Anda di halaman 1dari 76

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah


Pencabutan gigi merupakan perawatan yang sering dilakukan oleh dokter

gigi baik di klinik, rumah sakit, dan praktek pribadi (Khoswanto 2010). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bakteremia terjadi pada 100% pasien setelah
pencabutan gigi, 70% setelah pembersihan karang gigi, 55% setelah pembedahan
molar tiga, serta 20% setelah perawatan saluran akar (Mattila et al., 2005).
Sedangkan berdasarkan Survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan tahun 2008, prevalensi penduduk Indonesia yang
mengalami sakit gigi sebesar 23%. Pencabutan gigi menduduki posisi teratas
sebesar 54,3% yang menjadi tindakan untuk mengatasi sakit gigi (RISKESDAS,
2008). Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan bedah yang sering dilakukan
pada gigi yang rusak karena infeksi bakteri, trauma, penyakit tertentu yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan perawatan, atau karena ketidak normalan posisi
tumbuh gigi (impaksi) yang sering menimbulkan gangguan.
Pencabutan gigi merupakan tindakan yang menimbulkan luka pada soket
gigi. Luka dapat dengan mudah sembuh akan tetapi tidak jarang pula mengalami
berbagai macam komplikasi yang akan memperlambat proses penyembuhan
(Marwadi, 2002). Komplikasi yang sering terjadi adalah timbulnya rasa sakit
pasca pencabutan gigi sampai timbulnya dry socket. Hal ini dapat disebabkan
adanya gangguan pada proses penyembuhan luka, akibat dari tidak terbentuknya
fibroblas, pembuluh darah kapiler dan komponen penyembuhan luka lainnya.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa penggunaan obat pasca pencabutan gigi


dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi dan diharapkan dapat
mempercepat proses pembekuan darah sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan luka (Khoswanto, 2010).
Komplikasi akibat ekstraksi gigi seringkali menimbulkan keluhan dan
gangguan pada penderita, maka berbagai cara telah dicoba untuk mencegah dan
menanggulanginya, antara lain dengan memberikan obat secara lokal maupun
secara sistemik untuk luka pasca ekstraksi gigi (Marwadi et al, 2002).
Proses penyembuhan luka dimulai sesaat setelah terjadinya jejas. Proses
ini merupakan suatu rangkaian yang kompleks dan sistematik yang melibatkan
aktivitas sel darah, jaringan, sitokin, dan faktor pertumbuhan (Mackay, 2003).
Apabila terjadi gangguan pada salah satu fase ini, maka proses penyembuhan luka
jaringan tidak dapat berjalan secara optimal atau bahkan berpotensi menimbulkan
suatu masalah baru, seperti perdarahan, pembengkakan, atau infeksi akibat
banyaknya mikroorganisme yang terdapat di rongga mulut (Friedman, 2007).
Saat ini arah perkembangan teknologi farmasi-kesehatan di seluruh dunia
memang telah memusatkan perhatiannya pada bahan yang berasal dari alam
karena lebih aman digunakan bila dibandingkan dengan obat yang mengandung
bahan kimia. Spirulina memiliki banyak kandungan nutrisi yang sangat
bermanfaat bagi tubuh, seperti C-phycocyanin, flavonoid, Carotenoids, vitamin
E, zinc, phycobiliproteins dan banyak trace element serta phytochemical alami
lainnya. Salah satu bahan yang berasal dari alam yang telah diteliti dan terbukti
memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi dan antioksidan serta mampu
menstimulasi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2) dalam proses penyembuhan

luka adalah C-phycocyanin atau zat warna biru (Romay et al, 2003; Subhashini et
al, 2004). Spirulina termasuk dalam kelompok blue green algae karena
mengandung 14-20 % phycocyanin. Spirulina merupakan golongan cyanobacteria
yang memiliki pigmen warna biru (phycocyanin) paling tinggi dibandingkan
dengan mikroalga lainnya (Ismet, 2009). Spirulina kaya akan mineral dan zat
penting yang diperlukan oleh tubuh, selain itu pemakaian suplemen spirulina telah
meluas di masyarakat dan memiliki banyak varian produk dagang seperti bentuk
serbuk, tablet, kapsul, dan lain-lain (Suhaya, 2008).
Penelitian laboratoris sebelumnya telah dilakukan oleh Rahmitasari
(2012), yaitu meneliti menggunakan konsentrasi gel spirulina 3%, 6%, dan 12%
terhadap jumlah sel fibroblas pada luka soket gigi marmut. Ketiga konsentrasi
tersebut memperlihatkan hasil yang nyata dalam mempercepat penyembuhan luka
soket gigi marmut dibanding dengan sampel yang tidak diberi perlakuan, dengan
konsentrasi paling efektif pada konsentrasi 12%. Oleh karena itu, peneliti ingin
mengamati pengaruh pemberian gel spirulina terhadap ekspresi Fibroblast
Growth Factor-2 (FGF-2), jumlah sel fibroblast, dan pembuluh darah kapiler pada
luka pasca pencabutan gigi marmut (Cavia cobaya) jantan dengan dasar penelitian
sebelumnya yang tidak jauh berbeda perhitungan konsentrasinya, yaitu 6%, 12%,
dan 24%.
Berbagai jenis Fibroblast Growth Factors (FGF) memiliki bermacam
aktivitas biologi sepeti proliferasi dan diferensiasi sel fibroblas, termasuk
angiogenesis, morfogenesis, dan penyembuhan luka. Percepatan regenerasi luka
dapat diamati dari ekspresi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2), jumlah sel
fibroblast dan pembuluh darah kapiler. Ekspresi Fibroblast Growth Factor-2

(FGF-2) yang dapat dilihat secara imunohistokimia menjadi variabel yang ingin
diteliti karena growth factor tersebut merupakan marker terbentuknya fibroblas
yang mampu memproduksi sabut-sabut kolagen, dan juga memiliki kemampuan
menginduksi pembentukan pembuluh darah baru baik in vivo maupun in vitro.
Jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler yang dilihat secara histologis
juga dijadikan variabel yang ingin diteliti karena sangat penting pengaruhnya
dalam proses regenerasi luka. Diharapkan penelitian ini dapat berperan dan
bermanfaat bagi perkembangan dunia kedokteran gigi di masa yang akan datang.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat rumusan masalah penulisan

sebagai berikut :
Apakah pemberian gel spirulina (Blue green algae) pada luka pasca pencabutan
gigi marmut (Cavia cobaya) dapat meningkatkan ekspresi Fibroblast Growth
Factor-2 (FGF-2), jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler?

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Untuk mengetahui pemberian gel spirulina (Blue green algae) setelah
tindakan pencabutan gigi marmut (Cavia cobaya) dapat mempercepat
penyembuhan luka melalui ekspresi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2), jumlah
sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk membuktikan dan menganalisis ekspresi Fibroblast Growth Factor
(FGF-2) pada penyembuhan luka pasca pencabutan gigi marmut (Cavia
cobaya) setelah pemberian gel spirulina (Blue green algae).
2. Untuk membuktikan dan menganalisis jumlah sel fibroblas dan pembuluh
darah kapiler pada penyembuhan luka pasca pencabutan gigi marmut
(Cavia cobaya) setelah pemberian gel spirulina (Blue green algae)
3. Untuk mengetahui konsentrasi terbaik pemberian gel spirulina (Blue green
algae) dalam meningkatkan ekspresi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF2), jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler pada luka pasca
pencabutan gigi marmut (Cavia cobaya).

1.4.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bahwa gel spirulina (Blue green algae) sebagai
bahan alami yang digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka yang
efektif, mudah digunakan, dan aman, khususnya pada penyembuhan luka
pasca pencabutan gigi.
2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan obat herbal
spirulina (Blue green algae), yang dimanfaatkan sebagai bahan alternatif
dalam membantu penyembuhan luka, khususnya luka setelah pencabutan
gigi.
3. Menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya untuk mengembangkan
pemanfaatan spirulina (Blue green algae) di bidang kedokteran gigi.
`

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Spirulina

2.1.1. Morfologi dan Taksonomi


Spirulina merupakan mikroorganisme multiselular autotrof berbentuk
filamen (benang) yang tersusun atas sel-sel berbentuk silindris tanpa sekat
pemisah (septa), tidak bercabang dengan trikhoma berbentuk helix (berpilin) dan
berwarna hijau kebiruan. Panjang trikhoma sekitar 20 mm, sehingga terlihat
dengan mata telanjang. Diameter sel 1-3 m pada tipe yang lebih kecil, sedangkan
pada tipe yang lebih besar mencapai 3-12 m. Meskipun demikian, ada juga sel
spirulina yang tumbuh hanya sampai 35-50 m (Karbinawa, 2006)

Gambar 2.1 Spirulina (Blue green algae) (Sukirman, 2006)

Spirulina, ganggang biru hijau ini ditemukan pada air payau yang bersifat
alkalis. Salah satu spesies spirulina telah lama dikonsumsi sebagai bahan pangan
di daerah Afrika. Bahkan pada abad ke-16, bangsa Astec Indian ditemukan
sebagai pengguna spirulina yang merupakan sumber protein utama dan

mengandung berbagai vitamin. Ada beberapa spesies spirulina yang telah ditelaah
secara baik. Spirulina yang tumbuh di Meksiko dikenal sebagai Spirulina maxima,
dan di Afrika Spirulina platensis. Spirulina maxima terlihat sebagai benang
filamen bersel banyak dengan ukuran panjang 200-300 m dan lebar 5-70 m.
Suatu filamen dengan 7 spiral akan mencapai ukuran 1000 m dan berisi 250-400
sel (Angka dan Suhartono, 2000).
Spirulina adalah ganggang renik (mikroalga) berwarna hijau kebiruan
yang hidupnya tersebar luas dalam semua ekosistem, mencakup ekosistem daratan
dan ekosistem perairan baik itu air tawar, air payau, maupun air laut. Klasifikasi
Spirulina sp (Kawaroe, 2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Bacteria

Sub kingdom

: Negibacteria

Filum

: Cyanobacteria

Kelas

: Cyanophyceae

Sub kelas

: Synechococcophycideae

Orde

: Pseudanabaenales

Famili

: Pseudanabaenaceae

Sub famili

: Pseudanabaenoideae

Genus

: Spirulina

2.1.2. Kandungan Spirulina


Spirulina memiliki kandungan gizi alami tinggi yang menakjubkan dan
merupakan sumber nutrisi alami paling lengkap bila dibandingkan dengan sumber
nutrisi lain yang pernah ada. Spirulina memiliki julukan sebagai Superfood
karena memiliki banyak kandungan nutrisi. Protein Spirulina kering dapat
mencapai 55-75% tergantung pada sumbernya. Protein ini terdiri dari asam
amino-asam amino seperti methionin, sistein, lysin, jika dibandingkan dengan

protein yang berasal dari telur dan susu. Alga ini juga kaya gamma-linolenic
(GLA), dan juga menyediakan alpha-linolenic acid (ALA), linolenicacid (LA),
stearidonic acid (SDA), eicosapentaeonic (EPA), docosahexaenoic acid (DHA),
dan arachidonic acid (AA). Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah vitamin
B1, B2, B3, B6, B9, B12, Vitamin C, Vitamin D dan Vitamin E. Selain hal-hal
tersebut di atas juga sebagai sumber potasium, kalsium, krom, tembaga, besi,
magnesium, manganese, fosfor, selenium, sodium, dan zinc (Susanna et al, 2007).
Spirulina mengandung pigmen biru yang umum disebut phycocyanin.
Phycocyanin merupakan protein kompleks yang terdapat lebih dari 20% dalam
seluruh berat keringnya. Phycocyanin dapat berfungsi pula sebagai antioksidan,
pewarna alami untuk makanan, kosmetika, dan obat-obatan khususnya sebagai
pengganti warna sintetik dan mampu mengurangi obesitas. Besar maupun
kecilnya keberadaan fikosianin yang terkandung dalam biomassa sel tergantung
banyak sedikitnya suplai nitrogen yang dikonsumsi oleh Spirulina (Richmond,
1990).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kawaroe (2010), asam
lemak yang dikandung oleh Spirulina sp. di antaranya adalah asam kapriat
(0,07%), asam laurat (3,08%), Asam myristat (2%), asam stearat (3,5%), asam
palmitat (17,28%), asam oleat (22,58%), asam palmitoleat (0,24%), dan asam
linoleat (9,93%) . Asam amino Spirulina fusiformis terdiri atas sembilan asam
amino esensial dan delapan asam amino non esensial. Asam amino esensial yang
terkandung di dalamnya yaitu lisin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin,
fenilalanin, histidin, dan arginin. Sedangkan asam amino non esensial yang
terdapat pada Spirulina fusiformis adalah asam aspartat, asam glutamat, glisin,

serin, alanin, prolin, tirosin, dan sistein. Asam amino yang mendominasi, yaitu
asam aspartat, asam glutamat, serin, arginin, alanin, valin, leusin. Spirulina
fusiformis mengandung pigmen fikosianin dan klorofil.
Kandungan kalsium spirulina tiga kali lebih tinggi dibanding susu hewani,
dan zat besinya tiga kali lebih besar dibanding bayam. Spirulina mengandung juga
bahan bioaktif berupa anti oksidan yang berasal dari tiga pigmen yang kaya
protein yaitu phycocyanin, klorofil dan zeasan-lin. Phycocyanin yang merupakan
antioksidan larut air, berkhasiat untuk menunjang kesehatan hati dan ginjal.
Zeasantin berkhasiat untuk kesehatan mata, dan klorofil adalah antioksidan yang
bersifat antikanker dan antiracun Kini produk suplemen kesehatan (healty food)
yang berasal dari algae hijau scpeni Spirulina dan Chlorella dengan segala
keunggulannya (mampu menurunkan kolesterol dan lipida darah, dll) telah
mampu diproduksi dengan sukses di seluruh dunia (Dahuri, 2002).

2.1.3. Manfaat Spirulina


Spirulina mengandung beberapa bahan aktif, terutama phycocyanin dan karoten yang memiliki antioksidan kuat dan aktivitas antiinflamasi. Antioksidan
dan sifat antiinflamasi phycocyanin pertama kali dilaporkan pada tahun 1998 dan
dikonfirmasi oleh banyak penelitian sesudahnya. Phycocyanin memiliki
kemampuan untuk mengikat radikal bebas, termasuk alkoxyl, radikal hidroksil dan
peroxyl. Hal ini terbukti dapat menurunkan produksi nitrit, menekan induksi
oksida nitrat sintase (iNOS), dan menghambat peroksidasi lipid hati mikrosomal.
Penelitian dengan menggunakan teknologi rekombinan telah dilakukan untuk
melihat aktivitas antioksidan yang terjadi (Romay et al, 2003).

10

Sebagai produk anti radang, phycocyanin juga menghambat pembentukan


sitokin proinflamasi, seperti TNF, menekan produksi cyclooxygeanase-2 (COX2) dan mengurangi produksi prostaglandin. (Remirez, 2002 & Romay et al, 2003).
Spirulina juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, seperti yang
ditunjukkan pada hewan coba, dapat meningkatkan aktivitas sel fagosit dan sel
NK (Qureshi,1996). Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa spirulina dapat
mencegah kanker pada hewan (Mohan,2006; Roy,2007). Selain itu, pada studi in
vitro dan hewan coba menunjukkan bahwa spirulina memiliki efek sebagai anti
virus (Gorobets, 2002; Hernandez, 2002; Shih, 2003).

2.1.4. Phycocyanin
Kata "phycocyanin" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "phyco"
(algae) dan "cyan" (biru). Phycocyanin merupakan pigmen biru yang dapat larut
dalam air. Phycocyanin hanya ditemukan di alga hijau biru seperti spirulina dan
tidak bisa didapatkan di makanan yang lain. Phycocyanin adalah salah satu bahan
utama yang menjadikan spirulina sebagai superfood, dan menunjukkan perbedaan
penting antara spirulina dan makanan hijau lainnya, seperti chlorella, wheat grass
dan barley. Adapun struktur kimia phycocyanin tersebut adalah (Arlyza, 2005):
Phycocyanin yang berperan sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan
mempercepat proses penyembuhan luka adalah phycocyanin tipe C (Cphycocyanin) (Maruyama, 2008; Madhyastha, 2011). C-phycocyanin beberapa
tahun ini telah dilaporkan memiliki kemampuan sebagai antioksidan, anti
inflamasi, dan neuroprotective. Efek antioksidan dari C-phycocyanin telah diuji
secara in-vitro, mampu membersihkan/ menyerap radikal bebas seperti: alkoxyl,

11

hidroxyl, peroxyl, dan dapat bereaksi dengan peroxinitrite (ONOO-) dan asam
hypochlorous (HOCl). C-phycocyanin dapat menghambat induksi asam Fe-2ascorbic atau inisiasi radikal bebas 2,2azobis (2-amidinopropane) hydrochloride
(AAPH) pada proses peroxidasi lipid microsomal (Romay et al, 2003).

Gambar 2.2 Struktur kimia phycocyanin (Arlyza, 2005)

Menurut Dartsch (2008), efek antioksidan oleh C-phycocyanin dapat


menurunkan aktivitas metabolisme fungsional dari neutrofil yang dapat
mengakibatkan aktivitas pergerakannya menjadi berkurang. C-phycocyanin juga
dapat menginaktifkan ROS yang dihasilkan dari neutrofil sebagai mediator proses
inflamasi.

2.1.5. Mekanisme C-Phycocyanin dalam Penyembuhan Luka


Rantai (kaskade) penyembuhan dimulai seiring dengan terjadinya luka.
Keseluruhan proses yang terjadi memerlukan interaksi berbagai jenis sel,
termasuk fibroblas. Proliferasi dan migrasi fibroblas penting pada proses
penutupan luka (Tomasek, 2002). Maruyama (2008) memaparkan bahwa

12

proliferasi dan migrasi fibroblas ini dipacu secara signifikan oleh C-phycocyanin,
suatu alga protein.

Gambar 2.3 Jalur tranduksi sinyal C-Phycocyanin pada penyembuhan luka (Maruyama,2008)

Proliferasi fibroblas yang dimaksud terjadi melalui jalur cyclindependent


kinase, sedangkan migrasi fibroblas terjadi melalui jalur uPA (urokinase-type
Plasminogen Activator) (Malumbres, 2001), dan demikian selanjutnya uPA akan
memacu migrasi fibroblas melalui jalur kemokin (MDC, RANTES, eotaxins,
ENA-78) serta rho-GTPase protein (Cdc 42 dan rac 1) (Maruyama,2008).
Sel yang sedang berproliferasi berkembang melalui serangkaian tempat
dan fase yang telah ditentukan yang disebut siklus sel. Siklus sel tersebut terdiri
dari (secara berurutan): fase pertumbuhan prasintesis 1 (G1), fase sintesis DNA
(S), fase pertumbuhan pramitosis 2 (G2), dan fase mitosis (M). Sel istirahat dalam
keadaan fisiologis disebut G0 (Kumar,2007).

13

Masuk dan berkembangnya sel melalui siklus sel dikendalikan melalui


perubahan pada kadar dan aktivitas suatu kelompok protein yang disebut cyclin.
Cyclin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks protein
yang disebut cyclin dependent kinase (cDK). Kombinasi cyclin dan cDK berkaitan
dengan setiap transisi penting dalam siklus sel. C-phycocyanin berperan penting
dalam memacu aktivasi fase G1-S sehingga mempengaruhi berjalannya fase-fase
selanjutnya. Pada fase M terjadi proliferasi fibroblas yang penting dalam
penyembuhan luka (Kumar,2007).

Gambar 2.4 Ilustrasi umum siklus sel (Lapenna dan Giordano, 2009).

Deposisi dan depolimerisasi fibrin terjadi pada fase pertama penyembuhan


luka. Plasma fibronektin terikat dengan fibrin untuk membentuk fibrous clot.
Fibrous clot yang terbentuk akan mendukung terjadinya migrasi dan perlekatan
antara leukosit dan fibroblas (Maquerlot et al.,2006). Migrasi fibroblas akan

14

memacu rekruitmen sel pada permukaan luka dan beberapa aktifitas penting
lainnya termasuk kontraksi matriks ekstraseluler. Migrasi dan proliferasi fibroblas
dipengaruhi oleh medium ekstraseluler matriks sekitarnya, termasuk uPA
(Tanski,2004; Nicholl,2005). uPA yang memproduksi plasmin periseluler akan
mendukung terjadinya proteolisis matriks, remodeling matriks serta migrasi sel
(Providence, 2000).

2.2.

Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, tetapi pada

umumnya terjadi secara teratur. Penyembuhan luka adalah proses pergantian sel
mati oleh sel hidup yang terjadi melalui proses regenerasi dan organisasi, hasil
akhir tergantung dari keseimbangan lokal diantara kedua faktor tersebut.
Penyembuhan luka juga dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan
jaringan sehingga kembali seperti semula, atau dengan kata lain penyembuhan
adalah terjadinya pergantian jaringan yang rusak atau mati oleh jaringan baru
yang melalui proses regenerasi maupun reparasi (Sudiono, 2003; Kumar,2005;
Kumar,2007).

Gambar 2.5 Fase penyembuhan luka secara berurutan (Francischetti, 2009)

15

Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase yang saling
berhimpit yaitu, hemostasis dan inflamasi, proliferasi (pembentukan jaringan
granulasi dan reepitelisasi), serta remodeling (maturasi). Dibutuhkan pengertian
yang mendalam dan mendetail tentang proses penyembuhan luka (Baybutt, 1998).

2.2.1. Fase Inflamasi


Inflamasi adalah reaksi vaskuler yang menimbulkan pengiriman cairan,
zat-zat terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial di
daerah cedera atau nekrosis (Wilson, 2006).
Pada fase inflamasi terjadi respons vaskuler dan seluler yang terjadi
akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak (Kurniati, 2008; Vegad, 1995).
Pada awal fase ini, luka yang mengakibatkan kerusakan pembuluh darah akan
menyebabkan keluarnya darah (Spector, 1993). Menurut Kurniati (2008),
kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi
untuk hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga
mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah
kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup
pembuluh darah.
Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi
vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris, local reflex action, dan adanya
substansi vasodilator: histamin, serotonin, dan sitokin. Sitokin terdiri dari
Epidermal

Growth

Factor

(EGF),

Insulin-like

Growth

Factor

(IGF),

Plateledderived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor beta


(TGF-). Keberadaan sitokin akan mempercepat kehadiran makrofag dan monosit

16

(Singer dan Clark, 1999). Sementara histamin, selain menyebabkan vasodilatasi


juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma
darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis
terjadi oedema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut mengalami
asidosis (Kurniati, 2008).
Oedema yang terjadi akan mengakibatkan migrasi sel leukosit (terutama
netrofil) ke ekstra vaskuler, sehingga fase selular dimulai. Fungsi netrofil adalah
membersihkan daerah luka dari benda asing dan bakteri (Singer dan Clark, 1999).
Menurut Spector (1993) keberadaan netrofil di daerah luka sangat singkat,
sehingga setelah dihasilkannya sitokin, monosit yang matur akan berubah menjadi
makrofag di jaringan dan menggantikan fungsi netrofil. Sel makrofag berfungsi
untuk fagositosis, mensintesa kolagen, membentuk jaringan granulasi bersamasama dengan fibroblas, memproduksi growth factor yang berperan pada
reepitelisasi, serta membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis (Kurniati,
2008).
Pada fase ini, limfosit B dan limfosit T juga akan terakumulasi pada
daerah injuri. Limfosit B dapat mengenali antigen, memproduksi antibodi yang
mengingatkan sistem imun dalam mengidentifikasi benda asing, serta berinteraksi
dengan komplemen untuk melisiskan benda asing. Limfosit T dibagi menjadi tiga
kelompok. Sel T helper yang menstimulasi proliferasi dan differensiasi sel B. Sel
T superssor yang mengatur kerja sel T helper. Sel T sitotoksik (killer) melisiskan
sel yang membawa antigen asing (Peterson, 2003).
Setelah luka bersih dari infeksi dan bakteri serta terbentuknya makrofag,
dan fibroblas, dapat dikatakan bahwa fase inflamasi telah terjadi. Fase ini ditandai

17

dengan adanya eritrema, rasa hangat pada daerah injuri, serta oedema dan rasa
sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4 setelah terjadinya
perlukaan (Kurniati, 2008).

2.2.2. Fase Proliferasi


Fase Proliferasi terjadi setelah agen-agen penyebab injuri berhasil
dihilangkan dan tidak ada infeksi yang berarti. Fase ini ditandai oleh pembentukan
jaringan granulasi pada daerah injuri. Jaringan granulasi merupakan jaringan ikat
dengan banyak vaskularisasi yang terdiri atas berbagai elemen seperti sel-sel
radang dan sel fibroblas, pembuluh darah baru, fibronektin dan asam hialuronik.
Jaringan granulasi terbentuk dari beberapa proses seperti fibroplasia, peletakan
matrik, angiogenesis (revaskularisasi), dan reepitelisasi (Peterson, 2003).
Pada jaringan lunak yang mengalami perlukaan, fibroblas akan aktif
bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan
berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,
hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun
(rekonstruksi) jaringan baru (Singer dan Clark, 1999).
Sel fibroblas merupakan elemen utama dalam proses perbaikan jaringan
dan berperan dalam memproduksi sejumlah besar kolagen. Kolagen memiliki
fungsi yang lebih spesifik yaitu membentuk cikal bakal jaringan baru dan dengan
dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblas, memberikan tanda bahwa makrofag,
pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat
memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di
dalam jaringan baru tersebut, disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses

18

proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. Respon yang


dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah proliferasi, migrasi, deposit
jaringan matriks, serta kontraksi luka (Kurniati, 2008).

Gambar 2.6 Rangkaian proses angiogenesis (Angiogenesis Foundation, 2001)

Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru


selama proses penyembuhan. TGF-B dan PDGF yang disekresi dari platelet,
merangsang makrofag dan granulosit promosi angiogenesis. Makrofag berperan
penting pada pelepasan sejumlah substansi angiogenik termasuk TNF alpha dan
bFGF. Substansi angiogenik ini berikatan dengan reseptor yang sesuai sehingga
mengirim signal dari permukaan ke inti sel, dan sel-sel endotel mulai
memproduksi sel-sel baru dan enzim. Enzim ini akan melubangi endotel
pembuluh darah namun masih dilindungi oleh membran basalis. Sel-sel endotel
mulai berproliferasi dan bermigrasi mengarah ke daerah luka yang dipandu
dengan adanya matriks metalloproteinase yang melisiskan jaringan yang
menghalanginya. Pembuluh darah ini tetap tumbuh dan terjadi remodeling
disekitar jaringan ini. Perkembangan endotel ini membentuk tube pembuluh
darah. Kapiler angiogenik memasuki daerah bekuan darah fibrin dan menyusun

19

jaringan pembuluh darah mikro ke dalam jaringan. Pada akhirnya pembuluh darah
baru yang terbentuk akan didukung struktur sel-sel otot khusus (otot polos,
perycites), dan darah mulai mengalir (Enoch, 2004; Kleinert, 2005).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan
keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk
barrier yang menutupi permukaan luka. Melalui sintesa kolagen oleh fibroblas,
pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan
mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Hal ini akan membantu
jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi
myofibroblas yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.
Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka yang ekstrim dibandingkan
dengan luka biasa (Kurniati, 2008).
Proses reepitelisasi dimediasi oleh matrik ektraseluler seperti fibronektin,
sitokin yang dihasilkan oleh immunmononuklear, EGF, TGF-, bFGF, PDGF dan
IGF- (Peterson, 2003).

Gambar 2.7 Ilustrasi epitelisasi luka (Rubin, 1995)

20

2.2.3. Fase Remodelling


Sintesa matriks dan tahap remodeling merupakan awal dari perkembangan
jaringan granulasi yang berlanjut untuk waktu yang panjang. Setelah matriks ini
matang maka fibronektin dan asam hyaluran (HA) akan hancur dan bundel dari
kolagen membesar, sehingga kekuatan tarik akan meningkat. Serabut kolagen
akan meningkat hingga mencapai 80% dari kekuatan jaringan sehatnya
(Muharram, 2007).
Deposisi kolagen pada awalnya sangat tidak teratur namun pada saat
kontraksi terjadi organisasi yang baik dari kolagen ini. Remodeling dari luka
terjadi saat jaringan ikat kontraktil dibawahnya mengalami pengkerutan sehingga
memungkinkan tepi luka mendekat. Kontraksi yang terjadi dikarenakan interaksi
fibroblas dengan matrik ekstra seluler (ECM) sekitarnya. Interaksi ini akan
dipengaruhi faktor pada faktor-faktor ekstra selular seperti TGF-B, PDGF dan
FGF. Seiring dengan waktu kepadatan makrofag dan fibroblas menurun oleh
proses apoptosis. Proses apoptosis diduga dipicu penarikan citokin seusai luka
menyembuh, teori lain proses diferensiasi menyebabkan apoptosis ini dan melapas
faktor faktor yang mendukung reepitelisasi. Dengan berlanjutnya remodeling
maka pertumbuhan kapiler akan berhenti, terjadi penurunan aliran darah ke daerah
luka dan aktifitas metabolik menurun. (Enoch, 2004).
Pada tahap selanjutnya keterlibatan sintesa dan sekresi

fibroblas

mengubah kolagen tipe I dan III menjadi matriks yang baru. Remodeling kolagen
selama proses maturasi tergantung dari sintesa destruksi kolagen. Proteoglycans
merupakan sintesa dari kolagen karena itu bahan ini hanya muncul jika
didapatkan penumpukan kolagen yang signifikan. Proteoglycans merupakan

21

penanggung jawab kestabilan dari fibril kolagen ekstra selular serta pematangan
kolagen. Kolagenase dan matriks metalloproteinase berperan pada sintesa kolagen
baru, sedangkan inhibitor metalloproteinase membatasi enzim kolagenolitik untuk
mencapai keseimbangan formasi kolagen baru dan pembuangan kolagen yang
lama. Selama proses ini fibronektin bertahap mulai menghilang, dan asam
hyaluronik dan glycosaminoglycans diganti oleh proteoglycans. Tipe III kolagen
berganti dengan kolagen tipe I. Cairan keluar dari skar sehingga serat kolagen satu
dengan lainnya akan mendekat, memungkinkan ikatan diatara kolagen sehingga
menekan ketebalan jaringan skar yang ada (Rubin, 1995). Menurut Kurniati
(2008) luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan
jaringan kulit mampu melakukan aktivitas yang normal.

2.3.

Fibroblas
Fibroblas merupakan sel utama pada jaringan ikat yang terbentuk dari

diferensiasi sel mesenkim, sel-sel ini berbentuk pipih dengan tonjolan-tonjolan


sitoplasma dan sangat aktif dalam sintesa protein untuk membentuk substansi
interseluler. Sel ini merupakan sel tetap tetapi jika terdapat stimulasi pada perifer
dimana terjadi penyembuhan luka, sel-sel ini akan bergerak menuju ke daerah
tersebut. Fibroblas mensekresi asam hyaluronan dan protein, dua komponen ini
akan berinteraksi dengan cairan ekstraselular dan menghasilkan substansi dasar
yang lengket (Cruickshank, 1969; Martini, 2001).
Fibroblas dewasa yang tidak aktif disebut juga dengan fibrosit. Sel ini
berukuran lebih kecil daripada fibroblas, berbentuk gelendong, memiliki inti yang
panjang, lebih gelap, lebih kecil dan sitoplasmanya bersifat asidofil serta

22

mengandung sedikit retikulum endoplasma yang kasar. Fibrosit dapat dirangsang


dan aktivitas sintetiknya dapat diaktifkan kembali menjadi fibroblas pada saat
proses penyembuhan luka (Carlos, 1998).

Gambar 2.8 Sayatan melintang fibroblas (Fawcett, 2002)

Fibroblas merupakan sel utama yang terdapat pada jaringan ikat padat
seperti tendon, tersusun di barisan paralel pada tendon, badan sel tersebut
berbentuk kumparan dalam deretan bila dilihat menggunakan mikroskop dengan
arah membujur, pada sayatan melintang, secara garis besar sel tampak sebagai
bidang berbentuk bintang, gelap di antara gelondong kolagen (Fawcett,2002).

2.4.

Faktor Pertumbuhan (Growth Factor)


Faktor pertumbuhan (Growth factor) yang juga sering disebut sitokin,

berperan penting dalam komunikasi dan interaksi antar sel termasuk pada
penyembuhan luka. Pergerakan sel-sel yang tepat waktu dan tempat pada tahapan
penyembuhan diatur oleh growth factor/ sitokin. Growth factor dapat disekresi
dibagian manapun dari tubuh terdekat melalui pembuluh darah. Pada beberapa
permasalahan penyembuhan luka, ditemukan kekurangan growth factor.

23

Peningkatan growth factor yang tepat akan memberikan hasil dan waktu
penyembuhan yang diinginkan (Carson, 2005).

Tabel 2.1 Beberapa growth factor, sumber dan kegunaannya pada penyembuhan luka (Carson,
2005)
Growth Factor
CTGF - Connective
tissue growth factor

Sumber
Fibroblas, sel endothel.

Kegunaan
Kemotaksis dan mitogenesis sel jaringan ikat

EGF - Epidermal

Sekresi, plasma, platelet,

growth factor

makrofag.

FGF - Fibroblast

Makrofag, T limfosit, sel

Kemotaksis dan mitogenesis dan angiogenesis,

growth factor (1

endotel, pada berbagai

fibroblas dan target keratinosit, kontraksi luka

and 2)

jaringan.

IFN-alpha
Interferons

Limfosit, fibroblast

growth factor

lainnya...

KGF- Keratinocyte
growth faktor

dan deposisi matriks.

matriks metalloproteinase, aktivasi makrofag


dan pengaturan sitokin

Makofag, liver, fibroblas,

Interleukins

perkembangan jaringan granulasi,

Menghambat proliferasi fibroblas dan sintesa

IGF-1 - Insulin like

IL-1thru 8

Stimulan migrasi keratinosit dan fibroblast,

endocrine effects like growth hormone, sintesa


proteoglycans, kolagen; migrasi keratinosit dan
proliferasi fibroblast

Makrofag, sel mast,

Kemotaksis fibroblas dan PMN's dan fibroblast,

keratinosit, limfosit,

angiogenesis

jaringan lainnya.
Fibroblas

Stimulan migrasi, proliferasi dan differensiasi


keratinosit
Kemotaktik untuk kebanyakan sel yang terlibat

PDGF-Platelet
derived growth
factor

penyembuhan luka (PMN, Fibroblas,


Platelet, endotel sel,
makrofag, sel otot polos.

Makrofag, sel otot polos), stimulan


angiogenesis, remodeling, kontraksi, aktivasi
fungsi berbagai sel-sel penyembuhan, but is
also likely the best studied cytokine

TGF -

Kemotaksis, sintesa dan mitogenesis berbagai

Transforming

T limfosit, keratinosit

growth faktor,

dan berbagai jaringan.

jenis sel.

alpha and beta


TNF - Tumor

T limfosit, makrofag, sel

necrosis factor

mast.

Activasi makrofag, stimulasi angiogenesis,


pengaturan sitokin lainnya.

24

VEGF - Vascular
endothelial [cell]

Meningkatkan vasopermeabilitas, sebagai


Keratinosit

mitogenesis endothelial

growth factor

2.5.

Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2)


Fibroblast growth factor-2 (FGF-2) adalah heparin-binding growth factor,

yang membantu pertumbuhan dan diferensiasi sel mesodermal, neuroektodermal,


dan endodermal. Fibroblast growth factor-2 (basic FGF/bFGF; FGF-2) adalah
salah satu anggota dari FGF family. FGF-2 pertama kali diidentifikasi sebagai
146-amino acid protein yang diisolasi dari pituitary. FGF-2 secara in vivo adalah
molekul poten untuk angiogenik. Secara in vitro FGF-2 juga menstimulasi
pertumbuhan smooth muscle cell, wound healing, dan tissue repair. Selain itu,
FGF-2 juga menstimulasi hematopoiesis dan juga memegang peranan penting
dalam diferensiasi dan fungsi dari nervous system, mata, dan skeleton. Dikatakan
juga bahwa FGF-2 adalah growth factor yang selain dapat memperbanyak jumlah
Mesenchymal Stem Cell (MSC), tetapi juga dapat menurunkan ekspresi marker
dari osteoblast differentiation (Hanada et al., 1997). FGF-2 memiliki reseptor
FGFR-1 sampai FGFR-4 (Cotton LM et al., 2008).
FGF berpartisipasi dalam signaling network selama proses odontogenesis
pada tahap inisiasi, morphogenesis, dan diferensiasi. Dalam proses pertumbuhan
gigi, ekspresi dari FGF-2 protein dapat ditemukan di basement membrane, akan
tetapi signalnya akan menghilang di daerah terjadinya mineralisasi dari
extracellular matrix (Suardita, 2008).

25

Sejumlah besar dari FGF berfungsi sebagai berikut (Soepribadi, 2013):


a. Pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis): FGF-2 terutama
memiliki

kemampuan

menginduksi

tahapan

yang

penting

pada

pembentukan pembuluh darah baru baik in vivo maupun in vitro.


b. Perbaikan luka: FGF berpartisipasi dalam migrasi makrofag, fibroblas dan
sel endotel pada jaringan yang rusak serta migrasi sel epitelium untuk
membentuk epidermis yang baru.
c. Pertumbuhan: FGF berperan pada pertumbuhan otot skeletal dan maturasi
pada paru-paru. Sebagai contoh FGF-6 dan reseptornya menginduksi
proliferasi mioblas dan menekan diferensiasi miosit, menyediakan suplai
untuk proliferasi miosit. FGF-2 juga terlibat dalam peningkatan angioblas
selama masa embriogenesis. FGF-1 dan FGF-2 terlibat secara spesifik
pada liver dari sel endotel.
d. Hematopoiesis: FGF telah dinyatakan dalam diferensiasi lineages spesifik
pada sel darah dan berkembang pada stroma bone marrow.

26

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1.

Kerangka Konseptual
Luka pasca
pencabutan gigi
Spirulina
(Blue green algae)

Fibroblast
Growth Factor2 (FGF-2)

uPA
cyclin dependent
kinase (cDK)
dan cyclin
Rho GTPase
proteins

Kemokin

Ras
Raf

Makrofag
Sel Endotel
Fagositosis
mikroba dan
bahan asing

MAPK
Migrasi Sel
Fibroblas

Proliferasi Sel
Fibroblas

Angiogenesis
Suplai
Oksigen dan
Nutrisi

Kolagen
Remodeling
Penyembuhan Luka
Pencabutan Gigi
Keterangan:

Menyebabkan/ mempengaruhi/ menghasilkan


Menghambat/ menurunkan
Variabel yang diukur
26

27

3.2.

Keterangan Kerangka Konseptual


Tindakan pencabutan gigi akan menyebabkan reaksi keradangan,

kerusakan jaringan dan pendarahan di sekitar daerah luka. Tubuh akan


memberikan respon untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak dengan
melakukan regenerasi atau repair jaringan melalui siklus sel. Penyembuhan luka
juga dipengaruhi oleh siklus sel yang diperankan oleh cyclin dependent kinase
(cDK) dan cyclin. Apabila terjadi gangguan pada siklus sel, maka akan
menyebabkan terlambatnya aktifitas proliferasi sel, penyembuhan luka terganggu
dan memungkinkan terjadinya komplikasi pasca pencabutan gigi.
Perlekatan kandungan gel spirulina seperti C-Phycocyanin, flavonoid,
Carotenoids, vitamin E (tochoperols), phycobiliproteins dan zinc pada soket gigi
marmut dapat berperan dalam meningkatkan siklus sel agar berjalan dengan lebih
baik. Kandungan C-Phycocyanin dari spirulina akan mempengaruhi peningkatan
proliferasi fibroblas melalui jalur cyclin-dependent kinase dan peningkatan
migrasi fibroblas melalui jalur uPA (urokinase-type Plasminogen Activator).
Nantinya uPA akan memacu migrasi fibroblas melalui jalur kemokin dan Rho
GTPase proteins. Peningkatan proliferasi dan migrasi sel fibroblas tersebut di
awali dengan meningkatnya pelepasan faktor pertumbuhan seperti Fibroblast
Growth Factor-2 (FGF-2). FGF-2 akan meningkatkan pembentukan pembuluh
darah baru (angiogenesis) pada daerah luka, serta berpartisipsi dalam proliferasi
fibroblas, migrasi fibroblas, makrofag dan sel endotel pada jaringan yang rusak
tersebut. Adanya peningkatan FGF-2, proliferasi dan migrasi sel fibroblas, serta
peningkatan proses angiogenesis tersebut akan mempercepat penyembuhan luka.

28

Manfaat lain dari kandungan spirulina seperti C-Phycocyanin bersama


flavonoid memiliki kemampuan sebagai anti-inflamasi, mampu menghambat
mediator inflamasi seperti prostaglandin sehingga menurunkan aktivitas MMP
dalam degradasi kolagen. Spirulina juga mampu menghambat Reactive Oxygen
Spesies (ROS) maupun radikal bebas, sehingga tidak terjadi kerusakan sel yang
berlanjut. Manfaat ini tentu akan semakin menambah keuntungan dalam
penggunaan spirulina untuk menyembuhkan luka pasca pencabutan gigi.

3.3.

Hipotesis
Pemberian gel spirulina (Blue green algae) pada luka pasca pencabutan

gigi marmut (Cavia cobaya) dapat meningkatkan ekspresi Fibroblast Growth


Factor-2 (FGF-2), jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler.

29

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1.

Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

4.1.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian true experimental
dengan menggunakan hewan coba marmut jantan (Cavia cobaya).

4.1.2. Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian ini menggunakan sampel yang dipilih secara The
Randomized post test only control group design (Gibbon et al., 1997).
Keterangan:

Exo

P1

O1

Exo

P2

O2

Exo

P3

O3

Exo

K-

O4

= Sampel

= Randomisasi

Exo

= Pencabutan gigi

P1

= Perlakuan kelompok 1, diberi gel spirulina konsentrasi 6% dan dijahit


pada gusi

P2

= Perlakuan kelompok 2, diberi gel spirulina konsentrasi 12% dan dijahit


pada gusi

29

30

P3

= Perlakuan kelompok 3, diberi gel spirulina konsentrasi 24% dan dijahit


pada gusi

K-

= Perlakuan kelompok kontrol negatip, tidak diberi gel spirulina dan


dijahit pada gusi

O1-4 = Observasi ekspresi FGF-2, jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah
kapiler pada hari ke-3.

4.2.

Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa marmut jantan (Cavia

cobaya) sehat dengan berat badan rata-rata 200-300 gram, berusia 2-3 bulan,
dipelihara pada tempat yang sama serta diberi pakan yang sama. Besar sampel
hewan coba yang digunakan, didapat berdasarkan rumus (Lemeshow, 1990):
n = 2 2.(Z1- + Z1-)2
(1 2)2
n = 7 ekor

Keterangan :
n

: nilai besar sampel (ekor)

: Standar deviasi kontrol

Z1-

: nilai tabel Z dari 1- ( = 0,05)

Z1-

: nilai tabel Z dari 1- (harga = 0,10)

1 - 2 : Selisih rerata nilai kelompok perlakuan 1 dengan kelompok


perlakuan 2

31

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan 4 kelompok sampel, antara


lain:
1. Kelompok kontrol: tidak diberi perlakuan (konsentrasi 0%)
2. Kelompok I: diberi gel spirulina konsentrasi 6%
3. Kelompok II: diberi gel spirulina konsentrasi 12%
4. Kelompok III: diberi gel spirulina konsentrasi 24%

4.3.

Variabel Penelitian

1. Variabel bebas:
Gel spirulina konsentrasi 0 %, 6 %, 12%, 24%.
2. Variabel terikat:
a) Ekspresi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2)
b) Jumlah Sel Fibroblas
c) Jumlah Pembuluh Darah Kapiler.
3. Variabel terkendali:
a) Makanan dan lingkungan kandang
b) Teknik pencabutan gigi insisivus
c) Teknik pemberian gel spirulina
d) Teknik pembuatan preparat imunohistokimia

4.4.

Definisi Operasional

1.

Gel spirulina adalah gel konsentrasi 6%, 12%, 24% yang dibuat dari bubuk
spirulina murni dengan basis gel Carboxy Methyl Celulosa Natrium (CMC
Na) 3%, yang kemudian diuji untuk mengetahui pengaruhnya pada

32

ekspresi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2), jumlah sel fibroblas, dan


jumlah pembuluh darah kapiler.
2.

Ekspresi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2) adalah jumlah sel fibroblas


yang mengekpresikan FGF-2, diamati dari sediaan preparat bekas
pencabutan gigi marmut terhadap pemberian gel spirulina dengan
pemeriksaan imunohistokimia menggunakan antibodi berlabel biotin dan
visualisasi dengan DAB (Deaminobenzedine) melalui mikroskop cahaya
pada pembesaran 400 kali.

3.

Jumlah sel fibroblas adalah jumlah sel berbentuk besar gepeng yang
diamati dan dihitung dari sediaan preparat bekas pencabutan gigi marmut
terhadap pemberian gel spirulina dengan pemeriksaan histopatologi
anatomi (HPA) melalui mikroskop cahaya pada pembesaran 400 kali.

4.

Jumlah pembuluh darah kapiler adalah jumlah pembuluh darah, yang


diamati dan dihitung dari sediaan preparat bekas pencabutan gigi marmut
terhadap pemberian gel spirulina dengan pemeriksaan histopatologi
anatomi (HPA) melalui mikroskop cahaya pada pembesaran 400 kali.

4.5. Tempat Penelitian


1. Pembuatan gel spirulina (Blue green algae) dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga.
2. Pengujian gel spirulina pada soket marmut (Cavia cobaya) dilakukan di
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran, Universitas Ailrangga.
3. Pembuatan preparat Histopatologi Anatomi (HPA) dan Imunohistokimia
dari soket marmut (Cavia cobaya) dibuat di Laboratorium Patologi

33

Anatomi Gedung Diagnostic Center (GDC) RSUD Dr. Soetomo,


Surabaya.
4. Pengamatan ekspresi Fibroblast Growth Factor (FGF-2), jumlah sel
fibroblas dan jumlah pembuluh darah kapiler dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga.

4.6.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1.

Kandang hewan coba (marmut) 60 cm x 65 cm x 80 cm

2.

Tang dan elevator khusus yang steril untuk mencabut gigi marmut

3.

Pinset dental

4.

Gunting

5.

Nierbeken

6.

Syringe

7.

Needle holder untuk menjahit

8.

Benang silk 3/0

9.

Jarum 16 G

10.

Alat pencetak berbahan logam untuk blok parafin

11.

Water bath (tissue floatation bath)

Gambar 4.1. Peralataan untuk mencabut gigi marmut beserta alat suturing

34

12.

Rotary microtom

13.

Hot plate (alat pemanas)

14.

Mikroskop cahaya
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1.

Gel Spirulina (Blue green algae)

2.

Alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 99%, 100%

3.

Larutan formalin 10% untuk fiksasi sediaan dalam tabung reaksi

4.

Larutan eter 10% untuk anestesi inhalasi

5.

Xylol dengan konsentrasi absolut

6.

Asam nitrat 2,5%

7.

Gelas obyek

8.

Label penomoran spesimen

9.

Bahan pengecatan specimen imunohistokimia

10.

Cover glass

11.

Reagen FGF-2

12.

Bahan cat gram: Hematoksilin Eosin (HE)

4.7. Cara Kerja


1.

Pembuatan gel spirulina (Rowe, 2009):


a. Kelompok kontrol: menggunakan basis gel Carboxy Methyl Celulosa
Natrium (CMC Na) 3%.
b. Kelompok I: gel spirulina 6% dibuat dari spirulina sebanyak 600 miligram
dalam 9,4 gram CMC Na 3%.

35

c. Kelompok II: gel spirulina 12% dibuat dari spirulina sebanyak 1200
miligram dalam 8,8 gram CMC Na 3%.
d. Kelompok III: membuat gel spirulina 24% dibuat dari spirulina sebanyak
2400 miligram dalam 7,6 gram CMC Na 3%.
2.

Perawatan Marmut (Rahmitasari, 2012)


Marmut dipelihara selama seminggu untuk beradaptasi dalam
kandang berukuran 60 cm x 65 cm x 80 cm untuk (7 ekor marmut) dan
ditempatkan pada ruangan yang cukup udara dan cahaya agar tidak lembab,
jauh dari kebisingan, dan tidak terpapar sinar matahari secara langsung.
Marmut diberi makanan yang mengandung banyak serat, umbi, jagung, dan
sayuran hijau lainnya yang segar. Setelah itu dilakukan penimbangan berat
badan untuk memenuhi kriteria sampel.

3.

Pencabutan gigi insisivus kiri rahang bawah pada marmut akan dilakukan
dengan menggunakan modifikasi dari needle holder di bawah efek anestesi
eter 10% secara inhalasi (Rahmitasari, 2012).

4.

Pada masing-masing kelompok, gel spirulina diberikan pada soket luka bekas
pencabutan .

5.

Marmut tidak diberi gel spirulina pada kelompok kontrol, kemudian diberi
gel spirulina konsentrasi 6% pada kelompok I, konsentrasi 12% pada
kelompok II, dan konsentrasi 24% pada kelompok III.

6.

Setelah dilakukan pencabutan dan perlakuan, hewan coba diberi makanan


secukupnya dengan memperhatikan kesehatan hewan coba.

7.

Setelah hari ke-3, kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dilakukan


pengambilan mandibula dan melepasnya dari angulus mandibula dibawah

36

efek anestesi dengan eter 10% dan kemudian mandibula dikeluarkan. Setelah
itu, jasad marmut dikuburkan (Rahmitasari, 2012).
8.

Pembuatan preparat (Bancroft, 2008):


a. Fiksasi Jaringan
Fiksasi jaringan dengan Neutral Buffered Formalin (NBF) 10% yang
bertujuan untuk mencegah perubahan jaringan post mortem agar tidak
membusuk. Perendaman minimal selama 1x24 jam dengan volume larutan 10
kali dari besar spesimen.
b. Dekalsifikasi
Proses ini merupakan proses menghilangkan kalsium secara bertahap
dengan menggunakan senyawa asam, yaitu Ethylene Diamine Tetra Acetic
Acid (EDTA) 10% dengan volume 30-50 kali besarnya spesimen. Penggantian
larutan ini dilakukan setiap hari sampai spesimen melunak. Jika telah
melunak, perendaman dihentikan, dan dicuci dengan air mengalir selama 1x24
jam untuk menghilangkan asam.
c. Pemrosesan Jaringan
1)

Dehidrasi, yaitu penarikan air dari jaringan secara bertahap dengan


menggunakan alkohol. Dari konsentrasi yang kecil yaitu 70% selama
1 jam, 80% selama 1 jam, 90% selama 1 jam sebanyak 2 kali,
kemudian alkohol 100% selama 1 jam sebanyak 3 kali.

2) Clearing, yaitu untuk menjernihkan jaringan sehingga tampak


transparant dengan cara memasukkan jaringan ke dalam larutan xylol
sebanyak 3 kali selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam.

37

3) Impregnasi, yaitu proses infiltrasi parafin. Proses ini dilakukan


dengan cara mencairkan parafin solid pada suhu 600 C dan
selanjutnya memasukkan parafin pada jaringan sebanyak 2 kali.
Masing-masing selama 2 jam.
4) Embedding, yaitu penanaman jaringan dengan paraffin solid.
Dilakukan dengan cara :

Menyiapkan jaringan yang dikondisikan dalam suhu 600C. Bahan


embedding juga dipanaskan pada suhu 600C.

Penyiapan alat pencetak yang terbuat dari logam berbentuk L.


Agar mudah dilepas, gunakan gliserin pada alat pencetak.
Posisikan alat pencetak sehingga membentuk persegi empat, lalu
bahan embedding dituang ke dalam alat pencetak dengan volume
yang cukup.

Jaringan diambil dengan menggunakan pinset lalu ditanam ke


dalam pencetak yang telah diisi oleh parafin dengan posisi yang
dikehendaki.

Alat pencetak yang telah terisi paraffin dan jaringan didinginkan


pada alat pendingin. Bila sudah mengeras paraffin bisa dilepas
dari alat pencetak sehingga terbentuk blok paraffin.

d. Pemotongan Jaringan
Alat yang digunakan untuk memotong jaringan adalah rotary
microtom. Blok yang akan dipotong disiapkan pada alat pendingin agar
parafin tetap padat dan kompak. Gelas obyek disiapkan dan diberi label
sesuai dengan nomor spesimen. Water bath (tissue floatation bath)

38

disiapkan pada suhu 400C. Kemudian blok parafin diletakkan pada head
microtom dan diatur ketebalan yang dikehendaki (4 = 4x10-3). Sayatan
yang diperoleh diletakkan pada water bath agar sayatan dapat
mengembang dengan baik lalu tiriskan. Setelah itu, sayatan pada gelas
obyek diletakkan pada hot plate (alat pemanas) pada suhu 600C selama 1015 menit.
e. Pewarnaan Histopatologi Anatomi (HPA)
1) Slide dicuci dengan PBS ph 7,4 selama 5 menit.
2) Setelah itu slide diwarna dengan hematoxilen selama 10 menit.
3) Kemudian slide direndam dalam tap water selama 10 menit.
4) Slide dibilas dengan dH2O.
5) Dilakukan dehidrasi dengan alkohol berseri 30 % dan 50 % masingmasing selama 5 menit.
6) Kemudian slide diwarna dengan larutan Eosin selama 3 menit.
7) Setelah itu dibilas dengan alkohol 30%.
8) Dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat mulai 50%-100%
masing masing 5 menit.
9) Slide dibilas dengan xylol 2x masing2 15 menit.
10) Mounting dilakukan dengan entelan dan ditutup dengan cover glass.
f. Pewarnaan Fibroblas Growth Factor 2 (FGF-2) dengan teknik
imunohistokimia (Farabi, 2012).
1) Slide dicuci dengan PBS pH 7,4 satu (1) kali selama 5 menit.
2) Dilakukan Blocking endogenous peroksida menggunakan 3 % H2O2
selama 20 menit.

39

3) Slide dicuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali selama 5 menit.


4) Dilakukan Blocking unspesific protein menggunakan 5% FBS yang
mengandung 0,25 % Triton X-100.
5) Slide dicuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali selama 5 menit.
6) Inkubasi menggunakan monoklonal anti FGF-2 (Lab. Vision) selama
60 menit.
7) Slide dicuci dengan PBS ph 7,4 tiga kali selama 5 menit.
8) Dilakukan Inkubasi dengan menggunakan anti rabbit HRP conjugated
selama 40 menit.
9) Slide dicuci dengan PBS pH 7,4 tiga kali selama 5 menit.
10) Slide ditetesi dengan DAB (diamino benzidin) dan inkubasi selama 10
menit.
11) Slide dicuci dengan PBS pH 7,4 tiga kali selama 5 menit.
12) Slide dicuci dengan menggunakan dH2O selama 5 menit.
13) Counterstaining menggunakan Mayer Hematoxilen yang diinkubasi
selama 10 menit dan cuci dengan tap water.
14) Slide dibilas dengan dH2O dan kering anginkan.
15) Mounting dilakukan dengan entelan dan ditutup dengan cover glass.

Gambar 4.2 Persiapan pewarnaan imunohistokimia

40

g. Prosedur Pengumpulan Data


Teknik penghitungan (Kunarti, 2005):
1) Digunakan pembesaran mikroskopis 400 kali yang dicetak menjadi
foto dan dibuat kotak-kotak pada hasil foto tersebut.
2) Teknik counting dilakukan dengan beta counter seluas lapangan
pandang.
3) Daerah yang telah ditentukan yaitu pada regio 1/3 apeks soket.
h. Pengolahan dan Analisa Data
Data penelitian ini dianalisis dengan uji statistik menggunakan one way
ANOVA dan diteruskan dengan Tukey HSD (Lemeshow, 1990)

41

4.8. Alur Penelitian


Alur penelitian yang telah dijelaskan di atas, dapat digambarkan melalui
bagan berikut:
Sampel hewan coba marmut (Cavia cobaya)

Pencabutan gigi insisivus kiri bawah

Irigasi dan dikeringkan dengan kapas

Kelompok
Kontrol (tidak
diberi ekstrak)

Kelompok I
(Konsentrasi 6%)

Kelompok II
(Konsentrasi
12%)

Kelompok III
(Konsentrasi
24%)

Marmut dikorbankan pada hari ke-3


Mandibula hewan coba difiksasi dengan NBF 10%
Dekalsifikasi mandibula marmut dengan EDTA 10%
Dehidrasi dengan alkohol
Clearing dengan xylol
Impregnasi
Embedding
Pemotongan Jaringan

Pembuatan preparat Imunohistokimia


dan pengamatan ekspresi FGF-2

Pembuatan preparat HPA


dan pengamatan jumlah sel fibroblas
serta pembuluh darah kapiler

Analisa Data

42

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

5.1

Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 28 ekor marmut dengan melakukan

pencabutan gigi insisif kiri bawah. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan
preparat immunohistokimia dan histopatologis dari sediaan soket bekas
pencabutan gigi marmut pada hari ke-3 dan dihitung ekspresi Fibroblas Growth
Factor-2 (FGF-2), jumlah sel fibroblas serta pembuluh darah kapiler pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (konsentrasi gel spirulina 6%,
konsentrasi gel spirulina 12%, dan konsentrasi gel spirulina 24%). Berdasarkan
perhitungan tersebut, diperoleh nilai rerata setiap kelompok adalah sebagai
berikut:

Tabel 5.1 Rerata ekspresi FGF-2 pada setiap kelompok


Kelompok
Jumlah Sampel
X SD
Kontrol

6,3a 3,7

Konsentrasi 6%

9.0ab 3,2

Konsentrasi 12%
Konsentrasi 24%

7
7

13,6bc 3,5
14,6c 2,2

Keterangan: Superscript berbeda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0,05)

42

43

Grafik 5.1. Rerata ekspresi FGF-2 pada setiap kelompok


RERATA EKSPRESI FGF-2

16
13,6 3,5

14

14,6 2,2

12
9,0 3,2

10
8

X SD
6,3 3,7

4
2
0
Kontrol

K.6%

K.12%

K.24%

KELOMPOK SAMPEL

Gambar 5.1 Ekspresi FGF-2 pada pemeriksaan imunohistokimia yang ditunjukkan anak panah
pada setiap kelompok (a. Kelompok kontrol, b. Kelompok konsentrasi 6%, c.
Kelompok konsentrasi 12%, d. Kelompok konsentrasi 24%) pada pembesaran 400x.

44

Tabel 5.2 Rerata jumlah sel fibroblas pada setiap kelompok


Kelompok
Jumlah Sampel
X SD
Kontrol

8,4a 1,7

Konsentrasi 6%

13,1b 2,2

Konsentrasi 12%
Konsentrasi 24%

7
7

16,9c 2,0
18,1c 3,2

Keterangan: Superscript berbeda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0,05)

RERATA JUMLAH SEL FIBROBLAS

Grafik 5.2. Rerata jumlah sel fibroblas pada setiap kelompok


20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

16,9 2,0

18,1 3,2

13,1 2,2
X SD

8,4 1,7

Kontrol

K.6%

K.12%

KELOMPOK SAMPEL

K.24%

45

Gambar 5.2 Sel fibroblas pada pemeriksaan HPA yang ditunjukkan anak panah pada setiap
kelompok (a. Kelompok kontrol, b. Kelompok konsentrasi 6%, c. Kelompok
konsentrasi 12%, Kelompok konsentrasi 24%) pada pembesaran 400x.

Tabel 5.3 Rerata jumlah pembuluh darah kapiler pada setiap kelompok
Kelompok
Jumlah Sampel
X SD
Kontrol

5,4a 1,1

Konsentrasi 6%

7,0ab 1,4

Konsentrasi 12%
Konsentrasi 24%

7
7

7,7ab 1,5
7,3b 1,1

Keterangan: Superscript berbeda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0,05)

46

RERATA PEMBULUH DARAH KAPILER

Grafik 5.3. Rerata jumlah pembuluh darah kapiler pada setiap kelompok
9
7,7 1,5

7,0 1,4

7,3 1,1

7
6

5,4 1,1

X SD

4
3
2
1
0
Kontrol

K.6%

K.12%

K.24%

KELOMPOK SAMPEL

Gambar 5.3 Pembuluh darah kapiler pada pemeriksaan HPA yang ditunjukkan anak panah pada
setiap kelompok (a. Kelompok kontrol, b. Kelompok konsentrasi 6%, c. Kelompok
konsentrasi 12%, Kelompok konsentrasi 24%) pada pembesaran 400x.

47

Dari tabel 5.1, 5.2 dan 5.3 dapat terlihat bahwa rerata ekspresi FGF-2,
jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler pada kelompok perlakuan lebih
banyak dibandingkan rerata ekspresi FGF-2, jumlah sel fibroblas dan pembuluh
darah kapiler pada kelompok kontrol.

5.2

Analisa Data
Perolehan data ekspresi FGF-2, jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah

kapiler yang diberi perlakuan dengan gel spirulina dilakukan uji Oneway ANOVA.
Uji oneway ANOVA dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi hasil
penghitungan ekspresi FGF-2, jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler
terhadap konsentrasi. Untuk melakukan uji tersebut, sebelumnya terdapat
persyaratan terhadap data yang akan diuji yaitu data harus berdistribusi normal
sehingga dilakukan penghitungan statistik menggunakan uji Shapiro-Wilk dan
varians antar variabel percobaan harus konstan atau homogen sehingga dilakukan
penghitungan statistik menggunakan uji Levene test (Ghozali, 2005).

5.2.1. Uji Distribusi Normal


Uji normalitas data yang digunakan adalah Shapiro-Wilks karena jumlah
sampel kurang dari 30. Statistik uji Shapiro-Wilk digunakan untuk mengetahui
normalitas distribusi data guna memenuhi syarat dilakukannya uji Oneway
ANOVA. Pada uji Shapiro-Wilk diperoleh hasil seluruh kelompok penelitian
mempunyai nilai signifikan yang lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang berarti data
pada seluruh kelompok penelitian berdistribusi normal. Tabel uji normalitas data
tersebut dapat dilihat dalam lampiran.

48

5.2.2. Uji Homogenitas


Uji Homogenitas Variance Levene perlu dilakukan untuk menguji asumsi
Anova bahwa setiap grup variabel independen memiliki varians data sama atau
tidak. Uji Homogenitas Variance Levene ini juga merupakan salah satu syarat
yang diperlukan sebelum uji Annova dilakukan.
Hasil uji Varians Levene seperti yang terlihat pada Tabel tes homogenitas
dalam lampiran menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,777 untuk data ekspresi
FGF-2, 0,681 untuk data jumlah sel fibroblas, dan 0,788 untuk data jumlah
pembuluh darah kapiler. Maka, didapatkan hasil seluruh kelompok penelitian
mempunyai nilai signifikan yang lebih besar dari 0,05 (p>0,05), dan dapat
disimpulkan bahwa varians pada data penelitian tersebut adalah homogen.

5.2.3. Uji Beda


Setelah data telah dinyatakan normal dan homogen maka dapat dilakukan
analisa selanjutnya dengan uji Oneway ANOVA, yang bertujuan untuk menguji
hubungan antar satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel
independen yaitu hubungan signifikansi ekspresi FGF-2, jumlah sel fibroblas, dan
pembuluh darah kapiler antar kelompok.
Hasil analisis Oneway ANOVA dapat dilihat pada tabel Uji ANOVA pada
lampiran yang menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok yang diuji dan
ditunjukkan dengan nilai Sig. ekspresi FGF-2 sebesar 0,000 (p<0,005), nilai Sig.
jumlah sel fibroblas sebesar 0,000 (p<0,005), dan nilai Sig. jumlah pembuluh
darah kapiler sebesar 0,017 (p<0,005). Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata

49

peningkatan ekspresi FGF-2, jumlah sel fibroblas, dan pembuluh darah kapiler
dalam masing-masing pelakuan berbeda secara signifikan. Untuk mengetahui
kelompok konsentrasi mana yang rata-ratanya berbeda dilakukan uji lanjut Post
Hoc Test cara Tukey HSD yang dapat dilihat pada Tabel 5.4 sebagai berikut.

Tabel 5.4 Uji Tukey HSD ekspresi FGF-2 pada setiap kelompok
Konsentrasi Gel Spirulina
Kontrol

Konsentrasi 6%

Konsentrasi 12%

Konsentrasi 24%

Konsentrasi yang
dibandingkan
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 12%
Konsentrasi 24%
Kontrol
Konsentrasi 12%
Konsentrasi 24%
Kontrol
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 24%
Kontrol
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 12%

Significance
0,403
0,001*
0,000*
0,403
0,059
0,016*
0,001*
0,059
0,935
0,000*
0,016*
0,935

* = perbedaan rata-rata yang signifikan (p<0,05)

Tabel 5.5 Uji Tukey HSD jumlah sel fibroblas pada setiap kelompok
Konsentrasi Gel Spirulina
Kontrol

Konsentrasi 6%

Konsentrasi 12%

Konsentrasi 24%

Konsentrasi yang
dibandingkan
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 12%
Konsentrasi 24%
Kontrol
Konsentrasi 12%
Konsentrasi 24%
Kontrol
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 24%
Kontrol
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 12%

* = perbedaan rata-rata yang signifikan (p<0,05)

Significance
0,005*
0,000*
0,000*
0,005*
0,032*
0,003*
0,000*
0,032*
0,737
0,000*
0,003*
0,737

50

Tabel 5.6 Uji Tukey HSD jumlah pembuluh darah kapiler pada setiap kelompok
Konsentrasi Gel Spirulina
Kontrol

Konsentrasi 6%

Konsentrasi 12%

Konsentrasi 24%

Konsentrasi yang
dibandingkan
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 12%
Konsentrasi 24%
Kontrol
Konsentrasi 12%
Konsentrasi 24%
Kontrol
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 24%
Kontrol
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 12%

Significance
0,136
0,015*
0,060
0,136
0,735
0,976
0,015*
0,735
0,926
0,060
0,976
0,926

* = perbedaan rata-rata yang signifikan (p<0,05)

Pada tabel 5.4, 5.5 dan 5.6 di atas menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan pada kelompok konsentrasi dan dinyatakan dengan tanda asterik *
pada Significance atau nilai Sig. yang lebih kecil dari 0,05. Dari tabel Post Hoc
Test cara Tukey HSD terlihat bahwa perbedaan yang signifikan terdapat pada
perbandingan masing-masing kelompok.

51

BAB 6
PEMBAHASAN

Pencabutan gigi merupakan perawatan yang sering dilakukan oleh dokter


gigi baik di klinik, rumah sakit, dan praktek pribadi. Pencabutan gigi menduduki
posisi teratas sebesar 54,3% yang menjadi tindakan untuk mengatasi sakit gigi
(RISKESDAS, 2008). Pencabutan gigi merupakan tindakan yang menimbulkan
luka pada soket gigi. Luka dapat dengan mudah sembuh akan tetapi tidak jarang
pula mengalami berbagai macam komplikasi yang akan memperlambat proses
penyembuhan (Marwadi, 2002).
Beberapa peneliti berpendapat bahwa penggunaan obat pasca pencabutan
gigi dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi dan diharapkan dapat
mempercepat proses pembekuan darah sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan luka (Khoswanto, 2010).
Penggunaan suatu bahan sebagai obat dapat digunakan sebagai bahan
herbal terstandar, maka pemanfaatan bahan tersebut harus ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik atau uji pada hewan
dengan mengikuti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan
ekstrak untuk obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji
toksisitas akut maupun kronis sehingga dapat berkembang menjadi Fitofarmaka.
Spirulina memiliki banyak kandungan nutrisi yang sangat bermanfaat bagi
tubuh, seperti C-phycocyanin, flavonoid,

Carotenoids, vitamin E, zinc,

phycobiliproteins dan banyak trace element serta phytochemical alami lainnya. Cphycocyanin atau zat warna biru pada spirulina merupakan salah satu bahan dari

51

52

alam yang telah diteliti dan terbukti memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi
dan antioksidan serta mampu menstimulasi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2)
dalam proses penyembuhan luka (Romay et al, 2003; Subhashini et al, 2004).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mencari
manfaat terapi penyembuhan luka dari gel spirulina (Blue green algae) terhadap
luka pasca pencabutan gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa ada
perbedaan efek pemberian gel spirulina (Blue green algae) dalam mempercepat
penyembuhan luka melalui ekspresi Fibroblas Growth Factor-2 (FGF-2), jumlah
sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler antara kelompok kontrol, konsentrasi
6%, 12%, dan 24% setelah tindakan pencabutan gigi marmut (Cavia cobaya).
Marmut dipilih sebagai hewan coba karena mudah dalam penanganannya
dan soket bekas pencabutan memiliki lebar yang cukup luas untuk pemberian gel
spirulina. Selain itu, penggunaan hewan marmut sebagai hewan coba pada
penelitian ini juga disebabkan karena proses penyembuhan luka pencabutan gigi
pada hewan menunjukkan gambaran yang sama dengan proses penyembuhan luka
pencabutan gigi pada manusia (Saptoyono, 1996).
Marmut jantan dipilih karena kondisi fisiologis tubuhnya tidak
dipengaruhi oleh sistem hormonal, sehingga kondisi tubuhnya akan dapat lebih
stabil bila dibandingkan dengan marmut betina. Penyembuhan luka pasca
pencabutan gigi memiliki prinsip yang sama dengan penyembuhan luka pada
manusia. Proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi meliputi fase inflamasi,
fase proliferasi, dan fase remodelling.
Pemilihan gigi insisivus kiri bawah didasarkan pada pertimbangan bahwa
struktur dan bentuk anatomi gigi marmut tersebut memungkinkan untuk dilakukan

53

pencabutan. Selain itu, pencabutan gigi marmut tergolong mudah dan soket bekas
pencabutannya memiliki lebar yang cukup luas untuk pemberian gel spirulina.
Setelah gigi marmut dilakukan pencabutan, soket bekas pencabutan diisi gel
spirulina kemudian dijahit dengan benang non-absorbable agar gel spirulina tetap
berada pada soket bekas pencabutan gigi tersebut (Dofka, 1996).
Pada penelitian ini sediaan aplikasi topikal pada luka bekas pencabutan
yang dipilih adalah berbentuk gel. Gel merupakan sistem semisolid yang terdiri
dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar dan terpenetrasi oleh suatu cairan. Bentuk gel dipilih dengan alasan gel
bersifat padat, lunak dan kenyal sehingga lebih mudah ditaruh dalam soket bekas
pencabutan dan dapat bertahan lama, tidak terdesak keluar oleh karena darah
setelah pencabutan sehingga membantu proses penyembuhan luka. Pembuatan gel
spirulina dalam penelitian ini menggunakan bahan CMC Na 3% sebagai bahan
pengental dan bahan penstabil. Selain itu, penggunaan CMC Na lebih mudah dan
tidak mempengaruhi fungsi dari zat yang dikentalkannya sehingga tidak
berpengaruh pada hasil penelitian yang telah dilakukan (Khoswanto, 2010).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 28 ekor marmut
dan dibagi menjadi 4 kelompok, yakni kelompok kontrol, dan 3 kelompok
perlakuan (diaplikasikan gel spirulina konsentrasi 6%, konsentrasi 12%,
konsentrasi 24%). Jumlah sampel setiap kelompok sebanyak 7 ekor marmut
didapatkan dari hasil penghitungan jumlah sampel menggunakan rumus
Lemeshow karena rumus ini sesuai dengan standar WHO (World Health
Organization). Soket bekas pencabutan gigi pada kelompok kontrol nantinya tidak
diberi gel spirulina karena sebagai model kondisi fisiologis penyembuhan luka

54

pasca pencabutan gigi tanpa ada perlakuan. Aplikasi gel spirulina dengan
konsentrasi 6%, 12% dan 24% pada luka pasca pencabutan gigi marmut dilakukan
tidak jauh berbeda dengan adanya penelitian laboratoris sebelumnya oleh
Rahmitasari (2012), yang menggunakan konsentrasi 3%, 6% dan 12% terhadap
jumlah sel fibroblas dan ketiga konsentrasi tersebut memberikan hasil yang nyata
untuk mempercepat penyembuhan luka dibandingkan kelompok yang tidak diberi
perlakuan, dengan konsentrasi 12% menjadi konsentrasi yang paling efektif dalam
penelitian tersebut.
Pada penelitian ini, hewan coba yang telah diaplikasikan gel spirulina
tersebut dibunuh pada hari ketiga karena menurut pernyataan Hariadi A (1987)
bahwa proliferasi fibroblas akan mengalami peningkatan pada awal terjadinya
jejas (antara hari ke-3 dan hari ke-5), sehingga ekspresi FGF-2, jumlah sel
fibroblas dan pembuluh darah kapiler akan efektif jika diamati pada hari ketiga.
Secara umum, pada hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata ekspresi
FGF-2, jumlah sel fibroblas, dan pembuluh darah kapiler pada kelompok
perlakuan semakin meningkat sebanding dengan meningkatnya konsentrasi gel
spirulina yang diberikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi Cphycocyanin beserta kandungan bahan aktif lainnya yang terdapat dalam masingmasing sediaan sebanding dengan konsentrasi spirulina, sehingga semakin besar
konsentrasi gel spirulina akan semakin besar pula efek untuk meningkatkan
ekspresi FGF-2, jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler dalam proses
penyembuhan luka. Rerata ekspresi FGF-2, jumlah sel fibroblas, dan pembuluh
darah kapiler yang terendah terdapat pada kelompok kontrol, sedangkan yang

55

tertinggi dapat ditemukan pada hewan coba yang diberi gel spirulina dengan
konsentrasi 24%.
Pada hasil analisa Tukey HSD dari data penelitian ini, didapatkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada kelompok hewan coba yang tidak diberi
gel spirulina dengan kelompok yang diberi gel spirulina konsentrasi 6%, 12%, dan
24%. Hal ini sesuai dengan landasan teori yang telah disampaikan sebelumnya
bahwa gel spirulina memiliki beberapa kandungan yang bermanfaat seperti CPhycocyanin,

flavonoid,

Carotenoids,

vitamin

(tochoperols),

phycobiliproteins dan zinc untuk mempercepat penyembuhan luka (Romay et al,


2003; Subhashini et al, 2004).
C-phycocyanin yang terkandung dalam gel spirulina adalah suatu ikatan
protein berupa pigmen biru yang memiliki beberapa peran untuk mempercepat
proses penyembuhan luka (Madhyastha, 2011) dan antioksidan (Romay et al,
2003). Pada hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa aplikasi C-phycocyanin
secara topikal dapat mempercepat penyembuhan luka pada kulit (Maruyama,
2008).
Kandungan flavonoid mempunyai kemampuan sebagai antiinflamasi
melalui hambatan enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin
terhambat dan sebagai antioksidan dengan cara mengoksidasi radikal bebas
(Nijveldt et al., 2001; Agarwal et al., 2009; Mahmood et al., 2011; Sampath et al.,
2012; Maury et al., 2012). Hambatan prostaglandin karena pemberian gel
spirulina juga dapat menghambat sintesa Matrix Metalloproteinase (MMP). MMP
dapat disintesa oleh fibroblas karena pengaruh dari prostaglandin, sehingga
hambatan pada MMP tersebut akan menurunkan degradasi matrik ekstraseluler

56

seperti kolagen, elastin, dan proteoglikan pada fase penyembuhan luka dan
inflamasi kronis (Cyr, 2004; Dorman et al., 2010). Sedangkan hambatan radikal
bebas pada keadaan inflamasi dapat menurunkan stres oksidatif, sehingga
kerusakan pada sel tidak berlanjut (Agarwal et al., 2009).
Kandungan

gel

spirulina seperti

C-Phycocyanin, flavonoid,

Carotenoids, vitamin E (tochoperols), phycobiliproteins, zinc maupun kandungan


nutrisi lain dari spirulina yang mengalami perlekatan pada soket gigi marmut
dapat berperan dalam menstimulasi untuk segera dimulainya siklus sel pada
jaringan yang mengalami kerusakan. Kandungan C-Phycocyanin dari spirulina
akan mempengaruhi peningkatan proliferasi fibroblas melalui jalur cyclindependent kinase dan peningkatan migrasi fibroblas melalui jalur uPA (urokinasetype Plasminogen Activator). Nantinya uPA akan memacu migrasi fibroblas
melalui jalur kemokin (MDC, RANTES, eotaxins, ENA-78) serta rho-GTPase
protein (Cdc 42 dan rac 1) (Maruyama, 2008). Peningkatan proliferasi dan
migrasi sel fibroblas tersebut di awali dengan meningkatnya pelepasan faktor
pertumbuhan seperti Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2). Exogenous FGF-2
akan berikatan dengan reseptor dari FGF-2 yang terdapat pada permukaan sel
fibroblas. Ikatan antara FGF-2 dan reseptornya akan mengakibatkan proses
dimerisasi dari reseptor. Grb-2 akan berikatan dengan phosphorylated tyrosine
reseptor melalui Src-homology 2 (SH2) domain, sedangkan Src-homology 3 (SH3)
domain akan mengikat protein son of sevenless (SOS). Kombinasi antara RasGrb2 dan SOS akan mengubah GDP menjadi GTP sehingga Ras menjadi aktif.
Keadaan ini akan mengaktifkan Raf-1 dan akan mengikat dan mengaktivasi
mitogen-activated

protein

kinase

(MAPK)

yang

akan

memfosforilasi

57

transcription factor dan akhirnya akan mengaktifkan gen yang berperan dalam
proliferasi. Adanya proses signaling dari FGF-2 akan meningkatkan pembentukan
pembuluh darah baru (angiogenesis) pada daerah luka, serta berpartisipsi dalam
proliferasi fibroblas, migrasi fibroblas, makrofag dan sel endotel pada jaringan
yang rusak tersebut.
Pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) memiliki peran yang
sangat penting dalam penyembuhan luka. Proses angiogenesis secara fisiologis
terjadi pada proses regeneratif. Proliferasi kapiler tersebut memiliki fungsi sebagai
jalur oksigen dan mikro nutrisi untuk pertumbuhan jaringan dan mengambil
produk sisa metabolik (William and Vincent, 2003).
Peran FGF-2 dalam peningkatan makrofag juga berpengaruh dalam proses
penyembuhan luka. Gangguan makrofag pada daerah luka, dapat menyebabkan
pembersihan daerah luka terhadap bakteri menjadi berkurang dan terjadi
hambatan proliferasi fibroblas. Keberadaan fibroblas sangat diperlukan untuk
mensintesa kolagen fibril sedikit demi sedikit sebagai scaffold, sehingga matrik
ekstraseluler menjadi stabil dalam mendukung proses penyembuhan.
Pada penelitian ini juga diperoleh perbedaan yang tidak signifikan
(p>0,05) dari hasil analisa Tukey HSD jumlah pembuluh darah kapiler. Perbedaan
yang tidak signifikan pada kelompok kontrol dan perlakuan dengan konsentrasi
6% menunjukkan proses angiogenesis masih berlangsung dan belum mencapai
batas kritis untuk dihambat. Pada kelompok perlakuan konsentrasi 12%
memberikan jumlah pembuluh darah kapiler yang paling tinggi, kemudian
mengalami penurunan jumlah pembuluh darah kapiler pada konsentrasi 24%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi 12% merupakan batas kritis proses

58

angiogenesis pada penelitian ini yang kemudian pada konsentrasi 24% pembuluh
darah kapiler di daerah luka mulai dihambat karena regenerasi jaringan pada
daerah luka mulai beralih pada proses fibrosis dan dimungkinkan fibroblas mulai
mensintesa pembentukan kolagen pada daerah luka.
Pada uji Tukey HSD jumlah sel fibroblas, didapatkan data yang tidak
signifikan (p>0,05) pada kelompok yang diberi gel spirulina konsentrasi 12%
dengan konsentrasi 24%. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 24%
merupakan konsentrasi yang paling efektif dalam penelitian ini untuk
meningkatkan ekspresi FGF-2, jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler
pada luka pasca pencabutan gigi marmut.
Spirulina yang mengandung C-phycocyanin memiliki toksisitas yang
rendah. Pada penelitian sebelumnya dilakukan uji pemberian phycocyanin
konsentrasi tertinggi (3 gram/kg per oral) pada hewan coba yang diamati selama
14 hari. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perubahan
perilaku dan perbedaan berat badan antara hewan coba yang diobati dengan yang
tidak diobati. Pemeriksaan histopatologi tidak menunjukkan ada kerusakan pada
organ atau jaringan (Romay et al,2003). Jadi, aplikasi gel topikal spirulina pada
luka bekas pencabutan gigi aman digunakan dan kecil menimbulkan efek
samping.

59

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1.

Kesimpulan
Pemberian gel spirulina (Blue green algae) pada luka pasca pencabutan

gigi marmut (Cavia cobaya) dapat meningkatkan ekspresi Fibroblast Growth


Factor-2 (FGF-2), jumlah sel fibroblas, dan pembuluh darah kapiler, dengan
konsentrasi terbaik pemberian gel spirulina dalam penelitian ini adalah
konsentrasi 24% untuk peningkatan ekspresi FGF-2 dan jumlah sel fibroblas, serta
konsentrasi 12% untuk peningkatan jumlah pembuluh darah kapiler.

7.2.

Saran

1.

Phycocyanin berperan penting dalam membantu proses penyembuhan


pada luka pasca pencabutan gigi, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terhadap penggunaan gel spirulina pada penyembuhan luka dengan
keadaan alergi, gangguan pembekuan darah dan komplikasi lain.

2.

Perlu dilakukan penelitian tambahan mengenai kemampuan spirulina


dalam meningkatkan sistem imun sebagai immunomodulator.

59

60

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal PK, Singh A, Gaurav K, Goel S, Khanna HD, Goel RK. 2009.
Evaluation of wound healing activity of extracts of plantain banana (Musa
sapientum var. paradisiaca) in rats. Indian Journal of Experimental
Biology, Vol.47.pp.32-40.
Angiogenesis foundation. 2001. Understanding Angiogenesis. Available from:
http://www.angio.org/understanding/understanding. Accessed at: 30th
Desember 2011.
Arlyza, Shinta I. 2005. Phycocyanin dari Mikroalga Bernilai Ekonomis Tinggi
sebagai Produk Industri. ISSN: 0216-1877. pp.29.
Bancroft JD. 2008. Theory and Practice of Histological Techniques. 6th ed.
Churchill Livingstone Elsevier. pp.83.
Baybutt SM. 1998. The biochemistry of wound healing. Available from:
http://www.baybutt.net/pubs/wound. Accessed at: 30th Desember 2011.
Carlos J. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp.92109.
Carson. SN. 2005. Basics of wound healing and treatment. Available from:
http://www.woundhealer.com/wound_healing_at_its_best.htm. Accessed
at: 30th Desember 2011.
Cotton LM, OBryan MK, Hinton BT. 2008. Cellular Signaling by Fibroblast
Growth Factors (FGFs) and Their Receptors (FGFRs) in Male
Reproduction. Endocrine Rev.29: 193-216.
Cruickshank B. 1969. Human of histology, 2nd ed. London: Livingstone
Ltd.pp.30-38.
Cyr B. 2004. Plant extract and compositions comprising extracelullar protease
inhibitors. Patent Application Publication, USA, Pub No.:US
2004/0175439Al, p.35;48.
Dartsch PC. 2008. Antioxidant Potential of Selected Spirulina platensis
Preparations. Germany: Wiley InterScience. pp. 627633.
Dahuri D. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor
Perikanan dan Kelautan. Jakarta: LISPI.pp.3-22.
Dofka C. 1996. Competency Skills for the Dental Assistant. Elsevier, Philadelphia.
p. 233.
Dorman G, Cseh S, Hadju I, Barna L, Konya D, Kupai K, Kovacs L, Ferdinandy
P. 2010. Matrix metalloproteinase inhibitor: a critical appraisal of design
principles and proposed therapeutics utility. Drugs, Vol.70. p.949-64.
Enoch S, 2004, Cellular, molecular and biochemical difference in pathphysiology
of healing between acute wounds, chronic wounds and wounds in aged,
Available
from:
http://www.worldwidewounds.com/2004/august/Enoch/PathophysiologyOf-Healing. Accessed at: 30th Desember 2011.
Farabi MJ. 2012. Metode Immunohistokimia. Malang: Program Studi Master
Biomedik.pp.3-4.
Fawcett & Bloom. 2002. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC. pp.3-25.

61

Francischetti IMB. 2009. The Role of Saliva in Tick Feeding. Frontiers in


Bioscience 14. pp. 2051-2088.
Friedman JW. 2007. The Prophylactic Extraction of Third Molars: a public health
hazard. Am J. Public Health. 97:1554-1559. Available from:
http://www.ajph.org/cgi/content/full/97/9/1554.
Accessed
at:
30th
Desember 2011.
Gibbon, Barry, Herman, Joan. 1997. True and quasi experimental design in
practical assessment, research, evaluation. 5th ed., p.14.
Gorobets OB, Blinkova LP & Baturo AP. 2002. Action of Spirulina platensis on
bacterial viruses. Zeitschrift fur Immunitatsforschung- Immunobiology(6).
pp 1821.
Hanada K, Dennis JE, Caplan Al. 1997. Stimulatory Effects of Basic Fibroblast
Growth Factor and Bone Morphogenetic protein-2 on Osteogenic
Differentiation of Rat Bone Marow-Derived Mesenchymal Stem Cells.J
Bone Miner.pp. 12:1606-14.
Hariadi A. 1987. Pengaruh Penggunaan Zinc- Sulfat Terhadap Terbentuknya
Fibroblas dan Osteoblas Pada Penyembuhan Luka Pencabutan Gigi,
Tesis, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 223.
Hernandez A, Nieves I, Meckes M, Chamorro G & Barron BL. 2002. Antiviral
activity of Spirulina maxima against herpes simplex virus type 2. Antiviral
Research. pp.56(3): 279285.
Ismet. 2009. Mikroalga. Available from: http://ismail-jeunib.blogspot.com/
2009/11/mikroalga. Accessed at: 27th February 2011.
Karbinawa INK. 2006. Spirulina Ganggang Penggempur Aneka Penyakit.
Tangerang: Agromedia Pustaka. pp. 7-10.
Kawaroe. 2010. Specific Growth Rate and Fatty Acid Content of Microalgae
Spirulina platensis, Isochrysis sp. and Porphyridium cruentum, Jurnal
Ilmu Kelautan, Vol 17.pp.5-15.
Khoswanto C. 2010. The Effect of Mengkudu Gel (Morinda citrifolia linn.) In
Accelerating The Escalation of Fibroblast Post Extraction, Dent J, vol 43,
no.1. pp. 3-31.
Kleinert.
C
M.
2005.
5a
Wound
Healing.
Available
from:
http://www.cmki.org/LMHS/Chapters/5a-WoundHealing. Accessed at:
30th Desember 2011.
Kumar V, Cotran R & Robbins SL. 2005. Robbins Pathologyc Basic of Disease.
7th ed. Philadelphia: WB. Saunders Company. pp. 7-106.
Kumar V, Cotran R & Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC. pp. 80-81.
Kunarti S. 2005. Stimulasi Aktivits Fibroblas Pulpa dengan pemberian TGF-1
sebagai Bahan Perawatan Direct Pulp Capping. Disertasi. Surabaya:
Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. pp. 93-96.
Kurniati W. 2008. Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma
longa Linn.) dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus
musculus Albinus).pp.5-45.
Lemeshow, S, Hosmer, DW & Klar, J. 1990. Adequancy of Sample Size in Health.
Couries International Ltd.

62

Lapenna S, Giordano A. 2009. Cell Cycle Kinases as Therapeutic Targets for


Cancer, Nat. Rev. Drug Discov.pp.8(7): 547-566.
Mackay D & Miller AL. 2003. Nutritional Support for Wound Healing. Available
from: www.highwire.standford.edu. Accessed at: 2th May 2011.
Madhyastha H, Nakajima R, Omura Y, Maruyama M. 2011. Regulation of
Growth Factors Associated Cell Migration by C-Phycocyanin Scaffold in
Dermal Wound Healing. Japan.
Mahmood A, Ngah N, Omar MN. 2011. Phytochemicals constituent and
antioxidant activities in musa x paradisiaca flower. European Journal of
Science Research, Vol.66 No.2. pp.311-18.
Malumbres M & Barbacid M. 2001. To cycle or not to cycle: a critical decision in
cancer. Nat Rev Cancer. 1: 22231.
Maquerlot F, Galiacy S, Malo M, Guignabert C, Lawrence DA. 2006. Dual role
for plasminogen activator inhibitor type 1 as soluble and as matricellular
regulator of epithelial alveolar cell wound healing. Am J Pathol. 169:
1624-32.
Martini. 2001. Fundamental of Anatomy & Physiology 5 ed. Prentice-hall. New
Jersey. pp.2-35.
Marwadi H, Dalimi L & Darmosumarto S. 2002, Pengaruh Pemberian Ekstrak
Propolis Secara Aplikasi Lokal pada Proses pembentukan Serabut
Kolagen
Pasca
Pencabutan
Gigi
Marmut,
tersedia
pada
http://www.scribd.com, diakses tanggal 24 Maret 2012.pp.2.
Maruyama M, Madhyastha HK, Radha KS, Nakajima Y & Omura S. 2008. uPA
Dependent and Independent Mechanisms of Wound Healing by
CPhycocyanin. Japan: Blackwell Publishing Ltd. pp.2691-2703.
Mattila KJ, Pussinen PJ, Paju S. 2005. Dental Infection and Cardiovasculer
Disease: a review. Journal of Periodontology. Vol.76.pp.2085-98.
Maury PK, Jain SK, Lal N, Alok S. 2012. A review on antiulcer activity.
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, Vol.3
No.8. pp. 2487-93.
Mohan IK, Khan M, Shobha JC, Naidu MU, Prayag A, Kuppusamy P. 2006.
Protection against cisplatin-induced nephrotoxicity by Spirulina in rats.
Cancer Chemotherapy and Pharmacology. 58(6): 802-808.
Muharram RA. 2007. Proses Penyembuhan Luka.pp.23-25.
Nicholl SM, Roztocil E & Davies MG. 2005. Urokinase-induced smooth muscle
cell responses require distinct signaling pathways: a role for the
epidermal growth factor receptor. J Vasc Surg. 41: 67281.
Nijveldt RJ, Nood E, Hoorn DEC, Boelens PG, Norren K, Leeuwen PAM, 2001.
Flavonoids: a review of probable mechanisms of action and potential
applications. American Journal of Clinical Nutrition, Vol.74, pp.418-25.
Peterson. 2003.Oral Maxillofacial Surgery (4th ed.). Missouri: Mosby.pp.50-53.
Qureshi MA, Ali RA. 1996. Spirulina platensis exposure enhances macrophage
phagocytic
function
in
cats.
Immunopharmacology
and
Immunotoxicology. 18(3): 457463.
Providence KM, Kutz SM, Staiano CL, Higgins PJ. 2000. PAI-1 gene expression
is regionally induced in wounded epithelial cell monolayers and required
for injury repair. J Cell Physiol. 182: 26980.

63

Rahmitasari, Fitria. 2012. Pemberian Gel Spirulina (Blue green algae) Terhadap
Jumlah Sel Fibroblas Pada Luka Pasca Pencabutan Gigi Marmut (Cavia
cobaya). Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga,
Surabaya.pp. 29.
Richmond A., 1990, Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC Press, Boca
Raton, FL. ISBN 0-8493-3240-0.pp.17-30.
RISKESDAS, 2008. Laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
available
at
http://www.suarakaryaonline.com. Accessed June 21st, 2012.
Romay C, Gonzlez R, Ledn N, Remirez D, Rimbau V. 2003. C-phycocyanin: a
biliprotein with antioxidant, anti inflammatory and neuroprotective effects.
Current Protein and Peptide Science. 4:207-216.
Rowe, RC, Sheskey, PJ & Quinn, ME. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association.
pp. 119.
Roy KR, Arunasree KM, Reddy NP, Dheeraj B. 2007. Alteration of
Mitochondrial Membrane Potential by Spirulina platensis C-Phycocyanin
Induces Apoptosis in the Doxorubicinresistant Human HepatocellularCarcinoma Cell Line HepG2. Biotechnology and Applied Biochemistry.
47(Pt 3): 159167.
Rubin E, Farber JL. 1995. Essentioal Pathology. 2 ed J.B. Lippinncot.
Philadhelphia. pp.72-144.
Sampath KP, Bhowmik D, Duraivel S, Umadevi M. 2012. Traditional and
Medicinal uses of banana. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry,
Vol.71 No.10.pp.1591-1600.
Saptoyono B. 1996. Pengaruh Aplikasi Lokal Getah Pisang pada Penyembuhan
Luka Pasca Pencabutan Gigi Cavia cobaya, Majalah Kedokteran Gigi, vol.
29. p.18.
Shih SR, Tsai KN, Li YS, Chueh CC & Chan EC. 2003. Inhibition of enterovirus
71-induced apoptosis by allophycocyanin isolated from a bluegreen alga
Spirulina platensis. Journal of Medical Virology. 70(1): 119125.
Singer AJ dan Clark RAF. 1999. Cutaneus Wond Healing. N England J Med.
341:738-154.
Soepribadi, Istiati. 2013. Regenerasi dan Penyembuhan. Jakarta: Sagung
Seto.pp.64-65.
Spector WG, Spector TD. 1993. Pengantar Patologi Umum. ED ke 3. Soetjipto
NS,Harsoyo,Hana A,Astuti P, penerjemah: Moelyono MPE, editor.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: An
Introduction to General Pathology. 3th Edition.pp.72-144.
Suardita, Ketut. 2008. Peran Fibroblast Growth Factor-2 dalam Proliferasi Sel
Fibroblas Pulpa. ISSN: 1978-0206. pp.193.
Subhashini J, Mahipal SVK, Reddy MC, Reddy MM, Rachamallu A, Reddanna P.
2004. Molecular mechanisms in C-Phycocyanin induced apoptosis in
human chronic myeloid leukemia cell line-K562. Biochem. Pharmacol.
68:453-462.
Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. 2003. Ilmu Patologi.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. pp. 99, 112-116.

64

Suhaya D. 2008. Spirulina, Superfood Berprotein Tinggi. Available from:


http://dedesuhaya.blogspot.com/2008/07/spirulina-superfoodberproteintinggi.html. Accessed at: 27th February 2011.
Sukirman, Suyitno A. 2006. Biology For Junior High School. Yogyakarta:
Yudhistira. pp.78.
Susanna D, Zakianis, Hermawati E, Adi HK. 2007. Pemanfaatan Spirulina
plantesis Sebagai Suplemen Protein Sel Tunggal (PST) Mencit (Mus
musculus). Makara, Kesehatan.Vol.11.pp.44-49.
Tanski WJ, Fegley AJ, Roztocil E, Davies MG. 2004. Domain-dependent action
of urokinase on smooth muscle cell responses. J Vasc. Surg. 39: 21422.
Tomasek JJ, Gabbiani G, Hinz B, Chaponnier C & Brown RA. 2002.
Myofibroblasts and mechano-regulation of connective tissue remodelling.
Nat Rev. 3:34963.
Vegad JL. 1995. Textbook of veterinary General Pathology. New Delhi: Vikas
Publishing House PVT LTD. pp.2-50.
William W and Vincent W. 2003. Angiogenesis in Wound Healing. Dowden
Health Media.p.4-11.
Wilson, Lorraine M.2006. Respon Tubuh Terhadap Cedera. Dalam: Patofisiologi,
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta:EGC.pp.56-79.

65

LAMPIRAN

Lampiran 1: Kegiatan Penelitian

Anastesi inhalasi

Pencabutan gigi marmut (Cavia cobaya)

Alat pemrosesan jaringan


(dehidrasi and clearing)

Alat pemrosesan jaringan


(impregnasi and embedding)

Rotary microtom

Marmut (Cavia cobaya)

66

Lampiran 2: Hasil Uji Statistik


1.

Ekspresi Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2)

Case Processing Summary


Kelompok

Cases
Valid
N

FGF2

dimension1

Missing

Percent

Total

Percent

Percent

Kontrol

100.0%

.0%

100.0%

6%

100.0%

.0%

100.0%

12%

100.0%

.0%

100.0%

24%

100.0%

.0%

100.0%

Descriptives
Kelompok
FGF2

Kontrol

Statistic
Mean

6.2857

95% Confidence Interval for

Lower Bound

2.8786

Mean

Upper Bound

9.6928

5% Trimmed Mean

6.3175

Median

6.0000

Variance

13.571

Std. Deviation

1.39240

3.68394

Minimum

.00

Maximum

12.00

Range

12.00

Interquartile Range

6%

Std. Error

3.00

Skewness

-.261

.794

Kurtosis

1.314

1.587

9.0000

1.21499

Mean
95% Confidence Interval for

Lower Bound

6.0270

Mean

Upper Bound

11.9730

5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation

9.0556
10.0000
10.333
3.21455

Minimum

4.00

Maximum

13.00

Range

9.00

Interquartile Range

6.00

Skewness

-.421

.794

67

Kurtosis
12%

Mean

-.829

1.587

13.5714

1.30671

95% Confidence Interval for

Lower Bound

10.3740

Mean

Upper Bound

16.7688

5% Trimmed Mean

13.6349

Median

14.0000

Variance

11.952

Std. Deviation

3.45722

Minimum

8.00

Maximum

18.00

Range

10.00

Interquartile Range

24%

6.00

Skewness

-.645

.794

Kurtosis

-.337

1.587

14.5714

.84112

Mean
95% Confidence Interval for

Lower Bound

12.5133

Mean

Upper Bound

16.6296

5% Trimmed Mean

14.6349

Median

15.0000

Variance

4.952

Std. Deviation

2.22539

Minimum

11.00

Maximum

17.00

Range

6.00

Interquartile Range

4.00

Skewness

-.894

.794

Kurtosis

-.651

1.587

Tests of Normality
Kelompok

Kolmogorov-Smirnov
Statistic

FGF2

Kontrol

dimension1

.221

df

Sig.
7

Statistic

df

Sig.

.200

.953

.758

.958

.805

6%

.194

.200

12%

.264

.152

.935

.598

24%

.291

.075

.873

.195

a. Lilliefors Significance Correction


*. This is a lower bound of the true significance.

Oneway

Shapiro-Wilk

68

Test of Homogeneity of Variances


FGF2
Levene Statistic

df1

.368

df2
3

Sig.
24

.777

ANOVA
FGF2
Sum of Squares

df

Mean Square

Between Groups

318.571

106.190

Within Groups

244.857

24

10.202

Total

563.429

27

Sig.

10.408

.000

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
FGF2
Tukey HSD
(I) Kelompok

(J) Kelompok

(I-J)
Kontrol

6%
dimension3

dimension2

12%
dimension3

24%

-7.4241

1.9956

-7.28571

1.70733

.001

-11.9956

-2.5759

-8.28571

1.70733

.000

-12.9956

-3.5759

2.71429

1.70733

.403

-1.9956

7.4241

12%

-4.57143

1.70733

.059

-9.2813

.1384

24%

-5.57143

1.70733

.016

-10.2813

-.8616

Kontrol

7.28571

1.70733

.001

2.5759

11.9956

6%

4.57143

1.70733

.059

-.1384

9.2813

24%

-1.00000

1.70733

.935

-5.7098

3.7098

8.28571

1.70733

.000

3.5759

12.9956

6%

5.57143

1.70733

.016

.8616

10.2813

12%

1.00000

1.70733

.935

-3.7098

5.7098

12%

Homogeneous Subsets
FGF2
Tukey HSD

Upper Bound

.403

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lower Bound

1.70733

Kontrol
dimension3

Sig.

Kontrol
dimension3

Std. Error

-2.71429

24%
6%

95% Confidence Interval

Mean Difference

69

Kelompok

Subset for alpha = 0.05


N

dimension1

Kontrol

6.2857

6%

9.0000

12%

24%

9.0000
13.5714

13.5714
14.5714

Sig.

.403

.059

.935

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7.000.

2.

Jumlah Sel Fibroblas


Case Processing Summary
Kelompok

Cases
Valid

HPA Fibroblas

Missing

Total

Percent

Percent

Percent

kontrol

100.0%

.0%

100.0%

6%

100.0%

.0%

100.0%

12%

100.0%

.0%

100.0%

24%

100.0%

.0%

100.0%

Statistic

Std. Error

Descriptives
Kelompok
HPA Fibroblas

kontrol

Mean

8.4286

95% Confidence Interval for

Lower Bound

6.8395

Mean

Upper Bound

10.0177

5% Trimmed Mean

8.4206

Median

8.0000

Variance

2.952

Std. Deviation

1.71825

Minimum

6.00

Maximum

11.00

Range

5.00

Interquartile Range

3.00

Skewness

.169

.794

-.638

1.587

13.1429

.82890

Kurtosis
6%

.64944

Mean
95% Confidence Interval for

Lower Bound

11.1146

Mean

Upper Bound

15.1711

5% Trimmed Mean

13.1587

Median

14.0000

70

Variance

4.810

Std. Deviation

2.19306

Minimum

10.00

Maximum

16.00

Range

6.00

Interquartile Range

4.00

Skewness
Kurtosis
12%

Mean

.794

-1.366

1.587

16.8571

.76931

95% Confidence Interval for

Lower Bound

14.9747

Mean

Upper Bound

18.7396

5% Trimmed Mean

16.8413

Median

17.0000

Variance

4.143

Std. Deviation

2.03540

Minimum

14.00

Maximum

20.00

Range

6.00

Interquartile Range

3.00

Skewness

.102

.794

-.504

1.587

18.1429

1.20374

Kurtosis
24%

-.252

Mean
95% Confidence Interval for

Lower Bound

15.1974

Mean

Upper Bound

21.0883

5% Trimmed Mean

18.0476

Median

18.0000

Variance

10.143

Std. Deviation

3.18479

Minimum

14.00

Maximum

24.00

Range

10.00

Interquartile Range

4.00

Skewness

.902

.794

1.432

1.587

Kurtosis

Tests of Normality
Kelompok

Kolmogorov-Smirnov
Statistic

HPA Fibroblas

dimension1

kontrol

.170

df

Shapiro-Wilk

Sig.
7

.200

Statistic
*

.980

df

Sig.
7

.958

71

6%

.223

12%

.144

24%

.232

.200

.949

.720

.200

.978

.948

.200

.945

.686

a. Lilliefors Significance Correction


*. This is a lower bound of the true significance.

ONEWAY
Test of Homogeneity of Variances
HPA Fibroblas
Levene Statistic

df1

.508

df2
3

Sig.
24

.681
ANOVA

HPA Fibroblas
Sum of Squares

df

Mean Square

Between Groups

399.143

133.048

Within Groups

132.286

24

5.512

Total

531.429

27

Sig.

24.138

.000

Post Hoc Test


Multiple Comparisons
Dependent Variable:HPA Fibroblas
(I) Kelompok

(J) Kelompok

95% Confidence Interval

Mean
Difference (I-J) Std. Error

Tukey HSD

kontrol

Lower Bound

Upper Bound

.005

-8.1761

-1.2524

1.25492

.000

-11.8904

-4.9667

1.25492

.000

-13.1761

-6.2524

1.25492

.005

1.2524

8.1761

1.25492

.032

-7.1761

-.2524

1.25492

.003

-8.4618

-1.5382

1.25492

.000

4.9667

11.8904

1.25492

.032

.2524

7.1761

-1.28571

1.25492

.737

-4.7476

2.1761

9.71429

1.25492

.000

6.2524

13.1761

6%

5.00000

1.25492

.003

1.5382

8.4618

12%

1.28571

1.25492

.737

-2.1761

4.7476

-4.71429

1.25492

-8.42857

-9.71429

4.71429

-3.71429

-5.00000

8.42857

6%

3.71429

24%

6%
dimension3

12%
24%

6%

kontrol
dimension3

12%
24%

dimension2

12%

kontrol
dimension3

24%

kontrol
dimension3

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets

Sig.

72

HPA Fibroblas
Kelompok

Subset for alpha = 0.05


N

Tukey HSD

dimension1

kontrol

8.4286

6%

12%

16.8571

24%

18.1429

13.1429

Sig.

1.000

1.000

.737

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7.000.

3.

Jumlah Pembuluh Darah Kapiler


Case Processing Summary
Kelompok

Cases
Valid
N

HPA PD

dimension1

Missing

Percent

Total

Percent

Percent

kontrol

100.0%

.0%

100.0%

6%

100.0%

.0%

100.0%

12%

100.0%

.0%

100.0%

24%

100.0%

.0%

100.0%

Descriptives
Kelompok
HPA PD

kontrol

Statistic
Mean

5.4286

95% Confidence Interval for

Lower Bound

4.3799

Mean

Upper Bound

6.4772

5% Trimmed Mean

5.4206

Median

6.0000

Variance

.42857

1.286

Std. Deviation

1.13389

Minimum

4.00

Maximum

7.00

Range

3.00

Interquartile Range

2.00

Skewness

6%

Std. Error

-.235

.794

Kurtosis

-1.227

1.587

Mean

7.0000

.53452

95% Confidence Interval for

Lower Bound

5.6921

Mean

Upper Bound

8.3079

5% Trimmed Mean

7.0000

73

Median

7.0000

Variance

2.000

Std. Deviation

12%

1.41421

Minimum

5.00

Maximum

9.00

Range

4.00

Interquartile Range

2.00

Skewness

.000

.794

Kurtosis

-1.200

1.587

Mean

7.7143

.56544

95% Confidence Interval for

Lower Bound

6.3307

Mean

Upper Bound

9.0979

5% Trimmed Mean

7.6825

Median

8.0000

Variance

2.238

Std. Deviation

1.49603

Minimum

6.00

Maximum

10.00

Range

4.00

Interquartile Range

3.00

Skewness

.256

.794

-.968

1.587

7.2857

.42056

Kurtosis
24%

Mean
95% Confidence Interval for

Lower Bound

6.2566

Mean

Upper Bound

8.3148

5% Trimmed Mean

7.2619

Median

7.0000

Variance

1.238

Std. Deviation

1.11270

Minimum

6.00

Maximum

9.00

Range

3.00

Interquartile Range

2.00

Skewness

.249

.794

-.944

1.587

Kurtosis
Tests of Normality
Kelompok

Kolmogorov-Smirnov
Statistic

HPA PD

dimension1

kontrol

.264

df

Shapiro-Wilk

Sig.
7

.149

Statistic
.887

df

Sig.
7

.262

74

6%

.189

12%

.160

24%

.173

.200

.952

.752

.200

.935

.591

.200

.922

.482

a. Lilliefors Significance Correction


*. This is a lower bound of the true significance.

Oneway
Test of Homogeneity of Variances
HPA PD
Levene Statistic

df1

.352

df2
3

Sig.
24

.788
ANOVA

HPA PD
Sum of Squares

df

Mean Square

Between Groups

20.857

6.952

Within Groups

40.571

24

1.690

Total

61.429

27

Sig.

4.113

.017

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable:HPA PD
(I)

(J)

Kelompok

Kelompok

95% Confidence Interval

Mean
Difference (IJ)

Tukey

kontrol

HSD

6%
dimension3

6%
dimension3

24%

Bound

.69498

.136

-3.4886

.3457

12%

-2.28571

.69498

.015

-4.2029

-.3685

24%

-1.85714

.69498

.060

-3.7743

.0600

kontrol

1.57143

.69498

.136

-.3457

3.4886

12%

-.71429

.69498

.735

-2.6315

1.2029

24%

-.28571

.69498

.976

-2.2029

1.6315

.69498

.015

.3685

4.2029

6%

.71429

.69498

.735

-1.2029

2.6315

24%

.42857

.69498

.926

-1.4886

2.3457

1.85714

.69498

.060

-.0600

3.7743

6%

.28571

.69498

.976

-1.6315

2.2029

12%

-.42857

.69498

.926

-2.3457

1.4886

kontrol
dimension3

Bound

kontrol
dimension3

Sig.

Upper

-1.57143

dimension2

12%

Std. Error

Lower

2.28571

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

75

Homogeneous Subsets
HPA PD
Kelompok

Subset for alpha = 0.05


N

Tukey HSD

dimension1

kontrol

5.4286

6%

7.0000

7.0000

24%

7.2857

7.2857

12%

Sig.

7.7143
.060

.735

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7.000.

4.

Sample Size (Jumlah Sampel)


Hypothesis tests for two population means (one-sided test)
Level of significance (%)
Power of the test (%)
Population standard deviation
Population variance
Test value of the population mean
Anticipated population mean
Sample size

5
90
1.718
2.951524
13.142
16.8571
4

76

Lampiran 3: Laik Etik

Anda mungkin juga menyukai