Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pemisahan Minyak
Bak pemisah lemak atau grease removal yang direncanakan adalah tipe
gravitasi sederhana. Bak pemisah lemak tersebut berfungsi untuk memisahkan
lemak atau minyak, serta untuk mengendapkan kotoran pasir, tanah atau senyawa
padatan yang tak dapat terurai secara biologis.

Gambar 2.1. Prinsip kerja grease trap

Cara kerja grease trap adalah sebagai berikut:


Air masuk melalui inlet (1) dan minyak akan terangkat karena masa jenis

minyak lebih ringan daripada air


Lumpur akan mengendap dan di tahan di penyaring (3)
Air keluar melalui pipa (4) sengaja dibuat panjang kebawah untuk mengambil
air bersih tanpa campuran minyak dan akan dikeluarkan melalui outlet (5)
Grease trap berfungsi sebagai bak pemisah antara lemak atau minyak

dengan air limbah masukan. Pemisahan minyak/lemak ini akan terpisah secara
gravitasi, dimana minyak yang mempunyai berat jenis lebih ringan akan berada di
atas (permukaan), sedangkan air yang berat jenisnya lebih berat akan berada di
bawah. Air dari sisi tengah atau bawah bak akan mengalir menuju ke bak
equalisasi untuk menjalani proses selanjutnya.
Gumpalan lemak atau minyak yang terdapat pada permukaan bak greese
trap akan diambil secrara manual, sehingga nantinya akan meminimalkan
kandungan lemak dalam air. Dengan semakin jernihnya air limbah ini berarti
kandungan lemaknya sedikit, dan akan meringankan kerja dari alat-alat

berikutnya. Selanjutnya dari bak greese trap air limbah akan masuk ke bak
equalisasi.
Selanjutnya limpasan dari bak pemisah lemak dialirkan ke bak ekualisasi
(Sum Pit) yang berfungsi sebagai bak penampung limbah dan bak kontrol aliran.
Air limbah di dalam bak ekualisasi selanjutnya dipompa ke unit IPAL.
2.2. Bak Equalisasi
Equalization tank/tangki ekualisasi berperan penting bagi proses pengolahan
limbah. Tangki ekualisasi yaitu tangki yang digunakan untuk meredam variasi
debit air limbah. Melihat tujuannya sebagai peredam variasi debit, tangki
ekualisasi ditempatkan di awal rangkaian pengolahan air limbah
Tujuan utama dari instalasi tangki ekualisasi di dalam suatu instalasi
pengolahan air limbah adalah untuk mencapai debit air limbah yang konstan atau
mendekati konstan. Tercapainya debit yang konstan akan bermanfaat bagi unitunit pengolahan selanjutnya, antara lain:
Meningkatkan performa proses biologi akibat tidak adanya shock loading
Meningkatkan kualitas efluen serta performa thickening (pengentalan lumpur)

dalam tangki sedimentasi kedua karena solids loading yang konsisten


Mengurangi luas area permukaan filter
Meningkatkan kontrol penambahan bahan kimia dan keterandalan proses

pengolahan kimia
Meredam bahan akibat adanya fluktasi bahan organis yang dapat mengganggu

proses biologis aerob.


Mengendalikan pH air limbah.
Mengurangi fluktasi debit air, sehingga bahan homogeny secara merata atau

teratur diatur pengalirannya menuju proses selanjutnya.


Mencegah terjadinya konsentrasi bahan bahan homogen beracun yang tinggi

memasuki unit pengolahan biologis yang aerobic.


Pada bak equalisasi ini dilakukan aerasi agar terjadinya homogenitas air limbah
serta dapat terjadinya pencapaian Biochemical Oxygen Demand (BOD) yang
diinginkan
Bak equalisasi ini berfungsi sebagai penampung fluktuasi debit air limbah

yang masuk dan penampung macam-macam karakteristik atau sifat air limbah
yang berbeda-beda. Warna air limbah bak equalisasi sangat keruh, namun jika
dibiarkan beberapa saat, maka akan terjadi endapan di dasarnya.

Untuk mengalirkan atau mentransfer air limbah ke bak primary, di dalam


bak equalisasi terdapat pompa equalisasi yang berfungsi clarifier dan submerged
diffuser yang membantu proses aerasi. Kedua pompa itu akan bekerja bersamasama. Agar di dalam bak equalisasi tidak terjadi kondisi anaerobik maka pada bak
equalisasi ditambahkan diffuser yang mana fungsi dari diffuser ini adalah untuk
memberikan udara (O2) ke dalam bak equalisasi. Untuk tahapan selanjutnya sir
limbah yang sudah homogen akan dipompa menuju floculation tank.
2.3. Primary Sedimentation
Sedimentasi Pertama (Primary Sedimentation) merupakan unit operasi yang
dirancang untuk mengumpulkan dan menyisihkan padatan suspensi organik dari
limbah cair. Pengendapan dilakukan secara gravitasi. Jika unit operasi ini diikuti oleh
tahapan kedua (biologi treatment), proses sedimentasi tidak merupakan prioritas utama
dalam pemisahan padatan suspensi organik.
Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan airminum,
pengolahan air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan.
Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk:
1. penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau).
2. penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama.
3. penyisihan flok / lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier
4.

akhir.
penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter.

Tujuan pengolahan pertama (Primary Treatment) dalam pengolahan limbah


cair adalah untuk menyisihkan padatan yang berukuran kecil dan mudah
mengendap dalam waktu relatif pendek dari limbah cair.

Padatan dapat

mengendap dengan mudah jika berat jenis padatan jauh lebih besar dibanding
berat jenis air.
Proses Sedimentasi
Berdasarkan ukuran partikel padatan yang akan disisihkan terdapat cara-cara
atau metode yang ditujukan untuk memisahkan partikel yang kasar dan besar

(Preliminary treatment/pendahuluan), serta penyisihan partikel yang lebih kecil.


Sifat padatan yang disisihkan adalah padatan anorganik dan organik.
Pada umumnya proses Sedimentasi dilakukan setelah proses Koagulasi dan
Flokulasi dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga
menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Proses
koagulasi menggunakan PAC (Poly Aluminium Chloride) untuk mengikat kotoran
atau memutus rantai pada ikatan senyawa zat warna sehingga membentuk
gumpalan. Sedangkan proses flokulasi dengan cara menambah larutan polimer
untuk memperbesar gumpalan, sehingga relatif mudah untuk diendapkan.
Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun pada akhir dari unit sistem
pengolahan.

Jika kekeruhan dari influent tinggi,sebaiknya dilakukan proses

sedimentasi awal (primary sedimentation) didahului dengan koagulasi dan


flokulasi, dengan demikian akan mengurangin beban pada treatment berikutnya.
Sedangkan secondary sedimentation yang terletak pada akhir treatment gunanya
untuk memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya (activated
sludge, OD, dlsb) dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan ke unit
pengolahan lumpur tersendiri.

Gambar 2.2. Padatan pengendapan terjadi karena berat jenis padatan lebih besar
dibanding berat jenis air

Sedimen dari limbah cair mengandung bahan bahan organik yang akan
mengalami proses dekomposisi, pada proses tersebut akan timbul formasi gas
seperti carbon dioxida, methane, dlsb. Gas tersebut terperangkap dalam partikel
lumpur dimana sewaktu gas naik keatas akan mengangkat pule partikel lumpur

tersebut, proses ini selain menimbulkan efek turbulensi juga akan merusak
sedimen yang telah terbentuk. Pada Septic-tank, Imhoff-tank dan Baffle-reactor,
konstruksinya didesain sedemikian rupa guna menghindari efek dari timbulnya
gas supaya tidak mengaduk/merusak partikel padatan yang sudah mapan (settle)
didasar tangki, sedangkan pada UASB (Uplift Anaerobic Sludge Blanket) justru
menggunakan efek dari proses tersebut untuk mengaduk aduk partikel lumpur
supaya terjadi kondisi seimbang antara gaya berat dan gaya angkat pada partikel
lumpur, sehingga partikel lumpur tersebut melayang-layang/mubal mubal. Setelah
proses dekomposisi dan pelepasan gas, kondisi lumpur tersebut disebut sudah
stabil dan akan menetap secara permanen pada dasar tangki, sehingga sering juga
proses sedimentasi dalam waktu yang cukup lama disebut dengan proses
Stabilisasi.

Akumulasi

lumpur

(Volume)

dalam

periode

waktu

tertentu(desludging-interval) merupakan parameter penting dalam perencanaan


pengolahan limbah dengan proses sedimentasi dan stabilisasi lumpur.

Gambar 2.3 Proses sedimentasi

Berdasarkan konsentrasi dan kecenderungan partikel berinteraksi, proses


sedimentasi terbagi atas empat macam:
1) Sedimentasi Tipe I/ Plain Settling/ Discrete particle
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel
yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya

interaksi antar partikel. Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain


pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air
permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. Sedimentasi ini
merupakan pengendapan partikel tanpa menggunakan koagulan. Tujuan dari
unit ini adalah menurunkan kekeruhan air baku dan digunakan pada grit
chamber. Dalam perhitungan dimensi efektif bak, faktor-faktor yang
mempengaruhi performance bak seperti turbulensi pada inlet dan outlet,
pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G sehubungan dengan
penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain diabaikan
untuk menghitung performance bak yang lebih sering disebut dengan ideal
settling basin.
Adapun ciri- cirinya:
Tidak ada perubahan bentuk, ukuran partikel dan penggabungan

partikel padatan selama proses pengendapan.


Terdapat pada limbah cair dengan konsentrasi padatan rendah, terutama
sekali bersifat inorganik.

Gambar 2.4. Sedimentasi tipe 1

2) Sedimentasi Tipe II (Flocculating particles)


Pengendapan material koloid dan solid tersuspensi terjadi melalui adanya
penambahan koagulan, biasanya digunakan untuk mengendapkan flok-flok
kimia setelah proses koagulasi dan flokulasi.
Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada ketinggian bak yang
relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas
dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi
beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada
bagian atas bak pengendapan untuk menahan flokflok yang terbentuk.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah:


Luas bidang pengendapan
Penggunaan baffle pada bak sedimentasi
Mendangkalkan bak
Pemasangan plat miring
Pengendapan partikel

flokulen, terjadi interaksi antar-partikel

sehingga ukuran partikel meningkat / berubah menjadi besar(aglomerasi)


dan kecepatan pengendapan bertambah semakin menuju dasar (mengendap).
Selama dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen
bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh
sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air
limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada
pengolahan air minum maupun air limbah.

Gambar 2.5 Sedimentasi tipe 2

3) Hindered Settling (Zone Settling)


Merupakan pengendapan dengan konsentrasi koloid dan partikel tersuspensi adalah
sedang, di mana partikel saling berdekatan sehingga gaya antar pertikel menghalangi
pengendapan partikel-partikel di sebelahnya. Partikel berada pada posisi yang relatif
tetap satu sama lain dan semuanya mengendap pada suatu kecepatan yang konstan.
Hal ini mengakibatkan massa pertikel mengendap sebagai suatu zona, dan
menimbulkan suatu permukaan kontak antara solid dan liquid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju sedimentasi :
Banyaknya lumpur
Luas bak pengendapan
Kedalaman bak pengendapan

pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antarpartikel saling


menahan partikel lainnya untuk mengendap.
4) Concentrated Suspended
Terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena
berat partikel

pengendapan secara pemekatan


Umum dilakukan pada pengendapan lumpur (sludge)
Jenis sedimentasi yang umum digunakan pada pengolahan air bersih adalah

sedimentasi tipe satu dan dua, sedangkan jenis ketiga lebih umum digunakan pada
pengolahan air buangan.
Bak Sedimentasi
Bagian-bagian bak sedimentasi :
1) Inlet : tempat air masuk ke dalam bak
Zona inlet berfungsi untuk mendistribusikan air ke seluruh area bak secara
seragam, mengurangi energi kinetik air yang masuk, serta untuk memperlancar
transisi dari kecepatan air yang tinggi menjadi kecepatan air yang rendah yang
sesuai untuk terjadinya proses pengendapan di zona pengendapan.

2) Zona pengendapan : dimana partikel tersuspensi diendapkan dan air berada


dalam keadaan diam, tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan.
Proses pengendapan pada zona pengendapan pada dasarnya ditentukan oleh
dua faktor, yaitu karakteristik partikel tersuspensi dan hidrolika bak.
a. Karakteristik partikel tersuspensi
Proses pengendapan yang terjadi di unit prasedimentasi merupakan
pengendapan partikel diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak
mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun berat pada saat
mengendap. Pada saat mengendap, partikel diskret tidak terpengaruh oleh
konsentrasi partikel dalam air karena partikel diskret mengendap secara
individual dan tidak ada interaksi antar partikel. Contoh partikel diskret
adalah silika, silt, serta lempung. Partikel diskret memiliki spesifik
gravity sebesar 2,65 dengan ukuran partikel < 1 mm dan kecepatan
mengendap < 100 mm/detik. Pengendapan partikel diskret merupakan

jenis pengendapan tipe I, yaitu proses pengendapan yang berlangsung


tanpa adanya interaksi antar partikel. Selain pengendapan partikel
diskret, contoh lain pengendapan tipe I adalah pengendapan partikel grit
pada grit chamber. Contoh partikel grit adalah pasir, dengan spesifik
gravity antara 1,2-2,65 dengan ukuran partikel 0,2 mm dan kecepatan
pengendapan sebesar 23 mm/detik.
b. Overflow Rate dan Efisiensi Bak
Proses pengendapan partikel pada bak prasedimentasi aliran horizontal
pada dasarnya seperti yang terlihat pada Gambar 1.14. Partikel memiliki
kecepatan horizontal, vH dan kecepatan pengendapan vS.

Gambar 2.5 Pergerakan Partikel pada Bak Prasedimentasi Aliran


Horizontal
3) Ruang lumpur : tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak
4) Outlet : Zona outlet, adalah bagian untuk menyalurkan air yang sudah tidak
mengandung partikel yang dapat diendapkan keluar dari tangki.Aliran pada
tangki sedimentasi dapat horizontal maupun vertikal (tempat dimana air
akan meninggalkan bak). Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang
dirancang sedemikian rupa untuk mengurangi terjadinya aliran pendek.

Bentuk- bentuk dari bak sedimentasi berbeda- beda. Bak sedimentasi ada
yang berbentuk lingkaran, bujur sangkar ataupun segi empat. Bak berbentuk
lingkaran umumnya berdiameter 10,7 45,7 m dan kedalaman 3 4,3 m. Bak
berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 79 m dan
kedalaman 1,8 hingga 5,8 m.bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai
lebar 1,5 6 m, panjang bak sampai 76 m dan kedalaman lebih dari 1,8 m
(Reynold & Richards, 1996).
Bentuk bak sedimentasi :

Segi empat (rectangular). Pada bak ini, mengalir horisontal dari inlet
menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah.

Gambar 2.6 bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) donah, (b) potongan
memanjang

Lingkaran (circular) center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa
menuju inlet bak dibagian tengak bak, kemudian air mengalir horisontal dari
inlet menuju outlet disekeliling bak, sementara partikel mngendap ke
bawah.

Gambar 2.7 bak sedimentasi lingkaran- center feed (a) donah, (b) potongan

Gambar 2.6 bagian- bagian bak sedimentasi

2.4. Pengolahan Secara Aerob


Di dalam proses pengolahan air limbah domestik ataupun air limbah industri
khususnya yang mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan
sebagian besar mengunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan
senyawa polutan organik tersebut. Proses ini biasa disebut Proses Biologi.
Proses pengolahan limbah secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi
aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik
dan aerobik.
Proses biologis aerobik biasanya digunakan untuk pengolah air limbah
dengan beban BOD (Biological Oxygen Demands: kebutuhan oksigen oleh
mikroorganisme untuk menetralisir bahan-bahan sampah dalam air melalui proses
oksidasi biologis secara dekomposisi aerobic) yang tidak terlalu besar, sedangkan
proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban
BOD yang sangat tinggi.
Pada unit proses pengolahan air limbah secara aerobik, keberadaan optimal
oksigen terlarut direkayasa secara teknologi dengan menggunakan aerator
mekanik, diffuser, kontak media yangterbuka terhadap udara luar dan proses
photosintesis.
Umumnya penggunaan unit pengolahan aerobik adalah untuk pengolahan
lanjutan yang disebut dengan secondary treatment atau pengolahan sekunder.
Pemilihan unit yang akan dipakai untuk pengolahan ini tergantung besar beban
(biologi dan hidrolis) yang akan diolah dan bergantung pada hasil pengolahan
yang dikehendaki (ultimate objective).
Pengolahan aerobik biasanya dilakukan dengan bantuan lumpur aktif, maka
air limbah yang telah ditambahkan pada tangki aerasi dengantujuan untuk
memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis dalam
menguraikan bahan organik berjalan cepat. Terdapat 2 hal penting dalam proses
ini, yakni proses pertumbuhan bakteri dan proses pertambahan oksigen. Bakteri
akan berkembang biak apabila jumlah makanan didalamnya cukup tersedia,
sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konsisten. Setelah
makanan habis dipergunakan, maka jumlah kematian akan lebih besar dari jumlah
pertumbuhannya, dan pada saat bakteri menggunakan energi simpanan ATP untuk
pernapasannya sampai ATP habis dan kemudian akan mati.

Pada prakteknya ada 2 cara untuk menambahkan oksigen kedalam air


limbah yaitu,
1. Memasukkan udara ke dalam air melalui benda porous atau nozzle ( udara yang
dimasukan ke dalam air limbah melalui pompa tekan).
2. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen dilakukan dengan
menggunakan pemutaran baling-baling (aerator) yang diletakkan pada
permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air limbah akan terangkat ke
atas dan kontak langsung dengan udara sekitarnya. Biasanya bila terdapat
senyawa Nitrat organik, hasil akhir juga mengandung senyawa Nitrat dan
terjadi penurunan pH.
Sistem pengolahan lumpur aktif adalah pengolahan dengan cara
membiakkan bakteri aerobik dalam tangki aerase yang bertujuan untuk
menurunkan organik karbon atau organik nitrogen. Dalam penurunan organik
karbon, bakteri yang berperan adalah bekteri heterotrifik. Sumber energi berasal
dari oksidasi senyawa organik dan sumber karbon yang bersal dari organik
karbon. BOD atau COD dipakai sebagai ukuran atau satuan yang menyatakan
konsentrasi organik karbon yang selanjutnya disebut substrat.
Proses activated sludge didasarkan atas pengguanaan sejumlah mikroba
yang terdapat dalam bentuk flog tersuspensi akibat agitasi, sehingga akan terjadi
kontak dengan senyawa organik dalam air limbah dalam frekuensi yang sering.
Agitasi ini dapat dilakukan dengan agitasi mekanik dengan turbin atau dengan
mengalirkan udara (aerasi).
Pada proses lumpur aktif terdiri atas 2 tangki yaitu, tangki aerasi dimana
terjadi reaksi penguraian zat organik secara biokimia oleh mikroba dalam keadaan
cukup oksigen dan tangki biosolid tempat lumpur aktif dipisahkan dari cairan.
Air limbah bersama lumpur aktif masuk ke dalam tangki aerasi, dimana
dilakukan aerasi terus-menerus untuk memberikan oksigen. Di dalam tangki
aerasi ini, terjadi reaksi penguraian zat organik yang terkandung di dalam air
limbah secara biokimia oleh mikroba yang terkandung di dalam lumpur aktif
menjadi gas CO2 dan sel baru. Jumlah mikroba dalam tangki aerasi akan
bertambah banyak dengan dihasilkannya sel-sel baru.
Reaksi oksidasi dan sintesis sel yang terjadi adalah sebagai berikut:
Reaksi Oksidasi
CHONS + O2 + Nutrien BAKTERI CO2 + NH3 + C5H7NO2
biomassa
Sintesis/ Respirasi BAKTERI

C5H7NO2 + 5O2 5 CO2 + H2O + NH3 + Energi


2.5. Pengolahan Secara Anerob
Pengolahan limbah secara anaerob merupakan salah satu pengolahan limbah
secara biologi. Prinsip kerja metode anaerob adalah mengolah limbah cair tanpa
udara. Metode ini memiliki kelebihan dan kekurang yaitu:
1. Kelebihan
Pengolahannya sangat mudah.
Biaya operasinya rendah.
Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor.
Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BDD yang cukup besar.
Dapat menghilangkan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
2. Kekurangan
Salah satu teknologi pengolahan limbah cair dengan metode anaerob
adalah Anaerobik Baffled Reactor (ABR). Anaerobik baffled reaktor
merupakan salah satu sistem proses pengolahan air limbah anaerobik
dengan mengatur aliran dari bawah ke atas menggunakan sekat-sekat.
Seperti pada sebagian besar sistem anaerobik, sistem ini sangat
membutuhkan pengaturan distribusi aliran, sehingga lumpur aktif bisa
kontak dengan air limbah secara merata.
Reaktor ini berbentuk tangki persegi panjang, dibagi empat
kompartemen berukuran sama. Masing-masing kompartemen dipisahkan
dinding dari arah atap dan dasar tangki. Zat cair dialirkan menuju ke atas
lalu kebawah antar dinding dan menuju ke atas lagi melalui sludge
anaerobik blanket hingga melalui kompartemen ke empat. Dalam reaktor ini
terjadi kontak antara air limbah dengan biomassa aktif, dimana dengan
reaktor ini biomassa akan tertahan sebanyak mungkin. Pengolahan air
limbah industri tahu yang dilakukan menggunakan proses anaerobik dengan
bentuk reaktor bersekat (anaerobic baffled reactor), mempunyai keuntungan
karena cocok untuk daerah tropis (mikroorganisme mesofilik), sedangkan
bentuk reaktor memberikan keuntungan karena memberi kontak yang lebih
baik antara lumpur aktif yang ada dengan air limbah (up flow dan down
flow). Skema proses pengolahan limbah dengan sistem anaerobik baffled
reaktor adalah sebagai berikut :

Di ruang pertama proses pengolahan yang terjadi ialah proses


pengendapan. Sesudah padatan yang mudah terendap dipisahkan, air limbah
masuk ke ruangan berikutnya di mana terjadi proses penguraian kandungan
organic (proses biologis anaerobic) karena air limbah kontak dengan lumpur
mikroba yang berada dalam kondisi tersuspensi di bagian bawah dalam
ruangan tersebut. Baffled reactor yang baik mempunyai chamber (ruangan)
minimum 4 buah.
Salah satu parameter yang penting dalam desain Baffled reactor antara
lain adalah up-flow velocity didalam reactor. Bila terlampau cepat maka
lumpur mikroba akan hanyut ke hilir, maka up-flow velocity ini tidak boleh
lebih dari 2m/jam. Upflow velocity (kecepatan aliran keatas) dalam setiap
bak dijaga cukup rendah supaya ada cukup waktu kontak antara air limbah
dengan lumpur/mikroba dalam bak, juga untuk menjaga supaya lumpur
tidak hanyut ke hilir. Upflow velocity ini bisa dihitung dari debit limbah
(m3/jam) dan luas penampang baknya yaitu panjang x lebar (m2). Karena
prinsip kerjanya adalah kontak antara air limbah yang masuk dengan
akumulasi endapan lumpur/mikroba, maka supaya terjadi kontak dengan
baik, ratio antara panjang bak reactor dengan kedalamannya perlu
diperhatikan sehingga parameter desain berikutnya adalah hubungan antara
panjang (L) dengan dalam (D) agar limbah yang masuk terdistribusi/ kontak
secara merata dianjurkan L=0,5-0,6 X D.

Parameter desian yang lain adalah organic loading. Karena studi


mengenai ABR masih terbatas, belum ada nilai standar yang ditetapkan
untuk parameter tersebut. Barber dan Stuckey melakukan percobaan untuk
berbagai jenis air limbah dengan COD loading sekitar 2-28 kg/m3xhari
(untuk air limbah domestic, 2,2 kg/m3xhari), Sedangakan BORDA
merekomendasikan COD loading lebih rendah dari 3 kg/m3xhari. Parameter
berikut adalah HRT (Hydraulic retention time), Barber dan Stuckey
melakukan study dengan HRT 6-24 jam, sedangkan BORDA menganjurkan
HRT minimum 8 jam.
2.6. Pengolahan Lumpur
Cara mengatasi air limbah industri adalah dengan melakukan pengolahan air
limbah tersebut sebelum dibuang ke lingkungan. Pengolahan air limbah pada
umumnya dilakukan dengan metode biologi. Metode ini merupakan metode
paling efektif dibandingkan metode kimia dan fisika. Salah satu metode biologi
yang sekarang banyak berkembang adalah metode lumpur aktif.

Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri 95% bakteri dan


sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang
terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi
(membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang
terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reaktor yang
dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur secara aktif mereduksi
substrat yang terkandung di dalam air limbah. Reaksi:
Organik + O2 CO2 + H2O + Energi
Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis
besar adalah sebagai berikut:

1. Tahap awal
Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai
binatang, pasir, dan kerikil. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam
sistem dan limbah dicampur agar laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten
2. Tahap primer
Tahap ini disebut juga tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran suspensi
dan

partikel-partikel

ringan

dipisahkan,

partikel-partikel

berukuran

koloid

digumpalkan dengan penambahan elektrolit seperti FeCl3, FeCl2, Al2(SO4)3, dan


CaO.
3. Tahap sekunder
Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan
pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah
dicampur lumpur aktif untuk pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme
dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak
dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan menjadi senyawa yang
mudah menguap seperti H2S dan NH3 sehingga mengurangi bau air limbah. Tahap
selanjutnya dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian
dimasukkan ke tangki aerasi, sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang
disebut lumpur bulki.
4. Tahap tersier
Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan
kandungan zat-zat yang tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi
organik yang sukar terurai, dan padatan anorganik.
5. Desinfektan
Desinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme
seperti virus dan materi organik penyebab bau dan warna. Air yang keluar dari tahap
ini dapat digunakan untuk irigasi atau keperluan industri, contoh Cl2.
6. Pengolahan padatan lumpur
Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau
anaerobik menghasilkan gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk. Akan
tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti:
Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya
berlangsung lama.
Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba
berfilamen yang berlebihan.
Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Grease trap berfungsi sebagai bak pemisah antara lemak atau minyak dengan
air limbah masukan. Pemisahan minyak/lemak ini akan terpisah secara
gravitasi, dimana minyak yang mempunyai berat jenis lebih ringan akan berada
di atas (permukaan), sedangkan air yang berat jenisnya lebih berat akan berada
di bawah.
2. Equalization tank/tangki ekualisasi berperan penting bagi proses pengolahan
limbah. Tangki ekualisasi yaitu tangki yang digunakan untuk meredam variasi
debit air limbah. Melihat tujuannya sebagai peredam variasi debit, tangki
ekualisasi ditempatkan di awal rangkaian pengolahan air limbah
3. Sedimentasi Pertama (Primary Sedimentation) merupakan unit operasi yang
dirancang untuk mengumpulkan dan menyisihkan padatan suspensi organik
dari limbah cair. Pengendapan dilakukan secara gravitasi.
4. Pengolahan aerobik dilakukan dengan bantuan lumpur aktif, dimana air limbah
yang telah ditambahkan pada tangki aerasi dengantujuan untuk memperbanyak
jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis dalam menguraikan bahan
organik berjalan cepat.
5. Pengolahan limbah secara anaerob merupakan salah satu pengolahan limbah
secara biologi. Prinsip kerja metode anaerob adalah mengolah limbah cair
tanpa udara. Salah satu teknologi pengolahan limbah cair dengan metode
anaerob adalah Anaerobik Baffled Reactor (ABR).
6. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen). Pada proses ini
mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses
degradasi. Proses ini berlangsung dalam reaktor yang dilengkapi recycle/umpan balik
lumpur dan cairannya. Lumpur secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di
dalam air limbah.

3.2 Saran
Sebaiknya untuk pembuatan makalah selanjutnya lebih memperbanyak
referensi bacaaan sebagai bahan literatur untuk dapat melengkapi pembahasan
secara lebih mendetail lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, Hardianti, dkk. 2015. Primary Sedimentation. Universitas Hasanuddin.


Gowa.
Fachreza, dkk. 2015. Pengolahan Lumpur. Universitas Hasanuddin. Gowa
Qaswaini, Arnia, dkk. 2015. Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob. Universitas
Hasanuddin. Gowa
Selviana, dkk. 2015. Pengolahan Limbah Cair Secara Aerob. Universitas Hasanuddin.
Gowa.
Wulandari, Aslia, dkk. 2015. Pemisahan Minyak dan Equalisasi Tank. Universitas
Hasanuddin. Gowa.

Anda mungkin juga menyukai