Anda di halaman 1dari 11

Parameter Uji Analisa Air Tanah

Parameter yang diuji dalam proses analisa air tanah meliputi 3 parameter
yaitu:
a.

Parameter fisika yang meliputi:


1. Kekeruhan ( turbidity )
Kekeruhan adalah suatu parameter pengukuran banyaknya padatan

tersuspensi dalam larutan dengan menggunakan efek cahaya sebagai


dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (nephelo
metrix turbidity unit) atau JTU (jackson turbidity unit) atau FTU (formazin
turbidity unit), Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan
anorganik yang tersuspensi dan terlarut (ex: lumpur dan pasir halus),
maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan
mikroorganisme. Prinsip dari pengukuran kekeruhan (turbiditas) dapat
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan
oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Pengukuran nilai turbiditas ini
dapat

diukur

turbidimetri
intensitas

dengan

dimana
cahaya

menggunakan

sumber
yang

cahaya

dipantulkan

turbidimeter
dilewatkan
oleh

dengan

pada

metode

sampel

bahan-bahan

dan

penyebab

kekeruhan diukur dengan menggunakan suspensi polimer formazin


sebagai larutan standar dengan satuan NTU. Semakin tinggi nilai padatan
tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi tingginya
padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Dan
semakin tinggi nilai turbiditas maka kualitas sample air semakin buruk. Air
tanah memiliki nilai turbiditas rendah karena air tanah telah mengalami
proses filtrasi alamiah oleh lapisan batuan di bawah permukaan tanah.
Berdasarkan KepMenKes RI No. 907 tahun 2002 nilai turbiditas maksimal
sebesar 5 mg/L dan tidak melebihi angka tersebut.
2. Bau
Prinsip analisa pada parameter bau ini dapat dilakukan secara visual
dengan menggunakan metode organoleptik (indra pembau). Bau yang

tidak sedap menunjukkan kualitas air tidak bagus (tidak menggunakan alat
dan tanpa ada satuan).
3. Warna (color)
Prinsip analisis parameter ini dapat dilakukan secara visual dengan
menggunakan metode organoleptik sama halnya seperti parameter bau
melainkan dengan indra penglihatan (Trisnawulan, dkk., 2007). Standar
baku mutu maksimum untuk kualitas warna adalah 15 TCU (True Colour
Unit). Air tanah yang memiliki nilai lebih besar dari 15 TCU menunjukkan
kualitas air tanah yang tidak bagus.
4. Suhu (temperatur)
Pengukuran suhu tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas air tanah.
Prinsip

dari

analisis

ini

dengan

menggunakan

metode

termometri

menggunakan termometer. Dimana sampel air tanah yang telah diambil


dapat langsung diukur suhunya di lokasi pengambilan sampel maupun di
laboratorium saat dilakukan analisis terhadap sampel. Berdasarkan
keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

907/Menkes/SKVII/2002 tentang standar baku mutu air tanah yang dapat


dikonsumsi, dimana suhu air tanah yang layak dikonsumsi adalah suhu
udara 3C, maksudnya adalah suhu air tanah harus lebih besar 1-3C,
misalnya suhu udara sampel yang diuji sekitar 27-28C sedangkan suhu
udara saat pengukuran sebesar 25-26C.
5. Konduktivitas
Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total
elektrolit di dalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya
merupakan garam-garam yang terlarut dalam air, berkaitan dengan
kemampuan

air

di

dalam

menghantarkan

arus

listrik.

Semakin banyak garam-garam yang terlarut semakin baik daya hantar


listrik air tersebut. Air suling yang tidak mengandung garam-garam
terlarut dengan demikian bukan merupakan penghantar listrik yang baik.
Selain dipengaruhi oleh jumlah garam-garam terlarut, konduktivitas juga
dipengaruh oleh nilai temperatur.
6. Total Dissolved Solid (total padatan terlarut)

Prinsip dari analisa parameter ini adalah dengan menggunakan metode


gravimetric. Standar baku mutu kelas I PPRI no.82 tahun 2001 adalah
sebesar 1100 mg/L.
b.

Parameter kimia yang meliputi:


1. PH
Pengaruh pH terhadap kualitas air, menyebabkan baku mutu air untuk

layak dikonsumsi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), air yang


layak dikonsumsi memiliki pH 6.5 - 8.5. Prinsip dari pengukuran pH sampel
ini adalah dengan menggunakan pH meter, dimana pH meter dikalibrasi
terlebih dahulu dengan menggunakan akuades sebagai trayek pH normal
yaitu pada sekitar pH yang akan diukur. Kalibrasi dengan buffer standard
pH 4,01 untuk sistem asam, buffer standar pH 7,00 untuk sistem netral,
dan buffer standar pH 10,01 untuk sistem basa. Pengukuran PH dari
sample air tanah yang telah diambil dilakukan dengan mencelupkan kabel
indicator ke dalam sample air tanah, kemudian pada layar pH meter akan
terlihat

angka

pengukuran

PH

hasil
dari

pengukuran.
sampel

air

Selain

menggunakan

tanah

dapat

PH

dilakukan

meter
dengan

menggunakan indicator universal.


2. Kesadahan (hardness)
Kesadahan air merupakan kandungan mineral-mineral tertentu di
dalam air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk
garam karbonat. Kesadahan dalam air sangat tidak dikehendaki baik untuk
penggunaan

rumah

tangga

maupun

untuk

penggunaan

industri.

Kesadahan air dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu kesadahan sementara


(temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Kesadahan sementara
disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-) dari
kalsium dan magnesium, kesadahan ini dapat dihilangkan dengan cara
pemanasan atau dengan pembubuhan kapur tohor. Kesadahan tetap
disebabkan oleh adanya garam-garam khlorida (Cl-) dan sulfat (SO42-) dari
kalsium dan magnesium. Kesadahan ini disebut juga kesadahan non
karbonat yang tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, tetapi
dapat dihilangkan dengan cara pertukaran ion.

3. Alkalinitas (alkalinity)
Penyusun

alkalinitas

perairan

adalah

anion

bikarbonat

(HCO 3-),

karbonat (CO3-) dan hidroksida (OH-). Kadar maksimum total alkalinitas


yang diperbolehkan dalam air sebesar 1000 mg/L. Apabila kadar alkalinitas
melampaui batas yang ditetapkan maka akan mudah terbentuk kerak atau
pengendapan.
4. DO (Kadar Oksigen Terlarut)
Untuk cara pengambilan contoh untuk pengujian kandungan oksigen
terlarut diperlukan sarung tangan lateks yang harus terus dipakai (tidak
boleh mengggunakan sarung tangan plastik atau sintetis).

Dalam

pengambilan sampel untuk analisa kandungan oksigen terlarut, sampel


tidak boleh terkocok untuk menghindari aerasi yang akan menyebabkan
kandungan oksigen terlarut menjadi bertambah sehingga hasil analisa
tidak representatif. Uji parameter DO dengan menggunakan prinsip
metode potensiometri dengan menggunakan DO meter.
5. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Mikroorganisme

merupakan

katalis

hidup

yang

mempengaruhi

sejumlah proses-proses kimia yang terjadi dalam tanah. Cendawan dan


beberapa jenis bakteri menghancurkan senyawa organik yang kompleks
menjadi senyawa-senyawa yang sederhana (Achmad, 2004). Nilai BOD5
yang tinggi menandakan tingginya bahan organik biodegradable yang
menjadi beban perairan telah dioksidasi secara biologi. Pengukuran nilai
BOD5 dilakukan dengan prinsip metode titrimetri ( dengan melakukan
titrasi menggunakan buret).
6. Nitrat (NO3-)
Nitrifikasi, amonifikasi dan denitrifikasi merupakan proses mikrobiologi
oleh karena itu sangat dipengaruhi oleh suhu dan aerasi. Proses nitrifikasi
juga dipengaruhi oleh kadar oksigen terlarut > 2 mg/L, pH optimum 8-9,
bakteri nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen atau bahan
padatan lain, pertumbuhan bakteri nitrifikasi lebih lambat dari bakteri
heterotrof, suhu optimum 20oC-25oC. Pengujian Nitrat ini dilakukan dengan
prinsip spektrofotometri menggunakan spektrofotometer.

7. Nitrit (NO2-)
Nitrit

merupakan

bentuk

peralihan

antara

amonia

dan

nitrat

(nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) oleh karena
itu nitrit bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Kandungan nitrit
pada perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/L. Kadar nitrit
yang lebih dari 0.06 mg/L adalah bersifat toksik bagi organisme perairan
(Anonim, 2006). Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya poses
biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut
rendah (Effendi, 2003). Seperti halnya pada pengujian nitrat, Pengujian
Nitrit ini juga dilakukan dengan prinsip spektrofotometri menggunakan
spektrofotometer.
8. Amonia ( NH3)
Amonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapatkan cukup
pasokan oksigen. Bahan-bahan organik dapat terkandung di dalam air
sumur salah satunya disebabkan oleh kedalaman sumur yang rendah (3-4
m) sehingga air permukaan yang banyak mengandung bahan-bahan
organik hasil limbah domestic mudah masuk ke dalam tanah yang bersifat
porous. Kadar ammonia yang diperbolehkan dalam air kurang dari 90
mg/L. Pengujian kadar ammonia dalam air tanah ini juga dilakukan
dengan prinsip spektrofotometri menggunakan spektrofotometer.
Fosfat (PO43-)
Pengujian kadar fosfat dalam air tanah ini dilakukan dengan prinsip
spektrofotometri

menggunakan

spektrofotometer

berdasarkan

nilai

absorbansi yang diperoleh. Adanya fosfat yang terkandung dalam air


tanah disebabkan karena kegiatan penduduk dalam penggunaan detergen,
pestisida, dan kandungan pupuk. Namun, fosfat juga tidak hanya
dihasilkan dari kegiatan penduduk tetapi juga dapat dihasilkan oleh alam.
Banyaknya

fosfat

dalam

perairan

dapat

menyebabkan

eutrofikasi

(peledakan alga) yang mampu merusak ekosistem perairan, dimana


banyak ikan mati karena kekurangan oksigen dalam air, yang jika
dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan keracunan.
9. Besi

Penentuan kadar logam berat dalam hal ini kadar besi (Fe) dalam
sample air tanah atau air sumur dapat dilakukan dengan metode
spektrofotomerri menggunakan instrument Spektrofotometrik Serapan
Atom (SSA) yang didasarkan pada Hukum Lambert Beer, yaitu
banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan konsentrasi zat.
Apabila kadar besi dalam sample melebihi ambang batas yang telah
ditentukan oleh dinas kesehatan, maka air tersebut dinyatakan telah
tercemar. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002, kadar besi yang diperbolehkan
adalah 0,3 mg/L.
10. Mangan
Penentuan kadar logam dalam hal ini kadar Mangan (Mn) dalam
sample air tanah atau air sumur dapat dilakukan dengan metode
spektrofotomerri menggunakan instrument Spektrofotometrik Serapan
Atom (SSA). Adanya kandungan Mn dalam air menyebabkan warna air
tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak
dengan

udara.

Di

samping

dapat

mengganggu

kesehatan

juga

menimbulkan bau yang tidak sedap serta menyebabkan warna kuning


pada dinding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena
itu menurut PP No.20 Tahun 1990 tersebut kadar Mangan (Mn) dalam air
minum yang diperbolehkan adalah 0,1 mg/L.
11. Khlorida
Pengukuran kadar khlorida pada sampel air menggunakan metode
argentometri, yaitu titrasi menggunakan larutan AgNO3 sebagai titrant.
Pada metode ini, sampel terlebih dahulu dikondisikan suasana netral
dengan cara menambahkan asam sulfat dan natrium hidroksida, hal ini
disebabkan karena metode argentometri merupakan metode Mohr yang
bereaksi dalam keadaan netral. Sampel kemudian ditambahkan larutan
hidroksida yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor selain klorida.
Kadar batas khlorida dalam air yang diperbolehkan berdasarkan Standar
Baku Mutu Departemen Kesehatan, yaitu 250 mg/L.
12. Sulfat (SO42-)

Ion sulfat adalah salah satu anion yang banyak terjadi pada air alam.
Sulfat penting dalam penyediaan air untuk umum maupun untuk industri,
karena kecenderungan air untuk mengandungnya dalam jumlah yang
cukup besar untuk membentuk kerak air yang keras pada ketel dan alat
pengubah panas.
Konsentrasi standar maksimal yang ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan R.I untuk SO4 dalam air minum adalah sebesar 200-400 mg/L.
Sulfur anorganik terutama terdapat dalam bentuk sulfat (SO4), yang
merupakan bentuk sulfur utama di perairan dan tanah.
c.

Parameter mikrobiologi yang meliputi:


1. Bakteri E.Coli
Eschericia coli adalah salah satu bakteri patogen yang tergolong

Coliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun


hewan sehingga E. coli digunakan sebagai bakteri indikator pencemaran
air yang berasal dari kotoran hewan berdarah panas.
Analisa terhadap kadar jumlah bakteri E. coli dilaksanakan secara
deskriptif dengan pertimbangan baku mutu air bersih sesuai Golongan I
Peraturan Pemerintah

RI Nomor 82 Tahun 2001. Standar baku mutu

kandungan bakteri E. Coli pada air tanah adalah sebesar 100 sel/ml.
Faktor-faktor yang mempengaruhi titik sampel dengan jumlah bakteri E.
coli yaitu jarak septictank jauh, aktifitas penduduk sekitar yang tidak
banyak melibatkan penduduk seperti pertanian, pembuangan limbah
rumah tangga melalui saluran pembuangan yang sesuai dengan kriteria,
dan konstruksi ring sumur.
2. Total Coliform
Total Coliform merupakan indikator bakteri pertama yang digunakan
untuk menentukan aman tidaknya air untuk dikonsumsi. Bila coliform
dalam air ditemukan dalam jumlah yang tinggi maka kemungkinan
adanya

bakteri

patogenik

seperti

Giardia

dan

Cryptosporidiumdi

dalamnya. Standar baku mutu kandungan total coliform pada air tanah
adalah sebesar 1000 sel/ml. Analisa terhadap kadar jumlah bakteri E. coli

dilaksanakan secara deskriptif dengan pertimbangan baku mutu air


bersih.

Dampak Eksploitasi Air Tanah


1. Dampak Pemanfaatan Air Tanah
Peningkatan eksploitasi airtanah yang sangat pesat di berbagai sektor
di Indonesia telah menuntut perlunya persiapan berupa langkah-langkah nyata
untuk menanganinya, khususnya memperkecil dampak negatif yang
ditimbulkannya. Airtanah sebagai salah satu sumberdaya air saat ini telah
menjadi permasalahan nasional. Airtanah yang merupakan sumberdaya alam
terbarukan ( renewal natural resources ) saat ini telah memainkan peran
penting di dalam penyediaan pasokan kebutuhan air bagi berbagai
keperluan, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran nilai terhadap
airtanah itu sendiri. Airtanah pada masa lalu merupakan barang bebas (
free goods ) yang dapat dipakai secara bebas tanpa batas dan belum
memerlukan pengawasan pemanfaatan, tetapi pada era pembangunan
saat ini yang disertai dengan peningkatan kebutuhan airtanah yang sangat
pesat telah merubah nilai airtanah menjadi barang ekonomis ( economic goods ),
artinya airtanah diperdagangkan seperti komoditi yang lain, bahkan di
beberapa tempat airtanah mempunyai peran yang cukup strategis.
Pada kenyataannya pemanfaatan air untuk memenuhi kebutuhan
sektor industri dan jasa masih mengandalkan airtanah secara berlebih
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sumber daya air tanah
maupun lingkungan, antara lain:
-

Penurunan muka airtanah

Intrusi air laut

Amblesan tanah

% Penurunan Muka Air Tanah


Pemanfaatan

airtanah

yang

terus

meningkat

menyebabkan

penurunan muka airtanah. Hasil rekaman muka airtanah pada sumur-

sumur pantau didaerah pengambilan airtanah intensif seperti: Cekungan


Jakarta,

Bandung,

Semarang,

Pasuruan,

Mojokerto

menunjukkan

kecenderungan muka airtanahnya yang terus menurun. Demikian juga


di daerah DIY.
Contoh cekungan di daerah Semarang:
Perubahan kedudukan muka airtanah di cekungan Semarang
periode 1993- 1994 diuraikan berikut ini;

Daerah Semarang Utara meliputi Pusat Kota, pemukiman Tanah Mas


(Muka Air tanah Statis) dan daerah industri Kaligawe, MASnya antara
14,19 28,91m. bmt, dengan penurunan antara 0,6-1,9 m/tahun.

Daerah Semarang Selatan meliputi daerah Candi, Banyumanik MASnya


antara 20,24 - 48,24 m.bmt dengan penurunan antara 0,37- 0,70
m/tahun.

Daerah Kendal meliputi Kec. Kaliwungu, kota Kendal MAS nya antara
+1,0 hingga 21,16 m.bmt dengan penurunan antara 0,20 0,55
m/tahun.

Daerah Demak meliputi Kota demak dan Mranggen MASnya antara +


0,50 hingga 25,40 m.bmt dengan penurunan antara 0,15 0,45 m/tahun.

% Intrusi Air Laut


Apabila

keseimbangan

hidrostatik

antara

airtanah

tawar

dan

airtanah asin di daerah pantai terganggu, maka akan terjadi pergerakan


airtanah asin/air laut ke arah darat dan terjadilah intrusi air laut.
Terminologi intrusi pada hakekatnya digunakan hanya setelah ada aksi,
yaitu

pengambilan

airtanah

yang

mengganggu

keseimbangan

hidrostatik. Adanya intrusi air laut ini merupakan permasalahan pada


pemanfaatan airtanah di daerah pantai, karena berakibat langsung
pada mutu airtanah.
Airtanah yang sebelumnya layak digunakan untuk air minum,
karena adanya intrusi air laut, maka terjadi degradasi mutu, sehingga
tidak layak lagi digunakan untuk air minum.
Intrusi

air

laut

teramati

didaerah

pantai

Jakarta,

Semarang,

Denpasar, Medan dan daerah-daerah pantai lainnya yang pemanfaatan


airnya telah demikian intensif.

Contoh cekungan di daerah Semarang:


Daerah Semarang bagian utara penyusupan air asin semakin
meningkat

sejak

beberapa

tahun

terakhir,

terutama

pada

daerah

pemukiman pusat perkotaan, dan di beberpa wilayah industri di bagian


utara, miksalnya daerah sekitar Muara Kali Garang, Tanah Mas, Pengapon,
Simpang Lima. Data penyusupan air asin tersebut diatas adalah
berdasarkan hasil pemantauan dari beberapa sumur gali penduduk
yang tersebar, maupun dari kualitas sumur bor di beberapa tempat.
Didaerah Semarang penyusupan air asin ini diperkirakan sudah mencapai
sejauh 2 km ke arah selatan garis pantai.
% Amblesan Tanah
Permasalahan amblesan tanah (land subsidence) dapat akibat
pengambilan airtanah yang berlebihan dari lapisan akuifer yang tertekan
(confined aquifers). Akibat pengambilan yang berlebihan (over pumpage),
maka airtanah yang tersimpan dalam pori- pori lapisan penutup akuifer
(confined layer) akan terperas keluar dan mengakibatkan penyusutan
lapisan penutup tersebut. Refleksinya adalah penurunan permukaan tanah.
Amblesan tanah tidak dapat dilihat seketika, tetapi teramati dalam
kurun waktu yang lama dan berakibat pada daerah yang luas. Meskipun
penyebab penurunan

tersebut

masih memerlukan

penelitian dan

pemantaun rinci, namun bila mengacu fenomena serupa beberapa kota


dunia seperti Bangkok, Venesia, Tokyo maupun Meksiko dapat diyakini,
bahwa penurunan tersebut adalah bukti amblesan tanah yang disebabkan
oleh pengambilan airtanah yang berlebihan.
Contoh Cekungan di daerah Semarang:
Amblesan tanah terjadi juga didaerah pantai utara Semarang
dengan indikasi telah mulai tampak antara lain:

Fondasi sumurbor pantau di kompleks Sekolah STM Perkapalan dekat


Muara kali Garang, Tambak Ikan seolah-olah terangkat kurang lebih 20
cm (Juli1994), namun pada kenyataan permukaan tanah di sekitarnya
yang mengalami penurunan.

Terjadinya retakan-retakan pada lantai bangunan Sekolah Pelayaran


Singosari, hampir pada semua bangunan di kompleks tersebut.

Terjadinya genangan air laut di daerah pantai, dan banjir di bagian Muara
Kali Karang yang sebelumnya belum pernah terjadi.

Anda mungkin juga menyukai