Anda di halaman 1dari 9

INFOKES, VOL. 1 NO.

1 Februari 2010

ISSN : 2086 - 2628

BAHAYA KEHAMILAN PADA PERKAWINAN USIA MUDA


Oleh : Maryatun
Dosen Keperawatan Stikes Aisyiyah Surakarta
ABSTRAK
Konsekuensi dari pernikahan usia dini dan melahirkan di usia
remaja adalah berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan
lahir rendah. Wanita yang menikah pada usia dini mempunyai waktu
yang lebih panjang berisiko untuk hamil dan angka kelahiran juga
lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga berdampak pada
rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan
secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi
rumah tangga, risiko tidak siap mental untuk membina perkawinan
dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab, kegagalan
perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap kematian ibu
karena ketidaksiapan calon ibu remaja dalam mengandung dan
melahirkan bayinya.

Key Word : pasangan usia muda, bahaya kehamilan

PENDAHULUAN
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003
median usia kawin pertama adalah 19,2 tahun dan median usia kawin
pertama di pedesaan lebih rendah yaitu 17,9 tahun. Terlalu muda usia
untuk hamil atau kurang dari 20 tahun sekitar 10,3% menyebabkan
kematian pada ibu secara tidak langsung. Persentase perempuan umur
15-19 yang sedang hamil anak pertama adalah 2%. Perempuan
kelompok umur 15-19 tahun didapatkan 14% berstatus menikah dan
2,8% diantaranya telah menikah pada usia 15 tahun dan kelompok
umur 20-24 tahun didapatkan 57% berstatus menikah dan 24,2% telah
menikah pada usia 18 tahun. Jumlah pernikahan usia muda di
pedesaan lebih besar dibandingkan dengan di daerah perkotaan.
Menurut Adhikari (1996), konsekuensi dari pernikahan usia dini
dan melahirkan di usia remaja adalah berisiko untuk melahirkan
prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang menikah pada
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan

74

INFOKES, VOL. 1 NO. 1 Februari 2010

ISSN : 2086 - 2628

usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil
dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga
berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi
ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial
maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap mental untuk
membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab,
kegagalan perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap
kematian ibu karena ketidaksiapan calon ibu remaja dalam
mengandung dan melahirkan bayinya. Kehamilan usia dini ada risiko
pengguguran kehamilan yang dilakukan secara ilegal dan tidak aman
secara medis yang berakibat komplikasi aborsi. Angka kehamilan usia
remaja yang mengalami komplikasi aborsi berkisar antara 38 sampai
68% (Wilopo, 2005).
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menikah usia dini.
Perilaku menikah usia dini sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor dan kebiasaan (UNICEF, 2005). Perilaku seseorang tidak hanya
dipengaruhi oleh satu faktor saja tetapi banyak faktor yang berperan.
Menurut Green (1991) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama,
yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) meliputi :
pengetahuan, persepsi dan sikap individu dan masyarakat terhadap
pernikahan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan pernikahan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi,
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) meliputi lingkungan
fisik : lapangan pekerjaan,
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) meliputi sikap tokoh
masyarakat dan tokoh agama.
Ketiga faktor yang mendasari dinamika kehidupan manusia
dalam masyarakat inilah yang membentuk perbedaan sikap antar
komunitas dalam menyikapi persoalan yang dihadapi. Pembentukan
sikap juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang
lain yang dianggap penting, media massa serta faktor emosi dalam diri
individu yang bersangkutan. Pengalaman dan lingkungan tersebut
diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan motivasi,
niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang
berupa perilaku (Notoatmodjo, 2005). Sikap dipandang sebagai suatu
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan

75

INFOKES, VOL. 1 NO. 1 Februari 2010

ISSN : 2086 - 2628

predisposisi untuk berperilaku yang akan tampak aktual hanya bila


ada kesempatan untuk menyatakannya terbuka luas. Sikap tidaklah
merupakan determinan satu-satunya bagi perilaku.
Beberapa penelitian mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
pernikahan pada usia dini diantaranya adalah :
a. Pendidikan
Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian
bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran
pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku.
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan
kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga kualitas sumber
daya manusia tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan
berhubungan dengan kemampuan baca tulis dan kesempatan
seseorang menerima serta menyerap informasi sebanyak-banyaknya.
Informasi yang diterima akan meningkatkan pengetahuan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang, dengan pendidikan tinggi seseorang akan lebih
mudah menerima atau memilih suatu perubahan yang lebih baik
(Suprapto dkk., 2004) Tingkat pendidikan menggambarkan tingkat
kematangan kepribadian seseorang dalam merespon lingkungan
yang dapat mempengaruhi wawasan berpikir atau merespon
pengetahuan yang ada di sekitarnya. Pendidikan yang rendah akan
berakibat terputusnya informasi yang diperoleh pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Menurut Grogger dan Bronars (1993),
tingkat pendidikan berkaitan dengan usia kawin yang pertama.
Semakin dini seseorang melakukan perkawinan semakin rendah
tingkat pendidikannya.
Hal senada juga dikemukakan Rahman and Kabir (2005) faktor
yang menyebabkan perkawinan usia dini di Bangladesh adalah
pendidikan. Menurut Hanum (1997), yang melakukan penelitian di
Bengkulu Utara salah satu faktor yang berkaitan tinggi rendahnya
usia kawin pertama adalah rendahnya akses kepada pendidikan.
Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh ekonomi keluarga
yang kurang. Kekurangan biaya menjadi kendala bagi kelanjutan
pendidikan. Choe et al. (2004) mengemukakan tingkat pendidikan
seseorang berhubungan dengan pernikahan usia dini.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan
menurunnya kemungkinan menikah di usia dini. Laki-laki dan
perempuan di Nepal tidak menikah selama masa pendidikan.
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan

76

INFOKES, VOL. 1 NO. 1 Februari 2010

ISSN : 2086 - 2628

Demikian juga penelitian yang dilakukan Chariroh (2004) di


Kabupaten Pasuruan didapatkankan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan perkawinan di usia muda adalah pendidikan.
b. Status ekonomi
Masalah kemiskinan merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan perkawinan usia dini. Pada beberapa wilayah, ketika
kemiskinan benar-benar menjadi permasalahan yang sangat
mendesak, perempuan muda sering dikatakan sebagai beban
ekonomi keluarga. Oleh karenanya perkawinan usiadini dianggap
sebagai suatu solusi untuk mendapatkan mas kawin dari pihak lakilaki untuk menganti seluruh biaya hidup yang telah dikeluarkan oleh
orangtuanya (Anonim, 2002).
Secara sosial ekonomi, pernikahan usia dini menjadi salah satu
gejala yang menunjukkan rendahnya status wanita. Pada beberapa
kasus, pernikahan usia dini berkaitan dengan terputusnya kelanjutan
sekolah wanita yang berakibat pada tingkat pendidikan wanita
menjadi rendah. Pendidikan yang rendah akan merugikan posisi
ekonomi wanita dan rendahnya tingkat partisipasi kerja wanita.
Menurut Hanum (1997), faktor ekonomi yang berkenaan dengan
lapangan pekerjaan dan kemiskinan penduduk memberikan andil
bagi berlangsungnya perkawinan usia dini. Taraf ekonomi penduduk
yang rendah, tidak cukup untuk menjamin kelanjutan pendidikan
anak. Jika seorang anak perempuan telah menamatkan pendidikan
dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, ia hanya tinggal di rumah. Karena keterbatasan lapangan
pekerjaan, mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Penelitian
yang dilakukan Chariroh (2004) di Kabupaten Pasuruan didapatkan
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perkawinan di usia
muda adalah ekonomi.
c. Persepsi tentang pernikahan
Persepsi
merupakan
proses
dimana
individu
mengorganisasikan dan menginterprestasikan impressi sensorisnya
agar dapat memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya, yang
didahului dengan proses penginderaan (Walgito, 2004). Persepsi
merupakan proses yang integrated dalam diri individu, maka apa
yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Hasil
persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu
lain. Persepsi bersifat individual. Perbedaan persepsi seseorang
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan

77

INFOKES, VOL. 1 NO. 1 Februari 2010

ISSN : 2086 - 2628

terhadap suatu rangsangan disebabkan oleh perbedaan sosio kultural


dan pengalaman belajar individu yang bersangkutan.
Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang
dalam memahami informasi lingkungannya. Proses pemahaman ini
melalui penglihatan, pendengaran, perasaan dan penciuman. Dengan
persepsi individu akan menyadari tentang keadaan di sekitarnya dan
juga keadaan diri sendiri. Jadi persepsi adalah proses kognitif yang
dialami oleh setiap individu di dalammemahami informasi yang
dialaminya melalui indera dan tiap-tiap individu dapat memberikan
arti yang berbeda. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada
pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang
unik terhadap situasi dan bukan pencatatan yang benar terhadap
sesuatu. Persepsi merupakan mata rantai perubahan sikap. Persepsi
diartikan sebagai pandangan individu terhadap lingkungannya.
Hanum (1997), nilai budaya lama yang menganggap bahwa
menstruasi merupakan tanda telah dewasanya seorang anak gadis
masih dipercaya oleh warga masyarakat, tidak hanya di kalangan
orang tua saja melainkan juga di kalangan kaum muda. Hal ini akan
membentuk sikap positif masyarakat dan kaum muda terhadap
perkawinan usia dini. Faktor keterbatasan ekonomi dan terputusnya
pendidikan merupakan faktor yang secara tidak langsung dapat
mempengaruhi masyarakat untuk tidak mempunyai visi ke masa
depan sehingga sikap positif terhadap pernikahan usia dini terus
terpupuk.
d. Karakteristik Orangtua
Karakteristik orangtua responden yang berhubungan dengan
pernikahan usia dini antara lain adalah : tingkat pendidikan orang
tua, pekerjaan bapak, dan persepsi orangtua tentang pernikahan.
Tingkat pendidikan orangtua erat kaitannya dengan status
ekonomi keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Choe et al.
(2004) di Nepal didapatkan status ekonomi orangtua yang tinggi
akan lebih sedikit menerima pernikahan di usia dini. Tingkat
pendidikanorangtua yang lebih tinggi lebih berhasil menunda
pernikahan di usia dini.
Peran orangtua dalam mencarikan dan menentukan pasangan
hidup anak perempuannya (terutama pada perkawinan pertama)
umum ditemukan di kalangan masyarakat Jawa, terlebih lagi di
daerah pedesaan. Menurut Kusujiarti (1995), di kalangan
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan

78

INFOKES, VOL. 1 NO. 1 Februari 2010

ISSN : 2086 - 2628

masyarakat Jawa, dikenal tiga macam tipe perkawinan yang dilihat


dari sudut perjodohan pihak wanita sebagai berikut :
1. Arranged marriage, yaitu perjodohan oleh orang tua. Ada dua
tipe yaitu :
a) Perjodohan yang dilakukan oleh orang tua, tanpa disertai
persetujuan sebelumnya oleh pengantin perempuan maupun
laki-laki, b) orangtua pengantin wanita dengan calon
pengantin laki-laki merencanakan perkawinan, tanpa
persetujuan si gadis terlebih dahulu.
2. Mixed marriage, yaitu anak gadis yang hendak kawin mencari
sendiri jodohnya,tetapi keputusan untuk terlaksananya
perkawinan diserahkan kepada orangtua.
3. Voluntary marriage, yaitu anak yang hendak kawin mencari
sendiri jodohnya, orangtua tinggal merestui saja. Sikap hidup
orangtua suku Jawa untuk mencarikan jodoh bagi anak
perempuannya ini berlangsung karena didorong oleh falsafah
hidup kejawen tentang kewajiban orangtua untuk
mendewasakan anak. Dalam budaya Jawa, perkawinan
merupakan simbol berakhirnya kewajiban orangtua dalam
melindungi anak di bawah tanggung jawab rumah tangganya
serta simbol peralihan seseorang dari periode anak-anak
menjadi dewasa dengan status perkawinannya. Akibat
perjodohan yang dilakukan orangtua, pengantin wanita tidak
mengetahui betul tentang karakteristik calon suami mereka.
Ketidakpahaman wanita akan karakteristik suami ini banyak
menimbulkan rasa cemas, stress, takut, malu, segan dan
marah pada diri pengantin wanita.
Tanda Bahaya Kehamilan
1. Definisi tanda bahaya kehamilan
Tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda yang perlu
diwaspadai selama kehamilan karena kalau tidak dilaporkan
atau terdeteksi dapat mengakibatkan kematian (Pusdiknakes,
2003: 90).
2. Macam-macam tanda bahaya kehamilan
1) Perdarahan vagina
Perdarahan vagina dalam kehamilan adalah jarang yang
normal, pada masa awal sekali kehamilan ibu mungkin
akan mengalami perdarahan yang sedikit atau spotting di
sekitar waktu pertama terlambat haidnya, perdarahan ini
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan

79

INFOKES, VOL. 1 NO. 1 Februari 2010

ISSN : 2086 - 2628

adalah perdarahan implantasi dan ini normal. Perdarahan


semacam ini mungkin normal atau mungkin suatu tanda
infeksi.
Pada awal kehamilan, perdarahan yang tidak normal adalah
yang merah, perdarahan yang banyak, atau perdarahan
dengan nyeri, perdarahan ini dapat berarti abortus,
kehamilan mola atau kehamilan ektopik, pada kehamilan
lanjut perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak,
dan kadang-kadang tetapi tidak disertai rasa nyeri,
perdarahan semacam ini bisa berarti plasenta previa atau
abrupsio plasenta.
2) Sakit kepala yang hebat
Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan, dan
seringkali merupakan ketidak nyaman yang normal dalam
kehamilan. Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah
yang serius adalah sakit kepala yang hebat menetap dan
tidak hilang dengan beristirahat, kadang-kadang dengan
sakit kepala yang hebat tersebut ibu mungkin menemukan
bahwa penglihatannya menjadi kabur atau berbayang, sakit
kepala yang hebat adalah gejala dari pre-eklamsia.
3) Pandangan kabur
Karena pengaruh hormonal, ketajaman penglihatan
ibu dapat berubah dalam kehamilan, perubahan minor
adalah normal. Masalah visual yang mengindikasikan
keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan visual
yang mendadak, misalnya pandangan kabur atau
berbayang, perubahan penglihatan ini mungkin disertai
dengan sakit kepala yang hebat dan mungkin merupakan
suatu tanda pre-eklamsia.
4) Bengkak pada muka atau tangan
Hampir separuh dari ibu-ibu akan mengalami
bengkak yang normal pada kaki yang biasanya muncul
pada sore hari dan biasanya hilang setelah beristirahat dan
meninggikan kaki.
Bengkak bisa menunjukkan adanya masalah yang
serius jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang
setelah beristirahat, dan disertai dengan keluhan fisik yang
lain, hal ini dapat merupakan pertanda anemia, gagal
jantung, atau pre-eklamsia.
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan

80

INFOKES, VOL. 1 NO. 1 Februari 2010

ISSN : 2086 - 2628

5) Nyeri perut yang hebat


Nyeri perut yang tidak berhubungan dengan
persalinan yang normal adalah tidak normal, nyeri perut
yang mungkin menunjukkan masalah yang mengancam
keselamatan jiwa adalah yang hebat, menetap, dan tidak
hilang setelah beristirahat, hal ini bisa berarti appendisitis,
kehamilan ektopik, aborsi penyakit radang panggul,
persalinan preterm, gastritis, penyakit kantong empedu,
uterus yang irritable, arubsi plasenta, penyakit hubungan
seksual, infeksi saluran kemih atau infeksi lain.
6) Bayi kurang bergerak seperti biasanya
Ibu merasakan gerakan bayinya selama bulan ke5 atau ke-6, beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya
lebih awal, bayi harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam
periode 3 jam, gerakan bayi akan mudah terasa jika ibu
berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan dan minum
dengan baik ( Pusdiknakes, 2003:91-92)
KESIMPULAN
Wanita yang menikah pada usia muda mempunyai waktu yang
lebih panjang berisiko untuk hamil dan angka kelahiran juga lebih
tinggi. Perkawinan usia remaja berdampak pada rendahnya kualitas
keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam
menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga, risiko
tidak siap mental untuk membina perkawinan dan menjadi orangtua
yang bertanggung jawab, kegagalan perkawinan, kehamilan usia
muda berisiko terhadap kematian ibu karena ketidaksiapan calon ibu
remaja dalam mengandung dan melahirkan bayinya. Kehamilan usia
muda ada risiko pengguguran kehamilan yang dilakukan secara ilegal
dan tidak aman secara medis yang berakibat komplikasi aborsi.
Banyak factor yang menyebabkan usia muda melakukan pernikahan
antara lain : pendidikan, status ekonomi, persepsi orang tua dan
karakteristik orang tua. Mengingat resiko yang besar pada pernikahan
diusia muda, sebaiknya pasangan muda ataupun orang tua perlu
adanya pengetahuan akan hal tersebut.

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan

81

INFOKES, VOL. 1 NO. 1 Februari 2010

ISSN : 2086 - 2628

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2000). Perkawinan Usia Dini Berisiko Tinggi Bagi
Perempuan.
Tersedia dalam: http://www.Kompas.com [
Diakses 20 April 2007 ].
Adhikari, R.K. (1996). Early Marriage and Childbearing: Risk and
Consequences. http://www.who.int/reproductive-health/.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro (2003). Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003, Calverton.
Maryland USA: ORC Macro
Chariroh (2004). Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Perkawinan
dan Perceraian Suami Isteri Usia Muda di Pasuruan.
Universitas Muhammadiyah Malang.
Choe, M.K., Shyam,T. and Vinod, M.. (2004) Early Marriage and
Early Motherhood in Nepal, J Bios Science. : pp:1-20.
Gordis, L. (2000) Epidemiology. Second Edition W.B. Sauder
Company. Philadelphia London New York
Green, L.W. & Kreuter. M.W. (1991) Health Promotion Planning. 2nd
ed. Mountain View: Mayfield Publishing Company
Grogger, Jeff and Stephen Bronars (1993) The Socioeconomics
Consequences of Teenage Childbearing: Findings from a
Natural Experiment. Family Planning Perspective, 25(4): 156161 & 174.
Hanum S.H. (1997) Perkawinan Usia Belia, kerjasama Pusat
Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada dengan
Ford Foundation Yogyakarta Universitas Gadjah Mada.
Kusujiarti S. (1995). Hidden power in gender relations among
Indonesians: case study in Javanese village, Indonesia.
Lexington, Kentucky: University of Kentucky.
Notoatmodjo, S. (1997) Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip
Dasar. Rineka Cipta, Jakarta.
Suprapto,A., Pradono, J. dan Hapsari, D. (2004) Determinan sosial
ekonomi pada pertolongan persalinan di Indonesia. Majalah
Kedokteran Perkotaan.Vol 2, no. 2, pp.18-29.
Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi Sosial, edisi revisi, Penerbit
Andi Yogyakarta
Wilopo, S.A (2005). Kita Selamatkan Remaja dari Aborsi dalam
Rangka Pemantapan Keluarga Berkualitas 2015. BKKBN.
Medan, 11 Februari 2005.
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan

82

Anda mungkin juga menyukai