Anda di halaman 1dari 6

Bagi yang Menyaksikan Gerhana Hendaklah Melaksanakan Shalat

Gerhana
Jika seseorang menyaksikan gerhana, hendaklah ia melaksanakan shalat
gerhana sebagaimana tata cara yang nanti akan kami utarakan, insya Allah.
Lalu apa hukum shalat gerhana? Pendapat yang terkuat, bagi siapa saja yang
melihat gerhana dengan mata telanjang, maka ia wajib melaksanakan shalat
gerhana.
Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,





Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan) , maka


bersegeralah untuk melaksanakan shalat.2
Karena dari hadits-hadits yang menceritakan mengenai shalat gerhana
mengandung kata perintah (jika kalian melihat gerhana tersebut, shalatlah:
kalimat ini mengandung perintah). Padahal menurut kaedah ushul fiqih,hukum
asal perintah adalah wajib. Pendapat yang menyatakan wajib inilah yang dipilih
oleh Asy Syaukani, Shidiq Hasan Khoon, dan Syaikh Al Albani rahimahumullah.
Catatan: Jika di suatu daerah tidak nampak gerhana, maka tidak ada
keharusan melaksanakan shalat gerhana. Karena shalat gerhana ini diharuskan
bagi siapa saja yang melihatnya sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Waktu Pelaksanaan Shalat Gerhana
Waktu pelaksanaan shalat gerhana adalah mulai ketika gerhana muncul sampai
gerhana tersebut hilang.
Dari Al Mughiroh bin Syubah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,







Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah.
Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang.
Jika kalian melihat keduanya, berdoalah pada Allah, lalu shalatlah hingga
gerhana tersebut hilang (berakhir).3
Shalat gerhana juga boleh dilakukan pada waktu terlarang untuk shalat. Jadi,
jika gerhana muncul setelah Ashar, padahal waktu tersebut adalah waktu
terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tetap boleh dilaksanakan. Dalilnya
adalah:





Jika kalian melihat kedua gerhana matahari dan bulan, bersegeralah


menunaikan shalat.4 Dalam hadits ini tidak dibatasi waktunya. Kapan saja
melihat gerhana termasuk waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana
tersebut tetap dilaksanakan.
Hal-hal yang Dianjurkan Ketika Terjadi Gerhana
Pertama: perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan
lainnya.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda


kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau
lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah,
bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.5
Kedua: keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjamaah di masjid.
Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam hadits dari
Aisyah bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengendari kendaraan
di pagi hari lalu terjadilah gerhana. Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam
melewati kamar istrinya (yang dekat dengan masjid), lalu beliau berdiri dan
menunaikan shalat.6 Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi shallallahu
alaihi wa sallam mendatangi tempat shalatnya (yaitu masjidnya) yang biasa
dia shalat di situ.7
Ibnu Hajar mengatakan, Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu alaihi wa
sallam adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak
demikian, tentu shalat tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar
nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.8
Lalu apakah mengerjakan dengan jamaah merupakan syarat shalat gerhana?
Perhatikan penjelasan menarik berikut.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, Shalat gerhana secara
jamaah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh
melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi
shallallahu alaihi wa sallam,

Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah. 9


Dalam hadits ini, beliau shallallahu alaihi wa sallam tidak mengatakan, (Jika
kalian melihatnya), shalatlah kalian di masjid. Oleh karena itu, hal ini
menunjukkan bahwa shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun
seseorang melakukan shalat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi
bahwa menunaikan shalat tersebut secara berjamaah tentu saja lebih utama
(afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut dilaksanakan di masjid karena
Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengerjakan shalat tersebut di masjid dan
mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah, dengan
banyaknya jamaah akan lebih menambah kekhusuan. Dan banyaknya jamaah
juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) doa.10
Ketiga: wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria
Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata,




Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu anha -isteri Nabi shallallahu alaihi wa
sallam- ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan
shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya:
Kenapa orang-orang ini? Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya

berkata, Subhanallah (Maha Suci Allah). Saya bertanya: Tanda (gerhana)?


Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya. 11
Bukhari membawakan hadits ini pada bab:


Shalat wanita bersama kaum pria ketika terjadi gerhana matahari.
Ibnu Hajar mengatakan,







:



Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang yang melarang
wanita tidak boleh shalat gerhana bersama kaum pria, mereka hanya
diperbolehkan shalat sendiri.12
Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan shalat gerhana bersama
kaum pria di masjid. Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan
membawa fitnah (menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka shalat sendiri
di rumah.13
Keempat: menyeru jamaah dengan panggilan ash sholatu jaamiah dan tidak
ada adzan maupun iqomah.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau mengatakan,






::





.






.
Aisyah radhiyallahu anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu
alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus
seseorang untuk memanggil jamaah dengan: ASH SHALATU JAMIAH (mari
kita lakukan shalat berjamaah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju
dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku dan empat kali sujud dalam
dua rakaat.14 Dalam hadits ini tidak diperintahkan untuk mengumandangkan
adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak ada dalam shalat gerhana.
Kelima: berkhutbah setelah shalat gerhana
Disunnahkah setelah shalat gerhana untuk berkhutbah, sebagaimana yang
dipilih oleh Imam Asy Syafii, Ishaq, dan banyak sahabat 15. Hal ini berdasarkan
hadits:

.


:
























.











.







.
.
:








:






.







Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada
masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu alaihi
wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri.
Kemuadian beliau ruku dan memperpanjang rukunya. Kemudian beliau berdiri
lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang

sebelumnya. Kemudian beliau ruku kembali dan memperpanjang ruku


tersebut namun lebih singkat dari ruku yang sebelumnya. Kemudian beliau
sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada rakaat berikutnya, beliau
mengerjakannya seperti rakaat pertama. Lantas beliau beranjak (usai
mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.
Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan
menyanjung Allah, kemudian bersabda,
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda
kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau
lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah,
bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.
Nabi selanjutnya bersabda,
Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih
cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun
perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian
mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak
menangis.16
Khutbah yang dilakukan adalah sekali sebagaimana shalat ied, bukan dua kali
khutbah. Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh Imam Asy
Syafii.17
Tata Cara Shalat Gerhana
Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat dan ini berdasarkan
kesepakatan para ulama. Namun, para ulama berselisih mengenai tata
caranya.
Ada yang mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat
sunnah biasa, dengan dua rakaat dan setiap rakaat ada sekali ruku, dua kali
sujud. Ada juga yang berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua
rakaat dan setiap rakaat ada dua kali ruku, dua kali sujud. Pendapat yang
terakhir inilah yang lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh mayoritas
ulama.18
Hal ini berdasarkan hadits-hadits tegas yang telah kami sebutkan:
Aisyah radhiyallahu anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu
alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus
seseorang untuk menyeru ASH SHALATU JAMIAH (mari kita lakukan shalat
berjamaah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir.
Beliau melakukan empat kali ruku dan empat kali sujud dalam dua rakaat. 19
Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu alaihi wa
sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri.
Kemuadian beliau ruku dan memperpanjang rukunya. Kemudian beliau berdiri
lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang
sebelumnya. Kemudian beliau ruku kembali dan memperpanjang ruku
tersebut namun lebih singkat dari ruku yang sebelumnya. Kemudian beliau
sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada rakaat berikutnya beliau

mengerjakannya seperti rakaat pertama. Lantas beliau beranjak (usai


mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.20
Ringkasnya, tata cara shalat gerhana -sama seperti shalat biasa dan
bacaannya pun sama-, urutannya sebagai berikut.
[1] Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat
termasuk perkara yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu alaihi
wa sallam dan beliau shallallahu alaihi wa sallam juga tidak pernah
mengajarkannya lafadz niat pada shalat tertentu kepada para sahabatnya.
[2] Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.
[3] Membaca doa istiftah dan bertaawudz, kemudian membaca surat Al
Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil
dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam
hadits Aisyah:






Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat
gerhana. (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
[4] Kemudian ruku sambil memanjangkannya.
[5] Kemudian bangkit dari ruku (itidal) sambil mengucapkan SAMIALLAHU
LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD
[6] Setelah itidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca
surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat
dari yang pertama.
[7] Kemudian ruku kembali (ruku kedua) yang panjangnya lebih pendek dari
ruku sebelumnya.
[8] Kemudian bangkit dari ruku (itidal).
[9] Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku, lalu duduk di antara
dua sujud kemudian sujud kembali.
[10] Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan rakaat kedua sebagaimana
rakaat pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari
sebelumnya.
[11] Tasyahud.
[12] Salam.
[13] Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jamaah yang berisi
anjuran untuk berdzikir, berdoa, beristighfar, sedekah, dan membebaskan
budak. 21
Nasehat Terakhir
Saudaraku, takutlah dengan fenomena alami ini. Sikap yang tepat ketika
fenomena gerhana ini adalah takut, khawatir akan terjadi hari kiamat. Bukan
kebiasaan orang seperti kebiasaan orang sekarang ini yang hanya ingin
menyaksikan peristiwa gerhana dengan membuat album kenangan fenomena
tersebut, tanpa mau mengindahkan tuntunan dan ajakan Nabi shallallahu
alaihi wa sallam ketika itu. Siapa tahu peristiwa ini adalah tanda datangnya
bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat. Lihatlah yang
dilakukan oleh Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam:

- -
















Abu Musa Al Asyari radhiyallahu anhu menuturkan, Pernah terjadi gerhana
matahari pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Nabi lantas
berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun
mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku
dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat
sedemikian rupa.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas bersabda,Sesungguhnya ini adalah
tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah
terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah
menjadikan demikian untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat
sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdoa
dan memohon ampun kepada Allah.22
An Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi
shallallahu alaihi wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau
rahimahullah menjelaskan dengan beberapa alasan, di antaranya:
Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda-tanda kiamat
seperti terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin
gerhana tersebut merupakan sebagian tanda kiamat. 23
Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan
tertimpa adzab-Nya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam saja sangat takut ketika
itu, padahal kita semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu alaihi wa
sallam adalah hamba yang paling dicintai Allah. Lalu mengapa kita hanya
melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja, mungkin hanya
diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi
dengan berbuat maksiat. Naudzu billahi min dzalik.

Anda mungkin juga menyukai