PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan
mengobati penyakit serta
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Screening Dalam Epidemiologi.
Penyaringan atau screening adalah upaya mendeteksi/mencari penderita dengan
penyakit tertentu dalam masyarakat dengan melaksanakan pemisahan berdasarkan gejala
yang ada atau pemeriksaan laboratorium untuk memisahkan yang sehat dan yang
kemungkinan sakit, selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan.
Contoh Screening :
1. Mammografi untuk mendeteksi Ca Mammae
2. Pap smear untuk mendeteksi Ca Cervix
3. Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi
4. Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus
Bila hasil test positif maka dilakukan test/pemeriksaan diagnostik. Test skrening dapat
dilakukan dengan menggunakan :
1. Pertanyaan / kuisioner
2. pemeriksaan fisik
3. pemeriksaan laboratorium
4. X Ray termasuk diagnostik imaging
Jenis penyakit yang tepat untuk screening
Merupakan penyakit yang serius
Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untung dibandingkan setelah gejala muncul
Prevalensi penyakit preklinik harus tinggi pada populasi yang discreening.
Sasaran
Sasaran penyaringan adalah penyakit kronis seperti :
HIV-AIDS
Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan :
1. Opportunistik screening
Adalah penjaringan yang dilakukan pada pasien yang datang untuk memeriksakan
kesehatannya
2. Mass Screening
Adalah screening yang dilakukan secara masal (melibatkan populasi secara
keseluruhan)
3. Selectiv Screening
Adalah screening yang dilakukan pada kelompok tertentu
4. Singgle Disease Screening
Adalah screening yang dilakukan pada satu jenis penyakit saja
5. Multiphasic Screening
Adalah screening yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode tertentu
6. Chase Finding Screning
Adalah screening yang dilakukan karena penemuan kasus baru
7. Penyaringan Yang Ditargetkan
Penyaringan yang dilakukan pada kelompok-kelompok yang terkena paparan yang spesifik.
2.3 Cara Melakukan Screening Dalam Epidemiologi.
2. Pap smear; Pap smear merupakan kepanjangan dari Papanicolau test. Tes ini ditemukan oleh
Georgios Papanikolaou. Tes ini merupakan tes yang digunakan untuk melakukan skrening
terhadap adanya proses keganasan (kanker) pada daerah leher rahim (servik). Peralatan yang
digunakan yaitu; spatula/sikat halus, spekulum, kaca benda, dan mikroskop.
3.
4.
Photometer; Merupakan alat untuk memeriksa kadar gula darah melalui tes darah. Mulamula darah diambil menggunakan alat khusus yang ditusukkan ke jari. Darah yang menetes
keluar diletakkan pada suatu strip khusus. Strip tersebut mengandung zat kimia tertentu yang
dapat bereaksi dengan zat gula yang terdapat dalam darah. Setelah beberapa lama, strip
tersebut akan mengering dan menunjukkan warna tertentu. Warna yang dihasilkan
dibandingkan dengan deret (skala) warna yang dapat menunjukkan kadar glukosa dalam
darah tersebut. Tes ini dilakukan sesudah puasa (minimal selama 10 jam) dan 2 jam sesudah
makan.
5. Plano Test; Untuk mendeteksi kehamilan (memeriksa kadar HCG dalam darah)
6. EKG (Elektrokardiogram); Untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner.
7. Pita Ukur LILA; Untuk mendeteksi apakah seorang ibu hamil menderita kekurangan gizi
atau tidak dan apakah nantinya akan melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) atau tidak.
8.
9.
Pemeriksaan fisik Head to Toe; Untuk mendeteksi adanya keadaan abnormal pada ibu
hamil.
10. Rectal toucher; Yang dilakukan oleh dokter untuk mendeteksi adanya cancer prostat. Tes
skrining mampu mendeteksi kanker ini sebelum gejala-gejalanya semakin berkembang,
sehingga pengobatan/ treatmennya menjadi lebih efektif. Pria dengan resiko tinggi terhadap
kanker prostat adalah pria usia 40 tahunan.
11. Pervasive Developmental Disorders Screening Test PDDST II; PDDST-II adalah salah
satu alat skrening yang telah dikembangkan oleh Siegel B. dari Pervasive Developmental
Disorders Clinic and Laboratory, Amerika Serikat sejak tahun 1997. Perangkat ini banyak
digunakan di berbagai pusat terapi gangguan perilaku di dunia. Beberapa penelitian
menunjukkan hasil yang cukup baik sebagai alat bantu diagnosis atau skrening Autis.
12. CHAT (Checklist Autism in Toddlers, di atas usia 18 bulan); Terdapat beberapa perangkat
diagnosis untuk skreening (uji tapis) pada penyandang autism sejak usia 18 bulan sering
dipakai di adalah CHAT (Checklist Autism in Toddlers).
13. Audio Gram dan Typanogram; Untuk mendeteksi adanya kelainan atau gangguan
pendengaran
14.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CAT Scans (Computer Assited Axial
Tomography); Sangat menolong untuk mendiagnosis kelainan struktur otak, karena dapat
melihat struktur otak secara lebih detail.
15. Optalmoskop dan Tonometer; Pemeriksaan syaraf optik dengan alat optalmoskop,
pemeriksaan tekanan mata dengan tonometer, jika perlu pemeriksaan lapang
pandangan. Penyakit mata ini akan merusak saraf optik dan dapat menyebabkan
kebutaan. Hilangnya penglihatan timbul bahkan sebelum orang tersebut menyadari
gejala-gejalanya. Tes skrining glukoma mencari tekanan tinggi abnormal di dalam
mata, untuk mencegahnya sebelum terjadi kerusakan pada saraf optik Tes skrining
glukoma berdasarkan umur dan faktor resiko lainnya dilakukan setiap 2-4 tahun untuk
umur kurang dari 40 tahun, untuk usia 40-45 tahun dilakukan skrining tiap 1-3 tahun,
usia 55-64 tahun skrining tiap 1-2 tahun, dan untuk usia 65 tahun ke atas setiap 6-12
bulan.
16. Penapisan (skrining) premarital; Amat penting dilakukan guna mengetahui status
kesehatan yang sebenarnya dari pasangan yang akan menikah. Tujuan dilakukannya
pemeriksaan premarital untuk mendeteksi dan mengobati jika ada penyakit yang
belum
terdeteksi
sebelumnya,
mencegah
penularan
penyakit
yang
dapat
antara lain hematologi rutin, golongan darah dan rhesus, profil TORCH, hepatitis B,
dan VDRL/RPR.
2.6 Cara Menyimpulkan Hasil Screening Dalam Epidemiologi.
Untuk menilai hasil screening dibutuhkan kriteria tertentu seperti berikut :
1. Validasi
Validasi adalah kemampuan dari test penyaringan untuk memisahkan individu yang benarbenar sakit terhadap yang sehat.Validasi mempunyai dua komponen :
a. Sensitivitas
Sensivitas mengacu pada peluang bahwa seorang individu yang sakit akan diklasifikasikan
sebagai sakit.
b. Spesifisitas
Spesifisitas mengacu pada peluang bahwa seorang individu yang sehat akan diklasifikasikan
sebagai sehat.Secara ideal, hasil test untuk screening harus 100% sensitif dan 100% spesifik,
tetapi dalam praktik hal ini tidak pernah ada dan biasanya sensitivitas berbanding terbalik
dengan spesivisitas. Bila hasil tes mempunyai sensivitas yang tinggi, maka akan diikuti
spesivitas yang rendah, dan sebaliknya.
HASIL
KEADAAN PENDERITA
SAKIT
TIDAK SAKIT
A
B
C
D
SCREENING
POSITIF
NEGATIF
Keterangan :
a = positif benar
b = positif palsu
Keterangan :
A = positif benar
B = positif palsu
C = negatif palsu
D = negatif benar
UJI
Positif
Negatif
Ada
A
C
STATUS PENYAKIT
Tidak Ada
Total
B
a+b
D
c+d
SKREENING
JUMLAH
Keterangan :
a+c
b+d
a+b+c+d
Rumus :
Sensitifitas = a / (a + c )
Spesifisitas = d / (b + d )
Penilaian hasil screening dengan menghitung sensitivitas dan spesifisitas mempunyai
beberapa kelemahan sebagai berikut :
a. Tidak semua hasil pemeriksaan dapat dinyatakan dengan tegas ya atau tidak
b. Perhitungan ini tidak sesuai dengan kenyataan karena perhitungan sensitivitas dan
spesifisitas setelah penyakit di diagnosis, sedangkan tujuan screening adalah mendeteksi
penyakit yang belum tampak dan bukan untuk menguji kemampuan alat tes yang digunakan.
2.
Reliabilitas
Reliabilitas adalah kemampuan suatu tes memberikan hasil yang sama / konsisten bila tes
diterapkan lebih dari satu kali pada sasaran yang sama dan kondisi yang sama.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi :
a. Variasi cara screening : stabilitas alat, fluktuasi keadaan (demam)
b. Kesalahan / perbedaan pengamat: pengamat beda / pengamat sama dengan hasil yang beda.
Upaya meningkatkan reliabilitas :
a. Pembakuan /standarisasi cara screening
b. Peningkatan ketrampilan pengamat
c. Pengamatan yang cermat pada setiap nilai pengamatan
d. Menggunakan dua atau lebih pengamatan untuk setiap pengamatan
e. Memperbesar klasifikasi kategori yang ada, terutama bila kondisi penyakit juga bervariasi /
bertingkat.
3. Derajat Screening (yield)
Yielod adalah kemungkinan menjaring mereka yang sakit tanpa gejala melalui screening,
sehingga dapat ditegakkan diagnosis pasti serta pengobatan dini.
2.7 Intervensi Terapeutik Dalam Epidemiologi.
Setelah diketahui hasil screening maka perlu dilakukan intervensi terapetik sesuai dengan
kasus dan diagnosis screening.
Contoh-contoh intervensi terapetik :
a. Untuk kasus TBC maka perlu intervensi pengobatan seperti INH, dll
b. Untuk tekanan darah tinggi perlu intervensi terapetik pengaturan diit rendah garam, tinggi
protein, pengaturan emosi, dll
c. Untuk Ca serviks perlu intervensi terapetik kemoterapi, dll
d. Untuk penyakit jantung perlu intervensi pemberian obat jantung, diit, dll
e. Untuk pertumbuhan dan perkembangan anak diperlukan intervensi berupa stimulasistimulasi, penambahan gizi, terapi, dll
f. Untuk HIV diperlukan intervensi