1 Februari 2010
PENDAHULUAN
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003
median usia kawin pertama adalah 19,2 tahun dan median usia kawin
pertama di pedesaan lebih rendah yaitu 17,9 tahun. Terlalu muda usia
untuk hamil atau kurang dari 20 tahun sekitar 10,3% menyebabkan
kematian pada ibu secara tidak langsung. Persentase perempuan umur
15-19 yang sedang hamil anak pertama adalah 2%. Perempuan
kelompok umur 15-19 tahun didapatkan 14% berstatus menikah dan
2,8% diantaranya telah menikah pada usia 15 tahun dan kelompok
umur 20-24 tahun didapatkan 57% berstatus menikah dan 24,2% telah
menikah pada usia 18 tahun. Jumlah pernikahan usia muda di
pedesaan lebih besar dibandingkan dengan di daerah perkotaan.
Menurut Adhikari (1996), konsekuensi dari pernikahan usia dini
dan melahirkan di usia remaja adalah berisiko untuk melahirkan
prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang menikah pada
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
74
usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil
dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga
berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi
ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial
maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap mental untuk
membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab,
kegagalan perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap
kematian ibu karena ketidaksiapan calon ibu remaja dalam
mengandung dan melahirkan bayinya. Kehamilan usia dini ada risiko
pengguguran kehamilan yang dilakukan secara ilegal dan tidak aman
secara medis yang berakibat komplikasi aborsi. Angka kehamilan usia
remaja yang mengalami komplikasi aborsi berkisar antara 38 sampai
68% (Wilopo, 2005).
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menikah usia dini.
Perilaku menikah usia dini sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor dan kebiasaan (UNICEF, 2005). Perilaku seseorang tidak hanya
dipengaruhi oleh satu faktor saja tetapi banyak faktor yang berperan.
Menurut Green (1991) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama,
yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) meliputi :
pengetahuan, persepsi dan sikap individu dan masyarakat terhadap
pernikahan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan pernikahan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi,
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) meliputi lingkungan
fisik : lapangan pekerjaan,
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) meliputi sikap tokoh
masyarakat dan tokoh agama.
Ketiga faktor yang mendasari dinamika kehidupan manusia
dalam masyarakat inilah yang membentuk perbedaan sikap antar
komunitas dalam menyikapi persoalan yang dihadapi. Pembentukan
sikap juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang
lain yang dianggap penting, media massa serta faktor emosi dalam diri
individu yang bersangkutan. Pengalaman dan lingkungan tersebut
diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan motivasi,
niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang
berupa perilaku (Notoatmodjo, 2005). Sikap dipandang sebagai suatu
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
75
76
77
78
79
80
81
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2000). Perkawinan Usia Dini Berisiko Tinggi Bagi
Perempuan.
Tersedia dalam: http://www.Kompas.com [
Diakses 20 April 2007 ].
Adhikari, R.K. (1996). Early Marriage and Childbearing: Risk and
Consequences. http://www.who.int/reproductive-health/.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro (2003). Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003, Calverton.
Maryland USA: ORC Macro
Chariroh (2004). Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Perkawinan
dan Perceraian Suami Isteri Usia Muda di Pasuruan.
Universitas Muhammadiyah Malang.
Choe, M.K., Shyam,T. and Vinod, M.. (2004) Early Marriage and
Early Motherhood in Nepal, J Bios Science. : pp:1-20.
Gordis, L. (2000) Epidemiology. Second Edition W.B. Sauder
Company. Philadelphia London New York
Green, L.W. & Kreuter. M.W. (1991) Health Promotion Planning. 2nd
ed. Mountain View: Mayfield Publishing Company
Grogger, Jeff and Stephen Bronars (1993) The Socioeconomics
Consequences of Teenage Childbearing: Findings from a
Natural Experiment. Family Planning Perspective, 25(4): 156161 & 174.
Hanum S.H. (1997) Perkawinan Usia Belia, kerjasama Pusat
Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada dengan
Ford Foundation Yogyakarta Universitas Gadjah Mada.
Kusujiarti S. (1995). Hidden power in gender relations among
Indonesians: case study in Javanese village, Indonesia.
Lexington, Kentucky: University of Kentucky.
Notoatmodjo, S. (1997) Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip
Dasar. Rineka Cipta, Jakarta.
Suprapto,A., Pradono, J. dan Hapsari, D. (2004) Determinan sosial
ekonomi pada pertolongan persalinan di Indonesia. Majalah
Kedokteran Perkotaan.Vol 2, no. 2, pp.18-29.
Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi Sosial, edisi revisi, Penerbit
Andi Yogyakarta
Wilopo, S.A (2005). Kita Selamatkan Remaja dari Aborsi dalam
Rangka Pemantapan Keluarga Berkualitas 2015. BKKBN.
Medan, 11 Februari 2005.
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
82