat-tingkat kesadaran
3.Tractus spinoolivarius
Jalan dalam medulla spinalis:
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cormu posterius dan bersinapsis
dengan neuron orde kedua yan letaknya pada cornu posterius tidak jelas.
Axon neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas antara cornu
anterius dengan cornu latelare substansia alba sebagai tractus spinoolivarius.
Jalan dalam medulla oblongata:
Tractus spinoolivarius akan bersinaps dengan neuron orde ketiga: nuclei olivarius inferius
Axon neuron orde ketiga jalan menyilang garis tengah dan memasuki cerebellum melalui
pedunculus cerebelli inferius untuk pergi ke cortex cerebellum.
Fungsi: membawa informasi exteroseptif dan proprioseptif ke cerebellum
Jalan raya sensasi visceral
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) dari daerah thorax dan abdomen memasuki
cornu posterius untuk bersinaps dengan neuron orde kedua dalam substansia grissea
mungkin pada cornu posterius atau cornu lateral.
Axon neuron orde kedua diduga bergabung dengan tractus spinothalamicus untuk berakhir
pada neuron orde ketiga: Nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalami (bagian dari
kelompok nuclei lateralis thalamus).
Axon neuron orde ketiga diduga pergi ke gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1).
Fungsi: informasi pressoreceptor dari tunica mucosa rectum dan vesica urinaria untuk
keperluan defaecatio dan mixtio
VASKULARISASI OTAK
Pembuluh Nadi
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri carotis dan dua arteri vertebralis :
Arteri carotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri carotis comunis, naik dan masuk
ke rongga tengkorak melalui canalis carotikus os.temporalis, berjalan dalam sinus cavernosus
menembus duramater dan muncul di medial processus clinoideus setelah itu menembus
arachnoidea untuk berada di dalam subarachnoidea ,kemudian membelok ke belakang dekat area
perforata ujung media sulcus laterali Sylvii, akhirnya bercabang dua : arteri cerebri anterior dan
arteri cerebri media :
1. A.Ophtalmica
a. Jalan : muncul dari sinus cavernosus memasuki canalis opticus lateralis
b. Supply : bola mata serta alat-alat orbita lain,bagian frontal scalp,sinus
ethmoidalis et frontalis,dorsum nasi
2. A.Comunicans Posterior
a. Jalan: dibelaca N.III beranastomosis dg A.cerebri posterior membentuk circulus
Wilisi
3. A.Chorioidea
a. Jalan: belakang tractus opticusmasuk cornu inferior ventriculus
lateralispleus choroideus
b. Supply: crus cerebri,corpus geniculatum laterale,tractus opticus,capsula interna
4. A.Cerebri anterior
a. Jalan: di depan medial N.II fisura longitudinalis superiorke belakang diatas
corpus callosum beranastomisis A.cerebri posterior
b. Cabang: Rr.Corticales dan Rr.Centrales
c. Supply : memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian
tengah, corpus calosum dan nukleus caudatus
5. A.Cerebri Media
a. Jalan: lateral di sulcus lateralis Sylvii
b. Cabang : Rr.corticales dan Rr.Centrales
c. Supply: vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis
A. Vertebralis
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subclavia, menuju dasar tengkorak melalui canalis transversalis di kolumna vertebralis cervikalis
II s/d VI, masuk rongga kranium melalui foramen magnum,menembus duramater dan
arachnoideamater ke cavum subarachnoid lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
cerebelli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri
basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesencephalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri cerebri posterior.
1. Rr.Meningea
a. Supply:tulang dan duramater di didalam fossa cranii posterior
2. A.Spinalis Posterior
a. Supply: bagian belakang medula spinalis dan alat sekitarnya
3. A.Spinalis anterior
a. Supply : bagian depan medula spinalis dan alat sekitarnya
4. A. Cerebellaris Posteroinferior
Pembuluh Balik
Ada 2 kelompok pembuluh balik :
1. Vv.cerebrales superficialis (v.cerebri externa)
Bentuk:
Membentuk huruf V dengan titik sudut yang disebt genu,mengahadap ke medial dan kakikakinya disebut crus anterior dan crus posterior
1.
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Saraf Sensorik dan Motorik serta Kelainannya
Saraf otak I (nervus olfaktorius)
PEMERIKSAAN
Tujuan pemeriksaan
Untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu. Selain itu, untuk mengetahui apakah gangguan
tersebut disebabkan oleh gangguan syaraf atau penyakit hidung lokal.
Kesulitan pemeriksaan
Tes menghidu merupakan tes yang subyektif. Kita bergantung pada laporan yang dialami pasien.
Cara pemeriksaan
Periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.
Hal ini dapat mengurangi ketajaman penciuman. Zat pengetes yang digunakan sebaiknya zat
yang dikenal sehari-hari, misalnya teh, kopi, tembakau, jeruk.
Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (nervus V) seperti menthol,
amoniak, alkohol dan cuka. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh ia
menciumnya. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung
yang lainnya dengan tangan.
Saraf otak II (nervus optikus)
PEMERIKSAN
Tujuan pemeriksaan
a) Mengukur ketajaman penglihatan (visus) dan menetukan apakah kelainan pada visus
disebabkan oleh keadaan okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
b) Mempelajari lapangan pandang
c) Memeriksa keadaan papil optik
Cara pemeriksaan
jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa juga
tidak mencurigai adanya gangguan,maka biasanya dilakukan pemeriksaan nervus II (ketajaman
penglihatan dan lapangan pandang) secara kasar. Akan tetapi, bila ditemukan kelainan, harus
dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik
sebagai pemeriksaan rutin dan neurologi.
Pemeriksaan kasar
Ketajaman penglihatan, diperiksa dengan membandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan
pemeriksa. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh (misalnya jam dinding) dan
membaca huruf-huruf yang ada dibuku atau koran. Bila ketajaman mata pasien sama dengan
pemeriksa, maka hal ini dianggap normal.
Pemeriksaan yang teliti.
Ketajaman penglihatan. Pemeriksaanketajaman penglihatan visus yang diteliti dapat dilakukan
dengan menggunakan gambar snellen (huruf-huruf atau gambar yang disusun makin ke bawah
makin kecil yang oleh mata normal dapat dibaca dari jarak 6 meter).bila ia dapat membaca
sampai barisan paling bawah, maka ketajaman penglihatannya ialah normal (6/6), jika tidak
visusnya tidak normal dan hal ini dinyatakan dengan menggunakan pecahan, misalnya 6/20. Ini
berarti bahwa huruf yang seharusnya dapat dibaca dari jarak 20 meter ia hanya dapat
membacanya dari jarak 6 meter
Saraf otak III (nervus okulomotorius); Saraf otak IV (nervus trokhlearis); Saraf otak VI
(nervus abdusen)
Pemeriksaan NIII, NIV dan NIV
Selagi berwawancara perhatikan celah mata pasien apakah ada ptosis, eksoftalmus, enoftalmus
dan apakah ada strabismus (jereng). Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai
ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola
mata dan nistagmus.
Pupil. Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan, apakah sama (isokor) atau tidak sama
(anisokor). Juga perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan rata tepinya(normal) atau tidak.
Refleks pupil (reaksi cahaya pupil). Reaksi cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung dan
tidak langsung (konsensual). Pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh(memfiksasi
benda yang jauh letaknya) setelah itu mata kita senter (beri cahaya) dan dilihat apakah ada reaksi
pada pupil.pada keadaan normal pupil mengecil maka disebut reaksi cahaya langsung positif.
Kemudian perhatikan pula pupil mata yang satu lagi. Apakah pupilnya ikut mengecil oleh
penyinaran mata yang lainnya. Bila iya, disebut reaksi cahaya tidak langsung positif.
Bila visus mata 0 (buta), maka refleks cahaya pada mata tersebut negatif. Bila mata yang lainnya
baik ini akan menyebabkan mengecilnya pupil pada mata yang buta tersebut (reaksi cahaya tak
langsung positif). Jadi bila reaksi cahaya langsung negatif sedangkan reaksi cahaya tak langsung
positif, maka kerusakannya pada nervus II. Sebaliknya, pada kelumpuhan nervus III, reaksi
cahaya langsung dan tidak langsung negatif.
Kedudukan (posisi) bola mata. Perhatikan kedudukan bola mata, apakah mata menonjol
(eksoftalmus) atau seolah-olah masuk kedalam (enoftalmus). Pada eksoftalmus celah mata lebih
besar sedangkan pada enoftalmus lebih kecil. Selain itu perhatikan posisi bola mata ketika
istirahat. Bila satu otot mata lumpuh, hal ini mengakibatkan kontraksi atau tarikan yang
berlebihan dari otot antagonisnya dan menyebabkan strabismus (juling).
Gerakan bola mata. Untuk memeriksa gerakan bola mata, penderita disuruh mengikuti jari-jari
pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral medial atas, bawah dan ke arah yang miring.
Perhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya dan perhatikan bagaimana gerakan bola
mata, apakah kaku, mulus atau lancar.
Saraf otak V (nervus trigeminus)
Pemeriksaan
Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba m.masseter dan
m.temporalis. perhatikan besarnya, tonus serta kontur (bentuknya). Kemudian pasien disuruh
membuka mulut dan perhatikanlah apakah ada deviasi. Dalam hal ini dapat digunakan garis
antara dua gigi insisivus ( gigi seri) sebagai patokan. Perhatikan kedudukan gigi insisivus atas
dan bawah waktu mulut tertutup. Dan perhatikan kedudukannya ketika terbuka, apakah ada
deviasi.
Kekuatan otot saat menutup mulut dapat dinilai dengan jalan menyuruh pasien menggigit suatu
benda, misalnya tong spatel dan dinilai tenaga gigitannya. Kemudian pasien disuruh
menggerakkan rahang bawahnya ke samping (untuk menilai m.pterigoideus lateralis) kiri dan
kanan., bila terdapat parese disebelah kanan, rahangbawah tidak dapat digerakkan kesamping
kiri. Bagian sensorik nervus V diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu
daerah-daerah yang disyarafinya.
Saraf otak VII
(nervus fasialis)
Pemeriksaan
Fungsi motorik
Perhatikan muka penderita, apakah simetris atau tidak. Perhatikan kerutan pada dahi,
pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
Suruh penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi. Perhatikan apakah hal ini dapat
dilakukan dan apakah simetri.
Suruh penderita memejamkan mata. Bila lumpuhnya berat, maka penderitatidak dapat
memejamkan mata, bila lumpuhnya ringan maka tenaga pejaman kurang kuat. Hal ini
dapat dinilai dengan mengangkat kelopak mata pasien dengan tangan pemeriksa.
Fungsi pengecapan
kerusakan nervus VII dapat menyebabkan hi;angnya pengecapan (ageusi) pada 2/3 lidah bagian
depan. Untuk memeriksanya pasien disuruh menjulurkan lidah, kemudian kita taruh bubuk gula,
kina, asam sitrat atau garam. Bila bubuk ditaruh, pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam
mulut sebab bila ditarik, bubuk akan tersebar melalui ludah ke bagian lainnya yang
persyarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh menyatakan pengecapan yang
dirasakannya dengan isyarat misalnya 1. Untuk manis, 2. Untuk pahit, 3. Untuk rasa asin, dan 4.
Untuk rasa asam.
Saraf otak VIII (nervus stato-akustikus atau vestibulo-kokhlearis)
Pemeriksaan saraf kokhlearis
Ketajaman pendengaran. Secara kasar ditentukan dengan menyuruh penderita mendengarkan
suara bisikan pada jarak tertentu dan membandingkannya dengan orang yang normal. Perhatikan
apakah ada perbedaan ketajaman telinga kanan dan kiri. Bila ketajaman pendenganran
berkurang, kita lakukan pemeriksaan Schwabach, rinne, weber dan audiogram.
Tes Schwabach. Pada tes ini pendengaran penderita dibandingkan dengan pendengaran
pemeriksa (yang dianggap normal). Garpu tala dibunyikan kemudian didekatkan dengan telinga
penderita, setelah garpu tala tidak berbunyi lagi, garpu tala ditempatkan dekat telinga pemeriksa.
Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek
(untuk konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada
tulang mastoid penderita. Disuruh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak tedengar lagi,
maka garpu tala ditempatkan pada tulanag mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih
mendengarkan bunyinya maka dikatakan bahwa Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih
pendek.
Tes Rinne. Padapemeriksaan ini dibandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara. Pada
telinga yang normal, konduksi udara lebih baik daripada konduksi tulang. Biasanya digunakan
garpu tala yang berfrekuensi 128, 256 atau 512 Hz. Garpu tala dibunyikan dan pangkalnya
ditekankan pada tulang mastoid penderita. Ia disuruh mendengarkan bunyinya. Bila tidak
terdengar lagi, garpu tala segera diletakkan pada telinga. Jika masih terdengar bunyi, maka
konduksi udara lebih baik dari pada konduksi tulang,hal ini dikatakan Rinne positif. Bila tidak
terdengar lagi bunyi, segera setelah garpu tala dipindahkan dari tulang mastoid ke dekat telinga,
dikatakan Rinne negatif.
Pemeriksaan saraf vestibularis
Elektronistagmografi. Pada pemeriksaan dengan alat ini diberikan stimulus kalori ke telinga dan
lamanya serta cepatnya nistagmus timbul dapat dicatat pada kertas, menggunakan taknik yang
mirip dengan elektrokardiografi.
Saraf otak IX (nervus glosofaringeus ); Saraf otak X (nervus vagus).
Pemeriksaan
Fungsi motorik. Perhatikan kualitas suara pasien. Apakah suaranya normal? Apakah suaranya
berkurang, serak (disfonia) atau tidak ada sama sekali (Afonia). Untuk ini pasien disuruh
menyebutkan aaaa,pada kelumpuhan nervus X didapatkan disfonia. Kemudian disuruh
mengucapkan kata-kata, misalnya ari lari di lorong-lorong lurus. Perhatikan apakah
pengucapan dilakukan dengan baik. Kelumpuhan saraf otot-otot ini ( Nervus V,VII,IX,X dan
XII ) mengakibatkan penderita tidak mampu mengucapkan kata dengan baik disebut disartria.
Penderita disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air. Perhatikan apakah ada salah
telan (keselek, disfagia). Kelumpuhan Nervus IX dan X dapat menyebabkan disfagia.
Penderita disuruh membuka mulut. perhatikan palatum molle dan faring. Bagaimana sikap
palatum molle, arkus faring dan uvula dalam keadaan istirahat, dan bagaimana pula bila bergerak
misalnya waktu bernafas atau bersuara.
Fungsi autonom. Nervus Vagus merupakan inhibitor dari jantung; paralisis menyebabkan
takikardia sedang iritasi menyebabkan bradikardia. Oleh karena itu pemeriksaan N X diperiksa
frekuensi nadi pasien
Saraf otak XI ( Nervus Aksesorius )
Pemeriksaan
Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus. Perhatikan keadaan otot sternokleidomastoideus
dalam keadaan istirahat dan bergerak. Dalam keadaan istirahat kita dapat melihat kontur otot ini,
bila terdapat pareses perifer kita akan melihat adanya atrifi, adanya nyeri tekan dan atoni dapat
ditentukan dengan mempalpasi otot tersebut. Untuk menentukan dan mengukur kekuatan otot
dapat dilakukan 2 cara, yaitu:
1. Pasien disuruh menggerakkan bagian badan (persediaan) yang digerakkan oleh otot yang
ingin kita periksa, dan kita tahan gerakan ini.
2. Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya. Dengan demikian kita
mendapat kesan mengenai kekuatan otot.
Didalam klinik cara 1 sering dilakukan. Untuk mengukur kekuatan tenaga otot
sternokleidomastoideus dapat dilakukan hal berikut : pasien disuruh menoleh misalnya ke kanan.
Gerakan ini kita tahan dengan tangan kita ditempatkan di dagu. Dengan demikian dapat dinilai
kekuatan otot sternokleidomastoideus kiri.
Pemeriksaan otot trapezius. Perhatikan keadaan otot trapezius dalam keadaan istirahat dan
bergerak. Apakah ada atrofi atau fasikulasi? Bagaimana kontur otot? Bagaimana posisi bahu,
apakah lebih rendah? Pada kelumpuhan otot trapezius bahu sisi yang sakit lebih rendah daripada
bahu yang sehat. Skapula juga beranjak ke lateral dan tampak agak menonjol. Selain itu otot
trapezius ini perlu di palpasi untuk mengetahui konsistensinya, adanya nyeri tekan serta adanya
hipotoni.
Tenaga otot ini diperiksa sbb : tempatkan tangan kita diatas bahu penderita. Kemuadian penderita
disuruh mengangkat bahunya dan kita tahan. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot. Pada
saat ini juga dapat dilihat kontur otot dan perkembangan otot. Untuk memeriksa kedua otot
trapezius, penderita disuruh mengekstensikan kepalanya dan gerakan ini kita tahan. Jika terdapat
kelumpuhan otot trapezius satu sisi, kepala tidak dapat ditarik ke posisi tersebut, bahutidak dapat
diangkat dan lengan tidak dapat dielevasi ke atas dari posisi horisontal. Keda kelumpuhan kedua
otot ini kepala cenderung jatuh ke depan, dan penderita tidak dapat mengangkat dagunya.
Saraf otak XII (nervus hipoglosus)
Pemeriksan
Inspeksi : suruh penderita membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan
bergerak. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan besarnya lidah, kesamaan bagian kiri dan
kanan, dan adanya atrofi. Apakah lidah berkerut? Pada lesi perifer didapatkan atrofi dan lidah
berkerut. Selain itu apakah sikap lidah mencong?bila lidah digerakkan atau dijulurkan,
perhatikan apakah julurannya mencong. Pada parese satu sisi, lidah dijulurkan mencong kesisi
yang lumpuh. Pada lesi nervus VII kita dapat menemukan kesukaran dalam menetukan apakah
lidah dijulurkan secara mencong. Hal ini disebabkan karena posisi mulut yang mencong pada
kelumpuhan nervus VII. Untuk memepermudah, sudut mulut perlu diangkat, kemuadian baru
disuruh menjulurkan lidah.
Jika terdapat kelumpuhan dua sisi, lidah tidak dapat digerakkan atau dijulurkan. Terdapat
disartria (cadel, pelo) dan kesukaran menelan. Juga didapatkan kesukaran bernafas, karena lidah
dapat terjatuh dibelakang sehingga menghalangi jalan nafas. Untuk menilai tenaga lidah, kita
suruh penderita menggerakkan lidahnya ke segala jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya.
Kemudian penderita disuruh menekankan lidahnya ke pipinya. Kita nilai daya letaknya ini
dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika terdapat parese bagian lidah
sebelah kiri, lidah tidak dapat ditekankan ke pipi sebelah kanan, tetapi kesebelah kiri dapat.
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Stroke
3.1 Definisi
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab
lain selain vaskuler.
3.2 Epidemiologi
Stroke merupakan masalah kesehatan mayor di dunia, menjadi penyebab kematian ketiga setelah
penyakit jantung dan kanker, serta menjadi penyebab kecacatan utama.Belum ada data pasti
stroke di Indonesia, namun riset kesehatan dasar(Riskesdas). Departemen Kesehatan Indonesia
tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di rumah-rumah
sakit di Indonesia.Prevalensi stroke di India diperkirakan 203 pasien per 100.000 penduduk,
sedangkan di China insidennya 219 per 100.000 penduduk. Kemajuan teknologi kedokteran
berhasil menurunkan angka kematian akibat stroke, namun angka
kecacatan akibat stroke cenderung tetap bahkan meningkat. Diperkirakan terdapat 2 juta
penderita pasca stroke di Amerika dengan biaya perawatan 65,5 miliar dolar pada tahun
2008.Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik, dan kurang lebih
51% stroke disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan bekuan darah dalam arteri
serebral akibat proses aterosklerosis.
Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogya-karta angka kematian tercatat sebesar 28.3%;
sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah 20,4%, lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas
pasien stroke di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta men-duduki peringkat ketiga setelah penyakit
jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemo-ragik, 47,37% akibat stroke iskemik,
dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998).
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke dari 28 rumah sakit di
Indonesia (Misbach, 2000). Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366
rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupa-kan penyebab kematian utama
pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%,
tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua (RISKESDAS,
2007).
Di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak berdirinya pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah
kasus terutama stroke iskemik akut (Tabel 1). (Laporan Tahunan Unit Stroke, 2009).
No
Tahun
Iskemik
Jumlah
%
2004
229
78,97
61
21,03
290
2005
291
78,44
80
21,56
371
2006
307
72,38
117
27,59
424
2007
305
74,93
102
25,07
407
2008
358
70,61
149
29,39
507
2009
355
70,00
152
30,00
507
3.3 Etiologi
1.Non modifiable risk factors :
Usia
Jenis kelamin
6.Hiperhomosisteinemia
7.Peningkatan lipoprotein (a)
8.Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
9.Hypercoagulability
10.Inflamasi
11.Infeksi
3.4 Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
2. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1. Perdarahan intra serebral
2. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1. Stroke akibat trombosis serebri
2. Emboli serebri
3. Hipoperfusi sistemik
3. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
d. Completed stroke
4. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebrobasiler
3.5 Patofisiologi
Patofisiologi stroke dapat dibedakan atas
1. Patofisiologi Stroke Ischemic
Stroke iskemik terjadi oleh karena adanya perubahan aliran darah di otak, dimana terjadi
penurunan aliran darah secara signifikan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aliran
darah di otak, antara lain :
a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat aterosklerosis atau tersumbat oleh
trombus atau embolus.
b. Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan hematokrit yang meningkat
menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat menyebabkan
oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan terhadap tekanan perfusi otak.
d. Kelainan jantung : menyebabkan menurunnya curah jantung serta lepasnya embolus yang
menimbulkan iskemia otak. Sebagai akibat dari menurunnya aliran darah ke sebagian
otak tertentu, maka akan terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang
diikuti dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel,
selanjutnya akan berakhir dengankematian neuron
Mekanisme Atherosklerosis
Deposit lemak (atheroma) atau plak akan merusak dinding arteri sehingga terjadi
penyempitan dan pengerasan yang menyebabkan berkurangnya fungsi pada
jaringan yang disuplai oleh arteri tersebut. Berulangnya kerusakan dinding arteri
akan membentuk bekuan darah yang disebut thrombus. Pada proses ini akan
terjadi penurunan aliran darah lebih lanjut. Pada beberapa kasus thrombus akan
membesar dan menutup lumen arteri, atau thrombus dapat lepas dan membentuk
emboli yang akan mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di daerah
lain.Ateroma sering ditemukan pada arang tua, akan tetapi proses
pembentukannya telah terjadi sejak masa kanak-kanak hingga dewasa
muda.Proses tersebut terus berlangsung tanpa menimbulkan gejala selama 20-30
tahun. Ateroma biasanya terjadi pada arteri yang berukuran besar (arkus aorta)
dan arteri yang berlekuk-lekuk (karotis), serta arteri basilaris. Proses tersebut
dimulai dengan adanya kerusakan jaringan. Penyebab kerusakan pada endotel,
baik perubahan struktural ataupun perubahanfungsional, akibat adanya faktorfaktor seperti hiperkolesterolemia kronis,atau adanyadisfungsi akibat toksin atau
zat-zat lain. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan perubahan permeabilitas
endotel, perubahan sel-sel endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel
dan jaringan ikat dibawahnya, sehingga daya aliran darah didalamnya dapat
menyebabkan pelepasan sel endotel.Proses terjadinya plak atherosclerosis:
-
Aktivasi SitokinStress aksidatif akan menimbulkan reaksi inflamasi. Selsel radang melepaskan mediator proinflamasi berupa sitokin, misalnya IL2, TNF (Tumor Necrosis Factor).
Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di
hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.3
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala,
mual,muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat
disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan
subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan
Gejala klinis
PIS
PSA
Non hemoragik
Defisit fokal
Onset
Berat
Menit/jam
Ringan
1-2 menit
Berat ringan
Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala
Hebat
Sangat hebat
Ringan
Muntah pada
awalnya
Hipertensi
Sering
Sering
Hampir selalu
Biasanya tidak
Ada
Ada
Tidak ada
Jarang
Ada
Tidak ada
Sering dari
awal
Bisa ada
Permulaan tidak
ada
Jarang
Likuor
Berdarah
Berdarah
Jernih
Paresis/gangguan
N III
Tidak ada
Bisa ada
Tidak ada
Penurunan
kesadaran
Kaku kuduk
Hemiparesis
Gangguan bicara
Sering
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
a
CT-scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasus-kasus emergensi seperti
emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan
dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan
otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai
kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat mendeteksi lebih
dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
Pemeriksaan CT Imaging -- Infark pada stroke akut
Infarc : area hypodense focal, pada cortical, sub cortical.
Hemoragik : bayangan hyperdense pada gray / white matter, hematoma yang solid.
Bayangan hyperdense pada arteri intrakanial mayor ; material emboli vaskular. (lihat
pada lampiran )
Resiko CT scan
Pemeriksaan ini memiliki efek samping yang kecil dan tidak menyebabkan nyeri. CT scan
menggunakan radiasi sinar-X yang sedikit. Jika menerima zat kontras akan menimbulkan
reaksi alergi. Reaksi alergi ini bisa serius dan membutuhkan tindakan medikasi segera.
Normal
adalah suatu tes gelombang suara yang dilakukan dengan meletakkan alat microphone pada
dada atau menuruni kerongkongan (transesophageal echocardiogram) dalam rangka untuk
melihat kamar-kamar jantung. Suatu monitor Holter adalah serupa dengan suatu
electrocardiogram (EKG) reguler, namun penempel-penempel electrode tetap pada dada
untuk 24 jam atau lebih lama dalam rangka untuk mengidentifikasi suatu irama jantung
yang salah/cacat.
Tes-Tes Darah: Tes-tes darah seperti suatu angka pengendapan (sedimentation rate) dan Creactive protein dilakukan untuk mencari tanda-tanda dari peradangan yang dapat
menyarankan arteri-arteri yang meradang. Protein-protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan kesempatan stroke dengan menebalkan atau mengentalkan darah diukur. Testes ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab stroke yang dapat dirawat
atau untuk membantu mencegah luka yang lebih jauh. Tes-tes penyaringan darah yang
mencari infeksi yang potensial, anemia, fungsi ginjal, dan kelainan-kelainan elektrolit
mungkin juga dipertimbangkan.
Diagnosis
Stroke didiagnosis berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis. Diagnosis
baku emas (gold standard) adalah dengan menggunakan CT scan untuk membedakan infark
dengan perdarahan dan MRI lebih sensitive dari CT scan dalam mendeteksi infark serebri dan
infark batang otak, namun tidak semua rumah sakit memiliki alat tersebut di Indonesia sendiri
alat tersebut masih jarang. Untuk itu ada suatu Algoritma Gadjah Mada yang dapat dipakai untuk
membedakan Stroke Hemorrhagic Intraserebral dengan Stroke Ischemic/Infark. Sensitivitas
algoritma tersebut sebesar 95% dan dapat dipakai sebagai tes diagnostic alternative bila CT scan
atau MRI tidak terdapat di rumah sakit.
Diagnosis Banding
Gejala neurologis fokal yang terjadi mendadak seperti pada stroke memiliki diagnosisbanding
yang luas, seperti:
3. Penyakit sistemik atau kejang, yang menyebabkan perburukan stroke yang pernahdialami
4. Kejang epileptik atau kejang non konvulsif
5. Lesi struktural intracranial: hematoma subdural, tumor otak, MAV4) Ensefalopati
metabolic/toksik: hipoglikemia, hiperglikemia non-ketotik, hiponatremia, WernickeKorsakoff syndrome, ensefalopati hepatic, intoksikasi obat dan alkohol,septikemia.
6. Fungsional/non-neurologis
7. Migren hemiplegik
8. Ensefalitis atau abses otak
9. Cedera kepala
10. Lesi saraf perifer
11. Hypertensive encephalophaty
12. Multiple sclerosis
13. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
14. Penyakit Wilsons
3.7 Penatalaksanaan
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1 Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan oksigen
hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2 Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat
dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan
funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat
diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3 Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pengobatan
hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah
iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus
glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang akan
mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4 Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan membuat
pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube (NGT).
5 Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
1. Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan
ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
2. Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara
cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati, karena status
neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
3. Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas
normal.
4. Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang sesuai.
5. Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat.
Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
6. Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT.
Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau subkutan
enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.
a Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
1. Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan masa
tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma
beku segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus,
kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tujuan terapi:
1 Pencegahan stroke melalui reduksi faktor risiko.
2 Pencegahan sejak awal atau pada stroke yang rekuren dengan memodifikasi proses patologik
mendasar.
Mereduksi kerusakan otak sekunder dengan pemeliharaan perfusi yang adekuat pada daerah
yang secara garis besar mengalami iskemik dengan mengurangi dan atau menurunkan edema.
Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang yang
mengalami stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak ateromatosa ke arah
dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil yang dapat berpindah ke retina atau
otak.
Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu coil
baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah satu
dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-release.
Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi pelepasan
substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel siklooksigenase-platelet;
dan efeknya cukup berlangsung selama hidup dari platelet; 5-7 hari.
Efikasi
a
b
ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%) pada risiko
stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah mengalami suatu TIA
sebelumnya atau strok sebagai pencegahan sekunder.
Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya
mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan berkurangnya
efek-efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki dibanding
sejumlah kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit fosfodiesterase
platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan dipiridamol
pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi agregasi
platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu perdarahan
diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
a
b
c
d
Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-pasien yang
telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti halnya
dengan ASA.
Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.
Antikoagulasi (warfarin)
a
b
c
d
Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai agen
antiplatelet.
Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya.
Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet.
Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1 Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan
gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2 Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.
Golongan/Obat
Tiazid
Diazoksid
ACEI
Enalaprit
Mekanisme
Esmolol
Alfa Blocker
Fentolamin
<
Efek Samping
Awitan
menit
ACE inhibitor
0,625-1,25 mg
IV selama 15
menit.
Awitan < 15
menit.
Durasi lama (6
jam), disfungsi
renal.
5 mg/jam IV,
2.5 mg/jam tiap
15 menit,
sampai 15
mg/jam.
Awitan cepat
(1-5 menit),
tidak terjadi
rebound.
Eliminasi tidak
dipengaruhi
oleh disfungsi
hati/ renal,
potensi
interaksi obat
rendah.
Bradikardia,
hipotensi, durasi
lama (4-6 jam).
Antagonis
reseptor 1, 1,
2
10-80 mg IV
tiap 10 menit
sampai 300
mg/hari; infus
0,5-2 mg/menit.
Awitan cepat
(5-10 menit).
Antagonis
selektif reseptor
1.
0,25-0,5 mg/kg
IV bolus disusul
dosis
pemeliharaan.
Antagonis
reseptor 1, 2.
5-20 mg IV.
Vasodilator Langsung
Hidralasin
NO terkait
dengan
mobilisasi
kalsium dalam
otot polos.
Thiopental
Interaksi Obat
Aktivasi ATP
sensitive Kchannels
Beta Blocker
Labetalol
Dosis
5 Retensi cairan
dan garam,
hiperglikemia
berat, durasi
lama (1-12 jam).
Bradikardia,
hipoglikemia,
durasi lama (212 jam). Gagal
jantung
kongestif,
Awitan segera, bronkospasme.
durasi singkat < Bradikardia,
gagal jantung
15 menit.
kongestif.
Awitan cepat (2
menit), durasi
singkat (10-15
menit)
2,5-10 mg IV
bolus (sampai
40 mg).
Awitan cepat (2
menit), durasi
singkat (5-10
Takikardia,
aritmia.
jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang
dapat terjadi setelah radioterapi.
Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah
tidak mungkin dapat mengangkat tumor tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini
pasien dapat menerima radioterapi atau perawatan lainnya.
c. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar
diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Terkadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau
ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel sisa tumor yang
mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi
pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien.
Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit.
Komplikasi Akut
a. Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi
sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu kecuali
bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130) tekanan darah
tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi
kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.
b. Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar glukosa
darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa darah pasein
sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
c. Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini
memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke bahkan
sering merupakan penyebab kematian.
d. Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
e. Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
f. Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
g. Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.
2
Komplikasi Kronik
a. Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus, inkontinensia
serta berbagai akibat imobilisasi lain.
b. Rekurensi stroke.
c. Gangguan sosial-ekonomi.
d. Gangguan psikologis.
3.10 Prognosis
Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran.
Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi
adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi
dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam
waktu 3 bulan.
Prognosis pasien dengan stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran
hematoma hematoma > 3 cm umumnya mortalitas tinggi, hematoma yang massive biasanya
bersifat lethal.
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan
neurologis jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu prognosis buruk.
3.11 Pencegahan
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah sebagai
berikut:
1
Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun demikian
pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masingmasing individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu
memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat
antihipertensi dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk
kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan
sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi
komplikasi mikrovaskular dan kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular.
Sementara itu kadar HbA1c harus lebih rendah dari 7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit
arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus dikelola secara
komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan. Target
penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70
mg% bagi penderita dengan faktor risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi
tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner,
atau tidak ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi
risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok.
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah
rokok yang dihisap / hari secara bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat
dianjurkan untuk mempertahankan bodymass index (BMI) antara 18,524,9 kg/m2 dan
lingkat panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (lakilaki).
Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan antara asupan kalori,
aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik
sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk
pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan
latihan dengan bantuan orang yang sudah terlatih.