Anda di halaman 1dari 2

TOLAK EKSEKUSI TANAH UNUD

Universitas Udayana saat ini sedang menghadapi permasalahan intern yang sangat pelik.
Tanah negara yang dikelola Universitas Udayana di kawasan bukit Jimbaran sedang
disengketakan. Tanah seluas 2,76 Hlokasi berdekatan dengan SPBU Universitas Udayana) saat
ini diklaim sebagai tanah milik Ni Wayan Kepreg yang juga berstatus menjadi penggugat dalam
kasus sengketa tanah ini. Pada tingkat gugatan di pengadilan negeri dan banding di pengadilan
tinggi, melalui putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Denpasar, permohonan pihak
penggugat ditolak sehingga Universitas Udayana sebagai pihak tergugat dinyatakan menang.
Namun di tingkat kasasi, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon
melalui Putusan MA RI Register Nomor: 981K/Pdt/2013, tanggal 7 Mei 2014. Putusan MA
tersebut juga sekaligus membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Register Nomor:
141/PDT/2012/PT. Dps tangal 12 Desember 2012 jo Putusan Pengadilan Negeri Denpasar
Register Nomor: 463/Pdt.G./2011/PN. Dps.
Jika ditelaah, terdapat sebuah kejanggalan dalam putusan tersebut. Sebagaimana
diketahui bahwa kedua belah pihak baik penggugat dan tergugat tidak memiliki akta tanah
sebagai bukti kepemilikan yang sah. Tetapi Universitas Udayana sejak tahun 1983 berdasarkan
SK Gubernur Bali Nomor : 72/1983 tentang lokasi kampus Unud telah melakukan upaya
pembebasan lahan secara bertahap yang sampai saat ini telah dilakukan 17 kali pembebasan
lahan. Lahan yang dibebaskan termasuk lahan tanah yang dipersengketakan saat ini.
Upaya pelepasan hak atas tanah tersebut telah dilakukan antara Universitas Udayana dan
I Pulir yaitu ayah penggugat 1 dan 2. I Pulir juga telah menerima ganti kerugian yang cukup oleh
panitia pembebasan pada saat itu. Sehingga tanah sengketa ini bukanlah tanah warisan
sebagaimana yang diakui oleh Ni Wayan Kepreg melainkan merupakan tanah milik negara.
Selain itu majelis hakim kasasi telah khilaf dan melanggar hukum karena mempertimbangkan
bukti yang diajukan oleh pihak penggugat yaitu berupa surat keterangan pembayaran pajak bumi
dan bangunan atas tanah tersebut yang hanya dalam bentuk foto copyan saja tanpa menyertakan
aslinya. Sehingga bukti tersebut seharusnya tidak memiliki kekuatan pembuktian karena
berdasarkan Pasal 301 R.Bg dinyatakan bahwa alat bukti surat akan mempunyai kekuatan
pembuktian terletak pada asli dari bukti surat tersebut.
Berdasarkan pemaparan tersebut kami menduga bahwa majelis hakim kasasi telah khilaf
dan melanggar hukum karena telah mempertimbangkan bukti dari pihak penggugat yang tidak

memiliki kekuatan pembuktian serta mengabaikan bukti surat pembebasan lahan yang dimiliki
oleh tergugat dan fakta bahwa tanah yang dipersengketakan adalah tanah milik negara.
Selain terkait dengan permasalahan kejanggalan proses hukumnya, jika seandainya tanah ini
berhasil dimenangkan oleh para penggugat, maka pihak tergugat dalam hal ini Universitas
Udayana harus membayarkan ganti rugi sejumlah 4 Milyar rupiah yang terdiri dari ganti rugi
materiil sejumlah 3 milyar rupiah dan ganti rugi immaterial sejumlah 1 milyar rupiah. Tentunya
tuntutan ini sangat memberatkan jika kita lihat dari nominal yang harus dibayarkan. Jika
seandainya uang tersebut dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan kampus maka hal
itu akan lebih bermanfaat daripada harus dibayarkan kepada penggugat.
Jika dilihat dari sudut pandang politis, terjadinya sengketa tanah ini sangat dicurigai adanya
oknum yang ingin mengeruk keuntungan terhadap tanah tersebut. Hal ini mengingat posisi tanah
tersebut berada di kawasan Bali selatan yang sangat pesat perkembangan pariwisatanya. Dengan
harga tanah mencapai 500 juta rupiah per are maka sangat dicurigai banyak oknum yang ingin
menguasai tanah Universitas Udayana untuk peruntukan lain, termasuk tanah yang sedang
disengketakan.
Oleh karena itu, penting kiranya kita untuk melihat kasus ini berdasarkan hati nurani. Kami
meyakini bahwa aksi ini merupakan bentuk kecintaan mahasiswa Udayana terhadap almamater.
Melihat pada kronologi kasus di atas, aksi untuk memperjuangkan tanah Negara dalam hal ini
adalah tanah kampus adalah urgensi yang harus kita lakukan saat ini. Kita semua berharap jangan
sampai kasus ini menjadi awal mula munculnya kasus-kasus sejenis terkait tanah Udayana.
Maka, atas nama mahasiswa Universitas Udayana menuntut:
1. Kabulkan peninjauan kembali (PK) atas tanah Universitas Udayana
2. Kembalikan tanah milik Universitas Udayana
Kementerian Kajian Aksi dan kebijakan Publik
BEM PM Universitas Udayana
Kabinet Udayana Inspiratif

Anda mungkin juga menyukai