Menurut konvensi Ramsar (1971) yang termasuk lahan basah adalah daerahdaerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; permanen atau sementara; dengan air
tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk didalamnya wilayah perairan laut
yang kedalamannya tidak melebihi 6 meter pada saat surut terendah (Dugan, 1990).
Ekosistem lahan basah merupakan transisi antara sistem terestial dan akuatik, serta memiliki
air yang menggenangi permukaannya lebih dari setahun.
Tumbuhan dan hewan yang hidup di dalamnya sangat unik, beradaptasi untuk
kondisi penuh air, oksigen yang sangat sedikit, kadang beracun. Fungsi kunci dalam
ekosistem diantaranya termasuk penyimpanan air dan hara, transformasi kimia N, P, S, dan C,
dan memiliki produktivitas primer yang tinggi. Fungsi-fungsi tersebut akan segera hilang bila
lahan basah menjadi kering. Pada tingkat populasi lahan basah berfungsi sebagai habitat
kehidupan liar, yang didalamnya terdapat spesies unik dan meningkatkan biodiversitas
(Dugan, 1990).
Lapisan air berfungsi mengangkut bahan dan gas, menghilangkan hasil sampingan
dan menyediakan lingkungan dan air bagi kelangsungan proses biokimia tumbuhan
dan mikroorganisme.
Tanah berfungsi mendukung
kehidupan
vegetasi,
menyediakan
hamparan
mikroorganisme.
Mikroorganisme berfungsi mengurai jasad patogen dan zat-zat pencemar.
Gambar..
Asimilasi bahan pencemar ke dalam jaringan akar dan daun tumbuhan hidup
Pengikatan atau pertukaran bahan pencemar dengan tanah lahan basah, bahan
tanaman hidup, bahan tanaman mati dan bahan alga hidup
Rawa
Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau
musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara
fisika, kimiawi dan biologis.
Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat
secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut,
secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari
6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa , yang
memiliki penuh nutrisi, adalah gudang harta ekologis untuk kehidupan berbagai
macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut "pembersih alamiah", karena rawarawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam. Dengan
alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan
hidup dan lain-lain, sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga kelestariannya.
Gambar Rawa
Paya
Paya atau disebut juga paya-paya adalah sejenis lahan basah yang terbentuk dari
lapangan yang sering atau selalu tergenang oleh air.[1] Paya adalah rawa dangkal
yang terutama ditumbuhi oleh rerumputan seperti wlingi, mendong, gelagah, atau
terna sejenis bakung, teratai dan sebangsanya. Terkadang ada, namun jarang, adalah
tumbuhan berkayu yang lambat tumbuh. Lingkungan paya mungkin digenangi oleh
air tawar, payau atau asin.
Paya bisa jadi merupakan bagian dari ekosistem yang lebih besar, seperti
mangrove atau hutan rawa gambut. Atau, merupakan wilayah ekoton (peralihan)
antara danau, sungai dan hutan rawa air tawar.
Wilayah yang berpaya-paya ini seringkali kaya akan jenis-jenis ikan, sehingga
menjadi habitat yang penting bagi pelbagai margasatwa, terutama burung-burung
merandai, bebek liar serta angsa liar. Juga berjenis-jenis buaya dan reptil lainnya
seperti ular sanca dan anakonda.
Gambar Paya
Gambut
Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan
yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi[1].
Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris
sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan
aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut
sendiri diserap dari bahasa daerah Banjar.
Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m, yang menutupi
wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km atau sekitar 2% luas daratan di dunia
Gambar Gambut
Lahan basah buatan (constructed wetland) terdapat dalam berbagai bentuk dan
ukuran, tergantung dari pemilihan dan evaluasi lokasi. Sistem ini bisa disesuaikan ke hampir
semua lokasi dan bisa dibangun dalam banyak konfigurasi dari unit tunggal kecil yang hanya
beberapa meter persegi sampai sistem dengan luas ratusan hektar yang terintegrasi dengan
pertanian air atau tambak. Dalam lahan basah buatan (constructed wetland) terdapat dua
sistem yang dikembangkan saat ini yaitu :
Gambar
Proses pengolahan yang terjadi pada sistem ini adalah filtrasi, absorbsi oleh
mikroorganisme, dan absorbsi oleh akar-akar tanaman terhadap tanah dan bahan
organik. Pada sistem SFS diperlukan pengaliran air limbah dari inlet ke outlet. Tipe
pengaliran air limbah pada umumnya secara horizontal, karena jenis ini memiliki
efisiensi pengolahan terhadap suspended solid dan bakteri lebih tinggi dibandingkan
tipe yang lain. Hal ini disebabkan karena daya filtrasinya lebih baik. Penurunan BOD
juga lebih baik karena kapasitas transfer oksigen lebih besar (Khiattudin, 2003).
Gambar
efek langsung, tumbuhan lahan basah berperan secara tidak langsung dalam proses
pembersihan air, yaitu mendukung kehidupan mikroorganisme pengurai limbah, misalnya
bakteri, jamur, alga, dan protozoa (Campbell et al., 2002).
Batang, cabang, dan daun tumbuhan akuatik yang berada di dalam genangan air
akan memperluas area mikroorganisme melekat. Di bawah permukaan tanah yang tergenang
air di dasar lahan basah, akar tumbuhan mengeluarkan oksigen sehingga sehingga akan
terbentuk zona akar. Pada pengolahan limbah cair terjadi mekanisme penyerapan unsur
pencemar oleh zona akar, selain itu juga terjadi proses absorbsi nitrogen yang berfungsi untuk
pertumbuhan tanaman.
Pada daerah perakaran tanaman terjadi penyaluran oksigen dari daun yang
menyebabkan
terbentuk
zona
oksigen,
sehingga
dapat
meningkatkan
populasi
mikroorganisme daerah perakaran mencapai 10 100 kali lebih banyak, keadaan ini akan
membantu penyerapan bahan pencemar dalam air limbah yang diolah (Hidayat, 2006).
Pelepasan oksigen oleh akar tanaman lahan basah menyebabkan daerah disekitar
rambut akar memiliki kadar oksigen terlarut yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
yang tidak ditumbuhi lahan basah, sehingga memungkinkan mikroorganisme pengurai seperti
bakteri aerob untuk dapat hidup dalam lingkungan lahan basah yang berkondisi anaerob
(Karlina, 2005).
Menurut Khiattuddin (2003), oksigen yang dilepas oleh akar tanaman lahan
basah dalam satu hari berkisar antara 5-45 mg/m2 luas permukaan akar. Semakin banyak
jaringan akar yang ada dalam tanah maka semakin luas zona akarnya, sehingga kemampuan
lahan basah untuk mendukung organisme semakin meningkat.
Banyaknya mikroorganisme yang hidup pada areal lahan basah akan
meningkatkan kinerja pembersihan air secara menyeluruh. Terdapat saling ketergantungan
yang erat antara tumbuhan dan mikroorganisme. Tanaman menyediakan tempat hidup dan
memasok oksigen sehingga membantu mikroorganime menguraikan bahan pencemar,
sebaliknya tanaman membutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar
menjadi unsur hara yang dapat diserapnya.
Gambar
Tanaman mengapung (submergent)
gambar
Gambar
dalam substrat,
Jenis tanaman air, untuk tanaman tenggelam, sedimen tersuspensi mempengaruhi