Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum

I.

TANGGAL PRAKTIKUM
21 Januari 2015 - Selesai

II.

JUDUL PRAKTIKUM
Pembatikan

III.

TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat menerapkan teori mengenai pembatikan kain secara tradisional
berikut tahap-tahap sampai diperoleh hasil akhir kain yang sudah bermotif.

IV.

DASAR TEORI
PENGERTIAN BATIK
Batik merupakan budaya yang telah lama berkembang dan dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Kata batik mempunyai beberapa pengertian. Menurut Hamzuri dalam
bukunya yang berjudul Batik Klasik, pengertian batik merupakan suatu cara untuk
memberi hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian tertentu dengan
menggunakan perintang. Zat perintang yang sering digunakan ialah lilin atau
malam.kain yang sudah digambar dengan menggunakan malam kemudian diberi warna
dengan cara pencelupan.setelah itu malam dihilangkan dengan cara merebus kain.
Akhirnya dihasilkan sehelai kain yang disebut batik berupa beragam motif yang
mempunyai sifat-sifat khusus.
Secara etimologi kata batik berasal dari bahasa Jawa, yaitutik yang berarti titik /
matik (kata kerja, membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah batik
(Indonesia Indah batik, 1997, 14). Di samping itu mempunyai pengertian yang
berhubungan dengan membuat titik atau meneteskan malam pada kain mori. Menurut
KRT.DR. HC. Kalinggo Hanggopuro (2002, 1-2) dalam buku Bathik sebagai Busana
Tatanan dan Tuntunan menuliskan bahwa, para penulis terdahulu menggunakan istilah
batik yang sebenarnya tidak ditulis dengan kataBatik akan tetapi seharusnyaBathik.
Hal ini mengacu pada huruf Jawa tha bukan ta dan pemakaiaan bathik sebagai
rangkaian dari titik adalah kurang tepat atau dikatakan salah. Berdasarkan etimologis
tersebut sebenarnya batik identik dikaitkan dengan suatu teknik (proses) dari mulai
penggambaran motif hingga pelorodan. Salah satu yang menjadi ciri khas dari batik
adalah cara pengambaran motif pada kain ialah melalui proses pemalaman yaitu
mengoreskan cairan lilin yang ditempatkan pada wadah yang bernama canting dan cap.

Laporan Praktikum

SEJARAH PERKEMBANGAN BATIK


Ditinjau dari perkembangan, batik telah mulai dikenal sejak jaman Majapahit dan
masa penyebaran Islam. Batik pada mulanya hanya dibuat terbatas oleh kalangan
keraton. Batik dikenakan oleh raja dan keluarga serta pengikutnya. Oleh para
pengikutnya inilah kemudian batik dibawa keluar keraton dan berkembang di
masyarakat hingga saat ini. Berdasarkan sejarahnya, periode perkembangannya batik
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Jaman Kerajaan Majapahit
Berdasarkan sejarah perkembangannya, batik telah berkembang sejak jaman
Majapahit. Mojokerto merupakan pusat kerajaan Majapahit dimana batik telah dikenal
pada saat itu. Tulung Agung merupakan kota di Jawa Timur yang juga tercatat dalam
sejarah perbatikan. Pada waktu itu, Tulung Agung masih berupa rawa-rawa yang
dikenal dengan nama Bonorowo, dikuasai oleh Adipati Kalang yang tidak mau tunduk
kepada Kerajaan Majapahit hingga terjadilah aksi polisionil yang dilancarkan oleh
Majapahit. Adipati Kalang tewas dalam pertempuran di sekitar desa Kalangbret dan
Tulung Agung berhasil dikuasai oleh Majapahit. Kemudian banyak tentara yang tinggal
di wilayah Bonorowo (Tulung Agung) dengan membawa budaya batik. Merekalah yang
mengembangkan batik. Dalam perkembangannya, batik Mojokerto dan Tulung Agung
banyak dipengaruhi oleh batik Yogyakarta. Hal ini terjadi karena pada waktu clash
tentara kolonial Belanda dengan pasukan Pangeran Diponegoro, sebagian dari pasukan
Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah timur di daerah Majan. Oleh karena itu, ciri khas
batik Kalangbret dari Mojokerto hampir sama dengan batik Yogyakarta, yaitu dasarnya
putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua.
Jaman Penyebaran Islam
Batoro Katong seorang Raden keturunan kerajaan Majapahit membawa ajaran Islam
ke Ponorogo, Jawa Timur. Dalam perkembangan Islam di Ponorogo terdapat sebuah
pesantren yang berada di daerah Tegalsari yang diasuh Kyai Hasan Basri. Kyai Hasan
Basri adalah menantu raja Kraton Solo. Batik yang kala itu masih terbatas dalam
lingkungan kraton akhirnya membawa batik keluar dari kraton dan berkembang di

Laporan Praktikum

Ponorogo. Pesantren Tegalsari mendidik anak didiknya untuk menguasai bidang-bidang


kepamongan dan agama. Daerah perbatikan lama yang dapat dilihat sekarang adalah
daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan meluas ke desa Ronowijoyo, Mangunsuman,
Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok,
Banyudono dan Ngunut.
Batik Solo dan Yogyakarta
Batik di daerah Yogyakarta dikenal sejak jaman Kerajaan Mataram ke-I pada masa
raja Panembahan Senopati. Plered merupakan desa pembatikan pertama. Proses
pembuatan batik pada masa itu masih terbatas dalam lingkungan keluarga kraton dan
dikerjakan oleh wanita-wanita pengiring ratu. Pada saat upacara resmi kerajaan,
keluarga kraton memakai pakaian kombinasi batik dan lurik. Melihat pakaian yang
dikenakan keluarga kraton, rakyat tertarik dan meniru sehingga akhirnya batikan keluar
dari tembok kraton dan meluas di kalangan rakyat biasa.
Ketika masa penjajahan Belanda, dimana sering terjadi peperangan yang
menyebabkan keluarga kerajaan yang mengungsi dan menetap di daerah-daerah lain
seperti Banyumas, Pekalongan, dan ke daerah timur Ponorogo, Tulung Agung dan
sebagainya maka membuat batik semakin dikenal di kalangan luas.
Batik di Wilayah Lain
Perkembangan batik di Banyumas berpusat di daerah Sokaraja. Pada tahun 1830
setelah perang Diponegoro, batik dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegoro
yang sebagian besar menetap di daerah Banyumas. Batik Banyumas dikenal dengan
motif dan warna khusus dan dikenal dengan batik Banyumas. Selain ke Banyumas,
pengikut Pangeran Diponegoro juga ada yang menetap di Pekalongan dan
mengembangkan batik di daerah Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo.
Selain di daerah Jawa Tengah, batik juga berkembang di Jawa Barat. Hal ini terjadi
karena masyarakat dari Jawa Tengah merantau ke kota seperti Ciamis dan Tasikmalaya.
Daerah pembatikan di Tasikmalaya adalah Wurug, Sukapura, Mangunraja dan
Manonjaya. Di daerah Cirebon batik mulai berkembang dari keraton dan mempunyai
ciri khas tersendiri.

Laporan Praktikum

TEKNIK PEMBATIKAN
Teknik batik pada dasarnya adalah suatu teknik pewarnaan pada kain menggunakan
penutupan kain dengan malam sehingga menghalangi pewarna kain untuk menyebar
sehingga menjadi kain dengan corak dan hiasan warna yang bermacam-macam. Pada
dasarnya teknik membatik ini sudah ada sejak jaman dahulu, dan menjadi suatu seni
jaman kuno.
Bukti bahwa teknik batik sudah ada sejak jaman dahulu adalah pada penemuan
mumi yang terbungkus kain dengan berlapis malam yang membentuk pola merupakan
salah satu buktinya. Mumi ini diperkirakan meninggal pada abad ke 4 sebelum masehi.
Teknik batik serupa juga ditemukan di Asia khususnya di dataran Tiongkok pada masa
dinasti Tang sekitar tahun 618-907 masehi, juga di India dan Jepang pada masa
periode Nara tahun 645-794 masehi. Di Afrika teknik batik sudah dikenal oleh suku
Yoruba di Nigeria, suku Soninke dan suku Wolof di Negara Senegal.
Di Indonesia batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi
sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Pada saat itu kesemuanya berupa
batik tulis, karena memang belum ada mesin yang bias membuat batik tulis. Sedangkan
batik cap baru ditemukan pada sekitar jaman perang dunia pertama sampai dengan
sekarang.
J.L.A. Brandes seorang arkeolog Beland dan F.A. Sutjipto, sejarawan Indonesi
mempercayai bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores,
Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang
dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuno dalam pembuatan
batik.
Di pulau Jawa, batik sudah dikenal pada abad ke 12 masehi. G. P. Rouffaer seorang
sejarawan dari Belanda yang berkonsentrasi dengan sejarah di Indonesia menulis
bahwa pada abad 12 masehi batik dengan pola Gringsing sudah dibuat di Kediri, Jawa
Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan
menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa
pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh
Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Corak

Laporan Praktikum

pakaian yang menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang
mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini
menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan
canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal. Tetapi G. P.
Rouffaer sendiri mempercayai bahwa teknik batik dari Jawa ini mungkin diperkenalkan
dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7 masehi. Dimana India dan Srilangka
merupakan pusat dari agama Hindu yang menyebar samapi dengan pulau Jawa.
Pada sejarah Eropa, teknik batik pertama kali dituliskan oleh Sir Thomas Stanford
Raffles dalam bukunya History of Java. Buku ini pertama kali dipublikasikan di
London tahun 1817. Sang penulis pernah menjabat sebagai gubernur Inggris semasa
Napoleon menduduki Belanda. Pada tahun 1873 di Rotterdam Belanda, seorang
saudagar bernama Van Rijekevorsel memberikan hadiah berupa selembar kain batik ke
Museum Etnik di kota itu. Saat itulah batik mulai terkenal di Eropa dan mencapai masa
keemasannya. Pada tahun 1900 batik Indonesia memukau para pengunjung pameran
dan seniman pada saat dipamerkan di Exposition Universelle di Paris.
Saat jaman industrisasi dan globalisasi dating, teknik batik juga ikut berubah. Para
pengrajin membuat mesin untuk memproduksi batik dengan jumlah banyak. Hasil dari
mesin pembuat batik ini dikenal dengan batik cap dan batik cetak/ printing, sedangkan
batik yang dibuat manual dengan tangan dengan alat canting dan menggunakan malam
disebut sebagai batik tulis.

SENI BATIK
Seni batik pada dasarnya merupakan seni lukis dengan bahan: kain, canthing dan
malam sebangsa cairan lilin. Canthing biasanya berbentuk seperti mangkuk kecil
dengan tangki (pegangan) terbuat dari kayu atau bambu dan bermoncong satu atau
lebih. Canthing yang bermoncong satu untuk membuat garis, titik atau cerek,
sedangkan canthing yang bermoncong beberapa (dapat sampai tujuh) dipakai untuk
membuat hiasan berupa kumpulan titik-titik.

Laporan Praktikum

Masih bertahannya seni batik sampai jaman moderen ini, tidak dapat dilepaskan adanya
kebanggaan, adat tradisi, sifat religius dari ragam hias batik, serta usaha untuk
melestarikan pemakai batik tradisional dan tata warna tradisional. Dilihat dari proses
pembuatannya ada batik tulis dan batik cap. Dengan semakin berkembangnya motif dan
ragam hias batik cap, mengakibatkan batik tulis tradisional mengalami kemunduran.
Hal ini dapat dimengerti sebab batik tulis secara ekonomis harga relatif mahal dan
jumlah pengrajin batik tulis semakin berkurang.
Sekarang ini ada beberapa daerah yang masih dapat dikatakan sebagai daerah
pembatikan tradisional. Daerah yang dimaksud antara lain: Surakarta, Yogyakarta,
Cirebon, Indramayu, Garut, Pekalongan, Lasem, Madura, Jambi, Sumatera Barat, Bali
dan lain-lain.
Surakarta atau Surakarta Hadiningrat juga dikenal dengan nama Solo merupakan
ibukota kerajaan dari Karaton Surakarta Hadiningrat. Surakarta merupakan pusat pusat
pemerintahan, agama dan kebudayaan. Sebagai pusat kebudayaan Surakarta tidak dapat
dilepaskan sebagai sumber seni dan ragam hias batiknya. Ragam hias batik umumnya
bersifat simbolos yang erat hubungannya dengan filsafat Jawa-Hindu, misalnya :
a.
b.
c.
d.
e.

Sawat atau hase sayap melambangkan mahkota atau perguruan tinggi.


Meru gunung melambangkan gunung atau tanah
Naga ular melambangkan air (tula atau banyu)
Burung melambangkan angin atau dunia atas
Lidah api melambangkan nyala api atau geni

Penciptaan ragam hias batik tidak hanya memburu keindahannya saja, tetapi juga
memperhitungkan nilai filsafat hidup yang terkandung dalam motifnya. Yang dalam
filsafat hidup tersebut terkandung harapan yang luhur dari penciptanya yang tulus agar
dapat membawa kebaikan dan kebahagiaaan pemakainya. Beberapa contoh :
a. Ragam hias slobong, yang berarti agak besar atau longgar atau lancar yang
dipakai untuk melayat dengan harapan agar arwah yang meninggal dunia tidak
mendapat kesukaran dan dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

Laporan Praktikum

b. Ragam hias sida mukti, yang berarti jadi bahagia, dipakai oleh pengantin pria
dan wanita, dengan harapan agar pengantin terus-menerus hidup dalam
kebahagiaan.
Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa ragam hias dalam seni batik aturan dan
tata cara pemakainya menyangkut harapan pemakainya. Disamping itu, khusus di
Karaton Surakarta, ragam hias batik (terutama kain batik) dapat menyatakan kedudukan
sosial pemakainya, misalnya ragam hias batik parang rusak barong atau motif lereng
hanya boleh dipakai oleh raja dan putra sentana. Bagi abdi dalem tidak diperkenankan
memakai ragam hias tersebut.
JENIS KAIN YANG DIPAKAI UNTUK MEMBATIK
Adapun jenis kain yang dapat dipakai untuk proses pembatikan, antara lain :
A. Kain Katun Primissima ( terbaik )
B. Kain Katun Prima ( Sedang )
C. Kain Belacu ( Rendah )
D. Kain Belacu Abu Abu ( Buruk )
BAHAN DAN PERALATAN PEMBATIKAN
Adapun bahan dan peralatan yang digunakan untuk pembuatan Batik Tulis adalah
sebagai berikut :
1. Kain mori
2. Bandul
Bandul dibuat dari timah, atau kayu, atau batu yang dikantongi. Fungsi pokok
bandul ialah untuk menahan mori yang baru dibatik agar tidak mudah tergeser
ditiup angin, atau tarikan si pembatik secara tidak disengaja. Jadi tanpa bandul
pekerjaan membatik dapat dilaksanakan.
3. Dingklik
Dingklik merupakan tempat duduk orang yang membatik, tingginya disesuaikan
dengan tinggi orang duduk saat membatik.
4. Gawangan

Laporan Praktikum

Gawangan terbuat dari kayu atau bambu yang mudah dipindah-pindahkan dan
kokoh. Fungsi gawangan ini untuk menggantungkan serta membentangkan kain
mori sewaktu akan dibatik dengan menggunakan canting.
5. Wajan
Wajan ialah perkakas untuk mencairkan malam (lilin untuk membatik). Wajan
dibuat dari logam baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah
diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa mempergunakan alat lain. Oleh karena
itu wajan yang dibuat dari tanah liat lebih baik daripada yang dari logam karena
tangkainya tidak mudah panas. Tetapi wajan tanah liat agak lambat memanaskan
malam.
6. Anglo (Kompor)
Anglo dibuat dari tanah liat, atau bahan lain. Anglo ialah alat perapian sebagai
pemanas malam. Kompor dibuat dari Besi dengan diberi sumbu.. Apabila
mempergunakan anglo, maka bahan untuk membuat api ialah arang kayu. Jika
mempergunakan kayu bakar anglo diganti dengan keren; keren inilah yang banyak
dipergunakan orang di desa-desa. Kerena pada prinsipnya sama dengan anglo,
tetapi tidak bertingkat.
7. Tepas
Tepas ini tidak dipergunakan jika perapian menggunakan kompor. Tepas ialah alat
untuk membesarkan api menurut kebutuhan ; terbuat dari bambu. Selain tepas,
digunakan juga ilir/kipas. Tepas dan ilir pada pokoknya sama, hanya berbeda
bentuk. Tepas berbentuk empat persegi panjang dan meruncing pada salah satu sisi
lebarnya dan tangkainya terletak pada bagian yang runcing itu.
8. Kemplongan
Kemplongan merupakan alat yang terbuat dari kayu yang berbentuk meja dan palu
pemukul alat ini dipergunakan untuk menghaluskan kain mori sebelum di beri pola
motif batik dan dibatik.
9. Canting
Canting merupakan alat untuk melukis atau menggambar dengan coretan lilin
malam pada kain mori. Canting ini sangat menentukan nama batik yang akan
dihasilkan menjadi batik tulis. Alat ini terbuat dari kombinasi tembaga dan kayu
atau bamboo yang mempunyai sifat lentur dan ringan.
10. Taplak
Taplak berfungsi untuk menutup dan melindungi paha pembatik dari tetesan
lilin/malam dari canting.
Proses pembuatan batik tulis adalah sebagai berikut :

Laporan Praktikum

1. Pencucian
Pencucian kain batik tradisional sebaiknya dengan menggunakan cairan air lerak.
Air lerak ini biasanya sudah tersedia dalam kemasan botol atau dapat juga
menggunakan cairan lerak yang kita buat sendiri. Sebaiknya jangan menggunakan
sabun cuci.
Adapun cara pencucian kain batik ini dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pencucian kain batik dengan menggunakan Air Lerak (kemasan botol)
Ambil air 5 liter + 3 tutup botol air lerak ,diaduk. Rendam kain kedalam larutan
selanjutnya kain dikucek sampai air leraknya berbusa.Dibilas dengan air bersih.
b. Pencucian kain batik dengan Biji Lerak
Siapkan air 5 liter + 3-5 biji Lerak Rendam kain ke dalam larutan Rendam kain
kedalam larutan selanjutnya kain dikucek sampai air leraknya berbusa. Dibilas
dengan air bersih. Pengkajian dapat dilakukan sesuai dengan keperluan. Bila
diperlukan, setelah dilakukan pencucian kain batik supaya permukaannya bagus
dapat dilakukan pengkajian. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1) Siapkan 5 liter air panas.
2) Larutkan 2 sendok makan tepung kanji dalam 1 gelas air dingin.
3) Masukkan larutan kanji ke dalam 5 liter air panas dalam ember, diaduk
rata.
4) Masukkan kain batik kedalam ember ratakan larutannya, diamkan
sebentar.
5) Angkat , peras dan dikeringkan.
6) Diangin-anginkan.
2. Menglowong
Menglowong adalah memulai pekerjaan membatik dengan dua tahapan ngrengreng
yaitu memberi gambar corak dengan menggunakan lilin (malam) pada salah satu
penampang atau permukaan kain mori kemudian nerusi yaitu permukaan sebaliknya
perlu juga digambar lagi atau diblat.
3. Nembok
Yaitu menutup gambar dengan lilin agar gambar-gambar yang dikehendaki tetap
berwarna putih.
4. Medel
Yaitu kain putih yang sudah selesai diklowong atau ditembok kemudian dicelupkan
kedalam bak yang berisi laretan indigo.

Laporan Praktikum

5. Mbironi
Yaitu kain yang telah dimedel, agar warna biru yang dikehendaki tetap berwarna
biru, maka kain yang putih perlu ditutp dengan lilin atau malam agar jangan sampai
tercampur dengan warna lain, kegiatan ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan canting.
6. Nyoga
kain yang telah selesai dibironi kemudian satu per satu dimasukkan kedalam soga
agar mendapat warna coklat.
7. Melorot
Merupakan tahapan pekerjaan akhir yaitu dengan melepaskan semua lilin yang
masih tertinggal pada kain.
8. Melipat
Yaitu tahapan melipat kain batik sesuai dengan jenis dan ukuran.
9. Nggebuki
Adalah pekerjaan dimana kain-kain batik setelah menjadi lipatan-lipatan yang
sesuai kemudian dipukul dengan alas dan alat pemukul dari kayu jati sehingga akan
menghasilkan batik tulis yang halus dan terlipat dengan rapi untuk kemudian siap
dipasarkan.
10. Pengeringan
Untuk Pengeringankain batik sebaiknya dengan cara diangin-anginkan pada tempat
yang teduh jangan dijemur dibawah sinar matahari langsung. Jangan menggunakan
Setrika untuk menghaluskan permukaan kain batik.
11. Penyimpanan
Pengasapan dengan menggunakan ratus dapat dilakukan untuk membuat kain batik
menjadi harum sebelum disimpan. Penyimpanan kain batik sebaiknya dimasukkan
kedalam almari yang tertutup tidak terkena sinar lampu atau matahari secara
langsung dan pada tempat yang tidak lembab. Pemberian kapur barus didalam
almari yang dipergunakan untuk menyimpan kain batik, dapat dimasukkan kedalam
kantong kain kecil atau ditumbuk dimasukkan kedalam mangkuk kecil. Fungsi
kapur barus untuk mengusir ngengat, supaya kain batik tidak dimakan ngengat.

10

Laporan Praktikum

CIRI-CIRI BATIK TULIS


Ciri-ciri batik tulis adalah tanda-tanda yang mudah dikenal secara visual baik pada
batik tradisi maupun non tradisi, antara lain yaitu:
1. Pada pola desain batik tulis tidak terdapat ciri bolak-balik yang berulang secara
cepat.
2. Bentuk motif batik, garis dan isen-isen tidak berulang sama baik dalam suatu
desain maupun desain ulangnya.
3. Kain batik tulis berbau lilin batik.
4. Bila ada remukan lilin (khususnya yang sengaja dibuat), tidak akan dapat secara
teratur dan berulang.
5. Warna batik tulis kedua bidang bolak-balik sama.

V.

ALAT
1.
Canting
2.
Pemanas/kompor
3.
Wajan

VI.
1.
2.
3.
4.
5.
VII.

BAHAN
Kain Mori
Malam
Pensil
Zat warna naftol AS-BR
Garam GC
PROSEDUR KERJA
1. Buat motif atau corak pada kain mori sesuai dengan pola yang diinginkan.
2. Lelehkan malam sesuai keperluan.
3. Ambil lilin yang sudah leleh menggunakan canting dan tuliskan pada kain mori
yang sudah bermotif.

11

Laporan Praktikum

4.
5.
6.
7.

Maasukan ke dalam larutan pewarnaan untuk mendapatkan warna yang diinginkan.


Siapkan air panas untuk melorot lillin yang menempel pada kain mori.
Cuci kain hingga bersih dan keringkan hingga benar-benar kering.
Lakukan perintangan ulang untuk mendapatkan warna kedua, dan lakukan seperti
pada prosedur sebelumnya yakni pencucian dan pengeringan.

Resep Pencelupan
Resep dasar celupan ke 1
Larutan Naftol (Anset) AS-BR
-

Zat Warna Naftol = 2 gr


NaOH
38 Bc
= 1-2 gr atau 5 ml/l
Larutan Garam Diazonium= 6 gr

Cara pembuatan larutan anset :


-

Buat larutan anset sebanyak 2 liter


Zat warna naftol AS-BR 2 gr x 2 liter = 4 gr, ambil air dari 2 liter yg telah
disediakan sebanyak 5 ml panaskan, kemudian masukan zat warna naftol ke

dalam air panas.


Tambahkan 5 ml x 2 liter = 10 ml NaOH 38 Bc aduk sampai benar-benar larut

(larutan bening).
Masukan zat warna ke dalam larutan induk yang sudah jernih.
Masukan kain batik ke dalam larutan anset kira-kira selama 15 menit sambil

digoyangkan pada suhu kamar.


Atus kain batik hingga tidak menetes.

Cara membuat larutan garam diazonium :


-

Buat larutan garam diazonium untuk 2 liter.


6 gr x 2 liter = 12 gr (garam GC) larutkan dalam air hingga merata.
Masukan kain yang sudah diatuskan ke dalam larutan garam dalam keadaan

terlentang selama 10 menit sambil digoyangkan.


Angkat kain dan cuci hingga sisa warna bersih.

Cara membuat air lorotan :


-

Panaskan air di dalam panci pemanas hingga mendidih.

12

Laporan Praktikum

Masukan kain batik hingga seluruh malam terlorot (bersih/terlepas dari kain).
Cuci sampai bersih, kemudian keringkan.

13

Laporan Praktikum

VIII. HASIL PERCOBAAN

IX.

Hasil Pembatikan

PEMBAHASAN
Pada proses pembatikan kali ini didapatkan hasil yang kurang bagus karena motif
batik yang dihasilkan kurang terlihat dengan jelas dan juga kurang rapih, serta warna
yang dihasilkan kurang tajam. Hal ini disebabkan pada saat awal membuat pola batik
dengan menggunakan pensil pun sudah tidak rapih ditambah lagi ketika proses nembok
dengan lilin malam banyak yang meluber keluar dari pola yang sudah dibuat. Warna
yang dihasilkan kurang tajam dapat diakibatkan ketika proses perendaman kain di
dalam larutan anset dan larutan diazonium kurang merata dan kurang meresap ke dalam
kain serta ketika proses pelorodan lilin belum hilang sempurna sehingga warna yang
dihasilkan kurang maksimal karena masih ada yang tertutup oleh lilin.

X.

KESIMPULAN
Dari percobaan pembatikan kali ini didapatkan hasil yang kurang maksimal karena
disebabkan oleh beberapa faktor pada saat pengerjaannya.

XI.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

http://www.karatonsurakarta.com/batik.html diakses pada tanggal 10 Februari 2015


https://rumahusahalaudza.wordpress.com/2013/03/23/proses-pembatikan-secaralengkap/ diakses pada tanggal 10 Februari 2015

14

Laporan Praktikum

3.

http://batikdan.blogspot.com/2011/06/batik-tulis.html diakses pada tanggal 10

4.

Februari 2015
http://indonesia.gunadarma.ac.id/batik/index.php?
option=com_content&view=article&id=205:sejarah-batik&Itemid=232 diakses

5.

pada tanggal 10 Februari 2015


http://www.tradisionalindo.com/blog/sejarah-teknik-batik-di-indonesia diakses
pada tanggal 10 Februari 2015

15

Laporan Praktikum
Pencapan dengan Zat Warna Pigmen

16

Anda mungkin juga menyukai