Anda di halaman 1dari 69

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UPAH & PESANGON


Dalam dunia ketenaga kerjaan Upah dan Pesangon merupakan masalah yang krusial dan penting . Kebijakan
yang kurang adil , wajar dan profesional terhadap upah dan pesangon dapat menimbulkan instanbilitas lingkungan kerja
yang berujung pada suatu konflik industrial antara pekerja dan majikan . Sebaliknya kebijakan yang adil , wajar dan
profesional terhadap upah dan pesangon akan meningkatkan motivasi , dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas
pekerja , akhirnya tercipta hubungan baik dan harmonis antara pekerja dan majikan .
Oleh karena itu , perlu dilahirkan peraturan perundang-undangan yang mengatur upah dan pesangon secara adil ,
wajar dan profesional . Pengaturan upah dan pesangon tidak hanya sebatas tekhnis perhitungan dan pembayaran tetapi
harus juga membahas bagaimana proses dan mekanisme upah dan pesangon itu di terapkan .
Aturan Upah tentang upah yang paling mutakhir tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum dan BAB X Bagian
kedua , Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenaga kerjaan dan berbagai peraturan khusus tentang
Upah , juga telah di berlakukan , diantaranya :

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja.

2.

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

3.

Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

4.

Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badanbadan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :1

5.

Pengusaha adalah :
a)

orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b)

orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan
bukan miliknya;

c)

orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

6.

Perusahaan adalah :
a)

setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau
milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

b)

usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

7.

Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan
dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan
ketenagakerjaan yang berkesinambungan.

8.

Informasi ketenagakerjaan adalah gabungan, rangkaian, dan analisis data yang berbentuk angka yang telah
diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti, nilai dan makna tertentu mengenai ketenagakerjaan.

9.

Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan
kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu
sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.

10. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan,
dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
11. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di
lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/
buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka
menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
12. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja,
sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan
pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya.
13. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
15. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
16. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :2

17. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di
perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung
jawab guna memperjuangkan,membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
18. Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh
yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.
19. Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah
ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan
pemerintah.
20. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja dan tata tertib perusahaan.
21. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat
buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaandengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
22. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
23. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau
oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
24. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau
sebagian untuk menjalankan pekerjaan.
25. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
26. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.
27. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00.
28. 1 (satu) hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.
29. Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari.
30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
31. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah
dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat
mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :3

32. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan.
33. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

BAB X
Bagian Kedua
Pengupahan
Pasal 88
(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi :

(4)

a)

upah minimum;

b)

upah kerja lembur;

c)

upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d)

upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

e)

upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

f)

bentuk dan cara pembayaran upah;

g)

denda dan potongan upah;

h)

hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

i)

struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

j)

upah untuk pembayaran pesangon; dan

k)

upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan
hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Pasal 89
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas :
a)

upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

b)

upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :4

(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 90
(1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat
dilakukan penangguhan.
(3) Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 91
(1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah
pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 92
(1) Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja,
pendidikan, dan kompetensi.
(2) Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan
produktivitas.
(3) Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 93
(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila :
a)

pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

b)

pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan;

c)

pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan,


membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau
menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :5

d)

pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;

e)

pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan
agamanya;

f)

pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak
mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari
pengusaha;

g)

pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;

h)

pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan

i)

pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai
berikut :
a)

untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;

b)

untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;

c)

untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah;dan

d)

untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan
kerja dilakukan oleh pengusaha.

(4) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf c sebagai berikut :
a)

pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;

b)

menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

c)

mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

d)

membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

e)

isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

f)

suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
dan

g)

anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

(5) Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 94
Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikitdikitnya 75 % (
tujuh puluh lima perseratus ) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

Pasal 95
(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :6

(2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah,
dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
(3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah.
(4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

Pasal 96
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluwarsa
setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.

Pasal 97
Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup layak, dan perlindungan
pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89,
dan pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 98
(1) Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh
pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
(2) Keanggotaan Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi, dan pakar.
(3) Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan
keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh
Gubenur/Bupati/Walikota.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan
pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Presiden.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 ;

Upah Minimum , diataur dalam :


PER ATURAN MENTERI NO. 01 TH 1999
PERATURAN
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber
By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :7

NOMOR : PER-01/MEN/1999
TENTANG
UPAH MINIMUM
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a)

bahwa dalam rangka upaya mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja,perlu ditetapkan upah minimum
dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan pekerja tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas
dan kemajuan perusahaan serta perkembangan perekonomian pada umumnya;

b)

bahwa untuk mewujudkan penetapan upah minimum yang lebih realistis sesuai dengan kemampuan perusahaan
secara sektoral,maka disamping penetapan Upah Minimum Regioanal juga dilakukan penetapan Upah Minimum
Sektoral Regional;

c)

bahwa sehubungan dengan huruf a dan b,Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-03/MEN/1997 tentang Upah
Minimum Regional, dipandang sudah tidak sesuai lagi,sehingga perlu diadakan penyempurnaan.

d)

Bahwa untuk itu,perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat :
1.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Titel 7A pasal 1601.

2.

Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undangundang Kerja Tahun 1946 No.12 dari
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara No.2 Tahun 1951).

3.

Undang-undang Nomor 3 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undangundang Pengawasan Perburuhan
Tahun 1948 Nomor 23 dari republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Tahun 1951
Nomor 4 ).

4.

Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan wanita untuk
pekerjaan yang sama nilainya (Lembaran Negara Nomor 171 Tahun 1957 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor
2153).

5.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1961 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No.106 tentang Istirahat Mingguan.

6.

Undang-undang No.14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 55,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912).

7.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun
1974 Nomor 38,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037).

8.

Undang-undang Nomor 7 tahun 1981 tentang Wajib lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara
tahun 1981 Nomor 39,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201).

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3190).

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :8

10.

Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1969 tentang Pembentukan Dewan Penelitian Pengupahan Nasional.

11. Keputusan Presiden RI No. 122/M/Tahun 1995 tentang Kabinet Reformasi Pembangunan.
12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas.
13. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu.
14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-06/MEN/1993 tentang Waktu Kerja 5 (lima) Hari Seminggu 8(delapan)Jam
Sehari.
15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.05/MEN/1998 tentang Pendaftaran Organisasi Pekerja.
Memperhatikan Surat Dewan Penelitian Pengupahan Nasional No.42/DPPN/1999 tanggal 11
Januari 1999 perihal Saran dan Pertimbangan Penetapan Upah Minimum.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan

PERATURAN MENTERI T E N A G A K E R J A TENTANG UPAH MINIMUM

BAB I
PENGERTIAN
PASAL 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.

Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.

2.

Upah Minimum Regional Tingkat 1 untuk selanjutnya disebut UMR Tk.1 adalah upah minimum yang berlaku di
satu propinsi.

3.

Upah Minimum Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMR Tk.II adalah upah minimum yang berlaku di
daerah Kabupaten/Kotamadya atau menurut wilayah pembangunan ekonomi daerah atau karena kekhususan
wilayah tertentu.

4.

Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMSR Tk.I adalah upah minimum yang
berlaku secara sektoral di satu propinsi.

5.

Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMSR Tk.II adalah upah minimum yang
berlaku secara sektoral di daerah Kabupaten/Kotamadya atau menurut wilayah pembangunan ekonomi daerah
atau karena kekhususan wilayah tertentu.

6.

Sektoral adalah kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya menurut klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia
(KLUI).

7.

Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja para pengusaha dengan menerima upah.

8.

Pengusaha adalah :
a)

Orang perseorangan,persekutuan,atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :9

b)

Orang perseorangan,persekutuan,atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan
bukan miliknya.

c)

Orang perseorangan,persekutuan,atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagai
dimaksud dalam huruf (a)dan(b) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

9.

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja dengan
tujuan mencari keuntungan atautidak milik orang perseorangan,persekutuan atau badan hukum,baik milik swasta
maupun milik negara.

10. Serikat pekerja adalah organisasi pekerja atas dasar lapangan pekerjaan yang bersifat
mandiri,demokratis,bebas,dan tanggung jawab yang di bentuk dari,oleh dan untuk pekerja,untuk
memperjuangkan hak dan kepentingan kaum pekerja dan keluarganya.
11. Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja serta tata tertib perusahaan.
12. Kesepakatan Kerja Bersama adalah kesepakatan hasil perundingan yang di selenggarakan oleh serikat pekerja
atau gabungan serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja,untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak.
13. Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau
tertulis,baik,untuk waktu tertentu maupun untuk waktu yang tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja,hak
dan kewajiban para pihak.
14. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.

Pasal 2

Usaha sosial dan usaha-usaha lain yang berbentuk perusahaan diperlakukan sama dengan perusahaan apabila mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain sebagaimana layaknya perusahaan mempekerjakan pekerja.

Pasal 3

Upah Minimum terdiri dari UMR Tk.1,UMR Tk.II, UMSR,Tk.1 dan UMSR Tk.II.

BAB II
DASAR DAN WEWENANG PENETAPAN UPAH MINIMUM
Pasal 4
(1) Menteri menetapkan besarnya upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3.
(2) Dalam satu propinsi ditetapkan UMR Tk.1
(3) Selain UMR Tk. 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan UMR Tk.II dan atau UMSR Tk.II.
(4) Dalam hal di seluruh daerah Kabupaten/Kotamadya dalam satu propinsi sudah ada penetapan UMR Tk.II
,ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),tidak berlaku.
(5) Besarnya upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan peninjauan selambat-lambatnya 2(dua)
tahun sekali.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :10

(6) Ketetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan selambat-lambatnya 40(empat puluh) hari
sebelum tanggal berlakunya Upah Minimum.

Pasal 5

Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ditetepkan:


a)

UMSR Tk.1 harus lebih besar sekurang-kurangnya 5%(lima persen) dari UMR Tk.1

b)

UMSR TK.II harus lebih besar sekurang-kurangnya 5%(lima persen) dari UMR Tk.II.

Pasal 6
(1) UMR Tk.1 dan UMR Tk.II ditetapkan dengan mempertimbangkan :
a)

kebutuhan

b)

indeks harga konsumen(IHK);

c)

kemampuan,perkembangan dan kelangsungan perusahaan;

d)

upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah ;

e)

kondisi pasar kerja;

f)

tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.

(2) UMSR Tk.1 dan UMSR Tk.II ditetapkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
mempertimbangkan kemampuan perusahaan secara sektoral.

Pasal 7
(1) Upah Minimum wajib dibayar dengan upah bulanan kepada pekerja
(2) Berdasarkan kesepakatan antara pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha upah dapat dibayarkan mingguan
atau 2 mingguan dengan ketentuan perhitungan upah didasarkan pada upah bulanan .

BAB III
TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM
Bagian Kesatu
Upah Minimum Regional
Pasal 8
(1) Usulan penetapan UMR Tk.1 dan UMR Tk.II dirumuskan oleh Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial
Dewan Ketenagakerjaan Daerah.
(2) Dalam merumuskan usulan.Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah
dapat berkonsultasi dengan organisasi pengusaha,serikat pekerja dan instansi terkait ditingkat daerah.
(3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja setelah memperoleh rekomendasi persetujuan Gubernur Kepala Daerah tingkat 1.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :11

(4) Dalam hal Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 menolak memberikan rekomendasi persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) usulan tersebut dikembalikan kepada Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial
Dewan Ketenagakerjaan Daerah disertai alasan penolakan untuk dikaji dan diusulkan kembali.
(5) Berdasarkan usulan sebagaimana pada ayat (3),Menteri menetapkan upah minimum setelah mendengar saran
dan pertimbangan Dewan Penelitian Pengupahan Nasional.
(6) Dalam memberikan saran dan pertimbangan,Dewan Penelitian Pengupahan Nasional dapat berkonsultasi dengan
organisasi pengusaha,serikat pekerja dan instansi terkait ditingkat nasional.

Pasal 9
Menteri dapat menetapkan UMR Tk.I atau UMR Tk.II berbeda dari usulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3
setelah mendengarkan saran dan pertimbangan Dewan Penelitian Pengupahan Nasional.

Bagian Kedua
Upah Minimum Sektoral Regional
Pasal 10
(1) Untuk menetapkan UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II,Komisi Penelitian Pengupahan dan jaminan Sosial Dewan
Ketenagakerjaan Daerah,mengadakan penelitian serta menghimpun data dan informasi mengenai:
(a) homogeneitas perusahaan;
(b) jumlah perusahaan;
(c) jumlah tenaga kerja;
(d) devisa yang dihasilkan;
(e) nilai tambah yang dihasilkan;
(f) kemampuan perusahaan;
(g) asosiasi perusahaan;
(h) serikat pekerja terkait;
(2) Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah menentukan sector dan sub
sector unggulan yang selanjutnya disampaikan kepada masing-masing asosiasi perusahaan dan serikat pekerja.

Pasal 11
(1) Usulan penetapan UMSR Tk.I dan UMSR Tk.II dirundingkan dan disepakati oleh asosiasi perusahaan dan serikat
pekerja.
(2) Dalam hal sektor atau sub sektor belum mempunyai asosiasi perusahaan di sektor atau sub sektor yang
bersangkutan bersama APINDO dengan serikat pekerja terkait.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :12

(3) Dalam hal sektor atau sub sektor belum mempunyai asosiasi perusahaan dan serikat pekerja,perundingan dan
kesepakatan UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II dilakukan oleh APINDO dengan gabungan serikat pekerja yang
terkait dengan sektor atau sub sektor.
(4) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),(2) dan (3)dimintakan rekomendasi kepada Gubernur
melalui Komisi Penelitian pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah.
(5) Kesepakatan yang telah memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) , disampaikan kepada
Menteri melalui Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat untuk penetapan UMSR Tk.I dan atau UMSR
Tk.II .

Pasal 12
Asosiasi perusahaan dan serikat pekerja di luar sektor atau sub sektor yang telah ditentukan oleh Komisi dapat
mengajukan usulan penetapan UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II.

BAB IV
PELAKSANAAN KETETAPAN UPAH MINIMUM
Pasal 13
(1) Perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari UMR Tk.I atau UMR Tk.II atau UMSR Tk.I atau UMSR
Tk.II.
(2) Dalam hal di daerah sudah ada penetapan UMR Tk.II perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari UMR
Tk.II.
(3) Dalam hal di suatu sektor uasaha telah ada penetapan UMSR Tk. II dan atau UMSR Tk.II perusahaan dilarang
membayar upah lebih rendah dari UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II tersebut.

Pasal 14
(1) Bagi pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap dan dalam masa percobaan,upah diberikan oleh pengusaha
serendah-rendahnya sebesar upah minimum.
(2) Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1(satun) tatun.
(3) Peninjauan besarnya upah pekerja dengan masa kerja lebih dari 1(satu) tahun,dilakukan atas kesepakatan
tertulis antara pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha.

Pasal 15
(1) Bagi pekerja dengan sistim kerja borongan atau berdasarkan satuan hasil yang dilaksanakan 1 (satu) bulan atau
lebih,upah rata-rata sebulan serendahrendahnya sebesar Upah Minimum di perusahaan yang bersangkutan.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :13

(2) Upah pekerja harian lepas,ditetapkan secara upah bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran
dengan perhitungan upah sehari:
a)

bagi perusahaan dengan sistim waktu kerja 6(enam) hari dalam seminggu,upah bulanan dibagi 25(dua puluh
lima).

b)

bagi perusahaan dengan sistim waktu kerja 5(lima) hari dalam seminggu,upah bulanan dibagi 21 (dua puluh
satu ).

Pasal 16
(1) Bagi perusahaan yang mencakup lebih dari satu sektor atau sub sektor,maka upah yang di berlakukan sesuai
dengan UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II.
(2) Dalam hal satu perusahan mencakup beberapa saktor atau sub sektor yang satu lebih belum ada penetapan
UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II untuk sektor tersebut diberlakukan UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II tertinggi
diperusahaan yang bersangkutan.
(3) Dalam hal perusahaan untuk menjalankan usahanya memerlukan pekerjaan jasa penunjang yang belum terdapat
penetapan UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II tertinggi di perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 17
Bagi perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari upah minimum yang berlaku,pengusaha dilarang
mengurangi atau menurunkan upah.

Pasal 18
Peninjauan besarnya upah bagi pekerja yang telah menerima upah lebih tinggi dari upah minimum yang berlaku,dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja .Peraturan Perusahaan,atau Kesepakatan Kerja Bersama.

Pasal 19
(1) Dengan kenaikan upah minimum,para pekerja harus memelihara prestasi kerja sehingga tidak lebih rendah dari
prestasi kerja sebelum kenaikan upah.
(2) Ukuran prestasi kerja untuk masing-masing perusahaan dirumuskan bersama oleh pengusaha dan pekerja atau
Lembaga Kerjasama Bipartit perusahaan yang bersangkutan.
(3) Dalam hal tingkat prestasi kerja tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2),pengusaha dapat mengambil
tindakan kepada pekerja yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,Perjanjian
Kerja,Peraturan Perusahaan,atau Kesepakatan Kerja Bersama.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :14

BAB V
TATA CARA PENANGGUHAN
Pasal 20
(1) Pengusaha yang tidak mampu melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4,dapat mengajukan
penangguhan pelaksanaan upah minimum.
(2) Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 21
(1) Permohonan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) didasarkan atas kesepakatan tertulis
antara serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dan didukung oleh mayoritas pekerja
diperusahaan yang bersangkutan dengan pengusaha,atau kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja yang
mewakili lebih dari 50% pekerja penerima upah minimum bagi perusahaan yang belum ada serikat
pekerja,disertai dengan:
a)

salinan kesepakatan bersama;

b)

salinan akte pendirian perusahaan;

c)

laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca,perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan
untuk 2(dua) tahun terakhir;

d)

perkembangan produksi dan pemasaran selama 2(dua) tahun terakhir;

e)

data upah menurut jabatan pekerja;

f)

jumlah pekerja seluruhnya dan jumlah pekerja yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum;

g)

surat pernyataan kesediaan perusahaan untuk melaksanakan upah minimum yang baru setelah berakhirnya
waktu penangguhan.

(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 91 Menteri atau Pejabat yang ditunjuk,dapat
meminta Akuntan Publik untuk memeriksa keadaan keuangan guna pembuktian ketidak mampuan perusahaan
tersebut atas biaya perusahan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b,huruf c dan ayat 2 tidak diwajibkan bagi perusahaan yang
memperkerjakan tenaga kerja sampai dengan 100(seratus) orang.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Menteri atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan
penolakkan atau persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum.
(5) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat 2 adalah:
a)

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan untuk perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja 500 (lima ratus) orang atau lebih.

b)

Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat untuk perusahaan yang memperkerjakan tenaga
kerja 101 (seratus satu) sampai dengan 500(lima ratus) orang;

c)

Kantor Departemen Tenaga Kerja/Kantor Dinas Tenaga Kerja setempat untuk perusahaan yang

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :15

mempekerjakan tenaga kerja sampai dengan 100 (seratus) orang.


(6) Persetujuan penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang ditetapkan oleh Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5),berlaku untuk waktu paling lama 1(satu) tahun.

Pasal 22
(1) Persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (4) diberikan
kepada pengusaha dalam bentuk:
a)

membayar upah terendah,tetap sesuai ketetapan upah minimum yang lama atau

b)

membayar lebih rendah dari upah minimum yang baru atau

c)

menangguhkan pembayaran upah minimum yang baru secara bertahap

(2) Besarnya UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II,selama penangguhan tidak boleh lebih rendah dari UMR Tk.I atau Tk.II
yang berlaku.
(3) Bagi perusahaan yang diberikan penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan (2),pengusaha tidak
diwajibkan membayar kekurangan upah selama jangka waktu pelaksanaan penangguhan upah minimum.

Pasal 23
(1) Permohonan penangguhan upah minimum diajukan oleh pengusaha paling lama 10 (sepuluh) hari sebelum
berlakunya ketetapkan upah minimum.
(2) Penolakan atau persetujuan atas permohonan penangguhan yang diajukan oleh pengusaha,diberikan dalam
jangka waktu paling lama 1(satu) bulan terhitung sejak diterima secara lengkap permohonan penangguhan upah
minimum.
(3) Apabila waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) telah terlampaui dan belum ada keputusan
dari pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (4) dan(5),permohonan penangguhan yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dianggap telah disetujui.
(4) Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian perusahaan yang bersangkutan dapat
membayar upah yang biasa diterima pekerja.
(5) Dalam hal permohonan penanggulangan ditolak,upah yang diberikan pengusaha kepada pekerja serendahrendahnya sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung tanggal berlakunya ketentuan upah minimum
yang baru.

BAB VI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 24
Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri ini,rekomendasi Gubernur yang belum sesuai dengan ketentuan pasal 5 tetap
berlaku untuk penetapan UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II tahun 1999.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :16

BAB VII
KETENTUAN SANKSI
Pasal 25
(1) Berdasarkan pasal 17 undang-undang No.14 tahun 1969 pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 7 dan pasal
13 atau tidak memenuhi pasal 14 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3(tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000;(seratus ribu rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),hakim dapat menjatuhkan putusan membayar upah
pekerja.

BAB VIII
PENUTUP
Pasal 26
Selain dari pegawai penyidik pada umumnya,pegawai pengawas perburuhan sebagaimana dimaksud dalam Undangundang No.3 tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan tahun 1948 No.23
berwenang melakukan pengawasan dan penyidikan atas pelanggaran terhadap
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 27
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini,maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.03/Men/1997 tentang Upah
Minimum Regional,dan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
No.Kep.16/BW/1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Upah minimum Regional bagi Perusahaan Padat Karya tertentu dan
Perusahaan Kecil dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 28
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal :12 Januari 1999
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
ALHILAL HAMDI

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :17

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP-226/MEN/2000
TENTANG
PERUBAHAN PASAL 1, PASAL 3, PASAL 4, PASAL 8, PASAL 11PASAL
20,DAN PASAL 21 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA
NOMOR PER-01/MEN/1999
TENTANG
UPAH MINIMUM
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK
INDONESIA.
Menimbang :
a)

bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom,Propinsi berwenang menetapkan Upah Minimum.

b)

bahwa untuk memperlancar pelaksanaan kewenangan tersebut pada huruf a, dipandang perlu melakukan
perubahan beberapa pasal Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum,untuk
digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan Upah Minimum;

c)

bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.


Mengingat :

1.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom;

2.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No.234/M Tahun 2000;

3.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.01/Men/1999 tentang Upah Minimum.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI TENTANG PERUBAHAN PASAL 1, PASAL 3, PASAL 4, PASAL 8,
PASAL 11, PASAL 20,DAN PASAL 21,PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR PER-01/MEN/1999 TENTANG UPAH
MINIMUM.

Pasal 1
1.

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per 01/MEN/1999 tentang upah Minimum,diubah
sebagai berikut :

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :18

1.

Penulisan dan penyebutan istilah dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-01/MEN/1999 yaitu: Istilah
'Upah Minimum Regional tingkat 1(UMR Tk.1)" diubah menjadi "Upah Minimum Propinsi". istilah "Upah
Minimum Regional Tingkat II(UMRTk.II)" diubah menjadi "Upah Minimum Kabupaten/Kota.istilah "Upah
Minimum Sektoral Regional Tingkat 1(UMSR Tk.I)" diubah menjadi "Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS
Propinsi),dan istilah "Upah Minimum sektoral Regional Tingkat II (UMSR Tk.II)"diubah menjadi "Upah
Minimum Sektoral Kabupaten/kota (UMS Kabupaten/Kota).

2.

Ketentuan Pasal 1 angka 2,angka 3, angka 4 dan angka 5, diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai
berikut :

Pasal 1
2.

Upah Minimum Propinsi adalah Upah Minimum yang berlaku untuk seluruh Kabupaten/Kota di satu Propinsi.

3.

Upah Minimum Kabupaten/Kota adalah Upah Minimum yang berlaku di Daerah Kabupaten/Kota.

4.

Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi) adalah Upah Minimum yang berlaku secara sektoral di seluruh
Kabupaten/Kota di satu Propinsi.

5.

Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/kota)adalah Upah Minimum yang berlaku secara
Sektoral di Daerah Kabupaten/Kota.
3. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai
berikut :

Pasal 3
Upah Minimum terdiri dari Upah Minimum Propinsi,Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi),Upah Minimum
Kabupaten/Kota dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota(UMS Kabupaten/kota)".
4.Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 4
(1) Gubernur menetapkan besarnya Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota,sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3.
(2) Gubernur dalam menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus lebih
besar dari Upah Minimum Propinsi.
(3) Selain Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) Gubernur dapat menetapkan Upah Minimum
Sektoral Propinsi (UMS Propinsi) atau Upah Kesepakatan organisasi perusahaan dengan serikat pekerja/serikat
buruh.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :19

(4) Ketetapan Upah Minimum Propinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan selambat-lambatnya
60(enam puluh) hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum.
(5) Ketetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan selambat-lambatnya
40(empat puluh ) hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum.
(6) Upah Minimum Propinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota tahun 2001,berlaku sejak tanggal 1 Januari tahun
2001.
(7) Peninjauan terhadap besarnya Upah Minimum Propinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota diadakan 1(satu)
tahun sekali".

5. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai


berikut :

Pasal 8
(1) Gubernur dalam menetapkan Upah Minumum Propinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota berdasarkan usulan
dari Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah.
(2) Dalam merumuskan usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan
Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah dapat berkonsultasi dengan pihak-pihak yang dipandang perlu.
(3) Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan
Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja/Pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Propinsi.
6. Ketentuan Pasal 9 dihapus.
7. Pasal 10 diubah menjadi Pasal 9.
8. Pasal 11 diubah menjadi Pasal 10 dan ketentuan ayat (5) dihapus serta ketentuan ayat(4) diubah
sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10
(1) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) disampaikan kepada gubernur melalui Kepala Kantor
Wilayah Departemen tenaga Kerja/Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
Propinsi.

9. Pasal 12,Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19, diubah menjadi
Pasal 11, Pasal 12,Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18.
10. Pasal 20 diubah menjadi Pasal 19 dan ketentuan ayat(2) diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai
berikut :

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :20

" Pasal 19
(2). Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan kepada
Gubernur melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja/Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan di Propinsi".

11 Pasal 21 diubah menjadi Pasal 20 dan ketentuan ayat (5) dihapus serta ketentuan ayat (2),ayat(4),dan ayat(6)
diubah menjadi ayat (2),ayat (4),dan ayat(5) sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

Pasal 20
(3).Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),Gubernur dapat meminta Akuntan Publik untuk
memeriksa keadaan keuangan guna pembuktian ketidak mampuan perusahaan tersebut atas biaya perusahaan.
(4).Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) ,Gubernur menetapkan penolakan atau
persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum.
(5).Persetujuan Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),Gubernur berlaku untuk waktu paling lama 1
tahun".
12. Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 diubah menjadi Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24.
13. Sesudah Pasal 24 ditambah Pasal baru yaitu 25 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

Pasal 25
Bab II, Bab IV, dan Bab V, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per 01/MEN/1999 tentang Upah
Keputusan Menteri ini digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan upah

Minimum,serta

minimum".

Pasal II
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 5 Oktober 2000
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
ALHILAL HAMDI

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :21

a)

. Keputusan Menteri Tenaga kerja Nomor Kep-226/MEN/2000


Tentang perubahan Pasal 11 , Pasal 20 , dan Pasal 21

b)

. Keputusan Menteri Tenaga kerja Nomor Kep-231/MEN/2003

Tolong di cari !!!

Tentang tata cara penangguhan pelaksanaan Upah minimum ;

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-102/MEN/VI/2004

tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur ;


Upah kerja lembur , diatur dalam :
K EPMEN NO. 102 TH 2004
KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004
TENTANG
WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
a)

bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 78 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
perlu diatur mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur;

b)

bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

Mengingat :
1.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan
Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Repupblik Indonesia
Tahun 1951 Nomor 4);

2.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);

3.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3952);

5.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :22

Memperhatikan :
1.

Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004.

2.

Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK
INDONESIA
TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR.
Pasal 1.
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1.

Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam
1 (satu) minggu untuk 5 (lima) harikerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan
dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.

2.

Pengusaha adalah :
a)

Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b)

Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan
bukan miliknya.

c)

Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

3.

Perusahaan adalah :
a)

setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau
milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

b)

usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

4.

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

5.

Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

6.

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerja dan/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :23

7.

Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

1.

Pengaturan waktu kerja lembur berlaku untuk semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha

Pasal 2

tertentu atau pekerjaan tertentu.


2.

Perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
tersendiri dengan Keputusan Menteri.

1.

Pasal 3

Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas)
jam dalam 1 (satu) minggu.

2.

Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kerja lembur yang
dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.

Pasal 4
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, wajib membayar upah lembur.
(2) Bagi pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu, tidak berhak atas upah kerja lembur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan ketentuan mendapat upah yang lebih tinggi.
(3) Yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah mereka yang
memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu
kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan sesuai denga peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 5

Perhitungan upah kerja lembur berlaku bagi semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau
pekerjaaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 6
(1) Untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari
pekerja/buruh yang bersangkutan.
(2) Perintah tertulis dan persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat dalam bentuk daftar
pekerja/buruh yang bersedia bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan dan
pengusaha.
(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat
nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :24

Pasal 7
(1) Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban :
a)

membayar upah kerja lembur;

b)

memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya;

c)

memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama
3 (tiga) jam atau lebih.

(2) Pemberian makan dan minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c tidak boleh diganti dengan uang.

Pasal 8

(1) Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan.


(2) Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.

Pasal 9
(1) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar secara harian, maka penghitungan besarnya upah sebulan adalah upah
sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
atau dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(2) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulan adalah upah rata-rata 12
(dua belas) bulan terakhir.
(3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka
upah sebulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari
upah dari upah minimum setempat.

Pasal 10

(1) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100 %
(seratus perseratus) dari upah.
(2) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah
tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan
upah lembur 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah.

Pasal 11
Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut :
a)

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja :


a.1. untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah ejam;
a.2. untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2(dua) kali upah sejam.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :25

b)

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6
(enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka :
b.1. perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam
delapan bayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) kali upah
sejam ;
b.2. apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah lembur 5 (lima) jam pertama
dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam 3(tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4
(empat) kali upah sejam.

c)

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima)
hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8 (delapan) jam
pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan dibayar 3(tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan
kesebelas 4 (empat) kali upah sejam.

Pasal 12

Bagi perusahaan yang telah melaksanakan dasar perhitungan upah lembur yang nilainya lebih baik dari Keputusan Menteri
ini,maka perhitungan upah lembur tersebut tetap berlaku.

Pasal 13
(1) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur, maka yang berwenang menetapkan
besarnya upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
(2) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), maka dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Provinsi.
(3) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada perusahaan yang meliputi lebih
dari 1 (satu) Kabupaten/Kota dalam 1(satu) Provinsi yang sama, maka yang berwenang menetapkan besarnya
upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Provinsi.
(4) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pasal 14

Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu)
Provinsi,maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah Pengawas Ketenagakerjaan Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :26

Pasal 15
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-72/MEN/1984 tentang Dasar
Perhitungan Upah Lembur, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-608/MEN/1989 tentang Pemberian Izin
Penyimpangan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Bagi Perusahaan-perusahaan Yang Mempekerjakan Pekerja 9 (sembilan)
Jam Sehari dan 54 (lima puluh empat) Jam Seminggu dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor:
PER-06/MEN/1993 tentang waktu kerja 5 (lima) Hari Seminggu dan 8 (delapan) Jam Sehari, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 16

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

1.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2004
MENTERI
TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
JACOB NUWA WEA

Perlindungan Upah , diatur dalam ;


a)

. Peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 ; dan

b)

. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-01/MEN/1982

Tolong dicari!!!

tentang petunjuk pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 8


Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah ;

PERLINDUNGAN UPAH DI ATUR DALAM ;


PERATURAN PEMERINTAH NO.08 Tahun 1981

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1981
TENTANG
PERLINDUNGAN UPAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a)

Bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
sehingga perlu disusun suatu peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14
tahun 1969.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :27

b)

Bahwa sebagai pelaksanaan tersebut huruf a dipandang perlu mengatur perlindungan upah dalam suatu
Peraturan Pemerintah.
Mengingat :

1.

Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

2.

Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 100
mengenai pengupahan bagi buruh laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya (Lembaran Negara
Tahun 1957 Nomor 171).

3.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja ( Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912).
M EM U T U S K A N :
Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN UPAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a)

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari Pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa
yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut sutau
persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara
pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya.

b)

Pengusaha ialah :
1.

Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri.

2.

Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

3.

Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan termaksud pada
angka 1 dan 2 diatas, yang berkedudukan di luar Indonesia.

c)

Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah.

d)

Menteri adalah Menteri yang betanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :28

Pasal 3
Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk
pekerjaan yang sama nilainya.

Pasal 4
Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan.

Pasal 5
1.

Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, pengusaha wajib membayar upah buruh :
a)

b)

Jika buruh sendiri sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan ketentuan sebagai berikut :
1.

Untuk 3 (tiga) bulan pertama, dibayar 100 % (seratus persen) dari upah;

2.

Untuk 3 (tiga) bulan kedua, dibayar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari upah.

3.

Untuk 3 (tiga) bulan ketiga, dibayar 50 % (lima puluh persen) dari upah;

4.

Untuk 3 (tiga) bulan keempat, dibayar 25 % (dua puluh lima persen) dari upah.

Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud dibawah ini, dengan ketentuan
sebagai berikut :
1.

Buruh sendiri kawin, dibayar untuk selama 2 (dua) hari.

2.

Menyunatkan anaknya, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

3.

Membaptiskan anak, dibayarkan untuk selama 1 (satu) hari.

4.

Mengawinkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari.

5.

Anggota keluarga meninggal dunia yaitu suami/istri, orang tua/mertua atau anak, dibayar untuk selama
2 (dua) hari.

6.
2.

Istri melahirkan anak, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

Dalam hal pengusaha tidak mampu memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a,
pengusaha dapat mengajukan izin penyimpangan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

3.

Jika dalam suatu peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan terdapat ketentuan-ketentuan yang lebih baik
daripada ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ketentuan dalam peraturan perusahaan
atau perjanjian perburuhan tersebut tidak boleh dikurangi.

Pasal 6
1.

Pengusaha wajib membayar upah yang biasa dibayarkan kepada buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaannya
karena sedang menjalankan kewajiban Negara, jika dalam menjalankan kewajiban Negara tersebut buruh tidak
mendapatkan upah atau tunjangan lainnya dari Pemerintah tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :29

2.

Pengusaha wajib membayar kekurangan atas upah yang biasa dibayarkannya kepada buruh yang dalam
menjalankan kewajiban Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bilamana jumlah upah yang diperolehnya
kurang dari upah yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan, tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.

3.

Pengusaha tidak diwajibkan untuk membayar upah, bilamana buruh yang dalam menjalankan kewajiban Negara
tersebut telah memperoleh upah serta tunjangan lainnya yang besarnya sama atau lebih dari upah yang biasa ia
terima dari perusahaan yang bersangkutan.

4.

Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena
memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan, tetapi tidak melebihi 3 (tiga)
bulan.

Pasal 7
Upah buruh selama sakit dapat diperhitungkan dengan suatu pembayaran yang diterima oleh buruh tersebut yang timbul
dari suatu peraturan perundang-undangan atau peraturan perusahaan atau sesuatu dana yang menyelenggarakan jaminan
sosial ataupun suatu pertanggungan.

Pasal 8
Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan
tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang dialami oleh pengusaha
yang seharusnya dapat ia hindari.

Pasal 9
Bila upah tidak ditetapkan berdasarkan suatu jangka waktu, maka untuk menghitung upah sebulan ditetapkan
berdasarkan upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir yang diterima oleh buruh.

Pasal 10
1.

Upah harus dibayarkan langsung kepada buruh pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian.

2.

Pembayaran upah secara langsung kepada buruh yang belum dewasa dianggap sah, apabila orang tua atau wali
buruh tidak mengajukan keberatan yang dinyatakan secara tertulis.

3.

Pembayaran upah melalui pihak ketiga hanya diperkenankan bila ada surat kuasa dari buruh yang bersangkutan
yang karena sesuatu hal tidak dapat menerimanya secara langsung.

4.

Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hanya berlaku untuk satu kali pembayaran.

5.

Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.

Pasal 11
Pada tiap pembayaran seluruh jumlah upah harus dibayarkan.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :30

BAB II
BENTUK UPAH
Pasal 12
1.

Pada dasarnya upah diberikan dalam bentuk uang.

2.

Sebagian dari upah dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras, obat-obatan atau bahan obatobatan, dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25 % (dua puluh lima persen) dari nilai upah yang
seharusnya diterima.

Pasal 13
1.

Pembayaran upah harus dilakukan dengan alat pembayaran yang sah dari Negara Republik Indonesai.

2.

Bila upah ditetapkan dalam mata uang asing, maka pembayaran akan dilakukan berdasarkan kurs resmi pada
hari dan tempat pembayaran.

Pasal 14
Setiap ketentuan yang menetapkan sebagian atau seluruh upah harus dipergunakan secara tertentu, ataupun harus
dibelikan barang, tidak diperbolehkan dan karenanya adalah batal menurut hukum, kecuali jika penggunaan itu timbul dari
suatu peraturan perundang-undangan.

Pasal 15
1.

Bila diadakan perjanjian antara buruh dan pengusaha mengenai suatu ketentuan yang merugikan buruh dan yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan atau peraturan perundangundangan lainnya dan karenanya menjadi batal menurut hukum, maka buruh berhak menerima pembayaran
kembali dari bagian upah yang ditahan sebagai perhitungan terhadap upahnya, dan dia tidak diwajibkan
mengembalikan apa yang telah diberikan kepadanya untuk memenuhi perjanjian.

2.

Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), apabila ada permintaan dari pengusaha atau buruh, badan yang
diserahi urusan perselisihan perburuhan dapat membatasi pengembalian itu sekurang-kurangnya sama dengan
jumlah kerugian yang diderita oleh buruh.

BAB III
CARA PEMBAYARAN UPAH
Pasal 16
Bila tempat pembayaran upah tidak ditentukan dalam perjanjian atau peraturan perusahaan, maka pembayaran upah
dilakukan di tempat buruh biasa bekerja, atau di kantor perusahaan.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :31

Pasal 17
Jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya dapat dilakukan seminggu sekali atau
selambat lambatnya sebulan sekali, kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu minggu.

Pasal 18
Bilamana upah tidak ditetapkan menurut jangka waktu tertentu, maka pembayaran upah
disesuaikan dengan ketentuan pasal 17 dengan pengertian bahwa upah harus dibayar sesuai
dengan hasil pekerjaannya dan atau sesuai dengan jumlah hari atau waktu dia bekerja.

Pasal 19
1.

Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari dimana
seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5 % (lima persen) untuk tiap hari keterlambatan.
Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1 % (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan
ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50 % (lima puluh persen) dari upah
yang seharusnya dibayarkan.

2.

Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping berkewajiban untuk membayar
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga yang ditetapkan oleh bank
untuk kredit perusahaan yang bersangkutan.

3.

Penyimpangan yang mengurangi ketentuan dalam pasal ini adalah batal menurut hukum.

BAB IV
DENDA DAN POTONGAN UPAH
Pasal 20
1.

Denda atas pelanggaran sesuatu hal hanya dapat dilakukan bila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian
tertulis atau peraturan perusahaan.

2.

Besarnya denda untuk setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditentukan dan
dinyatakan dalam mata uang Republik Indonesia.

3.

Apabila untuk satu perbuatan sudah dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk menuntut ganti rugi terhadap
buruh yang bersangkutan.

4.

Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.

Pasal 21
1.

Denda yang dikenakan oleh pengusaha kepada buruh, baik langsung maupun tidak langsung tidak boleh
dipergunakan untuk kepentingan pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda
tersebut.

2.

Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :32

Pasal 22
1.

Pemotongan upah oleh pengusaha untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada surat kuasa dari
buruh.

2.

Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah semua kewajiban pembayaran oleh buruh terhadap Negara atau
iuran sebagai peserta pada suatu dana yang menyelenggarakan jaminan sosial yang ditetapkan dengan peraturan
perundangundangan.

3.

Setiap surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditarik kembali pada setiap saat.

4.

Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.

Pasal 23
1.

Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari buruh, bila terjadi kerusakan barang atau kerugian lainnya baik
milik pengusaha maupun milik pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaian.

2.

Ganti rugi demikian harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan dan
setiap bulannya tidak boleh melebihi 50 % (lima puluh persen) dari upah.

BAB V
PERHITUNGAN DENGAN UPAH
Pasal 24
1.

Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah adalah :


a)

Denda, potongan, dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23.

b)

Sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis.

c)

Uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh kepada pengusaha,
dengan ketentuan harus ada tanda bukti tertulis.

2.

Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 50 % (lima puluh persen) dari setiap
pembayaran upah yang seharusnya diterima.

3.

Setiap saat yang memberikan wewenang kepada pengusaha untuk mengadakan perhitungan lebih besar daripada
yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah batal menurut hukum.

4.

Pada waktu pemutusan hubungan kerja seluruh hutang piutang buruh dapat diperhitungkan dengan upahnya.

Pasal 25
Bila uang yang disediakan oleh pengusaha untuk membayar upah disita oleh Juru Sita, maka penyitaan tersebut tidak
boleh melebihi 20 % (dua puluh persen) dari jumlah upah yang harus dibayarkan.

Pasal 26
1.

Bila upah digadaikan atau dijadikan jaminan hutang, maka angsuran tiap bulan daripada hutang itu tidak boleh
melebihi 20 % (dua puluh persen) dari sebulan.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :33

2.

Ketentuan ayat (1) berlaku juga apabila penggadaian atau jaminan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.

Pasal 27
Dalam hal pengusaha dinyatakan pailit, maka upah buruh merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan tentang kepailitan yang berlaku.

Pasal 28
Bila buruh jatuh pailit, maka upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak termasuk dalam
kepailitan kecuali ditetapkan lain oleh hakim dengan ketentuan tidak melebihi dari 25 % (dua puluh lima persen).

Pasal 29
1.

Bila upah baik untuk sebagian ataupun untuk seluruhnya, didasarkan pada keterangan-keterangan yang hanya
dapat diperoleh dari buku-buku pengusaha, maka buruh atau kuasa yang ditunjuknya berhak untuk menerima
keterangan dan bukti-bukti yang diperlukan dari pengusaha.

2.

Apabila permintaan keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil maka buruh atau kuasa
yang ditunjuknya berhak meminta bantuan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya.

3.

Segala sesuatu yang diketahui atas keterangan-keterangan serta bukti-bukti oleh buruh atau kuasa yang
ditunjuknya atau Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib
dirahasiakan, kecuali bila keterangan tersebut dimintakan oleh badan yang diserahi urusan penyelesaian
perselisihan perburuhan.

Pasal 30
Tuntutan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi daluwarsa setelah melampaui jangka
waktu 2 (dua) tahun.

BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan Pasal 8 dipidana
dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).

Pasal 32
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22, disamping perbuatan tersebut batal menurut
hukum juga dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,(seratus ribu rupiah).

Pasal 33
Buruh atau ahli yang ditunjuknya atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri yang dengan sengaja membocorkan rahasia
yang harus disimpannya sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga)

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :34

bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratu ribu rupiah).

Pasal 34
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 adalah pelanggaran.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang KetentuanKetentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
perlindungan upah, sejauh telah diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 36
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 1981

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


SOEHARTO.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 1981
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, SH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1981

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :35

TENTANG
PERLINDUNGAN UPAH
UMUM
Pengaturan pengupahan yang berlaku di Indonesia pada saat ini masih tetap dipakai Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang jiwanya sudah tidak sesuai lagi. Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka pengaturan tentang perlindungan upah secara nasional
dirasakan makin mendesak.
Sesuai dengan perkembangan ekonomi yang diupayakan ke arah stabilitas yang makin mantap maka pengaturan
tentang perlindungan upah dalam Peraturan Pemerintah ini diarahkan pula kepada sistim pembayaran upah secara
keseluruhan Pengertian upah secara keseluruhan dimaksudkan di sini tidak termasuk upah lembur. Pada pokoknya sistim
ini didasarkan atas prestasi seseorang buruh atau dengan perkataan lain bahwa upah itu tidak lagi dipengaruhi oleh
tunjangan-tunjangan yang tidak
ada hubungannya dengan prestasi kerja.
Pembayaran upah pada prinsipnya harus diberikan dalam bentuk uang, namun demikian dalam Peraturan
Pemerintah ini tidak mengurangi kemungkinan pemberian sebagian upah dalam bentuk barang yang jumlahnya dibatasi.

Peraturan Pemerintah ini pada pokoknya mengatur perlindungan upah secara umum yang berpangkal tolak
kepada fungsi upah yang harus mampu menjamin kelangsungan hidup bagi buruh dan keluarganya.

Untuk menuju kearah pengupahan yang layak bagi buruh perlu ada pengaturan upah minimum tetapi mengingat sifat
kekhususannya belum diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1.
Huruf a.
Yang dimaksud imbalan adalah termasuk juga sebutan honorarium yang diberikan oleh pengusaha kepada
buruh secara teratur dan terus menerus.
Huruf b.
Yang dimaksud orang adalah seorang manusia pribadi yang mengurus atau mengawasi perusahaan secara
langsung.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :36

Yang dimaksud dengan persekutuan adalah suatu bentuk usaha bersama yang bukan badan hukum yang
bertujuan untuk mencari keuntungan misalnya CV, Firma, Maatschap dan lain-lain maupun yang tidak mencari
keuntungan misalnya Yayasan.
Yang dimaksud dengan badan hukum adalah perseroan yang didaftar menurut undang-undang tentang
perseroan atau jenis badan hukum lainnya yang didirikan dengan atau berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku misalnya perkumpulan, koperasi, dan lain sebagainya.
Yang dimaksud dengan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang dijalankan dengan tujuan mencari
keuntungan atau tidak, baik milik swasta maupun milik Negara yang mempekerjakan buruh, sedangkan usaha
sosial dan usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan dipersamakan dengan perusahaan apabila mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain sebagaimana layaknya perusahaan mempekerjakan buruh, misalnya
Yayasan dan lain-lain.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Yang dimaksud dengan tidak boleh mengadakan diskriminasi ialah bahwa upah dan tunjangan lainnya yang diterima oleh
buruh pria sama besarnya dengan upah dan tunjangan lainnya yang diterima oleh buruh wanita untuk pekerjaan yang
sama nilainya.

Pasal 4
Cukup Jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Bahwa azas tidak bekerja tidak dibayar tidak sewajarnya untuk diterapkan secara mutlak. Oleh karena itu bagi
buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaan karena alasan tersebut a dan b upah

tersebut masih harus

diberikan. Akan tetapi pembayaran upah yang demikian tidak dapat dilakukan secara penuh dan terus menerus
karena itu perlu ditetapkan jumlah serta jangka waktunya.
Pengertian sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) a, tidak termasuk sakit karena kecelakaan

kerja

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang kecelakaan kerja.
Ayat (2)
Cukup Jelas.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :37

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Buruh sebagai warga negara tidak terlepas dari kemungkinan untuk memikul tugas dan kewajiban yang diberikan
oleh Pemerintah, misalnya wajib militer, tugas-tugas dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, serta tugas dan
kewajiban lainnya yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Pembayaran kekurangan gaji atau upah dimaksudkan agar tidak menjadi beban yang berat bagi buruh dan
keluarganya di satu pihak dan pengusaha di lain pihak.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Dengan mengingat keuangan perusahaan, maka dalam hal buruh yang menjalankan ibadah tersebut lebih dari 1
(satu) kali, pengusaha tidak diwajibkan membayar upahnya.

Pasal 7
Pembayaran dari pertanggungan dapat diperhitungkan menurut pasal ini adalah khususnya mengenai pertanggungan upah
buruh selama sakit iurannya dibayar oleh pengusaha.
Dalam hal pembayaran dari pertanggungan itu kurang dari upah yang seharusnya diterima buruh selama sakit maka
kekurangan tersebut harus dibayar oleh pengusaha. Akan tetapi bila buruh telah menerima pembayaran sesuai atau lebih
dari upah yang seharusnya dia terima selama sakit, maka pengusaha tidak berkewajiban untuk membayarkan lagi.

Pasal 8
Halangan yang secara kebetulan dialami oleh pengusaha, tidak termasuk kehancuran atau musnahnya perusahaan beserta
peralatan yang dikarenakan oleh bencana alam, kebakaran atau peperangan sehingga tidak memungkinkan lagi
perusahaan tersebut berfungsi atau menjalankan kegiatannya" Force mayeure".

Pasal 9
Maksud pasal ini adalah untuk mempermudah atau memberikan patokan dalam menghitung upah sebulan dalam hal
terjadi antara lain pemutusan hubungan kerja, lembur dan sebagainya.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :38

Pasal 10
Ayat (1) sampai dengan ayat (5)
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan agar pembayaran upah tidak jatuh kepada orang yang tidak berhak. Oleh karena
itu pembayaran upah melalui pihak ketiga harus menggunakan surat kuasa. Pengertian buruh yang belum dewasa
diartikan baik buruh laki-laki maupun perempuan yang telah berusia 14 (empat belas) tahun akan tetapi belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun.

Pasal 11
Cukup Jelas

Pasal 12
Ayat (1) dan ayat (2)
Untuk menuju ke arah sistim pembayaran upah bersih, maka upah harus dibayar dalam bentuk uang, prinsip tersebut
diharapkan bahwa buruh akan dapat menggunakan upahnya secara bebas sesuai dengan keinginannya dan
kebutuhannya.Penerapan prinsip tersebut sekali-kali tidak mengurangi kemungkinan untuk memberikan sebagian upahnya
dalam bentuk lain. Bentuk lain adalah hasil produksi atau barang yang mempunyai nilai ekonomi bagi buruh.

Pasal 13
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 14
Larangan dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah belanja paksa ("enforced shopping"). Buruh harus bebas dalam
hal mempergunakan upah seperti yang dikehendakinya. Sedang pengusaha tidak diperbolehkan mengikat buruh dalam
mempergunakan upahnya.

Pasal 15
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup Jelas

Pasal 17
Cukup Jelas

Pasal 18
Jika upah ditetapkan menurut hasil pekerjaan maka pembayarannya sesuai dengan ketentuan Pasal 17, dengan ketentuan
besarnya upah disesuaikan dengan hasil pekerjaannya.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :39

Pasal 19
Ayat (1) sampai dengan ayat (3)
Cukup Jelas.

Pasal 20
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Yang dimaksud dengan pelanggaran sesuatu hal dalam ayat (1) adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban buruh
yang telah ditetapkan dengan perjanjian tertulis antara pengusaha dan buruh.

Pasal 21
Ayat (1) dan ayat (2)
Penggunaan uang denda sama sekali tidak boleh untuk kepentingan pribadi pengusaha baik langsung ataupun tidak,
melainkan untuk kepentingan buruh, misalnya untuk dana buruh. Cara penggunaan uang denda ini harus juga ditetapkan
dalam surat perjanjian atau peraturan perusahaan.

Pasal 22
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Cukup Jelas.

Pasal 23
Ayat (1) dan ayat (2)
Kerugian lainnya dapat terdiri dari kerugian materiil atau ekonomis.

Pasal 24
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Pembatasan perhitungan tidak boleh lebih dari 50 % (lima puluh persen) dimaksudkan, agar buruh tidak kehilangan
semua upah yang diterimanya.
Kemungkinan perhitungan dengan upah buruh dapat terdiri dari denda, potongan, ganti rugi dan lain-lain.
Untuk menjamin kehidupan yang layak bagi buruh, maka pengusaha harus mengusahakan sedemikian rupa sehingga
jumlah perhitungan tersebut tidak melebihi 50 % (lima puluh persen).

Pasal 25
Cukup Jelas.

Pasal 26
Ayat (1) dan ayat (2)

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :40

Cukup Jelas.

Pasal 27
Cukup Jelas

Pasal 28
Kemungkinan seorang buruh akan dapat jatuh pailit yang disebabkan tidak terbayarnya hutang kepada pihak lain, baik
kepada pengusaha ataupun kepada orang lain. Untuk menjamin kehidupan buruh yang keseluruhan harta bendanya disita,
maka perlu ada jaminan untuk hidup bagi dirinya beserta keluarganya.
Oleh karena itu dalam pasal ini upah dan pembayaran lainnya yang menjadi hak buruh, tidak termasuk dalam kepailitan.
Penyimpangan terhadap ketentuan pasal ini hanya dapat dilakukan oleh hakim dengan batas sampai dengan 25 % (dua
puluh lima persen).

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 30
Cukup Jelas

Pasal 31 sampai dengan Pasal 33


Ketentuan pidana yang dikenakan dalam Pasal-Pasal tersebut adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja yang merupakan
Undangundang Induk daripada Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 34
Penetapan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 33 sebagai pelanggaran adalah
sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
mengenai Tenaga Kerja yang merupakan Undang-undang Induk dari pada Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 35
Ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan upah antara lain adalah ketentuanketentuanyang tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu : 1601p; 1601q; 1601r; 1601s; 1601t; 1601u;
1601v; 1602;1602a; 1602b; 1602c; 1602d; 1602e; 1602f; 1602g; 1602h; 1602i; 1602j; 1602k; 1602l; 1602m; 1602n;

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :41

1602o; 1602p; 1602q;1602r; 1602s; 1602t; 1602u; 1602v alinea 5, 1968 alinea 3 dan 1971 sepanjang yang menyangkut
upah.

Pasal 36
Cukup Jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3190
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH
NO. 8 TAHUN 1981
TENTANG PERLINDUNGAN UPAH
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
SURAT EDARAN NO: SE-01/MEN/1982
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 8 TAHUN 1981

TENTANG PERLINDUNGAN UPAH


Untuk keseragaman dalam menangani permasalahan yang mungkin timbul sebagai akibat pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 1981- tentang Perlindungan Upah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 8
Tambahan Lembaran Negara No. 3190) perlu adanya satu kesatuan pengertian yang harus diperhatikan sebagai pedoman
bagi para petugas di lapangan khususnya dalam jajaran Direktorat Jenderal Binalindung Tenaga Kerja. Terhadap beberapa
ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut masih diperlukan adanya penjelasan lebih lanjut yang
perlu diperhatikan yaitu
antara lain sebagai berikut :

1. Pasal 1 huruf c berbunyi sebagai berikut :


" Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah".
Penjelasan :
Dalam ketentuan ini pengertian "buruh" tidak termasuk tenaga kerja yang berstatus non organik dan/atau yang
bekerja secara insidentil pada suatu perusahaan. Yang dimaksud dengan tenaga kerja berstatus non organik
adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan secara tidak teratur dan secara organisatoris tidak
mempunyai fungsi pokok dalam perusahaan tersebut, misalnya : Dokter perusahaan, Konsultan perusahaan.
Yang dimaksud dengan tenaga kerja yang bekerja insidentil adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan
dengan tidak berkesinambungan baik yang disebabkan karena waktu maupun sifat pekerjaan, misalnya tenaga
kerja bongkar muat.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :42

2. Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :


" Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja
putus".
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan "pada saat adanya hubungan kerja" adalah sejak adanya perjanjian kerja baik tertulis
maupun tidak tertulis antara pengusaha dan buruh.

3. Pasal 3 berbunyi sebagai berikut :


"Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh
wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya"
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang sama nilainya dalam ketentuan ini adalah pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan dengan uraian jabatan (Job discription) yang sama pada suatu perusahaan.

4. Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :


" Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan "
Penjelasan :
Ketentuan ini merupakan suatu azas yang pada dasarnya berlaku terhadap semua golongan buruh, kecuali bila
buruh yang bersangkutan tidak dapat bekerja bukan disebabkan oleh kesalahan buruh.

5. Pasal 5 ayat (1) huruf a berbunyi sebagai berikut :


" Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 pengusaha wajib membayar upah buruh".

a) Jika buruh sendiri sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan ketentuan sebagai berikut :
1.

untuk 3 (tiga) bulan pertama, dibayar 100 % (seratus persen) dari upah.

2.

untuk 3 (tiga) bulan kedua, dibayar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari upah.

3.

untuk 3 (tiga) bulan ketiga, dibayar 50 % (lima puluh persen) dari upah.

4.

untuk 3 (tiga) bulan keempat, dibayar 25 % (dua puluh lima persen) dari upah.

Penjelasan :

Ketentuan pembayaran upah dengan bertahap berlaku bagi buruh yang sakit terus menerus.Termasuk sakit terus
menerus adalah penyakit menahun atau berkepanjangan, demikian pula apabila buruh yang setelah sakit lama
mampu bekerja kembali tetapi dalam waktu 4 Minggu sakit kembali.

Misalnya : pada 3 (tiga) bulan pertama buruh jatuh sakit dia berhak atas upah 100 %, kemudian masuk bekerja
tetapi kurang dari 4 (empat) minggu buruh jatuh sakit lagi dengan penyakit yang sama atau dengan komplikasi
yang ditimbulkannya maka dalam hal ini buruh berhak atas upah 75 % selama 3 (tiga) bulan. Akan tetapi jika

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :43

buruh setelah jatuh sakit, masuk bekerja kembali selama 4 (empat) minggu atau lebih, kemudian jatuh sakit lagi
dengan penyakit yang sama atau komplikasinya maka selama sakit buruh berhak atas upah 100 % selama 3
(tiga) bulan. Bulan yang dipakai untuk menghitung lamanya sakit adalah bulan atau waktu dimana buruh jatuh
sakit, jadi bukan bulan kalender.

Untuk pelaksanaan pasal ini diperlukan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh perusahaan. Apabila dalam
suatu perusahaan terdapat perjanjian perburuhan atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja yang memuat
ketentuan upah selama sakit tidak mengikuti pertahapan sesuai pasal ini dapat dibenarkan apabila setiap kurun
waktu 3 (tiga) bulan sekurang-kurangnya sama dengan besarnya prosentase pasal 5 tersebut.
Contoh yang dapat dibenarkan :

3 (tiga) bulan pertama 100 %

3 (tiga) bulan kedua 75 %

6 (enam) bulan berikutnya 50 %


Contoh yang tidak dibenarkan :

3 (tiga) bulan pertama 100 %

3 (tiga) bulan kedua 60 %

6 (enam) bulan berikutnya 50 %

Bila dalam waktu sakit berkepanjangan tersebut timbul hak atas cuti ber upah(cuti tahunan, cuti hamil) maka
hari-hari cuti tersebut upahnya 100 %.

6.

Pasal 6 ayat (4) berbunyi sebagai berikut :


"Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena
memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan tetapi tidak melebihi 3 ( tiga )
bulan. "
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan " Selama waktu yang diperlukan" dalam pasal ini adalah lamanya waktu untuk
melaksanakan ibadah agamanya sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI dari
waktu ke waktu.
Misalnya : pada tahun 1981 waktu yang diperlukan untuk melaksanakan ibadah haji adalah 40 (empat puluh)
hari, dengan demikian pengusaha wajib membayar upah buruh selama 40 hari.

7.

Pasal 8 berbunyi sebagai berikut :


" Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaannya yang telah
dijanjikan,akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang
dialami oleh pengusaha yang seharusnya dapat ia hindari".

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :44

Penjelasan :
Dengan adanya ketentuan pasal ini maka pemberian uang tunggu, yang bukan dalam kaitan dengan
pemberhentian sementara (schorsing) yang selama ini dilakukan oleh pengusaha tidak diperkenankan lagi oleh
karenanya pengusaha harus membayar upah penuh kepada buruh.
Misalnya : Buruh yang diperintahkan untuk menunggu kedatangan suatu kapal dimana kalau kapal tersebut tiba,
buruh akan membongkar muat barang, tetapi karena sesuatu hal kapal tersebut tidak datang, maka pengusaha
harus membayar upah buruh sesuai dengan perjanjian.

8.

Pasal 10 ayat (3) berbunyi sebagai berikut :


"Pembayaran upah melalui pihak ketiga hanya diperkenankan bila ada surat kuasa dari buruh yang bersangkutan
yang karena sesuatu hal tidak dapat menerimanya secara langsung"
Penjelasan :
Apabila surat kuasa tersebut bersifat kolektif maka surat kuasa tersebut perlu diketahui lebih dahulu oleh Kantor
Direktorat Jenderal Binalindung Tenaga Kerja setempat.

9.

Pasal 12 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :


" Sebagian dari upah dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras, obat-obatan atau bahan obatobatan, dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25 % (dua puluh lima persen) dari nilai upah yang
seharusnya diterima.

Penjelasan :
Apabila selama ini suatu perusahaan memberikan upah dalam bentuk natura lebih dari 25 % maka selanjutnya
kelebihan prosentase tersebut harus diwujudkan dalam bentuk uang.
Misalnya : Jika sebagian upah diberikan dalam bentuk natura 30 % maka yang kelebihan 5 % tersebut harus
diwujudkan dalam bentuk uang.

10. Pasal 13 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :


" Bila upah ditetapkan dalam mata uang asing, maka pembayaran akan dilakukan berdasarkan kurs resmi pada
hari dan tempat pembayaran.
Penjelasan :
Yang dipakai untuk menghitung kurs resmi adalah kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada saat
pembayaran upah.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :45

11. Pasal 15 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :


" Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), apabila ada permintaan dari pengusaha atau buruh, badan yang
diserahi tugas urusan perselisihan perburuhan dapat membatasi pengembalian itu sekurang-kurangnya sama
dengan jumlah kerugian yang diderita oleh buruh".
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan Badan yang diserahi urusan Perselisihan Perburuhan ialah Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan tersebut dalam Undang-undang No.22 Tahun 1957 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1957 No.42 Tambahan Lembaran Negara No. 1227).
12. Pasal 19 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
" Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping berkewajiban untuk membayar
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang
ditetapkan oleh Bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan".
Penjelasan :
Untuk menentukan besarnya prosentase bunga karena keterlambatan membayar upah buruh adalah : Apabila di
perusahaan tersebut terdapat beberapa jenis kredit, maka yang dipakai untuk menentukan besarnya diambil
bunga kredit yang paling menguntungkan buruh.
13. Pasal 21 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
" Denda yang dikenakan oleh pengusaha kepada buruh, baik langsung maupun tidak langsung tidak boleh
dipergunakan untuk kepentingan pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda
tersebut".
Penjelasan :
Denda yang dikenakan kepada buruh juga tidak dapat digunakan untuk kepentingan perusahaan atau untuk
kepentingan biaya operasional perusahaan.
14. Pasal 24 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
a)

Denda, potongan, dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23;

b)

Sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis;

c)

Uang muka atas upah, kelebihann upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh kepada pengusaha,
dengan ketentuan harus ada tanda bukti tertulis".
Penjelasan :
Untuk memperhitungkan hutang piutang buruh jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja selain dapat
diperhitungkan dari upah juga dari uang pesangon.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :46

15. Pasal 33 berbunyi sebagai berikut :


" Buruh atau ahli yang ditunjuknya atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dengan sengaja membocorkan
rahasia yang harus disimpannya sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan selamalamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah)"
Penjelasan :
Kata "Ahli" dalam pasal ini seharusnya dibaca kuasa yang ditunjuk oleh buruh seperti dimaksud pada Pasal 29.
Demikian beberapa petunjuk tersebut disampaikan kepada Saudara untuk diperhatikan dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal : 4 Februari 1982
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
HARUN ZAIN

2.

Perpajakan Upah , diatur dalam ;


a)

. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 tentang


Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah atas penghasilan Pekerja
dari Pekerjaan ;

b)

. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003 Tentang

Tolong dicari !!!

Pajak Penghasilan yang di tanggung oleh Pemerintah atas


penghasilan pekerja dari Pekerjaan

Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan .

Dewan Pengupahan , diatur dalam :


KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 107 TAHUN 2004
TENTANG
DEWAN PENGUPAHAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :47

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, dipandang perlu enetapkan Keputusan Presiden tentang Dewan Pengupahan.
Mengingat :
1.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

2.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh


(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3989);

3.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG DEWAN PENGUPAHAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1.

Dewan Pengupahan adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit;

2.

Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya.

3.

Organisasi pengusaha adalah organisasi pengusaha yang ditunjuk oleh Kamar Dagang dan Industri untuk
menangani masalah ketenagakerjaan.

4.

Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2
Dewan Pengupahan terdiri dari :
a)

Dewan Pengupahan Nasional yang selanjutnya disebut Depenas;

b)

Dewan Pengupahan Provinsi yang selanjutnya disebut Depeprov;

c)

Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Depekab/Depeko.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :48

Pasal 3
1.

Depenas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dibentuk oleh Presiden.

2.

Depeprov sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dibentuk oleh Gubernur.

3.

Depekab/Depeko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dibentuk oleh Bupati/Walikota.


BAB II
DEWAN PENGUPAHAN NASIONAL
Bagian Pertama
Tugas

Pasal 4
Depenas bertugas memberikan saran, dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan
pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan nasional.
Pasal 5
Dalam melaksanakan tugasnya, Depenas dapat bekerja sama baik dengan instansi Pemerintah maupun swasta dan pihak
terkait lainnya jika dipandang perlu.
Bagian Kedua
Organisasi
Paragraf 1 Keanggotaan
Pasal 6
1.

Keanggotaan Depenas, terdiri dari unsur Pemerintah, Organisasi Pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
Perguruan Tinggi, dan Pakar.

2.

Keanggotaan Depenas dari unsur Pemerintah, Organisasi Pengusaha, dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan
komposisi perbandingan 2:1:1.

3.

Keanggotaan Depenas dari unsur Perguruan Tinggi dan Pakar jumlahnya disesuaikan menurut kebutuhan.

4.

Keseluruhan anggota Depenas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berjumlah gasal.
Pasal 7
Susunan keanggotaan Depenas terdiri dari :

a)

Ketua, merangkap sebagai anggota dari unsur Pemerintah;

b)

Wakil Ketua, sebanyak 2 (dua) orang merangkap sebagai anggota masing-masing dari unsur Serikat
Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi pengusaha;

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :49

c)

Sekretaris, merangkap sebagai anggota dari unsur Pemerintah yang mewakili instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan;

d)

Anggota.
Paragraf 2
Kesekretariatan
Pasal 8

1.

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya, Depenas dibantu oleh Sekretariat.

2.

Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh salah satu unit kerja yang dibentuk dan
berada di lingkungan instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

3.

Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 3
Komisi
Pasal 9

1.

Apabila dipandang perlu, Depenas dapat membentuk Komisi untuk melaksanakan tugas tertentu.

2.

Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari Anggota Depenas.

3.

Ketentuan mengenai susunan keanggotaan dan tata kerja Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), diatur lebih lanjut oleh Ketua Depenas.

4.
Bagian Ketiga
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 10
Anggota Depenas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri
Pasal 11
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Depenas, calon anggota harus memenuhi persyaratan :
a)

warga negara Indonesia

b)

berpendidikan paling rendah lulus Strata-1 (S-1);

c)

memiliki pengalaman aau pengetahuan bidang pengupahan dan pengembangan Sumber Daya Manusia
Pasal 12

Anggota Depenas diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :50

Pasal 13
1.

Calon anggota Depenas dari unsur pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diusulkan oleh
instansi terkait kepada Menteri

2.

Calon anggota Depenas dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang memenuhi syarat keterwakilan untuk
duduk dalam kelembagaan ketenagakerjaan yang bersifat tripartit

3.

Ketentuan mengenai keterwakilan unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur
lebih lanjut oleh Menteri

4.

Calon anggota Depenas dari unsur organisasi pengusaha ditunjuk dan disepakati dari dan oleh organisasi
pengusaha yang memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku.

5.

Calon anggota Depenas dari unsur Perguruan Tinggi dan Pakar yang ditunjuk oleh Menteri.

6.

Tata cara pengusulan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 14
Selain karena berakhirnya masa jabatan, anggota Depenas diberhentikan apabila yang bersangkutan:

a)

mengundurkan diri; atau

b)

selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak dapat menjalankan tugasnya; atau

c)

dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Pasal 15

Penggantian anggota Depenas yang diberhentikan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diusulkan oleh
Menteri kepada Presiden setelah menerima usulan dari organisasi atau instansi yang bersangkutan

Pasal 16
1.

Dalam hal anggota Depenas mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf a, permintaan disampaikan oleh anggota yang bersangkutan kepada Menteri dengan tembusan kepada
organisasi atau instansi yang mengusulkan.

2.

Organisasi atau instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengusulkan penggantian anggota kepada
Menteri untuk diajukan kepada Presiden.

3.
Bagian Keempat

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :51

Tata Kerja
Pasal 17
1. Pembahasan rumusan saran dan pertimbangan di Depenas dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut :
a)

Unsur Pemerintah dan/atau unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan/atau unsur Organisasi Pengusaha dan/atau
unsur Perguruan Tinggi/Pakar menyiapkan bahan untuk dibahas dalam rapat Depenas.

b)

Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dituangkan dalam bentuk pokok-pokok pikiran Depenas.

c)

Pokok-pokok pikiran sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan kepada Pemerintah dalam bentuk
rekomendasi sebagai saran dan pertimbangan dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan.

2. Depenas bersidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 bulan

Pasal 18
Depenas menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugas sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali kepada Presiden
melalui Menteri.
Pasal 19
Ketentuan mengenai tata kerja Depenas diatur lebih lanjut oleh Ketua Depenas.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 20
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Depenas dibebankan kepada Anggaran Belanja Instansi Pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
BAB III
DEWAN PENGUPAHAN PROVINSI
Bagian Pertama
Tugas

Pasal 21
Depeprov bertugas :
a)

Memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka : 1) Penetapan Upah Minimum Provinsi
(UMP). 2) Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral (UMS). 3) Penerapan
sistem pengupahan di tingkat Provinsi.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :52

b)

Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional.


Pasal 22

Dalam melaksanakan tugasnya, Depeprov dapat bekerja sama baik dengan instansi Pemerintah maupun swasta dan pihak
terkait lainnya jika dipandang perlu.
Bagian Kedua
OrganisasiParagraf 1
Keanggotaan
Pasal 23
1.

Keanggotaan Depeprov, terdiri dari unsur Pemerintah, Organisasi Pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
Perguruan Tinggi, dan Pakar.

2.

Keanggotaan Depeprov dari unsur Pemerintah, Organisasi Pengusaha, dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan
komposisi perbandingan 2:1:1.

3.

Keanggotaan Depeprov dari unsur Perguruan Tinggi dan Pakar jumlahnya disesuaikan menurut kebutuhan.

4.

Keseluruhan anggota Depeprov sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) berjumlah gasal.


Pasal 24
Susunan keanggotaan Depeprov terdiri dari :

a)

Ketua, merangkap sebagai anggota dari unsur Pemerintah.

b)

Wakil Ketua, merangkap sebagai anggota dari unsur Perguruan Tinggi/Pakar.

c)

Sekretaris, merangkap sebagai anggota dari unsur Pemerintah yang mewakili Satuan Organisasi Perangkat
Daerah Provinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

d)

Anggota.
Paragraf 2
Kesekretariatan
Pasal 25

1.

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya, Depeprov dibantu oleh Sekretariat.

2.

Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk oleh Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 3

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :53

Komisi
Pasal 26
1.

Apabila dipandang perlu, Depeprov dapat membentuk Komisi untuk melaksanakan tugas tertentu.

2.

Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari Anggota Depeprov.

3.

Ketentuan mengenai susunan keanggotaan dan tata kerja Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), diatur lebih lanjut oleh Ketua Depeprov.
Bagian Ketiga
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 27

Anggota Depeprov diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Pimpinan Satuan Organisasi Perangkat Daerah
Provinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 28
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Depeprov, calon anggota harus memenuhi persyaratan :
a)

Warga Negara Indonesia.

b)

Berpendidikan paling rendah lulus Strata-1 (S-1).

c)

Memiliki pengalaman atau pengetahuan bidang pengupahan dan pengembangan Sumber Daya Manusia.
Pasal 29

Anggota Depeprov diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan diangkat kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 30
1.

Calon anggota Depeprov dari unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) diusulkan oleh
Pimpinan Satuan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi terkait kepada Gubernur.

2.

Calon anggota Depeprov dari unsur serikat pekerja/serikat buruh ditunjuk oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh
yang memenuhi syarat keterwakilan untuk duduk dalam kelembagaan ketenagakerjaan yang bersifat tripartit.

3.

Ketentuan mengenai keterwakilan unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut oleh Menteri.

4.

Calon anggota Depeprov dari unsur organisasi pengusaha ditunjuk dan disepakati dari dan oleh organisasi
pengusaha yang memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku.

5.

Calon anggota Depeprov dari unsur Perguruan Tinggi dan Pakar ditunjuk oleh Gubernur.

6.

Tata cara pengusulan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diatur
lebih lanjut oleh Gubernur.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :54

Pasal 31
Selain karena berakhirnya masa jabatan, anggota Depeprov diberhentikan apabila yang bersangkutan :
a)

mengundurkan diri; atau

b)

selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak dapat menjalankan tugasnya; atau

c)

dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.

Pasal 32
Penggantian anggota Depeprov yang diberhentikan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diusulkan oleh
Pimpinan Satuan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kepada
Gubernur setelah menerima usulan dari organisasi atau instansi yang bersangkutan.
Pasal 33
1.

Dalam hal anggota Depeprov mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf a , permintaan disampaikan oleh anggota yang bersangkutan kepada Gubernur dengan tembusan kepada
organisasi atau instansi yang mengusulkan.

2.

Organisasi atau instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengusulkan penggantian anggota kepada
Pimpinan Satuan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk
diajukan kepada Gubernur.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 34

1.

Pembahasan rumusan saran dan pertimbangan di Depeprov dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut : a.
Unsur Pemerintah dan/atau unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan/atau unsur Organisasi Pengusaha dan/atau
Unsur Perguruan Tinggi/Pakar menyiapkan bahan untuk dibahas dalam rapat Depeprov. b. Hasil pembahasan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dituangkan dalam bentuk pokok-pokok pikiran Depeprov. c. Pokok-pokok
pikiran sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan epada Pemerintah dalam bentuk rekomendasi sebagai
saran dan pertimbangan dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan.

2.

Depeprov bersidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 bulan.


Pasal 35

Depeprov menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugas sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali kepada
Gubernur dengan tembusan kepada Menteri.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :55

Pasal 36
Ketentuan mengenai tata kerja Depeprov diatur lebih lanjut oleh Ketua Depeprov.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 37
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Depeprov dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi.
BAB IV
DEWAN PENGUPAHAN KABUPATEN/KOTA
Bagian Pertama
Tugas
Pasal 38
Depekab/Depeko bertugas :
a)

Memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati/Walikota dalam rangka : 1) pengusulan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) dan/atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota(UMSK); 2) penerapan sistem
pengupahan di tingkat Kabupaten/Kota.

b)

Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional.


Pasal 39

Dalam melaksanakan tugasnya, Depekab/Depeko dapat bekerja sama baik dengan instansi Pemerintah maupun swasta
dan pihak terkait lainnya jika dipandang perlu.
Bagian KeduaOrganisasi
Paragraf 1
Keanggotaan
Pasal 40
1.

Keanggotaan Depekab/Depeko, terdiri dari unsur Pemerintah, Organisasi Pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat
Buruh, Perguruan Tinggi dan Pakar.

2.

Keanggotaan Depekab/Depeko dari unsur Pemerintah, Organisasi Pengusaha, dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
dengan komposisi perbandingan 2:1:1.

3.

Keanggotaan Depekab/Depeko dari unsur Perguruan Tinggi dan Pakar jumlahnya disesuaikan menurut kebutuhan.

4.

Keseluruhan anggota Depekab/Depeko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berjumlah gasal.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :56

Pasal 41
Susunan keanggotaan Depekab/Depeko terdiri dari :
a)

Ketua, merangkap sebagai anggota dari unsur Pemerintah.

b)

Wakil Ketua, merangkap sebagai anggota dari unsur perguruan tinggi/pakar;

c)

Sekretaris, merangkap sebagai anggota dari unsur Pemerintah yang mewakili Satuan Organisasi Perangkap
Daerah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang di bidang ketenagakerjaan;

d)

Anggota.
Paragraf 2
Kesekretariatan
Pasal 42

1.

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya, Depekab/Depeko dibantu oleh Sekretariat.

2.

Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk oleh Bupati/Walikota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 3
Komisi
Pasal 43
1.

Apabila dipandang perlu, Depekab/Depeko dapat membentuk Komisi untuk melaksanakan tugas tertentu.

2.

Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari Anggota Depekab/Depeko.

3.

Ketentuan mengenai susunan keanggotaan dan tata kerja Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), diatur lebih lanjut oleh Ketua Depekab/Depeko.
Bagian Ketiga
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 44

Anggota Depekab/Depeko diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas usul Pimpinan Satuan Organisasi
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 45
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Depekab/Depeko, calon anggota harus memenuhi persyaratan :
a)

warga negara Indonesia.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :57

b)

berpendidikan paling rendah lulus Diploma-3 (D-3)

c)

memiliki pengalaman atau pengetahuan di bidang pengupahan dan pengembangan Sumber Daya manusia.

Pasal 46
Anggota Depekab/Depeko diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 47
1.

Calon anggota Depekab/Depeko dari unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) diusulkan
oleh Pimpinan Satuan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota.

2.

Calon anggota Depkab/Depeko dari unsur serikat pekerja/serikat buruh ditunjuk oleh Serikat Pekerja/Serikat
Buruh yang memenuhi syarat keterwakilan untuk duduk dalam kelembagaan ketenagakerjaan yang bersifat
tripartit.

3.

Ketentuan mengenai keterwakilan unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut oleh Menteri.

4.

Calon anggota Depekab/Depeko dari unsur organisasi pengusaha ditunjuk dan disepakati dari dan oleh organisasi
pengusaha yang memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku.

5.

Calon anggota Depekab/Depeko dari unsur Perguruan Tinggi dan pakar ditunjuk oleh Bupati/Walikota.

6.

Tata cara pengusulan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diatur
lebih lanjut oleh Bupati/Walikota
Pasal 48

Selain karena berakhirnya masa jabatan, anggota Depekab/Depeko diberhentikan apabila yang bersangkutan :
a)

mengundurkan diri; atau

b)

selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak dapat menjalankan tugasnya; atau

c)

dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap
Pasal 49

Penggantian anggota Depekab/Depeko yang diberhentikan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
diusulkan oleh Pimpinan Satuan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kepada Bupati/Walikota setelah menerima usulan dari organisasi atau instansi yang bersangkutan.
Pasal 50

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :58

1.

Dalam hal anggota Depekab/Depeko mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 huruf a, permintaan disampaikan oleh anggota yang bersangkutan kepada Bupati/Walikota dengan
tembusan kepada organisasi atau instansi yang mengusulkan.

2.

Organisasi atau Instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengusulkan penggantian anggota kepada
Pimpinan

Satuan

Organisasi

Perangkat

Daerah

Kabupaten/Kota

yang

bertanggung

jawab

di

bidang

ketenagakerjaan untuk diajukan kepada Bupati/Walikota.


Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 51
1.

Pembahasan rumusan saran dan pertimbangan di Depekab/Depeko dilaksanakan melalui tahapan sebagai
berikut :
a)

Unsur Pemerintah dan/atau unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan/atau unsur Organisasi Pengusaha
dan/atau unsur Perguruan Tinggi/Pakar menyiapkan bahan untuk dibahas dalam rapat Depekab/Depeko.

b)

Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dituangkan dalam entuk pokok-pokok
Depekab/Depeko;

c)

Pokok-pokok pikiran sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan kepada Pemerintah dalam
bentuk rekomendasi sebagai saran dan pertimbangan dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan.

2. Depekab/Depeko bersidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.

Pasal 52
Depekab/Depeko menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugas sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali kepada
Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri.
Pasal 53
Ketentuan mengenai tata kerja Depekab/Depeko diatur lebih lanjut oleh Ketua Depekab/Depeko.

Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 54
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Depekab/Depeko dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :59

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 55
Dengan ditetapkannya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1969 tentang Dewan Penelitian
Pengupahan Nasional, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 56
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI.
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI
Plt. Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Aparatur Negara Faried Utomo.

Sebaliknya , begitupula dengan Pesangon , baik itu terhadap kesepakatan kerja waktu tertentu
maupun waktu tidak tertentu .
Aturan Umum yang paling Mutakhir juga diatur dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
ketenga kerjaan , BAB IX , Pasal 62 untuk kesepakatan kerja waktu tertentu dan BAB XII Pasal 156 172 untuk
kesepakatan kerja waktu tidak tertentu .

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003

Pesangon
BAB IX
HUBUNGAN KERJA
Pasal 62
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah
pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
BAB XII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 156
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :60

a)

masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b)

masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

c)

masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

d)

masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;

e)

masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

f)

masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g)

masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

h)

masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i)

masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a)

masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b)

masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

c)

masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (duabelas) tahun, 4 (empat) bulan upah;

d)

masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;

e)

masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan
upah;

f)

masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (duapuluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan
upah;

g)

masa kerja 21 (duapuluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (duapuluh empat) tahun, 8 (delapan)
bulan upah;

h)

masa kerja 24 (duapuluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a)

cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b)

biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima
bekerja;

c)

penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (limabelas perseratus) dari uang
pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d)

hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 157
(1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan
uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :61

a)

upah pokok;

b)

segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya,
termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila
catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga
pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

(2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian,maka penghasilan sebulan adalah
sama dengan 30 kali penghasilan sehari.
(3) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil,potongan/borongan atau komisi,
maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan
terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.
(4) Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka
perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.
Pasal 1)
1) Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No.012/PUU-I/2003 tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah
melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a)

melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;

b)

memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

c)

mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

d)

melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e)

menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan
kerja;

f)

membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;

g)

dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan
yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

h)

dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat
kerja;

i)

membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk
kepentingan negara; atau

j)

melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :62

(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut:
a)

pekerja/buruh tertangkap tangan;

b)

ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau

c)

bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan
dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
memperoleh uang penggantian hak sebagai dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).
(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan
pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan
uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Pasal 2)
2) Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No.012/PUU-I/2003 tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1),
pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 3)
3) Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No.012/PUU-I/2003, sepanjang mengenai anak kalimat
.......... bukan atas pengaduan pengusaha ........ tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas
pengaduan pengusaha maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada
keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a)

untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;

b)

untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;

c)

untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;

d)

untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah.

(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin terhitung
sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan
tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :63

(4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan
pekerja/buruh kembali.
(5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh
dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) dilakukan tanpa penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
(7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3)
dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Pasal 161
(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturutturut.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam)
bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(4).
Pasal 162
(1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili
kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat :
a)

mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum
tanggal mulai pengunduran diri;

b)

tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

c)

tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :64

(4) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 163
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan
status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/ buruh tidak bersedia
melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
(2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status,
penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di
perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Pasal 164
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang
disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa
(force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua)
tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan
karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturutturut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur)
tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156
ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 165
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit, dengan
ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
Pasal 166
Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang
yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :65

(satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 167
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun
dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh
oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156
ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha.
(3) Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iurannya/preminya
dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang
pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diatur lain dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena
usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(6) Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak
menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 168
(1) Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis
yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis
dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
(2) Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diserahkan paling lambat
pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.
(3) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh yang bersangkutan berhak
menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya
dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 169
(1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :66

perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a)

menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;

b)

membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;

c)

tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau
lebih;

d)

tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;

e)

memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau

f)

memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh
sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

(2) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh berhak
mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan
kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan
masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).
Pasal 170
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158
ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan
pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.
Pasal 171
Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162, dan
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat
mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun
sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.
Pasal 172
Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja
dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :67

Peraturan Menteri Tenaga Kerja


Nomor Per-02/MEN/1993
Tentang
Pesangon bagi kesepakatan kerja waktu tertentu
( Khususnya dalam BAB IV Pasal 16 Ayat 2 . )

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG


Nomor 1 Seri E Tahun 2011
Tentang Pengupahan
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor : 1 Tahun 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN
KETENAGAKERJAAN Tercantum dalam BAB X Bagian Ketiga Tentang Pengupahan Pasal 35 ayat (1) s/d (4) Pasal 36
ayat (1) s/d (5) Pasal 37 ayat (1) s/d (4)

Pasal : 35
(1) Setiap Pekerja / Buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang

layak bagi

kemanusian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .


(2) Dalam rangka mewujudkan penghasilan yang layak sebagaimana yang dimaksud ayat (1), perlu ditetapkan upah
minimum dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan pekerja tanpa mengabaikan peningkatan
produktivitas dan kemajuan perusahaan serta perkembangan perekonomian pada umumnya .
(3) Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja lajang atau belum menikah yang mempunyai masa kerja sampai
dengan 1 (satu) Tahun .
(4) Besaran kenaikan upah untuk pekerja / buruh dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun , wajib di buat
kesepakatan secara tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja / serikat buruh atau dengan pekerja /
buruh bila di perusahaan tersebut belum terbentuk serikat pekerja / serikat buruh .

Pasal : 36
(1) Upah Minimum Kabupaten direkomendasikan oleh Bupati kepada Gubernur dengan memperhatikan usulan dari
Dewan pengupahan Kabupaten .
(2) Pengusaha dilarang membayar Upah lebih rendah dari Upah minimum Kabupaten yang telah ditetapkan oleh
Gubernur .

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :68

(3) Bagi Pengusaha yang tidak mampu membayar Upah Minimum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan penangguhan kepada Gubernur setelah mendapatkan persetujuan dari serikat pekerja / serikat
buruh atas sepengetahuan Bupati dan Dewan Pengupahan Kabupaten .
(4) Penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan selama 1 (satu) kali penangguhan .
(5) Prosedur dan tata cara penangguhan Upah Minimum Kabupaten dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan .

Pasal : 37
(1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan , jabatan , masa kerja ,
pendidikan dan kompetensi .
(2) Pengusaha wajib melakukan peninjauan Upah secara berkala , sesuai dengan kemampuan Perusahaan dan
Produktivitas .
(3) Pengusaha Wajib menaikkan Upah pada setiap tahunnya dengan merundingkan dan membuat kesepakatan
terlebuh dahulu dengan serikat pekerja / serikat buruh .
(4) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan dalam perjanjian kerja , , Peraturan Perusahaan dan perjanjian kerja
bersama tidak boleh lebih rendah atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

Wassalam,
PIMPINAN UNIT KERJA
SERIKAT PEKERJA ANEKA INDUSTRI
FEDERASI SERIKAT PEKERJA METAL INDONESIA
PT.MASARI DWISEPAKAT FIBER
Karawang , 24 Juni 2011 .

PUK PT.Masari Dwisepakat Fiber


By : Mukhlis ( Bidang INFOKOM & SOSIAL )

Halaman :69

Anda mungkin juga menyukai