PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
RM.01.
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh :
Telah Disetujui Oleh Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Pada tanggal : April 2015
RM.02.
ANAMNESIS
Nama : Ny. M
Umur : 76 tahun
Nama
: Ny. M
Usia
: 76 tahun
Tanggal lahir
: 23 September 1938
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Butuh, Purworejo
Pekerjaan
Pendidikan
: SD
Agama
: Islam
: 6 April 2015
Diagnosis Masuk
Dokter Pembimbing
Ruang
Kelas
: Poli
: II
RM.03.
Riwayat asma
Riwayat alergi debu, suhu,
obat, makanan
Riwayat DM
Riwayat keluhan serupa
Riwayat penyakit kulit
sebelumnya
Riwayat kontak dengan
bahan iritan sebelumnya
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
Riwayat alergi
Riwayat keluhan serupa
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Sosial
Pasien tinggal di rumah berdua dengan suaminya. Pasien merupakan ibu rumah tangga
yang kesehariannya berada di rumah.
Ekonomi
Sumber pendapatan keluarga didapat dari suaminya yang bekerja sebagai pensiunan.
Penghasilan yang didapat dirasa cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Lingkungan
Lingkungan rumah kurang terjaga kebersihannya.
Kesan
: Sosial dan ekonomi memadai. Keadaan lingkungan di sekitar pasien kurang terjaga
kebersihannya.
PEMERIKSAAN
FISIK
Nama : Ny. M
Umur : 76 tahun
Ruang
Kelas
: Poli
: II
RM.04.
Tanggal Pemeriksaan
: 6 April 2015
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
: TD
: 110/80 mmHg
: 68 x/menit
RR
: 18 x/menit
: afebris
Pemeriksaan dermatologi :
Pada leher dan perut terdapat lesi plak erytem berbatas tegas dengan skuama tipis di atasnya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Atopik
Dermatitis Nummularis
Psoriasis
R/ Rydian No. X
S 1 dd I
R/ Lotasbat oint tube I
mfla da in pot
S 2 dd ue
Edukasi :
Memberi penjelasan kepada pasien tentang penyakit, penyebab, dan cara
pengobatannya.
Menghindari kontak kembali dengan allergen penyebab.
Pasien diminta untuk tidak menggaruk bagian yang gatal karena dapat menyebabkan
infeksi sekunder.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dermatitis adalah suatu penyakit kulit (ekzema) yang menimbulkan peradangan,
berupa efloresensi polimorfik berupa eritema, edema, papula, vesikel, skuama, dan
likenifikasi.
RM.06.
Salah satu jenis dermatitis adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak merupakan
istilah umum pada reaksi inflamasi akut atau kronis dari suatu zat yang bersentuhan dengan
kulit. Ada dua jenis dermatitis kontak. Pertama, dermatitis kontak iritan (DKI) disebabkan
oleh iritasi kimia, dermatitis kontak alergi (DKA) disebabkan oleh antigen (alergen) dimana
memunculkan reaksi hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated atau tipe lambat). Karena DKI
bersifat toksik, maka reaksi inflamasi hanya terbatas pada daerah paparan, batasnya tegas
dan tidak pernah menyebar. Sedangkan DKA adalah reaksi imun yang cenderung melibatkan
kulit di sekitarnya (spreading phenomenon) dan bahkan dapat menyebar di luar area yang
terkena. Pada DKA dapat terjadi penyebaran yang menyeluruh.
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat , atau reaksi imunologi tipe IV yang dimediasi terutama oleh
limfosit yang sebelumnya tersensitisasi sehingga menyebabkan peradangan dan edema pada
kulit (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).
B. Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis
kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan
bahan - bahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja
(DKAK). Angka kejadian ini sebenarnya 20 - 50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang
dilaporkan (National Institute of Occupational Safety Hazards, 2006).
C. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500 - 1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit. Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari
tumbuh - tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap
tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac.
RM.07.
Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3 - enta
decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium
dichromat (semen, pembersih alat - alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat
rambut,
obat
obatan),
mercaptobenzotiazol
(karet),
tiuram
(fungisida)
dan
Sel - sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem
limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase
saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase
sensitisasi. Fase ini rata - rata berlangsung selama 2 - 3 minggu (Djuanda, 2003).
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang
sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel
Langerhans akan mensekresi IL - 1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi IL - 2.
Selanjutnya IL - 2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL - 1 dan INF gamma akan
RM.08.
F. Gejala Klinis
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi
dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi
dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis
kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
RM.09.
Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu
(phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine)
bisa
menyebabkan
dermatitis
purpura,
dan
Pada fase subakut, vesikel kurang menonjol, dan pengerasan kulit, skala, dan
lichenifikasi dini bisa saja terjadi. Pada DKA kronis hampir semua kulit muncul scaling,
likenifikasi, dermatitis yang pecah pecah
I. Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan
kulit yang timbul (Brown University Health Services, 2003; Djuanda, 2003; Health and
Safety Executive, 2009). Penatalaksanaan awal dari semua jenis DKA diduga terdiri dari
reduksi atau, jika memungkinkan, eliminasi semua alergen yang dicurigai dan penggunaan
steroid topical atau terutama di wajah inhibitor kalsineurin topikal untuk mengembalikan
kulit menjadi normal.
RM.012.
Terapi Gejala. Bahan pengering seperti aluminium sulfat topikal, kalsium asetat
bermanfaat untuk vesikel akut dan erupsi yang basah, sedangkan erupsi likenifikasi paling
baik ditangani dengan emolien. Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritus topikal atau
antihistamin oral, antihistamin topical atau anestesi sebaiknya dihindari karena risiko
merangsang alergi sekunder pada kulit yang sudah mengalami dermatitis.
Pengobatan dengan agen fisikokimia yang mengurangi respon juga mungkin
diperlukan. Glukokortikoid, macrolaktam, dan radiasi ultraviolet yang paling banyak
digunakan. Individu dengan DKA akibat kerja yang secara ekonomi tidak mampu untuk
berhenti bekerja dengan alergen dan yang juga tidak dapat bekerja dengan sarung tangan
atau krim pelindung, dapat mengambil manfaat dari terapi UVB atau PUVA.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan
pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel,
serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan
kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.Untuk dermatitis kontak alergik yang
ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid
sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal.
J. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis
oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan
dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.
Individu dengan dermatitis kontak alergi dapat memiliki dermatitis persisten atau
kambuh, terutama jika bahan yang mereka alergi tidak dapat diidentifikasi atau jika mereka
terus menggunakan perawatan kulit yang tidak lagi sesuai (yaitu, mereka terus
menggunakan bahan kimia untuk mencuci kulit mereka dan tidak menggunakan emolien
untuk melindungi kulit mereka). Semakin lama seorang individu mengalami dermatitis yang
parah, semakin lama dermatitis dapat disembuhkan setelah penyebabnya terindentifikasi.
Beberapa individu memiliki dermatitis persisten diikuti dermatitis kontak alergi, yang
tampaknya benar terutama pada individu yang alergi terhadap krom. Masalah yang khusus
RM.013.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin Dali, Ilmu Penyakit Kulit, Makassar : Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Fakultas Kedokteran Hasanuddin, 2003 : Hal 249-251.
RM.014.
Belsito DV. Allergic Contact Dermatitis. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI (eds). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 6 th ed. New York:
The McGraw-Hill; 2003. h. 1164-1179.
Djuanda, Prof.DR.Adhi, dkk, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 9. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2009 : Hal 133 138.
Irma D Mahadi Roseyanto, Ekzema dan Dermatitis : Ilmu Penyakit Kulit. Harahap M, Editor.
Hipokrates Jakarta : 2000. Hal 7-9, 22-26.
Marks JG, Elsner P, Deleo VA. Contact & Occupational Dermatology. 3 rd ed. USA: Mosby Inc;
2002. h. 3-33.
Scheman AJ. Contact Dermatitis. In: Grammer LC, Greenberger PA (eds). Pattersons Allergic
Disease. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002. h. 387-401.
Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New
York: The McGraw-Hill Companies; 2009. h. 20-33.
RM.015.