TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP LANSIA
1.
Pengertian
a. Batasan lansia (lanjut usia) menurut WHO meliputi, usia pertengahan
(middle age) yaitu usia antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (eldery)
yaitu usia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia antara
76 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90
tahun (Depkes, 2002).
b. Lansia adalah golongan penduduk yang mendapat perhatian atau
pengelompokan tersendiri adalah populasi berumur 60 tahun keatas
(Nugroho.W 2009).
c. Lansia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas
(Hardiwanto Dan Setia Budi 1999).
d. Lansia adalah tahap akhir dari proses penuaan seseorang dimana terjadi
perubahan sel pada tubuhnya dan biasanya berusia 80 tahun keatas (Ratna
Suhartiana 2010).
e. Lansia adalah sesorang yang lazimnya menginjak usia 50 tahun atau 60
tahun keatas maupun normal sosialnya (Dr Yaunul A.A 2010).
2.
Proses Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Contantinides,
1994 yang dikutip oleh Wahjudi Nugroho, 2000).
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh
setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13
tahun 1998 adalah 60 tahun. Meskpun secara alamiah terjadi penurunan
fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh
karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
2)
3)
4)
5)
Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
6)
7)
8)
Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
b.
2)
3)
4.
1.
kehilangan peran
2.
3.
b.
c.
Status kesehatan
d.
Pengalaman hidup
e.
Lingkungan
f.
Stres
Untuk merekam otak orang yang sedang tidur, digunakan poligrafi EEG.
a.
Dengan cara ini kita dapat merekam stadium tidur adalah sebagai berikut:
Stadium jaga (wake)
EEG : Pada keadaan rileks dan mata tertutup, gambaran didominasi oleh
gelombang alfa. Tidak ditemukan adanya kumparan tidur dan kompleks K.
Elektrookuloagraf (EOG) : Gerakan mata berkurang, kadang-kadang terdapat
artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata.
Elektromiograf (EMG) : Kadang-kadang tonus otot meninggi.
Struktur Tidur Pada Usia Lanjut Dibandingkan dengan Anak dan
Dewasa Muda
Sumber: Haponik EF. Disorder Sleep in the Elderly dalam Principles of Geriatric Medicine
and Gerontology. Mc Graw-Hill Inc (1990)
b.
Stadium I
EEG : Terdiri dari gelombang campuran alfa, beta dan kadang-kadang teta.
12
EEG : Terdiri atas gelombang campuran alfa, teta dan delta. Terlihat adanya
kumparan tidur dan kompleks K.
EOG : Tidak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba,
menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam keadaan rileks.
Stadium III
EEG : Persentase gelombang delta antara 20-50 %. Tampak kumparan tidur.
EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Gambaran tonus otot yang jelas dari Stadium II.
e.
Stadium IV
EEG : Persentase gelombang delta mencapai lebih dari 50%. Tampak
d.
kumparan tidur.
EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat
EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.
f.
Stadium REM (Rapid Eye Movement)
EEG : Terlihat gelombang campuran alfa, beta dan teta. Tidak tampak
gelombang delta, kumparan tidur dan kompleks K.
EOG : Terlihat gambaran REM yang lebar
EMG : Tonus otot sangat rendah. Frekuensi nadi tinggi dan ereksi.
Stadium I dan II disebut sebagai tidur ringan, sedangkan Stadium III
dan IV sebagai tidur dalam. Stadium I, II, III dan IV disebut Stadium non
REM (NREM). Stadium REM dikatakan sebagai tidur ringan, sehingga
stadium ini juga disebut sebagai paradoxical sleep. Pada stadium REM,
individu mengalami peristiwa mimpi dengan intensitas tinggi sehingga panca
indera ikut terangsang.
Terdapat perubahan tidur secara subjektif dan objektif pada usia
lanjut. Survei epidemiologik menunjukkan bahwa pada usia lanjut yang
tinggal di rumah atau panti werda menunjukkan bahwa 15-75 persen dari
mereka tidak puas dalam lamanya dan kualitas tidur malam. Pada usia lanjut
wanita sehat secara subjektif lebih merasakan kesulitan tidur dari pada pria.
Perubahan pola tidur pada usia lanjut dapat dilihat pada Tabel 1.
Yang paling mencolok pada karakteristik tidur pada usia lanjut ialah
konfirmasi poligrafik pada upaya setelah dimulai tidur. Perubahan dalam
struktur tidur pada usia lanjut dapat dilihat pada Tabel 2.
Struktur tidur pada usia lanjut berubah dengan meningkatnya stadium
I sehingga terjadi fragmentasi atau disrupsi dari struktur tidur. Berkurangnya
tidur mempunyai dampak pada pemulihan fungsi tidur. Gangguan tidur ini
13
Sumber: Haponik EF. Disorder Sleep in the Elderly dalam Principles of Geriatric Medicine
and Gerontology. Mc Graw-Hill Inc (1990)
Sumber: Haponik EF. Disorder Sleep in the Elderly dalam Principles of Geriatric Medicine
and Gerontology. Mc Graw-Hill Inc (1990)
3.
14
Hipersomnia
adalah
sering
tertidur
(jatuh
tidur)
tanpa
secara
subjektif
dan
obyektif.
Hipersomnia
memalukan
dapat
dan
b.
c.
d.
15
individu
keadaan
dengan
berikut:
samnambulisme
Sulit
bangun
dapat
waktu
baik
secara
keseluruhan
terhadap
pengalaman
yang
somnolence = DOES)
Gangguan siklus tidur jaga (disorders of the sleep wake
cycle)
4)
mengantuk
berlebihan
ditandai
dengan
mengantuk
18
Sumber: Haponik EF. Disorder Sleep in the Elderly dalam Principles of Geriatric Medicine
and Gerontology. Mc Graw-Hill Inc (1990)
19
Sumber: Haponik EF. Disorder Sleep in the Elderly dalam Principles of Geriatric Medicine and
Gerontology. Mc Graw-Hill Inc (1990)
Terapi untuk gangguan pola tidur pada usia lanjut sebaiknya secara
konservatif dengan penekanan pada meminimalkan penanganan terhadap
pasien. Setiap intervensi merupakan bahaya yang akan dikerjakan terhadap
pasien. Setiap intervensi merupakan bahaya yang potensial dan pemeliharaan
terhadap kondisi fungsional pasien merupakan tujuan dari terapi. Manipulasi
lingkungan dan penyebab eksternal yang potensial merupakan pendekatan
20
yang terbaik. Berbagai tindakan non-spesifik yang disebut higiene tidur dapat
memperbaiki pola tidur (lihat Tabel 5).
Sumber: Kaplan HI, Sadock BJ. Synopsis of Psychiatry. Williams & Wilkins (1996)
21
latency 30 menit, wake time after sleep onset 30 menit, sleep efficiency
< 85%, atau total sleep time (TST) < 6-6,5 jam. Menurut International
Classification of Sleep Disorder-2 (ICSD-2), insomnia adalah kesulitan
mengawali tidur, berkurangnya durasi dan kualitas tidur meskipun memiliki
waktu yang cukup untuk melakukannya. Hai ini menyebabkan gangguan pada
aktivitas sehari-hari.
Pada studi epidemiologi prevalensi insomnia pada usia lanjut sekitar 6%48% pada populasi umum. Perbedaan ini bergantung pada definisi insomnia
yang digunakan dalam penelitian. Insomnia ini tidak bisa dianggap sebagai
gangguan yang sederhana karena secara umum tidak bisa sembuh spontan.
Kondisi ini juga menimbulkan berbagai dampak buruk antara lain stres,
gangguan mood, alkohol dan substance abuse yang nantinya akan berujung
pada penurunan kualitas hidup pada usia lanjut. Dampak terburuk dari
insomnia pada usia lanjut adalah adanya resiko bunuh diri
2.
Klasifikasi
Insomnia dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan etiologinya.
Dilihat dari durasinya insomnia dibagi menjadi tiga yaitu: transient insomnia,
short-term insomnia, dan insomnia kronis sedangkan berdasarkan etiologinya
insomnia dibagi menjadi insomnia primer dan insomnia sekunder (Galimi R.
Insomnia in the elderly: an update and future challenges. 2010).
a. Insomnia Berdasarkan Durasi
1) Transient insomnia: insomnia yang dapat sembuh secara spontan,
berlangsung 7 hari. Insomnia akut juga sering disebut dengan
transient insomnia, berlangsung
insomnia kronis
berlangsung 3 bulan.
b. Insomnia Berdasarkan Etiologi
1) Insomnia primer : insomnia yang penyebabnya tidak diketahui dengan
jelas/ idiopatik. Pada pasien tidak ditemukan gangguan
medis,
yang
waktu yang
cukup untuk tidur tetapi terjadi penurunan kualitas tidur. Pada usia lanjut
terjadi penurunan tidur tahap 3, tahap 4, tahap REM dan REM laten tetapi
mengalami peningkatan tidur tahap 1 dan 2. Perubahan ini menimbulkan
23
arousal. Arousal
dikaitkan
24
hyperarousal
pada pasien
of arousal
tentang
tidur
tidur jadi
terpecah- pecah. Pada usia lanjut yang sudah tidak beraktivitas lebih
26
minum alkohol 2 jam sebelum tidur dan tidak makan daging terlalu
banyak sekitar 2 jam sebelum tidur.
4) Terapi relaksasi
Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut yang
mudah terjaga dimalam hari saat tidur. Pada beberapa usia lanjut
mengalami kesulitan untuk tertidur kembali setelah terjaga. Metode
terapi relaksasi meliputi: melakukan relaksasi otot, guided imagery,
latihan pernapasan dengan diafragma, yoga atau meditasi. Pada pasien
usia lanjut sangat sulit melakukan metode ini karena tingkat
kepatuhannya sangat rendah.
5) Cognitive behavioral therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan psikoterapi
kombinasi yang terdiri dari: stimulus control, sleep retriction, terapi
kognitif dengan atau tanpa terapi relaksasi. Terapi ini bertujuan untuk
mengubah
27
randomized
disimpulkan
46,5%.
b. Terapi Farmakologi
Seperti pada terapi nonfarmakologi, tujuan terapi farmakologi
adalah untuk menghilangkan keluhan pasien sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pada usia lanjut. Ada lima prinsip dalam terapi farmakologi
yaitu: menggunakan dosis yang rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan
bersifat intermiten (3-4 kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek
(3-4 mimggu) penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada
gejala insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
Selain kelima prinsip diatas, dalam memberikan obat harus
memperhatikan perubahan farmakokinetik dan farmokodinamik pada usia
lanjut. Dengan pertambahan umur akan terjadi perubahan dalam distribusi,
metabolisme dan eliminasi obat yang berkaitan erat dengan timbulnya efek
samping obat. Terapi farmakologi yang paling efektif untuk insomnia
adalah golongan Benzodiazepine (BZDs) atau non-Benzodiazepine. Obat
golongan lain yang digunakan dalam terapi insomnia adalah golongan
sedating antidepressant, antihistamin, antipsikotik. Menurut The NIH
state-of-the-Science Conference obat hipnotik baru seperti eszopiclone,
ramelteon, zaleplon, zolpidem dan zolpidem MR lebih efektif dan aman
28
untuk usia lanjut. Beberapa obat hipnotik yang aman untuk usia lanjut
yaitu:
1) Benzodiazepine
Benzodiazepine
(BZDs)
tidur
mencegah pasien terjaga di malam hari. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pemberian BZDs pada usia lanjut mengingat
terjadinya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik terkait
pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs tidak dipengaruhi oleh penuaan
akan tetapi peningkatan masa lemak pada lanjut usia akan
meningkatkan drug-elimination half life, disamping itu pada usia lanjut
lebih sensitif terhadap
BZDs.
BZDs digunakan untuk transient insomnia karena tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Penggunaan lebih dari 4 minggu
akan menyebabkan tolerance dan ketergantungan. Golongan BZDs
yang paling sering dipakai adalah temazepam, termasuk intermediate
acting BZDs karena memiliki waktu paruh 8-20 jam. Dosis temazepam
adalah 15-30 mg setiap malam. Efek samping BZDs meliputi:
gangguan psikomotor dan memori pada pasien yang diterapi shortacting BZDs sedangkan residual sedation muncul pada pasien yang
mendapat terapi long acting BZDs. Pada pasien yang menggunakan
BZDs jangka panjang akan menimbulkan resiko ketergantungan,
daytime sedation, jatuh, kecelakaan dan fraktur.
2) Non-Benzodiazepine
Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif
pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini efektif pada
usia lanjut karena dapat diberikan dalam dosis yang rendah. Obat
29
primer.
Krystal
AD
et
al
dalam
penelitiannya
baru
yang
30
31
D. KONSEP KEPERAWATAN
1.
a. Pemeriksaan head to toe
Pengkajian
Sumber: dr. S. Tamher, M.Ph dan Dra. Noorkasiani, AMK., M.Kes. Kesehatan Usia
Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperwatan(2009)
b. Riwayat Tidur
Untuk memulai perawat perlu terlebih dahulu memahami sifat dari masalah
tidur, tnda dan gejalanya, awitan dan durasinya, keparahannya, dan adanya
faktor pencetus atau penyebab-penyebabnya, serta efeknya secara umum pada
klien. Pertanyaan-pertanyaan pengkajian antara lain mencakup:
1) Sifat dari masalah : beritahu saya jenis masalah tidur apa yng anda alami.
Beritahu saya mengapa anda beranggapan bahwa tidur anda tidak adekuat.
Jelaskan pada saya tentang karakteristik tidur malam anda. Seberapa jauh
perbedaan tidur anda sat ini dari tidur anda yng dulu ?
32
2) Tanda dan gejala : apakah anda mengalami kesulitan untuk tidur, tetap
tidur atau untuk bangun ?
3) Awitan dan durasi : kapan pertama kali anda menyadari masalah ini ?
4) Keparahan : berapa lama waktu yng anda butuhkan untuk tertidur?
5) Faktor pencetus : beritahu saya apa yang and lakukan sesaat sebelum
tidur?
6) Efek pada klien : bagaimana pengaruh tidur ini bagi anda ?
Selain itu, yang perlu dikaji dalam riwayat tidur adalah:
1) Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara mengatasinya;
2) Kebiasaan tidur siang;
3) Lingkungan tidur klien. Bagaimana kondisi lingkungan tidur apakah
kondisinva bising, gelap, atau suhunya dingin? dan lain lain;
4) Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup. Perawat mempelajari
apakah peristiwa, yang dialami klien, yang menyebabkan klien mengalami
gangguan tidur?;
5) Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental memengaruhi
terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur. Perawat perlu
mengkaji mengenai status emosional dan mental klien, misalnya apakah
klien mengalami stres emosional atau ansietas?, juga dikaji sumber stres
yang dialami klien.
6) Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang timbul
sebagai akibat gangguan istirahat tidur, seperti:
Penampilan wajah, misalnya adakah area gelap di sekitar mata,
bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan, atau mata yang
terlihat cekung;
Perilaku yang terkait dengan gangguan istirahat tidur, misalnya
apakah klien mudah tersinggung, selalu menguap, kurang konsentrasi,
atau terlihat bingung;
Kelelahan, misalnya apakah klien tampak lelah, letih, atau lesu.
c. Pengkajian Pola Tidur
Pengkajian rinci pada pasien yang mengalami masalah tidur meliputi
pengamatan langsung, mengajukan pertanyaan pada pasien dan anggota
keluarganya mengenal pola tidurnya dan kemungkinan meminta pasien
menyimpan catatan tidur selama 3 sampai 4 minggu. Laboratorium gangguan
tidur dapat memberikan analisi eksplisit mengenai pola gangguan.
33
ke toilet.
Waktu tidak tidur.
d. Pertimbangan Khusus
Setelah mengetahui pola tidur pasien, anda dapat menyusun rencana asuhan
tersendiri yang menyeimbangkan kebutuhan pasien dengan kebutuhan
fasilitas tempat anda bekerja.
Jaga agar staf tidak membuat keributan (berbicara di luar kamar pasien) ke
tingkat minimum dan atur pencahayaan dengan tepat.
Terlambat bangun dapat mengacaukan jadwal di pagi hari tetapi dengan
memberi kesempatan duduk di antara waktu makan dapat memecahkan
masalah.
Tindakan keperawatan seperti posisi nyaman untuk pasien yang
memerlukan bantuan mobilitas atau aktivitas harian, menggosok atau
masase punggung dan musik lembut dapat membantu memicu tidur.
34
3.
Intervensi
Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama,
terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan
fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam pasien
diharapkan dapat memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :
1.
Mengatur jumlah jam tidurnya
2.
Tidur secara rutin
3.
Miningkatkan pola tidur
4.
Meningkatkan kualitas tidur
5.
Tidak ada gangguan tidur
NIC : Peningkatan Tidur
1. Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien
2. Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
3. Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik
4. Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam
tidurnya
4.
Evaluasi
35
S: Pasien mengatakan dapat tidur dalam jangka waktu 20-30 menit, pada
waktu tidur tidak sering terbangun, jika terbangun akan mudah tidur
kembali, meningkatnya waktu tidur sesuai yang diharapkan, mengingat
kembali mimpi yang dialaminya, menyatakan perasaannya tenang sesudah
tidur, bebas dari kecemasan dan depresi, dapat bekerja dengan baik dan
penuh konsentrasi, Klien dan keluarga mampu menjelaskan faktor2 yang
dapat meningkatkan tidur
O: klien tampak tenang saat di wawancarai setelah bangun tidur
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
36