Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Jarak pagar merupakan tumbuhan semak berkayu yang banyak ditemukan di
daerah tropik. Tumbuhan ini dikenal sangat tahan kekeringan dan mudah
diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan
dan racun, saat ini jarak pagar makin mendapat perhatian sebagai sumber bahan
bakar hayati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya (Anonim1, 2010).
Jarak pagar merupakan tanaman penghasil minyak non-edible yang
mayoritas digunakan sebagai bahan baku penghasil biodiesel. Sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel, produk sampingan dari proses transesterifikasi dari minyak
jarak pagar dapat digunakan untuk membuat berbagai macam produk seperti kertas
berkualitas tinggi, pellet energi, sabun, kosmetik, pasta gigi, dan sebagai obat batuk
(Anonim1, 2010).
2.1.1 Sinonim
2.1.1.1 Nama Daerah
Tumbuhan Jarak pagar ini dikenal dengan berbagai nama di Indonesia, yaitu
:
(Sunda) Jarak kusta ; (Jawa tengah) Jarak Cina; (Madura) Kalele; (Bali) Jarak Pager;
(Alor) Kuman Nema; (Gorontalo) Bintalo; (Ternate dan Tidore) Balacai Hisa;
(Makasar) Tanggang-Tanggang Kali (Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).

Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2 Nama Asing


Adapun nama asing dari tumbuhan jarak pagar adalah :
(Bahasa inggris) purging nuts (Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Ciri-ciri dari tumbuhan jarak pagar yaitu :
Habitus

: Semak, menahun, tinggi 1-5 m

Batang

: Berkayu, bulat, bercabang, bergetah, putih kotor

Daun

: Tunggal, tersebar, bekas daun tampak jelas, bulat telur, bertoreh,

pertulangan menjari, panjang 5-15 cm, lebar 6-16 cm, hijau


Bunga

: Mejemuk, bentuk malai, di ujung batang dan di ketiak daun,

kelopak terdiri dari lima daun kelopak, bulat telur, panjang 4 mm, benang sari
mengelompok pada pangkal, kuning, tangkai putik tiga, pendek, hijau, kepala putih
melengkung keluar, kuning daun mahkota lima, ungu.
Buah

: Kotak, panjang 2-3 cm, hijau

Biji

: Bulat telur, coklat kehitaman

Akar

: Tunggang, putih kotor (Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).

2.1.4 Sistematika Tumbuhan


Adapun sistematika dari tumbuhan Jarak pagar adalah :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Universitas Sumatera Utara

Genus

: Jatropha

Spesies

: Jatropha curcas L. (Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000)

2.1.5 Kandungan Kimia


Prinsip pembuatan minyak mentah (crude oil) jarak pagar adalah dengan
memisahkan minyak dengan kandungan senyawa lain dalam daging biji atau inti biji
dengan cara pengepresan. Biji jarak selain mempunyai kandungan minyak, juga
mengandung protein dan senyawa lain, seperti terlihat pada tabel berikut:
Senyawa

Kandungan (%)

Minyak/Lemak

38

Protein

18

Serat

15,5

Air

6,2

Abu

5,3

Karbohidrat

17

Tabel 1. Kandungan Kimia Biji Jarak Pagar


2.1.7

(Nurcholis, 2007).

Penggunaan Tumbuhan
Daun Jatropha curcas berkhasiat sebagai obat cacing, obat perut kembung

dan obat luka. Untuk obat cacing dipakai 5 g daun segar Jatropha curcas,
ditambah sendok teh minyak kelapa, digerus sampai lumat, dioleskan di sekitar
dubur pada waktu akan tidur. (Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).
2.2 Pengepresan Minyak Jarak
Pengepresan mekanik merupakan cara pemisahan minyak dari bahan yang
berupa biji-bijian. Cara ini paling sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang
kadar minyaknya tinggi, yaitu sekitar 30%-70%. Minyak jarak pagar terkandung

Universitas Sumatera Utara

dalam bahan yang berbentuk biji dengan kandungan minyak sekitar 30%-50%.
Dengan demikian metode ekstraksi yang paling sesuai untuk biji jarak yaitu teknik
pengepresan mekanik (Hambali, 2006).
Dua cara yang umum digunakan pada pengepresan mekanik biji jarak yaitu
pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller
pressing). Cara lain adalah kombinasi pengepresan mekanik dengan ekstraksi
pelarut, tetapi cara ini jarang digunakan (Hambali, 2006).
2.2.1 Pengepresan Hidrolik
Pengepresan hidrolik adalah pengepresan dengan menggunakan tekanan.
Tekanan yang dapat digunakan sekitar 140,6 kg/cm. Besarnya tekanan akan
mempengaruhi minyak jarak yang dihasilkan. Pada teknik pengepresan hidrolik
sebelum dilakukan pengepresan, biji jarak diberi perlakuan pendahuluan berupa
pemberian suhu panas atau pemasakan. Pemasakan dapat dilakukan dengan cara
pemanasan di oven ataupun pengukusan dengan menggunakan uap air (steam).
Pemasakan biji jarak bertujuan untuk menggumpalkan protein dalam biji jarak.
Penggumpalan protein ini diperlukan untuk efisiensi ekstraksi (Hambali, 2006).
Umumnya, pada pengepresan hidrolik jumlah minyak yang dapat diperoleh
mencapai 80% dari kadar minyak yang terdapat pada daging biji (Hambali, 2006).
2.2.2 Pengepresan berulir
Teknik pengepresan biji jarak dengan menggunakan ulir (screw) merupakan
teknologi yang lebih maju dan banyak digunakan di industri pengolahan minyak
jarak saat ini. Dengan cara ini, biji jarak dipres dengan pengepresan berulir (screw)
yang berjalan secara kontinu. Pada teknik ini, biji jarak yang akan diekstraksi tidak
perlu dilakukan perlakuan pendahuluan. Biji jarak kering yang akan diekstraksi

Universitas Sumatera Utara

dapat langsung dimasukkan kedalam screw press. Tipe alat pengepress berulir yang
digunakan dapat berupa pengepres berulir tunggal (single screw press) atau
pengepres berulir ganda (twin screw press) (Hambali, 2006).
Salah satu kelebihan pengepresan dengan menggunakan ulir adalah dapat
dilakukan secara kontinu sehingga kapasitas produksi menjadi lebih besar. Biji jarak
dapat dimasukkan kedalam alat pengepres secara kontinu, lalu minyak akan
mengalir keluar dari biji akibat pengepresan oleh ulir (screw). Kemudian, minyak
dapat keluar dan langsung terpisah dari ampas (bungkil) yang keluar pada bagian
ujung ulir (Hambali, 2006).
2.3 Minyak Dan Lemak
Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buahbuahan, kacang-kacangan, biji-bijian. Dalam jaringan hewan lemak terdapat pada
hamper seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose
dantulang sumsum (Ketaren, 1986).
Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk trigliseridanya dan hanya
berbeda dalam bentuk (wujud). Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat-sifat
fisikokimia tiap jenis minyak berbeda-beda, dan hal ini disebabkan oleh perbedaan
sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh dan pengolahan (Ketaren, 1986).
2.3.1 Sifat Fisik Minyak Jarak Pagar
Adapun sifat fisik dari minyak jarak yaitu :

Sifat fisik
Titik nyala (Flash point)
Densitas pada 15oC

Satuan
0

Nilai

236

g/cm3

0,9177

Universitas Sumatera Utara

Viskositas pada 30oC

mm2/s

49,15

Residu karbon

% (m/m)

0,34

Kadar abu sulfat

% (m/m)

0,007

Titik tuang

-2,5

Kadar air

Ppm

935

Kadar sulfur

Ppm

<1

Bilangan Asam

mg KOH/g

4,75

Bilangan Iod

g iod/100 g minyak

96,5

Tabel 2. Sifat Fisik Minyak Jarak Pagar (Hambali, 2006).


2.3.2 Kandungan Dan Kegunaan
Bahan kimia yang trakndung dalam tumbuhan Jarak Pagar diantaranya amirin, kampesterol, -sitosterol, 7-ketosittosterol, dan HCN. Efek farmakologisnya
diantaranya melancarkan peredaran darah, menghilangkan bengkak, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan gatal (Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI3, 2009).
2.4 Esterifikasi
Metil ester dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan melalui proses
transesterifikasi trigliserida dari minyak jarak. Transesterifikasi adalah penggantian
gugus alkohol dari suatu ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang
menyerupai

hidrolisis.

Namun

berbeda

dengan

hidrolisis,

pada

proses

transesterifikasi yang digunakan bukanlah air melainkan alkohol. Transesterifikasi


merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke
kanan agar dihasilkan metil ester maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah
berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan. (Hambali, 2006).
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada
reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis

Universitas Sumatera Utara

katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan
asam lemak bebas pada bahan baku (yang dapat menghambat reaksi yang
diharapkan) (Hambali, 2006)).
Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan etanol adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Reaksi transesterifikasi


2.5 Sulfonasi
Asam lemak dengan -tersulfonasi memiliki aplikasi yang sangat luas dan
memiliki sifat biologis yang baik sebagai surfaktan. Sebuah teknik untuk
memproduksi mensulfonasi asam lemak dengan menggunakan kondisi rekasi khusus
sangat mungkin dilakukan tanpa menggunakan pelarut. Penggunaan gas SO3
memberikan hasil dengan rendemen 97% (Stein, 1975).
2.5.1 Metil Ester Sulfonat
Surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil
ester asam lemak (fatty acid methyl ester) dan alkohol lemak (fatty alcohol). Salah
satu proses untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi terhadap metil
ester menghasilkan metil ester sulfonat (MES). Proses sulfonasi terjadi dengan
mereaksikan pereaksi pensulfonasi seperti gas SO3, H2SO4 berasap, NaHSO3 dengan
metil

ester asam lemak.

Disebut sulfonasi karena proses ini melibatkan

Universitas Sumatera Utara

penambahan gugus sulfon pada senyawa organik (Nightingale, 1987; Schwuger and
Lewandowski, 1995).
Surfaktan digunakan dalam jumlah besar pada berbagai produk kosmetik dan
farmasi, detergen dan produk-produk pembersih lainnya. Biasanya setelah
digunakan, produk yang mengandung surfaktan tersebut dibuang sebagai limbah
yang pada akhirnya akan dibebaskan ke permukaan air. Biodegradasi dan
mekanisme penguraian lain sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah dan
konsentrasi surfaktan yang mencapai lingkungan. Salah satu alternatif untuk
mengurangi kerusakan lingkungan akibat penggunaan surfaktan adalah memperluas
peggunaan surfaktan alami. Metil ester sulfonat merupakan surfaktan alami turunan
ester asam lemak yang dibuat secara sintesis (Brown, 1995).
Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan

anionik yang dibuat

melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati.
Keunggulan MES dibandingkan dengan surfaktan yang dibuat dari minyak bumi
(petroleum) adalah sifatnya dapat diperbarui, lebih ramah lingkungan karena mudah
didegradasi oleh bakteri, memiliki ketahanan terhadap kesadahan dan temperatur
tinggi, dan memiliki pembusaan yang rendah (Satsuki, 1994; Schwuger and
Lewandowski, 1995).
2.6 Surfaktan
Molekul-molekul dan ion-ion yang diadsorbsi pada antarmuka dinamakan
surface active agent atau surfaktan. Nama lainnya adalah amfifil, yang menunjukkan
bahwa molekul atau ion tersebut mempunyai afinitas tertentu terhadap solven polar
maupun nonpolar. Tergantung dari jumlah dan sifat dari gugus polar dan nonpolar

Universitas Sumatera Utara

yang ada padanya, amfifil dapat bersifat hidrofilik (suka air), lipofilik (suka minyak)
atau bersifat seimbang di antara dua sifat tersebut.
Sifat amfifilik dari surfaktan itulah yang menyebabkan ia diadsorbsi pada
antarmuka. Keadaan asam lemak yang diadsorbsi pada antarmuka udara/air dan
minyak/air seperti dalam gambar 2.

Gambar 2. Molekul surfaktan membentuk misel (a. Gugus hidrofilik dan hidrofobik
surfaktan; b. Misel atau agregat surfaktan)
Pada antarmuka udara/air, rantai-rantai lipofilik diarahkan ke atas masuk
dalam udara, pada antarmuka minyak/air mereka bergabung dengan fase minyak.
Dengan cara berorientasi demikian pada antarmuka minyak/air, maka molekulmolekul surfaktan membentuk suatu jembatan antara fase polar dan fase non polar
yang menyebabkan terjadinya transisi antara kedua fase tersebut lebih baik. Untuk
membuat agar amfifil terkonsentrasi pada antarmuka, maka amfifil harus seimbang
dengan pengertian gugus-gugus yang larut dalam air harus seimbang dengan gugusgugusnya yang larut dalam minyak.
2.6.1 Tegangan permukaan
2.6.1.1 Fenomena Antarmuka
Jika ada dua fase atau lebih berada bersama-sama, maka batas antara fase
fase tersebut dinamakan antarmuka. Sifat-sifat molekul yang membentuk antarmuka
tersebut berbeda dengan molekul-molekul yang berada dalam tiap fase. Fenomena

Universitas Sumatera Utara

antarmuka dalam farmasi dan pengobatan merupakan faktor yang mempengaruhi


adsorbsi obat, penetrasi molekul melalui membran biologik, terbentuknya emulsi
dan stabilitasnya dan dispersi partikel-partikel; yang tidak larut dalam medium cair
untuk membentuk suspensi. Sifat antarmuka dari surface active agent atau surfaktan
dapat disamakan dengan sifat alveoli paru-paru yang menyebabkan organ tersebut
dapat bekerja efisien (Moechtar, 1989).
2.6.1.2 Tegangan Muka dan Tegangan Antarmuka
Dalam zat cair, gaya kohesif antara molekul satu dengan molekul-molekul
tetangganya besar pengaruhnya. Sebagai contoh tetesan zat cair yang tersuspensi
dalam udara, maka molekul molekul di dalam tetesan tersebut dikelilingi oleh
molekul-molekul lainnya dari segala jurusan yang mempunyai gaya tarik-menarik
yang sama.

Gambar 3. Gaya-gaya tarik-menarik


yang tidak sama pada
permukaan zat cair

Namun, molekul-molekul yang berada di permukaan tetesan akan menerima


gaya kohesif yang sama dari molekul-molekul tetangganya. Akan tetapi mereka
mengalami gaya tarik menarik adhesive dengan udara yang relatif kecil. Efek
keseluruhannya ialah molekul-molekul di permukaan tersebut mengalami gaya ke
dalam yang menyebabkan luas permukaan cair tersebut menjadi lebih kecil. Gaya
yang diberikan sejajar dengan permukaan untuk mengimbangi gaya ke dalam
dinamakan tegangan muka. Tegangan antarmuka adalah gaya per satuan panjang

Universitas Sumatera Utara

yang terjadi antaramuka antara dua fase cair yang tidak dapat tercampur. Tegangan
antarmuka lebih kecil dari tegangan muka sebab gaya adhesive antara dua fase cair
yang membentuk anatarmuka lebih besar dari gaya adhesive antara fase cair dan fase
gas yang membentuk antarmuka ( Moechtar, 1989 )
2.6.1.3 Pengukuran Tegangan Permukaan
2.6.1.3.1 Metode Kenaikan Kapiler
Bilamana suatu kapiler dimasukkan ke dalam labu yang berisi zat cair, maka
pada umumnya zat cair akan naik di dalam tabung sampai jarak tertentu. Dengan
mengukur kenaikan ini, maka tegangan muka zat cair dapat ditentukan dengan
metode ini.
Gaya yang ada antara molekul-molekul yang sama dikenal sebagai gaya
kohesif. Gaya yang ada antara molekul-molekul yang tidak sama, seperti gaya antara
zat cair dan dinding dari tabung kapiler gelas dikenal sebagai gaya adhesive.
Bilamana gaya adhesive antara molekul zat cair dan dinding lebih besar dari gaya
kohesif maka zat cair tersebut dikatakan membasahi dinding kapiler, yaitu menjalar
melalui dinding dan naik dalam tabung ( Moechtar, 1989 )
2.6.1.3.2 Metode Cincin Du Nuoy
Tensiometer Du Nouy banyak dipakai untuk mengukur tegangan muka dan
tegangan antarmuka. Prinsip alat tersebut berdasarkan kenyataan bahwa gaya yang
dibutuhkan untuk memisahkan cincin platina-iridium yang dicelupkan pada
permukaan atau antarmuka adalah berbanding lurus dengan tegangan muka atau
tegangan antarmuka. Gaya yang dibutuhkan untuk memisahkan cincin tersebut
ditetapkan dengan kawat yang berputar dan ini dicatat pada dial berkalibrasi dalam
satuan dyne. Tegangan muka dinyatakan dengan rumus :
Pembacaan dial dalam dyne

Universitas Sumatera Utara

x faktor koreksi
2 x keliling cincin

Kesalahan-kesalahan sebesar 25 % dapat terjadi jika faktor koreksi tidak


diperhitungkan dan digunakan (Moechtar 1989).
2.6.2 Nilai HLB
Griffin menemukan suatu skala nilai-nilai yang digunakan sebagai ukuran
keseimbangan hidrofil-lipofil

(HLB = Hidrophilic-Lipophilic Balance) dari

surfaktan. Dengan pertolongan sistem bilangan ini dimungkinkan untuk menentukan


suatu jarak HLB yang mempunyai efisiensi optimum untuk setiap surfaktan. Makin
tinggi HLB suatu zat, makin hidrofilik zat tersebut.

Gambar 4. Klasifikasi surfaktan berdasarkan nilai HLB.


Davies menghitung HLB surfaktan dengan memecah molekulnya menjadi
gugus-gugus komponennya, masing-masing ditandai dengan angka gugus.

Universitas Sumatera Utara

Zat

HLB

Asam oleat

Gliseril mono oleat

3,8

Sorbitan mono oleat (Span 80)

4,3

Sorbitan mono laurat (Span 20)

8,6

Trietanolamin oleat

12,0

Polioksi etilen sorbitan mono oleat (Tween 80)

15,0

Polioksi etilen sorbitan mono laurat (Tween 20)

16,7

Natrium oleat

18,0

Natrium lauril sulfat

40

Tabel 3.Nilai HLB dari beberapa zat ampifilik


Dengan menjumlahkan angka-angka gugus tersebut, maka nilai HLB suatu surfaktan
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini
HLB = (angka gugus hidrofilik) - (angka gugus lipofilik) + 7
Dibawah ini beberapa angka gugus representative yang tercantum
Gugus Hidrofilik
-SO4- Na+
-

-COO Na

Angka Gugus
38,7

19,1

Ester (Cincin sorbitan )

6,8

Ester (Bebas)

2,4

Hidroksil (Bebas)

1,9

Hidroksil (Cincin sorbitan)

0,5

Gugus Lipofilik
-CH-CH2-

0,475

-CH3
=CHTabel 4. Angka gugus HLB

Universitas Sumatera Utara

2.7 Spektrofotometri Inframerah


Spektrofotometri inframerah banyak digunakan dalam identifikasi analisa
kimia organik untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa. Frekuensi inframerah
biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wavenumber), yang
didefinisikan sebagai banyaknya gelombang per sentimeter. Daerah pengukuran
radiasi inframerah yang umumnya digunakan untuk menyelidiki senyawa-senyawa
organik adalah 700-4000 cm-1, dimana pada daerah 1500-4000 cm-1 merupakan
daerah gugus fungsi, dan pada daerah 700-1500 cm-1 adalah daerah sidik jari
(fingerprint region) yang memberikan spektrum yang khas untuk setiap senyawa
(Hart, dkk. 2003; Silverstein, et al. 1981).
Spektrum inframerah suatu senyawa dapat dengan mudah diperoleh dalam
beberapa menit. Sedikit sampel diletakkan dalam instrumen dengan sumber radiasi
inframerah. Spektrofotometer secara otomatis membaca sejumlah radiasi yang
menembus sampel dengan kisaran frekuensi tertentu dan merekam pada kertas
berapa persen radiasi yang ditransmisikan. Radiasi yang diserap oleh molekul
muncul sebagai pita pada spektrum (Hart, dkk. 2003).
Spektrofotometri inframerah ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang dihasilkan spesifik
untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena cepat dan relatif
murah, dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dan jenis ikatan
yang ada dalam molekul, selain itu inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa
adalah khas karena dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa
tersebut (Silverstein, et al. 1981).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai