Pembimbing :
dr. Mulia Sitepu, Sp.M.
Disusun oleh :
Christian Syukur
Athalia A. Talaway
Fionita
Regina Novita P. Jehalu
Michelle Husin
2013.061.114
2013.061.115
2013.061.116
2013.061.117
2013.061.118
BAB I
LAPORAN KASUS
a. Identitas
Nama
Usia
Alamat
Status
Agama
Pekerjaan
: Tn. A
: 69 tahun
: Kelapa Lilin X RT/RW 30/12
: Menikah
: Budha
: Pensiun
b. Anamnesis
Keluhan utama
Keluhan tambahan
hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri kepala dirasakan hanya pada sebelah kanan dan
dirasakan seperti berdenyut terus menerus. Keluhan terutama dirasakan pada pagi
hari saat bangun tidur. Pasien sempat meminum obat migraine, keluhan nyeri
kepala dirasakan menghilang beberapa saat namun muncul kembali. Keluhan lain
yang juga dirasakan pasien adalah penglihatan kabur pada lapang pandang mata
kanan, mata merah dan nyeri pada mata kanan. Keluhan silau/sakit saat melihat
cahaya, pengeluaran air mata yang banyak dari biasanya, mual, muntah disangkal
oleh pasien. Pasien memiliki riwayat post operasi katarak 10 hari sebelum masuk
rumah sakit. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal oleh pasien.
Riwayat penggunaan obat-obatan kortikosteroid disangkal oleh pasien. Riwayat
trauma disangkal oleh pasien.
OS
Kornea
Arkus senilis +
Jernih
Edema +
Arkus senilis +
Jernih
Edema -
C.O.A
Dalam
Flare +, cell +
Dalam
Iris
Kecoklatan
Kripta +
Kecoklatan
Kripta +
Sinekia posterior +
Pupil
Bulat
Ditengah
diameter: 4 mm
RCL/RCTL +/+
Bulat
Ditengah
diameter: 4 mm
RCL/RCTL +/+
Lensa
Jernih
Keruh
e. Pemeriksaan Penunjang
TIO
OD
34 mmHg
OS
18 mmHg
USG:
Kesimpulan:
f. Resume
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala sebelah kanan yang
berdenyut terus menerus sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
tambahan pasien adalah penglihatan kabur pada lapangan pandang mata kanan,
mata merah dan nyeri pada mata kanan. Fotofobia (-), lakrimasi berlebih(-), mual(-)
muntah(-) Pasien memiliki riwayat post operasi katarak 10 hari sebelum masuk
rumah sakit. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya(-), Riwayat penggunaan
obat-obatan kortikosteroid(-), Riwayat trauma(-).
Pemeriksaan Fisik:
Visus
(Snellen Card)
Conjungtiva
Kornea
C.O.A
Lensa
OD
OS
5/40
3/60
Injeksi siliar +
Arkus senilis +
Arkus senilis +
Edema +
Edema -
Dalam
Dalam
Flare +, cell +
Jernih
g. Diagnosis :
WD/ :
OD glaukoma sekunder e.c uveitis anterior
OS katarak matur
h. Tatalaksana
o
o
o
Rawat di bangsal
Glicerin 75 cc
Oral :
o Epinefrin 3x250mg
o Ranitidin 2x1 tab
o Kalium 1x1
o Vitamin C 1x1
o Vitamin E 1x1
o Metil prednisolon 2x16mg (pagi dan siang)
o Analsik 3x1(Metampiron dan Diazepam)
o
Topikal
o Timolol maleate 2x OD
o Prednisolon ED 6x OD
o Natrium diklofenak ED 6x OD
i. Prognosis
Keruh
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam
Quo ad Sanationam
: bonam
: dubia ad bonam
: dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Merupakan suatu kelainan neuropati optik kronis yang didapat, yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan intraokular bola mata, atrofi papil saraf optik, dan berkurangnya
lapang pandang.1,2
2.2 Fisiologi cairan bola mata
Tekanan intraokular ditentukan oleh produksi dan resistensi aliran akuos humor pada bola
mata.1
Komposisi cairan akuos humor
Akuos humor merupakan cairan bening yang mengisi bilik anterior dan posterior mata.
Volumenya sekitar 250 mikroliter. Cairan ini diproduksi 2,5 mikroliter/menit dan memiliki
variasi diurnal. Cairan akuos humor memiliki komposisi yang mirip dengan cairan plasma
namun konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktatnya lebih tinggi serta konsentrasi protein,
urea, dan glukosanya lebih rendah.1
Formasi dan aliran akuos humor
Akuos humor diproduksi oleh badan siliar.
Bisa tidak ada keluhan seperti mata merah, mata terasa berat, atau nyeri kepala
sebelah
Dapat diawali gejala prodromal berupa penglihatan kabur, terlihat warna pelangi di
sekitar cahaya, sakit kepala, dan nyeri pada bola mata
Mata merah
Palpebra kongestif
Muntah-muntah
Penglihatan kabur
glaukoma kongenital,
Aniridia
Sindroma Axenfeld
Sindrom Sturge Weber
Sindrom Marfan
Sindroma Lowe
Neurofibromatosis
Mikrokornea dan megalokornea
Glaukoma kongenital merupakan glaukoma yang umumnya dijumpai pada tahun
pertama kehidupan bayi, pada beberapa kasus dapat dijumpai pada usia dua tahun atau
setelah beberapa tahun kehidupan. TIO yang tinggi disebabkan oleh perkembangan
abnormal sudut bilik mata depan dan tidak berhubungan dengan gangguan mata lain.
Berdasarkan usia saat onset pertama pada glaukoma kongenital, maka dibagi atas : 4
1. True congenital glaucoma. Tekanan intra okuler meningkat saat masa intrauterin
dan bayi lahir dengan pembesaran bola mata. Persentase kasus sekitar 40%.
2. Glaukoma infantil, saat gejala muncul pada usia maksimal 3 tahun. Kejadian
sekitar 50%. Pembesaran bola mata disebut juga buphtalmos (bull-like eyes).
intraokular
pertambahan garis tengah kornea (> 11,5 mm), sembab epitel, robek membran
descement, menempelnya iris kedepan pada trabekel dan bukan pada badan siliar,
sembab dan kekeruhan stroma kornea serta penambahan kedalaman bilik mata depan.
Gl.sudut terbuka
Dekade ke 6
Arteriosklerotik
B.M.D
Halo
Papil
Dangkal
+ serangan
Ekstravasi papil bila
Normal
+ dini
>perempuan
Dalam sekali
Dalam sekali
lanjut
Naik bila
Tinggi
diprovokasi
Dini, iridektomi
Dini, baik
Goniotomi
buruk
Tekanan
Pengobatan
Prognosis
Gl.infantil
Bayi
Laki-laki
2. Glaukoma primer
Terdiri dari glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks) dan glaukoma sudut
sempit/tertutup (acute congestive glaucoma). Etiologi glaukoma primer tidak pasti
dimana tidak dijumpai kelainan yang dapat menjadi penyebab glaukoma. Glaukoma
primer dapat dijumpai pada orang yang telah mempunyai bakat bawaan glaukoma :
-
Dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis
berupa
trabekulodisgenesis,
iridodisgenesis
dan
korneodisgenesis.
Pada glaukoma primer bersifat bilateral, tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata
terbuka atau tertutup.
Glaukoma sudut tertutup, hanya dapat terjadi pada mata yang sudut bilik mata depan
memang sudah sempit dari pembawaannya atau terdapat faktor predisposisi berupa
antara lain BMD dangkal akibat lensa dekat dengan iris sehingga terjadi hambatan
aliran aquos humor dari bilik mata belakang ke BMD (hambatan pupil/pupillary block)
sehingga
dapat
menyebabkan
meningkatnya
tekanan
bilik
mata
belakang.
Menyebabkan iris menutupi jaringan trabekulum,aquos humor sukar atau tidak dapat
disalurkan keluar. Sebelum serangan dapat terjadi gejala prodromal walaupun jarang
dikeluhkan pasien berupa mata kabur sebentar pada salah satu mata, adanya keluhan
melihat warna pelangi (halo) disekitar lampu atau lilin, nyeri kepala minimal disebelah
mata yang terganggu dan adanya nyeri pada bola mata. Keluhan prodromal sekitar 30
menit sampai dengan 2-3 jam lalu kemudian menghilang. Jika dilakukan pemeriksaan
dapat dijumpai hiperemi perikorneal ringan, kornea agak suran akibat edema, BMD
agak dangkal, pupil sedikit melebar dan tekanan bola mata meninggi. Setelah gejala
prodromal, keluhan bisa hilang atau terjadi serangan akut. Gejala dapat berkurang
setelah pasien tidur, hal ini disebabkan karena jika tidur akan terjadi miosis sehingga
bilik mata depan terbuka kembali. Jika gejala prodromal hilang, suatu saat dapat
muncul kembali dengan durasi yang lebih lama sehingga pada akhirnya dapat terjadi
-
trabekulum ( tanpa hambatan akibat penyempitan pada jalur) akan tetapi setelah masuk
kedalam trabekula, cairan tersebut akan terbentur celah trabekulum yang sempit
sehingga cairan tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas. Umumnya tidak
menimbulkan gejala atau tanda dari luar, perjalanan penyakit lama dan progresif
dengan merusak papil saraf optik (ekskavasi). Deteksi glaukoma sudut terbuka
dilakukan melaluipemeriksaan tonometry yang rutin. Pengobatan dilakukan secara
teratur dengan pemberian obat golongan miotik ( pilokarpin 2-4%, Eserin 1%)untuk membesarkan pengeluaran cairan mata, simpatomimetik berupa epinefrin
0,5-2% untuk menghambat produksi aquos humor, pemberian beta bloker (timolol
maleate 0,25 0,50% )untuk menghambat produksi aquos humor, dan Carbonic
anhidrase inhibitor (Acetazolamide 250 mg) untuk menghambat produksi aquos
humor. Pemberian obata-obatan dilakukan satu persatu dan jika dibutuhkan baru
dilakukan kombinasi pengobatan. Terapi dengan pembedahan dilakukan jika
pemberian obat-obatan tidak efektif lagi ( tekanan rata rata > 21 mmHg dan lapang
pandang terus mengalami penurunan).6
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder dapat diklasifikasikan berdasarkan peningkatanan tekanan
intraokuler (TIO) dan berdasarkan penyebab primer penyakit.
a. Berdasarkan peningkatan TIO terdiri dari4 :
1. glaukoma sekunder sudut terbuka dimana aliran aquos humor terhambat oleh
membran pretrabekula, sumbatan trabekula, edema dan scar atau peningkatan
tekanan vena episklera.
2. glaukoma sekunder sudut terbuka yang dapat atau tidak berhubungan dengan
sumbatan/block pupil
b. berdasarkan sudut dibagi atas glaukoma sekunder sudut terbuka dan sudut tertutup. 5
Pada glaukoma sudut terbuka dapat dibagi berdasarkan sumbatan aquos humor yaitu
pre trabekula ( sumbatan oleh membran yang menutupi trabekulum), trabekula
( sumbatan disebabkan oleh penyumbatan trabekulum) dan post trabekula
( trabekulum normal tapi aliran aquos humor mengalami
peningkatan tekanan vena episklera )
gangguan akibat
(A) Pre-trabecular obstruction; (B) trabecular obstruction; (C) angle-closure with pupillary block; (D) angleclosure without pupillary block
Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup disebabkan oleh gangguan aliran aquos
humor akibat aposisi antara iris perifer dan trabekulum. Klasifikasi didasarkan oleh
ada tidaknya pupillary block.
c. berdasarkan penyebab penyakit intraokuler lain terdiri dari :
Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh perubahan di dalam lensa, kelainan
uvea, akibat trauma, pasca tindakan bedah, pemakaian kortikosteroid topikal dan
neovascular glaucoma, glaukoma akibat peradangan intraokular, pigmentari glaukoma,
glaukoma pada aphakia.1,4,6
-
apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi
posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan glaukoma meskipun mekanismenya
belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi
traumatik atau kerusakan trabekel yang terjadi pada saat cedera. Pada dislokasi
anterior, terapi definitifnya adalah ekstaksi lensa segera setelah tekanan intraokular
terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa biasaanya dibiarkan dan
glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.1
Intumensi lensa, sejumlah cairan dapat meresap ke dalam
dilkukan pemberian miotik atau bedah filtrasi untuk mengatasi tekanan intraokular 1
Dapat pula terjadi peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme
yang berlainan. Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik
mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam proses
peradangan yang secara spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah satu
penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah
penggunaan steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebakan gangguan
fungsi trabekula yang permanen, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang
neovaskularisasi sudut; semua kelainan tersebut meningkatkan kemungkinan
glaukoma sekunder. Seklusio pupilae akibat sinekia posterior 360 derajat
menimbulkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup akut. Sindrom-sindrom uveitis
yang cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder adalah seklitis heterokromik
Fuchs, uveitis anterior akut terkait-HLA-B27, dan uveitis akibat herpes zoster dan
herpes simpleks. Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai
pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan; miotik dihindari karena dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia posterior. Latanoprost mungkin juga
harus dihentikan karena dilaporkan menimbulkan eksaserbasi dan reaktivitasi uveitis.
Terapi jangka panjang, diantaranya tindakan bedah, sering diperlukan karena
kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel. Penutupan sudut akut akibat
seklusi pupil dapat dipulihkan dengan midriasis intensif, tetapi sering memerlukan
iridotomi perifer dengan laser atau iridektomi bedah. Setiap uveitis dengan
kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus diterapi dengan midriatik
-
2.6 Diagnosis
Dalam mendiagnosis glaukoma sudut terbuka primer, perlu ditemukan tanda-tanda
glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang disertai peningkatan tekanan
intraokular, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan tidak terdapat sebab
lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Sekitar 50% pasien glaukoma
sudut terbuka primer memperlihatkan tekanan intraokular yang normal sewaktu pertama
kali diperiksa, sehingga untuk menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan Tonometri
berulang.1,2
Glaukoma sudut tertutup terjadi bila tekanan intraokular mendadak naik karena
adanya hambatan pada iris di bilik mata depan, yang membendung semua aliran keluar. Ini
terjadi karena terdapatnya penyempitan pada sudut bilik mata depan. Glaukoma sudut
tertutup ditandai oleh penglihatan yang kabur mendadak, yang diikuti rasa nyeri hebat pada
mata dan sekitarnya, lingkaran berwarna pelangi pada sekeliling lampu, dan terkadang
terdapat mual dan bahkan muntah. Gejala lainnya antara lain adalah tekanan intraokular
yang sangat tinggi, bilik mata depan yang dangkal, edema kornea, penurunan tajam
penglihatan, pupil yang melebar, serta injeksi siliar. Pada funduskopi, papil saraf optik
menunjukkan penggaungan dan atrofi.1,2
Selain dari anamnesis diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pasien yang diduga glaukoma.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien
dengan glaukoma adalah dengan:
a. Tonometri
Tonometri digunakan untuk mengukur tekanan intra okuler pada pasien-pasien
dengan glaukoma, dimana alat yang paling banyak digunakan adalah Goldmann
aplanation tonometer yang merupakan alat yang dipasang pada slit lamp dan mengukur
tekanan yang diperlukan untuk mendatarkan kornea. Pengukuran tekanan intra okuler
dipengaruhi ketebalan dari kornea.1
Selain goldmann, masih banyak alat lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur
tekanan intraokular dengan kelebihannya masing-masing.1
-
Mata memiliki tekanan normal yang berkisar antara 10-21 mmHg, dengan batas atas
yaitu 24 mmHg pada lansia. Pada pasien-pasien dengan glaukoma sudut terbuka, memiliki
TIO dalam batas normal pada beberapa pengukuran awal, sehingga perlu adanya evaluasi
secara berkala terhadap TIO, kondisi dari diskus optikus, dan lapang pandang, perlu
dilakukan untuk mendiagnosa glaukoma.1
b. Gonioskopi
Bilik mata depan dibentuk dari tepi dari kornea dan iris, dengan trabecular
meshwork diantaranya. Pengukuran dari BMD dilakukan dengan penyinaran dengan
menggunakan senter penlight atau dengan menggunakan slitlamp, namun pengukuran
terbaik adalah dengan menggunakan gonioskopi karena mampu melihat bilik mata secara
jelas dan langsung. Terlihatnya trabecular meshwork, scleral spurs, dan iris processes,
menandakan terbukanya sudut mata. Sebaliknya, jika hanya mampu melihat schwalbes
line atau sebagian kecil dari trabecular meshwork, sudut mata dalam atau cenderung
tertutup.1
c. Pemeriksaan diskus optikus
Diskus optikus yang normal berbentuk seperti cangkir, dimana terdapat cekungan
pada bagian tengahnya. Ukuran dari diskus optikus bergantung pada besarnya serat dari
nervus optikus dan scleral opening yang perlu dilewati. Pada mata dengan atrofi dari
nervus optikus karena glaukoma, memberikan gambaran berupa pembesaran cekungan dari
diskus optikus.1
Pada pasien dengan glaukoma, dapat ditemukan adanya pembesaran yang
konsentris dari cekungan pada diskus ataupun terdapatnya focal notch dari bagian tepi
superior ataupun inferior dari diskus optikus. Cekungan dari diskus optikus yang sering
disebut sebagai optic cup juga meningkat menjadi semakin dalam disertai dengan
perubahan posisi dari lamina cribrosa yang menjadi semakin ke arah belakang. Optic cup
yang mengalami peningkatan kedalaman, menyebabkan perubahan posisi dari pembuluh
retina ke arah nasal, dengan gambaran akhir berupa bean pot cup, dimana jaringan saraf
tepi yang terlihat kurang jelas.1
Cup-disk ratio merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat dan
mencatat ukuran dari diskus optikus pada pasien glaukoma dengan menggunakan
oftalmoskopi langsung atau dengan pemeriksaan dengan menggunakan lensa 78-diopter
atau lensa kontak kornea khusus yang memberikan tampilan tiga dimensi. Pada pasien
dengan peningkatan TIO ataupun gangguan lapang pandang dengan adanya Cup-disk ratio
> 0,50 dan asimetris yang jelas dari kedua mata, menandakan adanya glaukoma. Bukti
klinis lain dari kerusakan saraf pada glaukoma adalah atrofi saraf retina, yang dapat
dideteksi dengan oftalmoskopi atau fundal photography.1
d. Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapang pandang perlu dilakukan secara teratur sebagai langkah
diagnosis dan tindak lanjut pada pasien glaukoma. Adanya kehilangan lapang pandang,
tidak selalu didiagnosis sebagai glaukoma, karena gangguan pada nervus optikus tidak
hanya selalu disebabkan glaukoma, dan bisa oleh penyakit lainnya. Gangguan lapang
pandang pada glaukoma umumnya dikarenankan defek dari nervus optikus dengan nasal
step dan depresi dari bagian nasal perifer. Gangguan lapang pandang tidak terdeteksi
sampai sebanyak 40% dari ganglion retina mengalami kerusakan.1
Gambar. Seidel sign, roenne nasal step, dan gun barrel vision
Terdapat berbagai cara dan metode lain yang dapat digunakan untuk menguji
lapang pandang pada pasien dengan glaukoma yaitu:
- Automated perimeter (Humphrey, Octopus, atau Henson)
- Goldmann perimeter
- Friedman field analyzer
- Tangent screen
- Short-wavelength automated perimetry (SWAP)
- Frequency-doubling perimetry (FDP)
- High-pass resolution perimetry.1
e. Uji lain pada glaukoma
1. Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15-20
mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.1,2
2. Uji Minum Air
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh
minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila tekanan
bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita
glaukoma.1,2
3. Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma
simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali sehari.
Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan
bola mata akan naik setelah 2 minggu.1,2
4. Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh, selama 3
hari biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-4
mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi dapat mencapai 15-20 mmHg.
Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik. 1,2
2.8 Tatalaksana
Tatalaksana yang utama pada glaukma adalah dengan menurunkan tekanan
intraokular dari pasien. TIO dapat diturunkan dengan medikamentosa dan operatif.
a. Medikamentosa yang menurunkan produksi aqueous
1. Beta-adrenergic blocker topikal.
- Timolol maleat 0.25% dan 0.5% ; Betaxolol 0.25% dan 0.5% ; Levobunolol 0.25% dan
0.5% ; Metipranolol 0.3% ; Carteolol 1% ; obat-obatan dalam bentuk tetes mata yang
diberikan dengan dosis 2 kali sehari
- Timolol maleat 0.1%, 0.25%, dan 0.5% ; dalam bentuk gel 1 kali sehari pada pagi hari
Kontraindikasi dari penggunaan obat-obatan seperti ini adalah obstruksi saluran
napas seperti asma dan gangguan jantung. Betaxolol, dengan selektivitas yang lebih besar,
jarang memberikan efek samping pernapasan, tetapi juga kurang efektif dalam mengurangi
tekanan intraokular. Depresi, kebingungan, dan kelelahan dapat terjadi dengan betablocker topikal.
2. Apraclonidine
Apraclonidine merupakan agonis adrenergik yang dapat menurunkan pembentukan
aqueous humor tanpa efek pada aliran keluarnya. Larutan 0,5% diberikan 3 kali sehari,
sedangkan larutan 1% diberikan sebelum dan sesudah trabekuloplasti dengan laser. Obat
ini untuk mencegah munculnya tekanan intraokular setelah laser trabeculoplasty dan dapat
digunakan gangguan refraksi pada kasus jangka pendek. Apraclonidine tidak cocok untuk
penggunaan jangka panjang karena dapat menimbulkan tachyphylaxis (hilangnya efek
terapi dari waktu ke waktu) dan tingginya insiden reaksi alergi.1
3. Carbonic anhydrase inhibitors
Sistemik Carbonic anhydrase inhibitors (misalnya acetazolamide), paling banyak
digunakan, namun dichlorphenamide dan methazolamide hanya digunakan sebagai
alternatif pada glaukoma kronis bila terapi topikal tidak mampu dan pada glaukoma akut
ketika tekanan intraokular sangat tinggi dan perlu dikendalikan secara cepat. Obat ini
mampu menekan produksi aqueous hingga 40-60%. Acetazolamide dapat diberikan lewat
oral dengan dosis 125-250 mg hingga empat kali sehari atau dapat diberikan lewat
intravena dengan dosis 500 mg. Obat ini memiliki efek samping sistemik utama sehingga
tidak dapat digunakan untuk terapi jangka panjang.1
b. Medikamentosa yang bertujuan untuk meningkatkan aliran keluar dari aqueous
1. Analog Prostaglandin
Analog prostaglandin dapat berupa
Obat-obatan ini sangat efektif untuk bekerja sebagai lini pertama ataupun sebagai
tambahan dengan obat lain. Semua analog prostaglandin dapat menyebakan efek samping
seperti konjungtiva hiperemis, hiperpigmentasi kulit daerah periorbital, pertumbuhan bulu
mata, dan menyebabkan warna pada iris menjadi semakin gelap.
2. Zat parasimpatomimetik
Zat parasimpatomimetik dapat meningkatkan aliran dari aqueous pada trabecular
meshwork melalui kontraksi otot siliaris. Karbakol 0,75-3% merupakan salah satu obat
kolinergik pilihan kolinergik alternatif. Zat parasimpatomimetik menghasilkan efek miosis
dengan penglihatan yang menjadi remang-remang, terutama pada pasien dengan katarak.
Dapat juga timbul efek samping berupa ablasi retina adalah kejadian serius tapi jarang.1
3. Epinefrin
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sebanyak sekali atau dua kali sehari, dan dapat
meningkatkan aliran dari aqueous yang disertai dengan penurunan produksi aqueous dalam
jumlah kecil. Terdapat beberapa efek samping ekstraokuler yang dapat timbul, termasuk
timbulnya refleks konjungtiva, deposit dari adrenokrom, konjungtivitis folikuler, dan
timbulnya reaksi alergi.1
c. Menurunkan volume vitreous : Agen hiperosmotik
Agen hiperosmotik berfungsi untuk menarik cairan vitreous sehingga volume
intravitreous menjadi menurun. Penurunan ini mampu mentatalaksana glaukoma sudut
tertutup dan pada malignant glaucoma. Oral gliserin (gliserol), dapat diberikan dengan
dosis 1 ml/kgBB pada larutan 50% dan dicampur dengan jus jeruk, merupakan agen
hiperosmotik yang paling sering digunakan. Selain itu dapat juga digunakan isosorbide oral
ataupun mannitol.1
d. Miotik, midriatik, dan siklopegik
Konstriksi dari pupil merupakan tatalaksana dasar dari glaukoma sudut tertutup
primer, sedangkan dilatasi pupil penting sebagai tatalaksana dari glaukoma sudut tertutup
sekunder karena iris bombe yang disebabkan sinekia posterior.
Pada glaukoma sudut tertutup sekunder yang disebabkan oleh dislokasi dari lensa
bagian anterior, siklopegik (cyclopentolate dan atropin) digunakan untuk relaksasi dari
badan silier dan mempererat badan zonula sehingga lensa agar tidak jatuh ke belakang.1
e. Terapi pembedahan dan laser
1. Peripheral iridotomy, Iridectomy, dan Iridoplasty
Blok pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik ditatalaksana dengan
membuat saluran langsung antara kamar anterior dan posterior yang dapat menghilangkan
perbedaan tekanan antara keduanya. Iridotomy perifer dengan menggunakan laser, paling
baik dilakukan dengan neodymium (laser YAG). Pembedahan iridektomi perifer dilakukan
jika iridotomi dengan menggunakan laser YAG tidak efektif. Iridotomi dengan
menggunakan laser YAG merupakan pencegahan bila dilakukan pada pasien dengan
glaukama sudut tertutup yang masih ringan. 1
Dalam beberapa kasus glaukoma akut sudut tertutup dengan kondisi yang tidak
mungkin untuk mengontrol tekanan intraokular dengan obat-obatan medikamentosa
ataupun melalui iridotomi dengan laser YAG tidak dapat dilakukan, iridoplasti perifer
dengan menggunakan laser argon (ALPI) dapat dilakukan.1
2. Laser trabekuloplasti
Penggunaan
laser
(biasanya
argon)
pada
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling umum digunakan untuk mem-by pass
saluran drainase yang normal, yang memungkinkan akses langsung dari kamar anterior, ke
jaringan subkonjungtiva dan orbital. Komplikasi utama dari prosedur ini adalah fibrosis
pada jaringan episkleral, menyebabkan penutupan jalur drainase yang baru.1
Goniotomi dan trabekulotomi merupakan teknik yang berguna dalam mengobati
glaukoma kongenital primer, di mana terdapat halangan pada drainase aqueous di
trabecular meshwork.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan, P., Whitcher, J. P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC.
Jakarta. 2010.
2. Sidarta I. Ilmu Penyakit Mata Edisi III. FKUI.Jakarta.2010
3. Ilyas S. Mailangkay HB. Saman RR. Simarmata M. Widodo PS. Ilmu Penyakit Mata
edisi ke-2. Sagung Seto: 2002.
4. Khurana, A.K. Comprehensive Ophthalmology 4th Edition. 2007
5. Kanski, J. Bowling,B. Clinical Ophthalmology 7th Edition. Elsevier Saundders. 2011
6. Basic Opthalmology. Ed 8. 2010.