Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Arum Rahmawati
Daryl Farahi Kurniawan
Desti Dwi Aryanti
Ipuk Yayuk Yuliyana
Isnani Angkas Wati
Karina Meydiana R.P
(P17420213044)
(P17420213046)
(P17420213048)
(P17420213054)
(P17420213056)
(P17420213057)
7. Ridi Anti
(P17420213060)
8. Siti Faridatul A.
(P17420213065)
9. Siti Hadiijah
(P17420213066)
10. Ulukhatun Nisa (P17420213073)
11. Yunitta Muassas S.( P17420213077)
II B
K ATA P E N G A N TAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
anugrahNya makalah ini dapat diselesaikan. Adapun tujuan penyusunan makalah
ini dengan judul DIC (Diseminata Intravaskular Coagulasi) untuk memenuhi tugas
dari dosen matakuliah KMB II, khususnya tentang
Intravaskular Koagulasi)
Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu
penyelesaian makalah ini:
1. Dosen matakuliah KMB II Ns. Supadi, M.kep, Sp.MB
2. Teman-teman kelas 2 B
3. Orang tua Penulis yang senantiasa mendoakan kami dan selalu memberikan
dukungan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk hasil
yang lebih baik dikemudian hari.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER ..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan Umum.............................................................................................2
C. Tujuan Khusus............................................................................................2
BAB II KONSEP TEORI
A. Medis .........................................................................................................3
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................16
C. Rencana Tindakan Keperawatan.................................................................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................27
B. Saran
.........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
KONSEP TEORI
A. Medis
a. Definisi DIC
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. (medicastore.com).
5
terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik
yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Caus)
Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai
kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan
pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury
(Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
Kesimpulan : DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan dalam tubuh
berkurang
pembuluh darah.
b. Mekanisme Hemostasis normal
Sistem pembuluh darah
membentuk
suatu
sirkuit
yang
utuh
yang
mempertahankan darah dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pada pembuluh
darah, trombosit dan sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau kerusakan tersebut
sampai sel pada dinding pembuluh darah memperbaiki kebocoran tersebut secara
permanen. Proses ini meliputi beberapa tahap/faktor, yaitu;
1. Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnnya.
2. Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan.
3. Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi.
4. Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor pembekuan
dan sistem fibrinolisis.
5. Pembentukan kembali (remodeling) tempat yang luka setelah perdarahan berhenti.
Tahap 1 dan 2 dikenal sebagai hemostasis primer. Sel endotel pada dinding
pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah dengan cara
vasokontriksi atau vasodilatasi, sedangkan membran basal subendotel mengandung
protein-protein yang berasal dari endotel seperti kolagen, fibronektin, faktor von
Willebrand dan lain-lain, yang merupakan tempat melekatnya trombosit dan leukosit.
Trombosit akan membentuk sumbat hemostasis melalui proses: 1) adhesi (adhesion),
yaitu melekat pada dinding pembuluh darah: 2) agregasi atau saling melekat di antara
trombosit tersebut, yang kemudian menjadi dilanjutkan dengan proses koagulasi.
Tahap 2 atau sistem koagulasi melibatkan faktor pembekuan dan kofaktor yang
berinteraksi pada permukaan fosfolipid membran trombosit atau sel endotel yang rusak
untuk membentuk darah yang stabil. Sistem ini dibagi menjadi jalur ekstrinsik yangn
melibatkan faktol jaringan (tissue factor) dan faktor VII, dan jalur instrinsik (starface6
contact factor). Sistem ini diaktifkan jika faktor jaringan, yang diekspresikan pada sel
yang rusak atau teraktivasi (sel pembuluh darah atau monosit) berkontak dengan faktor
VII aktif (a) yang bersikulasi, membentuk kompleks yang selanjutnnya akan
mengaktifkan faktor X menjadi Xa dan seterusnya hingga membentuk trombus/fibrin
yang stabil (fibrin ikat silang /cross-linked fibrin).
Setelah fibrin terbentuk, antikoagulan alamiah berperan untuk mengatur dan
membatasi pembentukan sumbat hemostasis atau trombus pada dinding pembuluh
darah yang rusak tersebut. Sistem ini terdiri dari antirombin (AT)-III, protein S, serta
heparin kofaktor II, alfa-1 antirifsin dan alfa-2 makroglobulin. Antirombin bekerja
menghambat atau menginaktivasi trombin, faktor VIIa, XIIa, Xia, Xa, dan Ixa. Tanpa
adanya heparin, kecepatan inaktivasi ini reelatif lambat. Heparin mengikat dan
mengubah AT dan meningkatkan kecepatan inaktivasi AT. Sedangkan protein C
menghambat faktor Va dan VIIIa, dengan bantuan protein S sebagai kofaktor.
Fibrinolisis atau pemecahan fibrin merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk
mempertahankan patensi pembuluh darah dan menormalkan aliran darah. Enxim yang
berperan dalam sistem ini adalah plasminogen, yang akan diubah menjadi plasmin dan
kemudian akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen(atau fibrin)
degradation product (FDP), sedangkan produk pemecahan fibrin ikat silang adalah Ddimer.
c. Etiologi DIC
KID merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis
tertentu. Berbagai penyakit dapat mencetuskan KID fulminan atau derajat rendah
seperti di bawah ini:
1. Penyakit yang disertai KID fulminan
a. Bidang obstetric: emboli cairan amnion,abrupsi
b. Bidang hematologi: reaksi transfusi darah,hemolisis berat,transfuse massif,
leukemia M3 & M4
c. Infeksi
1. Septicemia,gram negative (endotoksin),gram negative (mikro polisakarida)
2. Viremia : HIV,hepatitis,varisela,virus sitomegalo,demam dengue
3. Parasit : Malaria
4. Trauma
5. Penyakit hati akut : gagal hati akut ,ikterus obstruktif
6. Luka bakar
7
factor
XII
menjadi
FXIIa,menginduksi
pelepasan
reaksi
trombosit,menyebabkan endotel terkelupas yang dilanjutkan aktivasi F XII men F XXia,dan pelepasan materi prokoagulan dari granulosit dan semuanya ini dapat
mencetuskan
KID.Terakhir
dilaporkan
8
bahwa
organism
gram
positif
dapat
menyebabkan KID dengan mekanisme seperti endotoksin, yaitu mantel bakteri yang
terdiri dari mukopolisakarida menginduksi KID.
e. Gejala Klinis
Gejala klinis bergantung pada penyakit dasar,akut atau kronik,dan proses
patologis yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau
diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang
berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie,
ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat
perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran
menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan
gangrene pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat
thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan
berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.
f. Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
g. Insiden
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
1. Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai
komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
2. Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan
3. Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun
prostat.
Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:
1. Penderita cedera kepala yang hebat
2. Pria yang telah menjalani pembedahan prostat
3. Terkena gigitan ular berbisa.
9
h. Diagnosis Laboratorium
Karena rumitnya patofisiologi KID,hasil laboratorium yang di dapat sangat
bervariasi. Rumit dan sukar diinterpretasi jika patofisiologi tidak jelas dimengerti dan
pemeriksaan yang dilakukan tidak cukup. Tetapi jika pemeriksaan yang diminta cukup
dan interpretasi tepat akan dapat memberikan criteria diagnosis yang objektif. Saat ini
banyak metode baru tersedia,untuk uji laboratorium klinis yang memudahkan
pemeriksaan pasien dengan KID. Dibawah ini dijelaskan laboratorium yang objektif
yang diperlukan untuk diagnosis KID,yang didasarkan atas pengetahuan patofisiologi
KID.
PEMERIKSAAN HEMOSTASIS pada KID
a) Masa Protombin
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur
ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan
fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral
karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuan
protrombin, VII, IX, dan X. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya
terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37C,
ditambahkan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium.
Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh dipakai
oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan duplo dan
disertai kontrol dengan plasma normal.Nilai normal tergantung dari reagen, cara
pemeriksaan dan alat, dan alat yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium
mempunyai nilai normal yang ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium
tersebut.
Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan faktorfaktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor. Untuk
membedakan hal ini, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan
campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan perbandingan 1:1. Bila ada
inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang. Selain dilaporkan dalam detik,
hasil PT juga dilaporkan dalam rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu
perbandingan antara PT penderita dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat
ditentukan dengan menentukan dengan menggunakan kurva standart dan
dinyatakan dalam %.
10
11
yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi sebagai kadar
F VIII yang tinggi.
d) FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil degradasi ini
akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung
menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes
protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin
monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik,
karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti
pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan
emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan penyakit ginjal
tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien dengan
tromboemboli.
e) D- Dimer
Suatu test terbaru untuk KID adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil
degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian
diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan
untuk menilai KID. D-Dimer tampaknya merupakan tes yang paling dapat
dipercaya untuk menilai kemungkinan KID, Menunjukkan adanya D-Dimer
abnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri
nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75 % kasus.
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada KID.
Hal ini disebabkan pada KID akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan
fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen
inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid,
kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada
semua sisa fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP
yang negative belum dapat menyingkirkan diagnosis KID. Dengan tersedianya
pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas
perannya dalam mendiagnosis KID.
f) Plasmin
Pemeriksaan system fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam laboratorium
klinis yang berguna pada KID yaitu pemeriksaan plasminogen dan plasmin.
Fibrinolisi sekunder merupakan respon tubuh untuk mencegah thrombosis, dalam
12
upaya tubuh menghindarkan kerusakan organ yang ireversibel pada pasien dengan
KID. Jika terjadi gangguan system fibrinolisi, morbiditas dan mortalitas akan
meningkat sebagai akibat terjadinya kerusakan organ. Aktivasi system fibrinolisis
dapat dinilai dengan mengukur kadar plasminogen dan plasmin dengan teknik
subtract sintesis. Masa lisis euglobulin memberikan sedikit atau kurang bermanfaat
untuk menilai system fibrinolisis pada KID.
g) Trombosit
Trombositopenia khas pada KID. Jumlah trombosit bervariasi mulai dari
yang paling rendah 2000-3000 sampai lebih dari 100000/mm3. Pada kebanyakan
pasien KID trombosit yang diperiksa dalam sediaan apus dari tepi pada umumnya
jumlahnya rata-rata 60.000/mm3.
Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya
terganggu pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran
trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji fungsi trombosit
pada KID. Factor 4 trombosit (PF4) dan - tromboglobulin merupakn petanda
terjadinya reaktivasi dan penglepasan trombosit, dan biasanya meningkat pada
KID. Bila pada KID kadar PF 4 dan -tromboglobulin meningkat dan kemudian
menurun sesudah pengobatan , hal ini menunjukkan pengobatan berhasil.
Meningkatnya PF4 dan - tromboglobulin pada KID selain merupakan bukti tidak
langsung adanya aktivitas prokoagulan, juga bermanfaat dalam pemantauan
pengobatan.
Diagnosis laboratorium KID dapat dibagi dalam 4 kelompok : (1) aktifasi
system prokoagulan, (2) aktivasi system fibrinolisis, (3) konsumsi penghambat,(4)
kerusakan atau kegagalan organ.
1. Aktivasi
system
prokoagulan
meliputi,
protrombin,
fragmen
1+
2,
13
i. Penatalaksanaan
Mengenai pengobatan KID fulminan masih belum ada keseragaman dan kadang
kontrofersial.hal ini disebabkan,sangat sukar untuk melakukan percobaan pengobatan
klinis maupun penilaian hasil percobaan krna etiologi beragam dan beratnya KID juga
bervariasi.dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan,(1)
khusus:pengobatan KID bersifat individual atau kasus demi kasus,(2) umum:mengobati
pembekuan darah dalam,dan mengatasi perdarahan.
14
harus
didasarkan
atas
eteologi
KID,umur,keadaan
15
berlebihan, mengurangi jumlah factor pembekuan dan trombosit dalam tubuh. Bekuanbekuan darah kecil ini berbahaya, dan dapat mempengaruhi suplai darah ke organ tubuh,
menyebabkan disfungsi dan kerusakan organ. Perdarahan secara besar-besaran dapat terjadi
karena kurangnya factor pembekuan dan trombosit pada tubuh. DIC dapat mengancam nyawa
dan harus diterapi secara cepat. (Kellicker, 2005).
Pada dasarnya DIC dan hemofili sama-sama memiliki kekurangan faktor pembekuan
darah. Perbedaanyan jika pada DIC terjadi karena bekuan darah kecil tersebar diseluruh
aliran darah dan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah kecil. Sedangkan pada hemofili
faktor pembekuan darah disebabkan karena keturunan/genetik.
b. Keperawatan
A. Pengkajian
1. kaji adanya faktor predisposisi
a) Septikemia
b) Komplikasi obstetrik
c) Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS)
d) Luka bakar berat dan luas
e) Neoplasia
f)
Gigitan ular
g) Penyakit hepatr
h) Bedah kardiopyulmonal
i)
Trauma
2. Pemeriksaan fisikk
a) Perdarahan
b) Hematuria
c) Rembesan darah dari pkkllungsi vena dan luka
d) Epistaksis
e) Perdarahan GI track
f)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi
sekunder.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tingkat ansietas dan
adanya pembekuan darah.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
4. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi perebesan darah dan
tepat fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah bersirkulasi.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.
6. Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan
beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita
7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi
8. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan yang nyata akan yang
dirasakan.
indikasi
kemajuan
atau
penyimpangan.
Untuk meminimalkan potensial
19
terhadap perdarahan.
2. Berikan pelunak feses (bila tes Guaiak negative).
3. Instruksikan klien untuk menghindari meniup tau
batuk keras.
4. Pertahankan tirah baring klien untuk menghindari
trauma yang tidak diinginkan.
5. Pertahankan posisi kepala, tempat tidur ditinggikan
untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan
resiko terjadinya hemoragi intrakranial.
6. Pantau tanda vital, warna kulit dan suhu, nadi
pedalis, status mental, dan bunyi paru setiap 4 jam.
7. Setiap 2-4 jam, anjurkan klien membalik badan,
napas dalam dan latihan gerak perlahan.
8. Gunakan kumur perawatan mulut, sebagai
pengganti sikat gigi.
9. Hindari penggunaan pencuci mulut komersial.
Gunakan larutan salin atau campuran natrium
bikarbonat dan hydrogen peroksida.
Pertahankan pelumas atau pelembab kulit dengan
lotion.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tingkat ansietas dan
adanya pembekuan darah.
NOC :
a. Respiratory status : gas exchange
b. Respiratory status : ventilation
c. Vital sign status
Hasil yang diharapkan :
a. Kebutuhan oksigen klien terpenuhi
No.
1.
2.
3.
4.
Intervensi
Rasional
berlebih.
5. Kendalikan stimulus dari lingkungan.
suplai.
3. Diagnosa keperawatan
Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
NOC :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
a. Rasa nyeri yang dialami klien berkurang
No.
Intervensi
Rasional
1. Kaji lokasi, kualitas dan intensitas nyeri, gunakan skala tingkatMengetahui tingkat nyeri
nyeri.
klien untuk mengetahui
2. Baringkan klien pada posisi yang nyaman, berikan penyanggatindakan selanjutan.
bantal untuk mencegah tekanan pada bagian-bagian tubuh
tertentu.
3. Bantu memberikan
perawatan
ketika
klien
mengalami
diagnostik,
bila
memungkinkan,
sesuaikan
bersirkulasi.
NOC :
a. Balance fluid
b. Nutrition status : food and fluid intake
Kriteria Hasil
Mempertahankan 1.
Interfensi Keperawatan
Kaji tanda-tanda vital setiap 1 jam.
21
status
2.
nemodinamik
3.
yang adekuat.
4.
5.
6.
7.
8.
6. Diagnosa keperawatan
22
Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan beberapa
aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita
NOC :
a. Anciety control
b. Coping
Hasil yang diharapkan :
a. Klien menunjukan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat dapat
ditangani.
b. Klien menyatakan kesadaran ansietas dan cara sehat menerimanya.
No.
1. Mandiri
Intervensi Keperawatan
Indikator
Rasional
derajat
ansietas/stress
Catat petunjuk perilaku, misalnya gelisah, pekamisalnya pasien merasa tidak dapat
rangsang, kurang kontak mata, perilaku menarikterkontrol
perhatian.
di
rmah,
kerja
atau
klien
terapeutik,
mengidentifikasi
penyebab stress.
3. Akui bahwa masalah ansietas dan masalah mirip Validasi bahwa perasaan normal dapat
dengan
diekspresikan
orang lain,
relaksasi,
dan
stress,
meningkatkan
kontrol
penyakit.
9. Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi sedatif, misalnya Dapat digunakan untuk menurunkan
barbiturat, agen antiansientas dan diazepam.
ansietas dan memudahkan istirahat.
10. Rujuk pada perawat spesialis, pelayanan sosial atauDibutuhkan
bantuan
untuk
penaasehat agama.
meningkatkan
kontrol
dan
eksaserbasi.
7. Diagnosa keperawatan
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi
NOC :
a. Knowledge disease proces
b. Knowledge : health behavior
Hasil yang diharapkan :
a.
b.
Ekspresi wajah klien menunjukan rileks, perasaan gugup dan cemas berkurang.
Menunjukan pemahaman tentang tentang rencana terapeutik.
No.
Intervensi Keperawatan
1. Gunakan pendekatan yang tenang danPenjelasan
dapat
menenangkan
klien
yang
sewktumenggunakan
Rasional
jelas dan
istilah-istilah
sederhana
non-medis
dan
atau
perasaannya.
masalah
dan
perawat
memungkinkan
mengidentifikasi
fase
kesedihan klien.
2. Hindari pemberian informasi yang bertubi-tubi selama Interaksi terapi dapat membantu
fase awal proses berduka. Jawab pertanyaan khusus. perubahan
individu
untuk
pendukung
kuat
dapat
dukungan oleh klien dan kleuarga saat pulang.seperti keluarga penting untuk
Ingatkan
klien
untuk
melihat
dirinya
dengankemajuan
klien
dalam
proses
komunitas
penting
menyatukan
kemajuan klien. Libatkan keluarga secara seringkembali citra tubuh yang baru.
dalam perawatan klien.
6. Bila memungkinkan, biarkan klien untuk menentukan Meningkatkan kontrol diri.
pilihan dalam penawaran diri atau perawatan higiene
rutin.
7. Bantu klien memandang penyakit kronis atauJanji palsu menghambat kebutuhan
perubahan citra tubuh sebagai tantangan untukindividu
untuk
mengungkapkan
untuk
membantu
klien
yang
25
BAB III
PENUTUP
A Kesimpulan
Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan
darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu
disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya
gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang
tidak terkendali dan fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu
kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.
Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC
pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel. DIC paling sering
disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis
bacterial.
Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya Aktivasi system koagulasi (consumptive
coagulopathy), Depresi prokoagulan, efek Fibrinolisis
DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta
usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya,
ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.
percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi beragam
dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan melakukan
pengelolaan penderita berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan keberhasilan
mengatasi penyakit dasarnya akan menentukan keberhasilan pengobatan.
26
B. Saran
Mengetahui DIC harus sedini mungkin agar tidak menyebabkan akibat buruk seperti
kematian dan tenaga kesehatan harus memberi penyuluhan tentang penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI:
Jakarta
Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta
Corrigan J.J. : Disseminated Intravascular Coagulopathy. Pediatrics 64 : 3T, 2005.
Hardaway R.M. : Syndroms Of Intravascular Coagulation. C.C. Thomas Publ., Springfield,
Illinois , U.S.A. 2000.
27
28