Anda di halaman 1dari 12

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

Agustus
2013

Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia


Ricardo F. Nanuru*
ricardonanuru632@gmail.com

Abstrak
Pendidikan merupakan bagian penting yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Setiap manusia pasti berpendidikan, tergantung apakah pendidikan yang diperolehnya itu
diterima secara formal atau non formal. Pendidikan berperan penting dalam kehidupan
bermasyarakat, dimana pendidikan menyumbang bagi perkembangan pola pikir anggota
masyarakat yang akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat itu sendiri. tulisan
ini bertujuan melihat kondisi pendidikan di Indonesia dari sudut pandang progresivisme,
dengan harapan dapat memberi sedikit masukkan bagi perkembangan pendidikan di
Indonesia. Berdasarkan pembahasan yang dilakukan ternyata progresivisme yang
menekankan pada kebebasan individu anak dalam berkreasi dapat menjadi tawaran yang
menarik bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. SMK (sekolah menengah kejuruan)
yang menurut penulis penuh dengan tawaran kreativitas dapat diangkat kembali sebagai usaha
pemerintah dalam menyikapi persoalan pendidikan dalam hubungannya dengan dunia kerja.
Dengan memberikan ruang yang lebih banyak dan terbuka bagi pengembangan SMK,
diharapkan progresivitas pendidikan di Indonesia dapat lebih ditingkatkan.

Kata kunci : progresivisme; pendidikan; kebebasan individu.

Dosen pada Program Studi PGSD Universitas Halmahera

Page | 132

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan masalah
hidup dan kehidupan masyarakat. Proses
pendidikan berada dan berkembang
bersama perkembangan hidup dan
kehidupan manusia, bahkan keduanya
merupakan proses yang satu. Masalah
pendidikan tidak dapat dipecahkan
keseluruhannya
hanya
dengan
mempergunakan metode ilmiah semata,
akan tetapi untuk memecahkan masalah
pendidikan seseorang harus menggunakan
analisis filsafat (Jalaludin dan Idi,
1997:24).
Kedudukan
filsafat
dalam
pendidikan
dinyatakan
sebagai
fundamental yang pada dasarnya tidak
dapat diganti oleh mata kuliah dasar
lainnya. Filsafat merupakan sumber nilai
dan norma hidup yang menentukan warna
dan martabat hidup manusia . Guru adalah
pelaksana
kegiatan-kegiatan
dalam
menanamkan nilai dan norma pendidikan,
namun filsafat akan memberikan sumbersumber dasar dan pedoman yang
menentukan arah dan tujuan dari
pendidikan itu sendiri. Dengan demikian
dapat
dikatakan
bahwa
hubungan
fungsional antara filsafat dan pendidikan
dapat dilihat sebagai berikut :
a. Filsafat,
dalam
arti
filosofis
merupakan satu cara pendekatan yang
dipakai
dalam
memecahkan
problematika
pendidikan
dan
menyususn teori-teori pendidikan.
b. Filsafat berfungsi member arah bagi
teori pendidikan yang telah ada
menurut aliran filsafat tertentu yang
memiliki relevansi dengan kehidupan
yang nyata.

c.

Agustus
2013

Filsafat dalam hal ini filsafat


pendidikan, mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam
pengembangan teor-teori pendidikan
menjadi ilmu pendidikan. (Jalaludin
dan Idi, 1997:22)

Filsafat
pendidikan,
dapat
dikatakan paling erat kaitannya dengan
progresivisme, yaitu suatu aliran pemikiran
yang menganjurkan bahwa kebenaran
ditentukan oleh fungsi. Progresivisme
adalah aliran filsafat pendidikan yang
berfokus pada siswa dengan memberikan
keterampilan dan pengethuan yang
diperlukan tidak hanya untuk bertahan
hidup, tetapi juga untuk berhasil dalam
masyarakat kontemporer dan kompetitif.
Seperti namanya, progresivisme
adalah sebuah filosofi yang beradaptasi
untuk membantu siswa dalam masyarakat
dan negara saat ini. Ini adalah filsafat yang
mempromosikan pendidikan bertujuan
untuk
membantu
siswa
dalam
mengembangkan
jenis
keterampilan
pemecahan
masalah
yang
akan
memungkinkan mereka untuk berfungsi
dengan baik dalam masyarakat kompetitif.
Progresivisme berfokus pada mendidik
siswa dengan cara yang membuat mereka
menjadi orang dewasa yang produktif
fungsi cekatan dalam dunia yang
senantiasa berubah.
Progresivisme
sebagai
aliran
pendidikan ditopang oleh filsafat sosial
John
Dewey,
yang
menghendaki
implementasi
sosial
dalam
dunia
pendidikan.
Gerakan
pendidikan
progresivisme di stu pihak hadir sebagai
protes, dan di pihak lain sebagai visi atau
pandangan. Pada awalnya, aliran ini hadir
Page | 133

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

sebagai protes terhadap pendidikan yang


bersifat otoriter, resimentasi pemikiran,
standarisasi metode pendidikan yang
ditetapkan oleh psikologi pendidikan
(metode latihan dan disiplin formal).
Semulanya, pendidikan progresivisme
melaksanakan pendidikan yang berpusat
pada anak dalam kehidupan riil. Mereka
menganjurkan prosedur pendidikan yang
berdasarkan dorongan tumbuh kodrati dari
dalam, perkembangan pribadi secara
merdeka, dan minat spontan anak.
Henderson
(1959:121)
mengemukakan
bahwa
pendidikan
progresivisme dilandasi oleh filsafat
naturalisme romantika dari Rousseau, dan
pragmatisme dari John Dewey. Dasar dari
Rousseau yang melandasi progresivisme
adalah pandangan tentang hakikat manusia,
sedangkan dari pragmatisme Dewey adalah
pandangan tentang minat dan kebebasan
dalam teori pengetahuan. Secara lebih detil
mengenai aliran pemikiran filsafat
pendidikan progresivisme akan dibahas
dalam bagian-bagian berikut ini.

B. Pendidikan
dalam
Progresivisme
a. Latar
Belakang
Progresivisme

Tatanan
Munculnya

Pendidikan
dalam
aliran
Progressivisme ini muncul adalah sebagai
oposisi atas pendidikan model tradisional
di Amerika Serikat, sekitar tahun 1800-an.
Kebangkitan ini dipicu oleh adanya
anggapan dari masyarakat terutama para
pendidik bahwa sekolah gagal untuk
menjaga langkah dari zaman dengan
perobahan hidup yang terjadi dalam

Agustus
2013

masyarakat Amerika itu sendiri. It grew


from the belief that school had failed to
keep pace with rapid changes in American
life.(Whitney, 1964: 716).
Perkembangan
zaman
yang
ditopang oleh kemajuan ilmu dan teknologi
dalam tatanan masyarakat membutuhkan
kemajuan dalam pendidikan itu pula.
Untuk menjawab persoalan inilah yang
menjadi dasar pemikiran dari pendidikan
model filsafat progressivisme ini. Adapun
para tokoh pada tahun 1800-an yang
memunculkan aliran filsafat pendidikan ini
adalah Horace Mann, Francis Parker dan G
Stanley Hal. Dan pada thun 1900-an adalah
John Dewey dan William H Kilpatrick.
Para pendidik Progressivisme ini
mecoba untuk mereformasi metode
pendidikan di sekolah dasar. Sebagaimana
sekolah tradisional biasanya menekankan
pelajaran terhadap subjek tertentu,
membaca, menulis, aritmetika, geografi,
sejarah dan tata bahasa. Guru mengajar
atau mendiktekan pelajaran tersebut
kemudian pelajar menuliskannya pada
buku catatan masing-masing. Murid
kemudian mempelajari inti pokok dari apa
yang ada dalam buku catatan dan
kemudian diperhadapkan kepada teks buku
mereka. Guru menjalankan tugasnya
sepanjang pelajaran berlangsung kecuali
pada saat para murid diperintahkan untuk
menghafalkan bahan pelajaran. Dan para
murid duduk pada jajaran meja tulis dan
mereka tidak boleh berbicara kecuali
dengan ijin dari guru (Whitney, 1964:
716).
Dengan
demikian
dapat
digambarkan bahwa pendidikan tradisional
saat itu sangat menekankan:
- Otoritas penuh dari guru
pengajar
Page | 134

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

Menekankan metode instruksi


pada buku teks
- Pengajaran yang pasif melalui
ingatan atas data yang dipelajari
- Pendidikan
terisolasi
dari
realitas social, dan
- Hukuman badan sebagai sebuah
bentuk
untuk
menegakkan
displin. (Ornstein dan Levine,
1985: 203)
Dengan kata lain, bahwa sistem
pendidikan yang ditekankan adalah
displin yang kuat dan tegas serta
pemberian hukuman diupayakan untuk
membangun tata tertib proses belajar
mengajar.
-

b. Progresivisme dan Pendidikan


Sebagaimana dikatakan di atas
bahwa Progressivisme muncul untuk
mereformasi metode-metode pendidikan
tradisional. Apa yang dilakukan oleh
metode pendidikan tradisional, maka hal
yang sebaliknyalah yang dilakukan oleh
Progressivisme.
Para
pendidik
progressivisme berpikiran bahwa para guru
haruslah dibayar lebih banyak agar mereka
lebih banyak juga memberikan perhatian
kepada murid-murid secara individu dan
menghilangkan pandangan atau pendapat
bahwa semua murid itu memiliki
kemampuan yang sama. Penekanananya
adalah: a movement within the broad
frame-work of American education and a
theory that urged the liberation of the child
from the traditional emphasis on rote
learning, lesson recitations and textbook
authority. (Ornstein dan Levine, 1985:
203).
Pendidikan Progressivisme adalah
sebuah teori dengan sistem pendidikan

Agustus
2013

yang mementingkan kemerdekaan dan


kebebasan anak dari tekanan pengajaran
dengan system hafalan, pendiktean bahan
pelajaran dan otorisasi terhadap buku teks.
Para pendidik Progressivisme meyakini
bahwa para murid belajar lebih baik
apabila mereka dengan sungguh-sungguh
sangat perhatian atas apa yang dipelajari,
yaitu materi pelajaran yang disukai dan
sebaliknya akan terjadi bahwa mereka
tidak akan belajar dengan baik apabila
mereka ditekan untuk menghafal dan
mengingat berbagai macam fakta-fakta
yang dianggap percuma. Anak-anak
seharusnya
belajar
melalui
kontak
langsung dengan sesuatu objek pelajaran,
tempat dan orang-orang sebagaimana
dibaca atau didengarkan oleh mereka.
Child-centerred progressives saw the
school as a place where children would be
free to experiment, to play and to express
themselves( Ornstein dan Levine, 1985:
204).
Berdasarkan hal di atas, maka
dalam sistem pendidikan Progressivisme
ini
sekolah seharusnya tidak hanya
memiliki satu ruang kelas, melainkan juga
harus memiliki ruang kerja, laboratorium
ilmu, studio, ruang seni, ruang masak,
gedung olah-raga dan perkebunan. Dengan
fasilitas ini, para pengajar Progressivisme
yakin bahwa dengan prosedural pengadaan
fasilitas ini akan secara otmatis
membangun fisik, sosial, emosi alamiah
mereka sebagaimana adanya (Whitney,
1964: 717). Para anak didik juga memiliki
wadah untuk mengekspresikan apa yang
ada dalam pikiran mereka.
Pendidik
Progressivisme
juga
menekankan aktivitas, informalitas dalam
kelas. Mereka meyakini bahwa anak-anak
akan belajar lebih baik ketika mereka dapat
Page | 135

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

bergerak dan bekerja pada cara mereka


sendiri. Dalam pelaksanaan proses belajar,
anak-anak dituntut mengumpulkan materimateri dari beberapa sumber , bukan hanya
dari satu buku teks yang telah ditentukan
saja.
Dan
penyelesaian
problem
dilaksanakan secara berkelompok dengan
murid-murid yang lain (Whitney, 1964:
717). Artinya, bahwa diskusi, drama,
music dan aktivitas seni menjadi prosedur
kelas disamping pelajaran dan kegiatan
menghafal.
Adapun yang menjadi prinsipprinsip pendidikan yang dianut oleh aliran
ini dapat didaftarkan secara singkat adalah:
- Anak-anak
dibiarkan
bebas
berkembang secara alami
- Perhatian, didorong langsung
pada pengalaman, karena ini
dianggap sebagai pendorong yang
paling baik dalam pengajaran.
- Guru harus menjadi seorang nara
sumber dan seorang pembimbing
dan pengarah dalam aktivitas
pembelajaran.
- Sekolah
Progressivisme
seharusnya
menjadi
sebuah
laboratorium
bagi
reformasi
pendidikan dan tempat untuk
bereksperimen (Ornstein dan
Levine, 1985: 203)
Pendapat senada juga disampaikan
Kneller (1971: 134), yaitu bahwa prinsip
pendidikan progresivisme adalah:
1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri,
bukan
persiapan
untuk
hidup.
Kehidupan
yang
baik
adalah
kehidupan intelegen, yaitu kehidupan
yang mencakup interpretasi dan
rekonstruksi pengalaman.

Agustus
2013

2. Pengajaran harus secara langsung


dihubungkan
dengan
berbagai
kepentingan anak.
3. Belajar melalui pemecahan masalah
harus didahulukan dari belajar melalui
subject matter.
4. Peran guru tidak langsung tetapi untuk
memberikan petunjuk kepada anak.
5. Sekolah perlu mendorong kerjasama
dibanding kompetisi.
Dengan
kata
lain,
bahwa
pendidikan model Progressivisme ini
sangat menekankan bahwa si anak harus
diajar menjadi seorang yang berdiri sendiri
(independen), menjadi seorang pemikir
yang percaya diri. Dalam hal ini, si anak
diarahkan untuk belajar dan mempelajari
persoalan-persoalan yang ia anggap paling
menarik, yaitu dengan memilih sendiri
pokok persoalan yang hendak dipelajari,
kemudian menetapkan defenisi bagi
dirinya sendiri atas persoalan yang sedang
diteliti atau yang sedang dikerjakannya.
Selanjutnya ia akan mengekspresikan apa
yang ia rasakan dan yang ia yakini. Peran
sang guru di sini adalah membantu murid
untuk belajar dan mendisplinkan sang anak
agar tetap konsekwen atas apa yang telah
ia pilih sebagai persoalan yang paling ia
minati.
C. Analisis
Colliers Enciclopedia, menyatakan :
Progressivism assumes that the world
change and that in a universe that is
not particularly concerned with him,
man can rely only upon this ability to
think straight. To the progressive, the
universe is open ended and man is
creative; thus it is mans task to bring
Page | 136

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

into being all the wonders that can be


conceived of in his imagination
(Halsey, 1971: 326)
Aliran Progressivis ini menganggap
bahwa dunia ini selalu berubah, dan hanya
manusialah yang dapat berpikir lurus.
Alam semesta ini adalah ruang terbuka
yang memiliki banyak rahasia, sedangkan
manusia memiliki kretifitas. Maka dalam
hal ini manusia dapat dengan leluasa untuk
membuka rahasia yang ada dalam alam
semesta ini. Dan untuk itu, pendidikan
Progressivisme
bertujuan
untuk
menjadikan manusia itu menjadi orangorang yang dapat membuka rahasia dari
alam semesta. Inilah yang menjadi tujuan
pendidikan aliran ini.
Alam semesta memiliki problemproblem. Dan itu sangat mempengaruhi
keberadaan manusia. Maka, dengan
sendirinya manusia itu sendirilah yang
harus mencari pemecahan masalahnya
sendiri. Dan murid diberi keleluasaan
untuk membangun kratifitasnya dalam hal
menjawab problem yang terjadi, namun
sesuai dengan minatnya sendiri.
Dalam bukunya, Allan C Ornstein
dan Daniel U Levine mencatatkan bahwa :
Progressives generally were not
interested in using the curriculum to
transmit subjects to student. Rather,
the curriculum was to come from the
child. Learning could take a variety of
forms such as problem such as
problem solving , field trips, creative
artistic expression, and projects.
Above all, progressives saw the
teaching- learning as active, exciting
and everchanging (Ornstein dan
Levine, 1985: 205).

Agustus
2013

Dijabarkan
bahwa
sistem
pendidikan ini tidak begitu menekankan
kurikulum kepada para murid. Tetapi,
justru yang terjadi adalah bahwa kurikulum
itu berasal dari murid itu sendiri. Menurut
hemat saya bahwa di sinilah kelemahan
dari system pendidikan aliran ini.
Kendatipun ada kurikulum, itupun bersifat
fleksibel.
Sekolah yang baik adalah sekolah
yang dapat memberi jaminan kepada para
siswanya selama ia belajar. Maksudnya
adalah bahwa sekolah harus mampu untuk
membantu dan menolong siswanya untuk
bertumbuh dan berkembang serta memberi
keleluasaan tempat untuk para murid
untuk
mengembangkan
minat
dan
bakatnya melalui bimbingan para guru.
Hal ini adalah benar. Akan tetapi, untuk
mengarahkan apa yang menjadi maksud
dan tujuan penyelenggaraan pendidikan itu
dituangkan melalui kurikulum yang jelas
dan tepat. Namun, yang terjadi adalah
bahwa bagi aliran ini memandang bahwa
segala
sesuatu
adalah
berasaskan
fleksibilitas, dinamis
dan didalamnya
termasuk kurikulum.
Aliran ini memandang bahwa
kurikulum itu haruslah fleksibel, tidak
kaku, dapat berubah setiap saat, tidak
terikat oleh doktrin tertentu. Ia harus
bersifat terbuka. Jadi, kurikulum itu bisa
diubah dan dibentuk sesuai dengan
kemauan si murid. Artinya, kurikulum
harus dapat mewadahi aspirasi murid.
Dengan penggambaran demikian,
dapat dikatakan bahwa di satu sisi
mungkin sistem pendidikan ini mendorong
kreativitas anak, namun akan menjadi
kesulitan untuk mengarahkannya sampai di
mana maksud dan tujuan dari kreatifitas si
anak tersebut.
Page | 137

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

Sistem pendidikan Progressivisme


ini sangat berbeda dengan apa yang
menjadi
prinsip
pendidikan
aliran
Essensialisme. Bagi aliran Essensialime
sendiri, tujuan dari pendidikan itu sangat
jelas dituangkan dalam kurikulum, yaitu
untuk membina peradaban bagi manusia
itu sendiri, untuk memberikan sebuah
kemampuan yang dapat dipergunakan
dalam mengatasi kehidupannya dan
persoalan kemasyarakatan serta untuk
menjadikan murid tersebut nantinya
menjadi masyarakat terpelajar dan yang
memiliki moral dan kesopanan yang baik
(Ornstein dan Levine, 1985: 198).
D. Relevansi Progresivisme Pendidikan
di Indonesia
a.

Sekilas Tentang Pendidikan di


Indonesia
Indonesia
merupakan
negara
kepulauan yang terbagi dalam 34 provinsi.
Ibukota Indonesia adalah Jakarta, suatu
kota yang terletak di Pulau Jawa. Bisa kita
lihat bahwa jarak antara kota yang satu dan
kota lain yang berbeda pulau tidaklah
mudah
untuk
ditempuh.
Mungkin
perbedaan jarak dan sulitnya menjangkau
kota yang satu dengan yang lain, memberi
banyak pengaruh terhadap berbagai aspek,
termasuk aspek pendidikan Indonesia.
Ketika kita berbicara tentang pendidikan
Indonesia, tidak sedikit masyarakat yang
mengatakan bahwa kita termasuk negara
yang tertinggal dalam hal pendidikan.
Apakah itu benar?
Dahulu, ketika Belanda menjajah
Indonesia, di negara kita didirikan berbagai
jenis sekolah, seperti ELS (Eurospeesch
Lagere School), Sekolah Bumi Putera,
Sekolah Desa, dan HBS (Hogere Burger

Agustus
2013

School). Waktupun terus berputar hingga


akhirnya
Indonesia
dapat
meraih
kemerdekaan,
17
Agustus
1945.
Kemerdekaan membawa perubahan dalam
berbagai aspek, sistem pendidikan di
Indonesia juga turut berubah (Wenie
Martin Dahlia, 2010: 1).
Beberapa tahun yang lalu, di
Indonesia terdapat berbagai jenis sekolah,
seperti SMEA, SPG dan STM. Sekolahsekolah tersebut merupakan bentuk
sekolah vokasi. Namun, tidak lama
kemudian terjadi penyederhanaan sehingga
hanya terdapat SMA dan SMK. Seiring
berjalannya waktu, nama SMK seolah-olah
menjadi lenyap dan kurang diminati oleh
banyak masyarakat. Akibatnya, di daerahdaerah banyak berlangsung pembangunan
SMA, SMK sudah sangat jarang terdengar.
Belakangan.
Lalu bagaimana dengan sistem
pendidikan Indonesia saat ini? Apakah
pemerintah sudah mampu memberikan
yang terbaik untuk rakyatnya? Sebelum
menjawab pertanyaan tersebut, terlebih
dahulu kita lihat pendidikan di Amerika, di
negara maju tersebut terdapat kurikulum
terintegrasi
(integrated
curriculum),
metode mengajar yag berpusat pada siswa
(student centered teaching method),
pengajaran atas dasar kemampuan dan
minat individu (individualized instruction),
dan sekolah alternatif. Lalu, bagaimana
dengan negara maju lainnya seperti Cina?
Cina membagi pendidikannya ke dalam
empat sektor, yaitu basic education,
technical and vocational education, higher
education, dan adult education. Bahkan,
pemerintahnya
juga
menyediakan
pendidikan prasekolah yang materinya
meliputi permainan, kegiatan kelas, olah

Page | 138

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

raga, aktivitas sehari-hari serta pekerjaan


fisik (Wenie Martin Dahlia, 2010: 1).
Kemudian,
bagaimana
dengan
Indonesia? Apakah pemerintah perlu
merasa iri dengan segala kemajuan
pendidikan di negara lain? Kurikulum
Berbasis
Kompetensi
(KBK)
dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan kurikulum pendidikan
yang berkembang di Indonesia. Kalau kita
tinjau dari konsep pengadaan kurikulum
tersebut, kurikulum kita tidak kalah dengan
kurikulum yang diterapkan di negaranegara maju lain, seperti Amerika. Akan
tetapi, yang terjadi di negara kita adalah
sangat sulit untuk menerapkan seperti apa
yang telah dikonsepkan. Dalam penerapan
kurikulum tersebut, banyak terjadi
ketidaksesuaian. Mungkin pemerintah
sering mengadakan studi banding terhadap
pendidikan di negara lain. Akan tetapi,
pemerintah juga harus melakukan studi
banding di dalam negeri. Pemerintah dapat
melihat langsung kondisi dan kemampuan
masyarakat sehingga pemerintah dapat
menerapkan suatu kurikulum yang asli
Indonesia yang benar-benar sesuai untuk
digunakan di Indonesia sehingga dapat
menjawab keinginan bangsa Indonesia
akan pendidikan (Wenie Martin Dahlia,
2010: 2).
Penerapan yang tidak sesuai dengan
konsep juga terjadi pada pengadaan
sekolah gratis. Padahal, apabila subsidi dan
pengadaan sekolah gratis bisa berjalan
sebagaimana mestinya, pasti rakyat
Indonesia yang tidak mempunyai biaya
pendidikan bisa mendapatkan haknya
untuk mendapatkan pendidikan yang layak,
seperti yang telah diatur dalam UUD 1945.
Lalu, Mengapa pendidikan di negara
kita sangat jauh dari kata baik? Apakah

Agustus
2013

persoalan sarana prasarana pendidikan


yang tidak memadai merupakan suatu
masalah untuk pendidikan Indonesia?
Banyak masyarakat yang mengatakan
bahwa pemerintah sangat tidak adil
terhadap pendistribusian segala hal di
bidang pendidikan, sebut saja penyebaran
tidak merata. Tidak semua sekolah
memiliki fasilitas yang memadai untuk
menunjang
berlangsungnya
sistem
pendidikan. Namun, terdapat juga sekolah
yang fasilitasnya sudah memadai, tetapi
sekolah
tersebut
tidak
dapat
memaksimalisasikan fungsi dari fasilitas
penunjuang
pendidikan
tersebut.
Bagaimana dengan kondisi guru di
Indonesia? Beberapa tahun ini, setiap
tahun di negara kita selalu diadakan ujian
nasional. Apa permasalahannya? Menurut
survey, banyak oknum pendidikan yang
seolah-olah
menjadi
contoh
untuk
memperburuk moral bangsa. Hal tersebut
terjadi
karena
banyaknya
oknum
pendidikan terutama guru yang bersifat
komersial. Banyak sekolah-sekolah yang
menghalalkan banyak cara (termasuk yang
negatif) hanya untuk meningkatkan grade
sekolahnya.
Apakah yang harus dilakukan
pemerintah? Kenyataannya, hal yang
paling sulit dilakukan adalah mengubah
moral atau perilaku seseorang. Mungkin,
yang dapat dilakukan pemerintah adalah
menerapkan sanksi tegas untuk setiap
pendidik
yang
melakukan
tindak
kecurangan. Pemerintah juga harus
menerapkan standar yang tinggi untuk
seorang pendidik. Misalnya, seorang
pendidik diwajibkan memiliki gelar
minimal S-1. Bahkan, pemerintah bisa
mengadakan ujian tertulis dan praktek
mengajar untuk setiap calon guru agar
Page | 139

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

mendapat sertifikat. Saya rasa hal tersebut


sudah berlangsung di negara kita, tetapi
pelaksanaannya kurang maksimal. Masih
terdapat kebocoran-kebocoran (Wenie
Martin Dahlia, 2010: 3).
Banyak mahasiswa yang berpendapat
bahwa mereka menginginkan pendidikan
yang terfokus. Kami belajar untuk hidup,
untuk masa depan, bukan hanya untuk saat
ini. Kami semua para pelajar dan
mahasiswa
membutuhkan
seorang
pendidik,
bukan
pengajar.
Karena
kenyataannya yang ada saat ini hanyalah
oknum
pengajar,
bukan
pendidik.
Pendidikan seharusnya tidak menuntut
kami untuk selalu menerapkan Study
Oriented. Sebab, pada kenyataannya yang
dibutuhkan di dunia kerja, di dunia nyata
adalah sebuah penerapan (praktek). Lalu
bagaimana supaya belajar itu bisa
menyenangkan?
Semuanya
akan
menyenangkan apabila kita melakukan
sesuatu sesuai dengan minat kita.
Bagaimana supaya masyarakat sasaran
pendidikan bisa lebih terfokus dalam
menempuh pendidikannya? Hal inilah
yang akan kita lihat pada bagian
selanjutnya dalam kajian ini.
b.

SMK : Sebuah Tawaran Progresivisme


Pendidikan ?

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)


sebenarnya menurut hemat penulis telah
cukup menjawab problematika pendidikan
di Indonesia, jika dikelola secara baik oleh
pemerintah.
Tujuan
pendidikan,
kurikulum, dan hal lain menyangkut
pendidikan
yang dianjurkan aliran
progresivisme pendidikan sebenarnya
tercermin dalam SMK. Hal yang salah
selama ini menurut penulis ada pada

Agustus
2013

pemahaman yang keliru yang berkembang


di masyarakat yang seakan-akan menganak tiri-kan SMK dan mengagungagungkan SMA.
Mengapa banyak
yang tidak
berminat ke SMK? Ini semua sebagian
besar mungkin karena masalah gengsi dan
alur kehidupan. Kondisi SMK yang tidak
lagi dikembangkan dan minimnya jumlah
SMK, membuat SMK seolah-olah menjadi
tidak begitu bermakna. Banyak orang yang
memiliki gengsi tinggi, hal tersebut
membuatnya
lebih
memilih SMA,
mengapa demikian? Apakah duduk di
bangku SMK merupakan hal yang
menimbulkan rasa malu? Pemerintah perlu
melakukan
pembenahan
untuk
pengembangan SMK supaya masyarakat
yang ingin mendapatkan pendidikan yang
langsung sesuai dengan bidangnya bisa
mendapatkan pendidikan sebagaimana
mestinya.
Hal ini sebenarnya mulai perlahanlahan dilakukan pemerintah.
Dalam
pemberitaan Koran Tempo Interaktif,
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
menyatakan bahwa kebutuhan tenaga kerja
terampil dari SMK lebih banya. Untuk itu,
tahun pada tahun 2009 lalu, komposisi
SMK ditargetkan menjadi 40 persen.
Konsep kejuruan ini ternyata telah diakui
pemerintah
sebagai
langkah
menanggulangi pengangguran yang terus
bertambah di Indonesia (Tempo Interaktif,
26/03/2009).
Pendidikan kejuruan atau SMK
sebenarnya baik dalam rangka membina
bakat dan kreatifitas peserta didik sehingga
ketika keluar dari dunia pendidikan formal
dan berhadapan dengan kehidupan
masyarakat, mereka tidak akan kewalahan
menciptakan lapangan kerja sendiri.
Page | 140

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

Berkaitan dengan itu pula, SMK menurut


hemat penulis akan mampu menjawab
tantangan persaingan dunia kerja karena
bakat dan kreatifitas yang dikembangkan
berbeda-beda bidangnya. Hal ini bertolak
belakang dengan sistem pendidikan di
SMA yang diseragamkan dari Sabang
sampai Merauke, walaupun karakteristik
budaya dan daerahnya berbeda-beda.
Pola pendidikan di SMK bahkan bisa
berbeda pada setiap daerah tergantung
karakteristik daerahnya, bahkan yang lebih
kini terjadi bahwa SMK diarahkan untuk
menjawab peluang kerja perusahaanperusahaan atau pemilik modal yang
menjadi sponsor atau penyumbangnya. Hal
ini bisa kita lihat ketika pertengahan tahun
lalu PT Toyota Astra Motor (TAM)
menyelenggarakan pendidikan berbasis
kemitraan, Toyota-Technical Education
Program (T-TEP) yang menggandeng
SMK se-Indonesia. Tujuan kerja sama ini
adalah mempersiapkan lulusan dari
sekolah kejuruan teknik yang akan
memasuki
industri
otomotif
(http://www.okezone.com/toyota-gandengsmk-se-indonesia/html/juli/2010/).
SMK menurut penulis adalah sekolah
berbasis
pengalaman
seperti
yang
dikembangkan Dewey.
Pengalaman
merupakan istilah kunci jika tidak mau
disebut sebagai inti dari pendidikan di
sekolah. Belajar berdasarkan pengalaman
akan membuat peserta didik tidak akan
kebingungan dan kewalahan ketika
diperhadapkan pada kondisi riil dunia kerja
nantinya. Semoga SMK menjadi tawaran
yang terus digaungkan pemerintah
sehingga masyarakat tidak lagi merasa
genggsi untuk masuk di SMK.

Agustus
2013

E. Penutup
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Filsafat progresivisme dalam wujud
yang murni memperkenalkan bahwa
pendidikan selalu ada dalam nuansa
proses pengembangan. Pendidikan
harus siap untuk memodifikasi metode
dan
kebijakan-kebijakan
yang
berhubungan dengan perkembangan
pengetahuan dan perubahan yang baru
dalam lingkungan.
2. Pendidikan
progresif
harus
memperkenalkan konsep anak secara
utuh sebagai satu jawaban atas apa
yang mereka pertimbangkan; terhadap
anggapan atau penafsiran sebagian
sifat anak. Dengan demikian, sekolah
menjadi pusat perhatian anak
dimana proses belajar ditentukan oleh
setiap anak.
3. Pandangan progresivisme terhadap
anak, adalah sebagai organism yang
memahami satu proses pengalaman.
Anak
merupakan
bagian
dari
lingkungan, hidup dalam dan dengan
interaksi dengan segala apa yang ada
di lingkungannya. Anak selaku
makluk alamiah terhubung dengan
benda-benda
alamiah
lainnya,
sekaligus sebagai suatu perkembangan
sendiri. Masalah sentral dalam
pendidikan
anak
adalah
mengembangkan kecerdasannya agar
dapat menjadi anak yang lebih baik.
4. Dengan tetap berpijak pada ide
demokrasi, progresivisme menekankan
perkembangan kecerdasan kooperatif
untuk mencapai pribadi yang integral.
Pribadi yang integral tidak cukup
hanya
dengan
menyumbangkan
Page | 141

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

5.

6.

7.

8.

potensi dari dalam, tetapi harus


dinteraksikan
dengan
individuindividu lainnya.
Tujuan pendidikan progresivisme
adalah memberikan keterampilan dan
alat-alat yang bermanfaat untuk
berinteraksi dengan lingkungannya
yang berada dalam proses perubahan
secara terus-menerus. Yang dimaksud
dengan alat-alat adalah keterampilan
pemecahan masalah yang dapat
digunakan oleh individu untuk
menentukan,
menganalisis,
dan
memecahkan masalah. Proses belajar
terpusatkan pada perilaku kooperatif
dan disiplin diri, dimana kebudayaan
sangat
dibutuhkan
dan
sangat
berfungsi dalam masyarakat.
Anak harus memahami pengalaman
pendidikan sebagai hal yang terjadi di
sini dan sekarang, memiliki
landasan filosofi pendidikan adalah
hidup
dan
belajar
dengan
melakukan.
Para
progresivis
mendorong sekolah agar menyediakan
pelajaran bagi setiap individu yang
berbeda, baik dalam hal mental, fisik,
emosi, dan perbedaan sosial.
Mutu pendidikan tidak ditentukan
dengan menerapkan suatu ukuran
standar kebaikan, kebenaran, dan
keindahan, tetapi pendidikan diartikan
sebagai suatu rekonstruksi pengalaman
yang berkesinambungan secara terus
menerus.
Kurikulum pendidikan yang tepat di
sini adalah yang mempunyai nilai
edukatif, yang memperhatikan semua
jenis belajar yang bahan-bahannya
dapat membantu perkembangan anak,
pemuda maupun orang dewasa. Selain
itu, kurikulum juga harus dapat

Agustus
2013

mendorong perkembangan pribadi


yang mencakup perkembangan minat
berpikir maupun kemampuan praktis.
9. Pendidikan
menurut
aliran
progresivisme
ini
menekankan
kreativitas murid, di mana ia dengan
bebas mengekspresikan apa yang
menarik dalam pikirannya. Guru
hanya bertugas untuk membimbing
dan mengarahkan maksud dan tujuan
murid, tidak boleh lebih dari itu.
Kurikulum bersumber dari murid dan
kemudian ia difasilitasi oleh sekolah
semaksimal mungkin. Aliran ini tidak
berpatokan kepada kurikulum yang
sifatnya baku, sehingga untuk menilai
hasil dari pendidikan itu menjadi
sangat sulit. Dan inilah yang menjadi
kelemahannya.
10. SMK sebagai bagian pendidikan di
Indonesia sudah sepantasnya terus
dikembangkan dan menjadi prioritas
pendidikan di Indonesia. Hal ini
dirasakan perlu mengingat lulusan
SMA bahkan perguruan Tinggi yang
tidak memiliki spesialisasi cenderung
menjadi pemasok utama tingkat
pengangguran di Indonesia. Dengan
dikembangkannya
SMK
dengan
berbagai minat, bakat dan kreatifitas,
ditambah dengan kerjasama-kerjasama
dengan berbagai perusahaan pemilik
modal diharapkan lulusan SMK akan
menjadi tenaga terampil siap pakai
baik di perusahaan sponsor, maupun
dengan membuka lapangan kerja
sendiri.
Daftar Pustaka
Halsey, D William (Ed), 1971, Collier
Encyclopedia,
London:

Page | 142

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404

Crowell-Collier
Education
Corporation.
Henderson, Stela van Pettern, 1959,
Introduction to Philosophy of
Education,
Chicago:
The
University of Chicago
Jalaluddin, H dan Idi, Abdullah, 1997,
Filsafat Pendidikan, Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Kneller, GF, 1971, Introduction To The
Philosophy Of Education ,
Calivornia:
University
of
California
Ornstein, Alan C and Levine, Daniel U,
1985, An Introduction to the
Foundations of Education,
Boston: Houghton Mifflin
Company.
Whitney, David C, 1964, The Wolrd
Book Encyclopedia, London:
Field Enterprises Educational
Corporation.

Agustus
2013

Internet:
http://www.indonesiaberprestasi.web.id/
2010/05/buat-ibu-pertiwi-tersenyumdengan-memajukan-pendidikan/
diakses : 3 Januari 2011.
http://www.tempointeraktif.com/hg/pen
didikan/2009/03/26/brk,20090326166674,id.html
diakses: 3 Januari 2011.
http://www.okezone.com/toyotagandeng-smk-seindonesia/html/juli/2010/ diakses: 3
Januari 2011.

Page | 143

Anda mungkin juga menyukai