Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit hipertensif mempersulit 5 - 10 persen kehamilan bersama perdarahan dan
infeksi, mereka membentuk suatu trias yang mematikan, yang berperan besar dalam angka
kesakita serta kematian ibu. Pada kasus kehamilan dengan hipertensi, sindrom preeklamsi, baik
terisolasi maupun bertumpang tindih dengan hipertensi kronis, merupakan yang paling
berbahaya. World Health Organization mengevaluasi kematian ibu di seluruh dunia secara
sistematis (Khas dkk, 2006). Di negara maju, 16 persen kematian kematian ibu disebaban oleh
penyakit hipertensif. Persentase ini lebih besar dari tiga penyebab utama lain : perdarahan -13
persen, aborsi - 8 persen, sepsis - 2 persen. Di Amerika Serikat sejak tahun 1991 hingga 1997,
Berg dkk, (3002) melaorkan bahwa hampir 16 persen dari 3201 kematin ibu terjadi akibat
komplikasi hipertensi terkait kehamilan. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam
kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh
perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang
belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil
sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar
dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah.1
Klasifikasi penyakit hipertensif yang mempersulit kehamilan :1
1. Hipertensi gestasional dahulu disebut hipertensi induksi kehamilan. Jika tidak timbul sindrom
preeklamsia, dan hipertensi menghilang pada 12 minggu pascapartum, diagnosis diganti menjadi
hipertensi transisional.
2. Sindrom preeklamsia dan eklamsia.
3. Sindrom preeklamsia yang bertumpang tindih pada hipertensi kronis.
4. Hipertensi kronis.
Hipertensi didiagnosis secara empiris bila pengukuran tekanan darah sistolik melebihi 140mmHg
atau tekanan diastolik melebihi 90 mmHg. Fase V Korotkoff digunakan untuk menilai tekanan
diastolik. Dahulu, disarankan suatu kriteria diagnostik berupa kenaikan tekanan darah sistolik
sebesar 30 mmHg atau diastolik sebanyak 15mmHg dari nilai tekanan pada pertengahan
kehamilan, meskipun nilai absolutmasih dibawah 140/90 mmHg. Kriteria ini tidak lagi
dianjurkan penggunaannya karena bukti menunjukkan bahwa perempuan-prempuan tersebut
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 1
sebanyak 30 mmHg atau diastolik sebanyak 15 mmHg harus dipantau lebih sering. Tidak
diragukan lagi bahwa kejang eklamtik dapat terjadi pada beberapa permpuan yang memiliki
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Alexander., 2006). Edema juga tidak lagi digunakan
sebagai kriteria diagnostik karena terlalu lazim ditemukan padakehamilan normal.
b)
c)
d)
e)
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma
Hipertensi Kronik dengan superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik disertai tandatanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria
Hipertensi Gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeclampsia tetapi tanpa proteinuria.
HIPERTENSI KRONIK
II.1 Definisi
Hipertensi kronik pada kehamilan ialah hipertensi tekanan darah sistolik >140 mmHg
atau tekanan darah diastolik >90 mmHg sebelum timbul kehamilan atau umur kehamilan < 20
minggu.[1]
II.2 Etiologi dan insidensi
Hipertensi kronik dapat primer sekitar 90% kasus dan sekunder sekitar 10% kasus
berhubungan dengan penyakit ginjal, vaskuler kolagen, endokrin, dan pembuluh darah. 13 40%
perempuan dengan hipertensi kronik berkembang menjadi superimposed preeklampsia.[1-2]
II.3 Dampak pada kehamilan
Jika hiperensinya berhasil diterapi dengan monoterapi maka hipertensi kronik tidak
berpengaruh buruk pada kehamilan walaupun resiko solusio plasenta naik 2 3 kali dibanding
normal, dan dapat terjadi superimposed preeklampsia.[1]
Dampak pada janin dapat terjadi intra uterine growth restriction (IUGR) karena
menurunya perfusi uteroplasenta, sehingga menimbulkan insufisiensi plasenta. Dampak lainnya
adalah meningkatkan persalinan preterm.[1]
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 4
Tabel 1. Obat antihipertensi yang digunakan untuk mengontrol tekanan darah secara cepat pada
kehamilan.
BAB III
PREEKLAMPSIA
III.1 DEFINISI
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria. Preeklampsia merupakan suatu penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,
intra, dan postpartum. Yang di tandai dengan adanya proteinuria dan disfungsi organ. Dari gejala
yang timbul, dapat di klasifikasikan menjadi dua, yaitu preeklampsia ringan dan preekalmpsia
berat.
Patogenesis preeklampsi saat diyakini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai
uteroplasenta dan kebutuhan janin, hal ini menyebabkan peradangan sistemik ibu dan janin yang
secara klinis ditunjukan oleh hipertensi dan proteinuria.
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam
kehamilan. Tekanan diastolic menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik,
menggambarkan besaran curah jantung.
Pada preeclampsia peningkatan reaktivitas vascular dimulai umur kehamilan 20 minggu,
tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada
preeclampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal
beberapa hari pasca persalinan, kecuali beberapa kasus preeclampsia berat kembalinya tekanan
darah normal dapat terjadi 2-4 minggu pasca persalinan.
Fungsi ginjal :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 8
h. Hematokrit
Pada hamil normal hematocrit menurun karena hypervolemia, kemudian meningkat lagi
pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hematocrit
meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsia
i. Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan
mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 60%
edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada
kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria
j. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan
peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar
dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di
daerah epigastrium dan dapat menimbulkan rupture hepar
k. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia
l. Paru
Penderita preeclampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru. Edema
paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh
darah kapiler paru, dan menurunnya dieresis
m. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Pada saat
autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan penguat endotel akan
terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang
ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau perdarahan
intrakranial yang sangat banyak. Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan
edema dan anemia pada korteks serebri. Dilaporkan bahwa resistensi pembuluh darah
dalam otak pada pasien hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada
pasien preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam
batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun pada pasien eklampsia.
n. Mata
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 10
III.4 KLASIFIKASI
a. Preeklampsia Berat
Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik
110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeclampsia berat sebagai berikut:
1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring
2. proteinuria 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
3. oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
4. kenaikan kadar kreatinin plasma
5. gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur
6. nyeri epigastrium
7. edema paru-paru dan sianosis
8. hemolysis mikroangiopatik
9. trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3
10. gangguan fungsi hepar
11. pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
12. sindrom HELLPs
III.5 ETIOLOGI
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui.
Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari penyakit ini tetapi tidak ada
yang memberikan jawaban yang memuaskan. Adapun teori-teori tersebut adalah :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vascular, sehingga
sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel endoteliel plasenta berkurang, sedangkan
pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit
bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun.
2. Peran factor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan yang pertama karena terjadi pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna sehingga timbul respon
imun yang tidak menguntungkan plasenta. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun
humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.
3. Peran factor genetic
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa preeklampsia/eklampsia bersifat diturunkan
melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran factor genetic
antara lain :
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia pada
anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia-eklampsia
III.6 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat
atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janindengan trauma sekecil-kecilnya,
mencegah perdarahan intrakranial serta mencegah gangguan fungsi organ vital.
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia ringan.
Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah
ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di
daerah tersebut juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi
kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan kejadian
edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan
meningkatkan dieresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan
reaktivitas kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi
janin dalam rahim. Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi
ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal
masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang mengandung 2 gram natrium atau
4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam
lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan konsumsi lebih banyak garam. Bila
komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi cairan yang banyak,
berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam
secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik antihipertensi, dan
sedative. Dilakukan pemeriksaan laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan
fungsi ginjal. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif,
maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.
Rawat inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit ialah:
a. Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu
b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama di rumah sakit
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa
pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 14
Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklampsia
berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui
oral ataupun infuse) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus
dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 15
Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4 intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15
menit
Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4
atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO :
Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1
gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
Refleks patella (+) kuat
Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium sulfat dapat
menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek
flushes (rasa panas) Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 16
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida. Pemberian diuretikum dapat
merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan
darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai
adalah 160/110 mmhg dan MAP 126 mmHg.Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan
darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25%
dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis
antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara
mutlak yakni pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin. Jenis obat antihipertensi yang
diberikan di Amerika adalah hidralazin (apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu
vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac
output, sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah labetalol
injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat -obat antihipertensi yang tersedia
dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin (catapres). Satu ampul mengandung 0,15
mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk
suntikan.
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung
ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel
pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai
oligouria.Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 17
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai
tandatanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama
dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan
konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelaah 24 jam
tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan
harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda
tanda
Preeklampsia ringan.
Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini, yaitu:
Ibu
1. Umur kehamilan 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan laboratorik
memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 18
BAB IV
EKLAMPSIA
IV.1 Definisi
Eklampsia adalah penderita preeklampsia yang disertai kejang menyeluruh dan koma. [1-2]
Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum.
Eklampsia postpartum hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. Sebelum
kejang eklampsia memiliki gejala prodromal atau disebut impending eclampsia atau imminent
eclampsia. [1]
IV.2 Gambaran kejang dan koma
Gambaran kejang pada eklampsia dimulai dari kejang tonik. Tanda tanda kejang tonik
ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar
mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot otot tubuh yang menegang,
sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola
mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse.
Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15 30
detik.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kenjang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
terbukanya rahang secara tiba tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan
terbuka dan terutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot
otot muka dan otot otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot otot tubuh ini sehingga
seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pola lidah tergigit akibat kontraksi
otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang
kadang disertai bercak bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada
konjungtiva mata dijumpai bintik bintik perdarahan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 September 2014 22 November 2014 20
IV.6 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan,
ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama
penyembuhan. Eklampsi tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari iby
yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga
tergolong buruk, sering kali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal.[1]
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo Sarwono. Ilmu Kebidanan. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,
2011
2. The American College of Obstetricians and Gynecologist. Hipertension in Pregnancy,
Washington, 2013
3. Departemen Kesehatan RI. 2002. Asuhan Persalinan Normal, Depkes RI, Jakarta.
4. Saifuddin, AB, dkk. 2004. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Jasran Asya Obgyn Guide.
5. http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview