Anda di halaman 1dari 3

PARADIGMA SAINS DI DUNIA ISLAM:

ANALISIS RESPONS TERHADAP SAINS BARAT


Paradigma?
Merupakan sudut pandang atau jendela untuk memandang.
Kesimpulan ilmiah seringkali sesuai dengan paradigma yang dimiliki
seorang ilmuan.
Thomas Khun mempertanyakan obyektivitas sains karena adanya paradigma yang berbeda pada
ilmuan. Kesimpulan ilmiah sering berdasarkan paradigma yang dimiliki para ilmuan, sehingga
tidak obyektif.

Menurut Berger, para ilmuan harus membongkar tembok bagian depan


untuk melihat apa yang terjadi di bagian belakang tembok itu. Bagi Berger, kenyataan sering
terjadi tidak seperti yang tampak di permukaan (things are not what the seem). Tugas ilmuan
adalah debunking motive, yakni membongkar motif-motif yang dibungkus dengan pernyataan
yang indah.
Apa Sains?
Ilmu Pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian dan eksperimen
untuk mengetahui sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji. Produk eksperimen yang bersifat
empiris, observable, dan terukur. Proses pembuktian, baik terhadap benda mati maupun benda
hidup.
Knowledge
Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman secara sistematis, dan terstruktur dalam
benak manusia. Pengetahuan yang di peroleh melalui proses berfikir yang dipengaruhi keyakinan
atau keteguhan, otoritas, dan intuisi
Sains & Dominasi Sekularisme
Sains yang bersifat fisik, empiris, observable, terukur, eksperimental telah
menghilangkan nilai-nilai (religi). Sains mengakibatkan penolakan eksistensi Tuhan, penciptaan,
dan melahirkan budaya material (duniawi). Merupakan pengaruh positivisme yang hanya
mempercayai hal-hal yang bersifat empiris, menolak metafisik dan aspek ketuhanan. Banyak

scientist yang atheis, seperti Darwin, Laplace, Freud, Durkheim, dan lain-lain. Hal ini
mengakibatkan terjadiya kepribadian terpecah (split personality).
Tiga Paradigma Sains di Dunia Islam
Paradigma sains di dunia Islam merupakan reaksi terhadap sekularisme yang mendistorsi
(menghilangkan) nilai-nilai religi. Sebagai reaksi terhadap sekularisme, maka di dunia Islam
terdapat tiga paradigma sains, yaitu:
(1) paradigma Islamisasi sains
Terdapat beberapa tokoh penggagas PIS, seperti Al-Faruqy, Syed Hossein Nasr, Naquib
Alatas, dll.
1. Ismail Raji Al-Faruqy mendirikan IIIT (the International Institute of Islamic Thought)
2. PIS beranggapan bahwa sains modern tidak kompatibel (tidak cocok) dan bertentangan
dengan Islam, bahkan mengarah pada penolakan eksistensi Tuhan;
3. Menurut PIS, sains modern (yang diprakarsai Gallileo & Newton) akan menghancurkan
struktur agama Islam, menghancurkan tauhid.
Alatas: Tiga Metode Sains Menolak Eksistensi Tuhan
1. Rasionalisme filossofis, hanya bersandar pada nalar, tanpa bantuan spiritual;
2. Rasionalisme sekuler, hanya bersandar pada realitas indrawi, menyangkal otoritas
dan intuisi, menolak wahyu;
3. Empirisme filosofis, hanya menyandarkan seluruh ilmu pada fakta yang bersifat
empiris.
Kelemahan Paradigma Islamisasi Sains
Tidak Membedakan antara hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh keyakinan, dengan
sains yang merupakan hasil observasi yang tidak terkait dengan keyakinan. Karena itu,
terkesan bahwa semua yang datang dari Barat tidak kompatibel dengan Islam
(2) paradigma antroposentrisme, dan
1. Sains bersifat universal, netral, lintas agama dan budaya;
2. Sains semata-mata hasil pengamatan terhadap realitas empiris;
3. Sains berbicara tentang fakta, hipotesis, teori, dan hukum;
4. Tidak perlu dan tidak mungkin melakukan Islamisasi sains, sains tidak
mungkin dibawa pada ideologi mana pun.
Pervez Amir Ali Hoodbhoy: Pseudo-science
Membawa sains pada agama dan atau ideologi tertentu menimbulkan pseudo-science
(hanya beranggapan sains). Lycenco (biologi sosialis) mengakibatkan kerugian besar

perkebunan Soviet. Lycenco: pohon-pohon dari species yang sama, ditanam berdekatan
memiliki solidaritas sosialis, tidak bersaing mempertahankan hidup.
Kelemahan Paradigma Antroposentrisme
Tidak Membedakan antara sains yang netral (yang merupakan hasil eksperimen dan
observasi ilmiah) dengan teori-teori hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh keyakinan,.
Karena itu, terkesan bahwa semua teori ilmiah bersifat netral, sehingga menganggap tidak
perlu Islamisasi sains.
(3) paradigma integrasi.
Muncul berbagai pemikiran di kalangan para ilmuan muslim untuk menyatukan kembali
(reintegrasi) antara sains dengan agama, dengan asumsi bahwa: antara sains dengan agama
bukan suatu hal yang terpisah melainkan merupakan satu kesatuan. Paradigma inilah yang
kita perlu eksplorasi lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai