Pengertian
Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran
darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit
tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau
benda keras lainnya dalam jangka panjang.
National pressure Ulcer Advisory panel (NPUAP), 1989 dalam Potter & perry,
2005) mengatakan dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung
terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan
eksternal dalam jangka waktu lama.
Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat
dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh
dengan urutan dan waktu biasa (Potter, 2006).
2. Patofisiologi Terjadinya Dekubitus
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan
tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada
batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang
pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan
daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada
kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa
berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat
mengganti posisi beberapa kali perjammnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus :
a. Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita
dengan posisi dengan setengah berbaring.
b. Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas
tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit tertinggal dari area tubuh lainnya.
Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya
berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat. Keadaan ini
terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada
posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur kebawah,
apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan penhalang,
misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian
mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka
tulang tetap cederung maju kedepan.
Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada jaringan subkutan
yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan akan terjadi penutupan
arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga
menggunting ini disebut Shering Forces. Sebagai tambahan dari shering forces ini,
pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada
permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding).
Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan
kulit yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluhpembuluh darah. Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor
diatas, masih harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit
dan edema. Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya
aliran darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah
rusak bila terkena trauma. Faktor tubuh sendiri (faktor intrinsik) juga berperan untuk
terjadinya dekubitus antara lain;
3. Tipe Ulkus Dekubitus
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus
dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus
dapat dibagi menjadi tiga :
a. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan
kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini
terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan
pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
b. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus
disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam
16 minggu.
c. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
4. Faktor Resiko Luka Dekubitus
Menurut Potter & Perry (2005), ada berbagai faktor yang menjadi predisposisi
terjadi luka dekubitus pada pasien yaitu :
a. Gangguan Input Sensorik
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan
berisiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit daripada pasien yang
sensansinya normal. Pasien yang mempunyai persepsi sensorik yang utuh
terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya
merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan
berorientasi, mereka dapat mengubah posisi atau meminta bantuan untuk
mengubah posisi.
b. Gangguan Fungsi Motorik
Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri berisiko tinggi terjadi
dekubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi, tidak mampu
mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini
meningkatkan peluang terjadi dekubitus. Pada pasien yang mengalami cedera
medulla spinalis terdapat gangguan motorik dan sensorik. Angka kejadian
dekubitus pada pasien yang mengalami cedera medula spinalis diperkirakan
sebesar 85%, dan komplikasi luka ataupun berkaitan dengan luka merupakan
penyebab kematian pada 8% populasi ini (Reuler & Cooney, 1981)
c. Perubahan Tingkat Kesadaran
Pasien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak
mampu melindungi dirinya sendiri dari luka dekubitus. Pasien bingung atau
disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami
bagaimana menghilangkan tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan
tekanan dan tidak mampu mengubah ke posisi yang lebih baik. Selain itu pada
pasien yang mengalami perubahan tingkat kesadaran lebih mudah menjadi
bingung. Beberapa contoh adalah pada pasien yang berada di ruang operasi dan
untuk perawatan intensif dengan pemberian sedasi.
d. Gips, Traksi, Alat Ortotik, dan Peralatan Lain
Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstremitasnya. Pasien yang
menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya friksi
eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik
kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat
dikeringkan atau jika ekstremitasnya bengkak. Peralatan ortotik seperti penyangga
leher digunakan pada pengobatan pasien yang mengalami fraktur spinal servikal
bagian atas. Luka dekubitus merupakan potensi komplikasi dari alat penyangga
leher ini. Sebuah studi yang dilakuka n Plaiser et. al (1994) mengukur jumlah
tekanan pada tulang tengkorak dan wajah yang diberikan oleh empat jenis
penyangga leher yang beda dengan subjek berada posisi telentang dan upright
(bagian atas lebih tinggi). Hasilnya menunjukkan bahwa pada beberapa
penyangga leher, terdapat tekanan yang menutup kapiler. Perawat perlu waspada
terhadap resiko kerusakan kulit pada klien yang menggunakan penyangga leher
ini. Perawat harus mengkaji kulit yang berada di bawah penyangga leher, alat
penopang (braces), atau alat ortotik lain untuk mengobservasi tanda-tanda
kerusakan kulit.
5. Klasifikasi Dekubitus
Salah satu cara yang paling awal untuk mengklasifisikan dekubitus adalah
dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan (Potter, 2006).
a. Tahap I
Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi kulit yang diperbesar, kulit tidak
berwarna, hangat atau keras juga dapat menjadi indikator.
b. Tahap II
Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan atau dermis, ulkus
superfisial dan secara klinis terlihat seperti abrasi lecet atau lubang yang dangkal.
c. Tahap III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringa subkutan yang rusak atau
nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah, tapi tidak melampaui yang dalam
dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Tahap IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai dekstruksi ekstensif, kerusakan jaringan
atau kerusakan otot, atau struktur penyangga seperti tendon, kapsul sendi, dll.
6. Tempat Terjadinya Luka Dekubitus
Beberapa tempat yang paling sering terjadi dekubitus adalah sakrum, tumit,
siku, maleolus lateral, trokanter besar, dan tuberostis iskial (Meehan, 1994). Menurut
Bouwhuizen (1986) menyebutkan daerah tubuh yang sering terkena luka dekubitus
adalah :
a. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala, daerah tulang
belikat, daerah bokong dan tumit.
b. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama daun
telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian atas
jari - jari kaki.
c. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan lutut.