Anda di halaman 1dari 71

GANGGUAN KARDIOVASKULER : SYOK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta
membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan,dan jika sistem kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
memadai;maka akan mengakibatkan syok yang adalah suatu keadaan serius yang biasanya
berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah
yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah
(misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Dalam makalah ini akan dibahas secara detail tentang syok. Ada beberapa jenis syok yang
akan dibahas yaitu : Syok Hipovolemik, Syok Kardiogenik,Syok Distributif yang terdiri
dari : Syok septic, Syok Neurogenik, dan Syok Anapilaktik, dan Syok Obstruksi.

1.2 Tujuan

Tujuan Umum :
Agar mahasiswa/ I dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada
pasien dengan syok.
Tujuan Khusus :
Agar mahasiswa/I dapat menjelaskan pengertian Syok
Agar mahasiswa/I dapat menjelaskan macam-macam Syok
Agar mahasiswa/I dapat menjelaskan persiapan kegawatdaruratan Syok
Agar mahasiswa/I dapat menjelaskan Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi
Syok.
1.3 Manfaat
Agar mahasiswa/I keperawatan dapat menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Syok (Syok Hipovolemik, Syok Kardiogenik, Syok Distributif : Syok Septic, Syok
Neurogenik, Syok Anapilaktik, dan Syok Obstruktif ) dengan tepat.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke jaringan,
sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. ( Agus, Budi.2002)
Syok dapat didefinisikan sebagai sindroma akibat menurunnya perfusi jaringan yang diikuti
dengan hipoksia, selular dan berbagai disfungsi dari organ vital. ( Tabrani Rab. 1998 )

Syok adalah Ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke sel-sel tubuh. Kegagalan
memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang progresif, gangguan fungsi organ dan
akhirnya kematian penderita. ( dr. Sukwan Handali. 1988 )
Syok adalah Suatu keadaan klinis akibat jaringan yang tidak adekuat. ( Michael
Eliastam.1994).

2. 2 Macam-macam Syok
1) Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler baik oleh karena perdarahan maupun oleh karena hilangnya cairan
tubuh.
2) Syok Kardiogenik
Syok Kardiogenik adalah Syok yang terjadi akibat kegagalan pompa jantung (pump failure ).

3) Syok Distributif
Syok Septik
Syok septic adalah syok yang terjadi akibat dari infeksi yang berat dan sebagai komplikasi
dari penyakit yang beragam.
Syok Neurogenik
Syok Neurogenik adalah syok yang disebabkan oleh gangguan susunan saraf simpatis,yang
menyebabkan dilatasi arteriola dan kenaikan kapasitas vascular.
Syok Anapilaktik
Syok anapilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang di sebabkan oleh reaksi alergi.
4) Syok Obstruktif
Syok obstruktif adalah syok yang terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah sentral
baik arteri maupun vena di mana tidak terdapat system kolateral.

Tahapan Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani
oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak
dapat pulih).
Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi
normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat,
peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh
darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu
yang mengalami syok terlihat normal.
Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya.
Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan
mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak,
jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus
yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta
kesadaran yang mulai terganggu.
Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran
darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan
denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan
jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang
menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik
sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.

2.3 Etiologi
1) Syok hipovolemik
Disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume darah sekitar 15
sampai 25 persen, biasanya akan menyebabkan penurunan tekana darah sistolik; sedangkan
deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya
jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal dan eksternal) atau karena
kehilangan cairan kedalam jaringan kontusio atau ke usus yang mengembang. Kerusakan
jantung dan paru dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat
kehilangan cairan berlebihan bisa juga timbul pada pasien luka bakar yang luas.
2)

Syok kardiogenik

Disebabkan oleh ganguan fungsi jantung sebagai pompa seperti pada infark miokardium akut,
tamponade jantung atau emboli pulmori atau setelah operasi jantung terbuka. Aritmia dapat
juga banyak menurunkan curah jantung dan tekanan darah.
3)

Syok Distributif

Syok Septik
Disebabkan oleh infeksi,yang disebabkan oleh bakteriemia dan organisme enteric gram
negative yaitu Eschericia coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, dll. Jenis
hiperdinamik, yang curah jantungnya normal atau meningkat, terjadi bila volume darah
cukup tetapi infeksi menggangu metabolisme sel sehinggah sel jaringan tak dapat
menggunakan glukosa dan oksigen yang diangkut darah padanya secara adekuat. Pada tipe
hopodinamik, penderita menjadi hipovolemik, biasanya karena kebocoran cairan dari
kapiler keruangan interstisial. Kadang-kadang volume darah normal, tetapi kapasitas
vascular meningkat, yang menyebabkan hipovolemik relatif.

Syok Neurogenik
Disebabkan oleh gangguan susuna saraf simpatik, yang menyebabkan dilatasi arteriola. Dan
kenaikan kapasitas vaskuler. Tekanan darah sistolik biasanya akan turun hingga di bawah 80
sampai 90 mmHg walaupun curah jantung normal atau menigkat. Pingsan yang biasa
merupakan contoh syok neurogenik sementara. Kerusakan medua spinalis servikalis
merupakan sebab tersering syok neurogenik traumatik.
Trauma pada otak sendiri hampir tak pernah menyebabkan syok. Kenyataannya ia hampir
selalu menimbulkan kenaikan tekanan darah. Biasanya trauma kepala parah meningkatkan
tekanan intrakranial dan mengurangi perfusi serebral. Secara reflektorik ia merangsang
pusat vasomotor untuk meningkatkan vasokontraksi perifer dan meningkatkan tekanan
darah. Pada tahap kematian otak yang sangat lanjut, bisa terjadi hipotensi karena disfungsi
pusat vasomotor dalam medula oblongata, tetapi hanya terjadi di setelah pernapasan spontan
berhenti.
Syok Anafilaktik
Disebabkan oleh pelepasan masih histamin dan bahan vasoaktif dari sel yang telah
tersensitisasi sebelumnya terhadap zat spesifik seperti penisilin, sengatan lebah atau kerang.
Kolaps kardiovaskuler mendadak dengan atau tanpa disfungsi pernapasan atau obstruksi
jalan pernapasan karena bronkokonstriksi, edema angioneurotik, atau urtikaria pada saluran
pernapasan, jarang terjadi.

4)

Syok Obstruktif

Syok Obstruktif terjadi karena terdapat penyumbatan pada pembuluh darah sentral baik
arteri maupun vena di mana tidak terdapat system kolateral. Keadaan ini terjadi terutama
pada embolus arteri pulmonalis dan aorta di mana pembuluh darah pulmonalis tersumbat

oleh thrombus sehingga menyebabkan kedua paru tidak terdapat aliran dari pembuluh darah
pulmonal.
Syok ini juga dapat pula terjadi oleh karena terpotongnya aorta, berkumpulnya cairan di
dalam ruang pericardium oleh karena infeksi, gagal ginjal, atau tumor sehingga terjadi
temponade.

2.4 Tanda dan Gejala


Secara umum didapatkan gambaran kegagalan perfusi jaringan yang terjadi melalui salah
satu mekanisme di bawah ini :
a) Berkurangnya volume sirkulasi (syok hipovolemik )
b) Kegagalan daya pompa jantung ( syok kardiogenik )
c)

Perubahan resistensi pembuluh darah perifer-penurunan tonus vasomotor ( syok

anafilaktik, neurogenik, dan kegagalan endokrin ) atau peningkatan resistensi (syok septic,
obstruksi aliran darah )

Gejala yang tampak :


1. System jantung dan pembuluh darah
Hipotensi, sistolik < 90 mmHg atau 30 mmHg dari semula.
Takikardi, denyut nadi > 100/menit, kecil, lemah/tak teraba
Penurunan aliran darah koroner.
Penurunan aliran darah kulit, sianotik, dingin dan basah; pengisapan kapiler yang lambat.
2. System saluran napas

Hiperventilasi akibat anorki jaringan, penurunan venous return serta peninggian


physiological dead space dalam paru.
3. System syaraf pusat

Akibat hipoksi terjadi peninggian permeabilitas kapiler yang menyebabkan edema


serebri dengan gejala penurunan kesadaran.
4. System saluran kemih

Oligori (diuresis < 30 ml/jam), dapat berlnjut menjadi anuri, uremi akibat payah ginjal
akut.
5. Perubahan biokimiawi : terutama pada syok yang lama dan berat :

Asidosis metabolik akibat anoksi jaringan dan gangguan fungsi ginjal.

Hiponatremi dan hiperkalemi, dan Hiperglikemi.

Table tanda-tanda klinis syok :


Jenis

kulit

Dada

Vene-vena

TTV

Lain-lain

leher
Hipovolemik

dingin, lembab,
pucat,

Tidak ada
kelainan

Tidak
teraba

berbintikKardiogenik

bintik
Dingin,

Takepnea,

haus

takikardi,
hipotensi

Tidak ada

Mungkin

Gallop:Atau

lembab,

kelainan atau

didapatka

bising

berkeringat

dapat juga

n adanya

jantung

banyak.

ditemukan

bendunga

mungkin

tanda-tanda

dapat

gagal

didengar.

jantung
Septik

Hangat dan

kongesif.
Tidak ada

Tidak
teraba

Takipnea,

Tanda-tanda

kemerahan

kelainan,

takikardi,

infeksi

atau dingin

kecuali

hipotensi.

fokal atau

dan pucat atau

ditemukan

koagulasi

sianosis.

adanya

intravaskul

pneumonia.

er
diseminata
( DIC )

Neurogenik

Hangat dan
kering

Tidak ada
kelainan.

CVP drop

TD menurun, Oliguri
Temperatur

/anuri, Pols

menurun,

lambat,

Hypotensi.

Status
mental:
cemas,
letargi,kom
a,
Dilatasi
vena.

Anafilaktik

Urtikaria,

Mungkin

bercak-

didapatkan

bercak,

Tidak

Takipnea,

teraba

Infeksi

hipotensi,

konjungtiva

bising,

takikardi,

, mual,

makulopular

mengi,

atau

muntah,

atau

batuk,

bradikardi.

nyeri

angioedema.

sianosis.

abdomen,
diare.

Obstruktif

turgor

emboli paru

menurun,

tamponade

hipertensi

kordis

mata cekung,

pulmoner

koarktasio
aorta

primer,

mukosa lidah
kering.

2.5 Pathofisiologi
Dasar patofisiologi dari syok adalah penurunan perfusi darah ke berbagai organ tubuh. Oleh
karena itu,baik oksigen maupun bahan nutrisi ke jaringan maupun sisa-sisa dari jaringan
tubuh tidak dapat diangkut.
Kegagagalan jantung untuk memompakan darah dan cairan tubuh dapat di bagi atas
kegagalan Preload dan kegagalan afterload :
a) Kegagalan Preload
Dalam beberapa hal untuk menilai terjadinya syok maka terjadinya:
Penurunan cardiac output ( preload )
Penurunan volume intravaskuler dan menyebabkan venus return menurun (salah satu
bentuk penurunan intravaskuler ini adalah pada syok hipovolemik )

Penurunan tahanan sistemik vaskuler (system vascular resistance ) sebagai mekanisme


kompensasi penurunan cardiac output
Tonus vasomotor vena ( venous vasomotor tone ) juga menurun yang disebabkan oleh
karena menurunnya volume intravascular, volume venus return dan cardiac output. Keadaan
ini terutama terjadi pada syok anapilaktik, syok neurogenik dan syok septic.
Selain factor tersebut di atas dapat pula dilihat peninggian tekanan intratorasis, peninggian
tekanan intraperikardiak dan takikardi.
Untuk mengatasi syok diperlukan pengetahuan dasar patofisiologi dan teknik dalam
mengatasi syok. Pada prinsipnya syok disebabkan oleh berbagai penyakit dan syok
bukanlah penyakit akan tetapi keadaan akhir dari berbagai penyakit.
b) Kegagalan Afterload
Terjadinya penurunan afterload yang disebabkan oleh miokard, menurunnya compliance
aorta, stenosis aorta dan edema pulmoner. Akan tetapi syok banyak dihubungkan dengan
menurunnya daya kontraksi dari miokard. Di samping itu dapat pula timbul oleh karena
aritmi.
Kesimpulannya : Kegagalan preload terjadi oleh karena volume sirkulasi menurun,
kegagalan output terjadi oleh factor miokard sementara kegagalan afterload terjadi oleh
karena vasokonstriksi pembuluh darah yang meningkat misalnya oleh karena hipertensi.

2. 6 Pathway

Dikutip dari Guyton, A. C ( 1986 ). Text book of medical physiologi ( 7th ed ).


Philadelphia : W. B. Saunders : in Ignatavicius, D. D., and Bayne, M. V. ( Eds ) (1991 ).
Medical- surgical nursing : A Nursing process approach ( p. 404 ) Philadelphia : W.B.
Saunders.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Syok Hipovolemik
Pemeriksaan Laboratorium :

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya


tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi
pasien itu sendiri.

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis


Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar
glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes
kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan Radiologi :

Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi
secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi
intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi. .

Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.

Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi


di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai
terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric
lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus
perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien
tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.

Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika
pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis
harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan
ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.

Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos
dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.

Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak
stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.

Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.

2) Syok Kardiogenik

Pemeriksaan foto toraks biasanya menunjukkan jantung normal atau membesar disertai
tanda-tanda edema paru. Pada infark ventrikel kanan, didapatkan gambaran foto toraks
normal.

Pada sebagian besar kasus syok kardiogenik didapatkan tanda-tanda infark miokard akut,
dengan atau tanpa gelombang Q. Amplitudo gelombang QRS yang rendah dapat ditemukan
pada keadaan efusi perikardial dengan tanda-tanda tamponade jantung. Pada infark
ventrikel kanan, dapat ditemukan adanya gambaran elevasi segmen ST pada sadapan V4R.

Pemeriksaan EKG pada syok kardiogenik akibat infark miokard akut menunjukkan
tanda-tanda hipokinetik yang nyata dari ventrikel kiri yang difus atau segmental.
Pemeriksaan ini juga penting untuk mengetahui adanya efusi perikardial, kelainan katup,
dan adanya ruptur septum interventrikel.

Sebelum ada kateter Swan-Ganz, monitor hemodinamik diperoleh dengan pemasangan


CVP dengan nilai normal 4-8 cmH2O. Sebelum dapat mengukur PCWP, CVP digunakan
untuk mengukur tekanan atrium kiri dan tekanan vena pulmonalis dengan anggapan tekanan
ini akan dihantarkan tanpa mengalami perubahan ke arteri pulmonalis, jantung kanan, dan
vena sentral. Dengan kateter Swan-Ganz, dapat diukur tekanan darah jantung kanan,
tekanan darah arteri pulmonalis, PCWP, curah jantung, dan tekanan parsial O 2 dari mixed
venous atau tekanan saturasi O2 dari mixed venous. Pasien dengan keadaan hemodinamik
tidak stabil tidak dapat dinilai secara klinis, sehingga kemampuan kateter ini merupakan
prosedur yang penting. Secara umum kateter ini sebaiknya digunakan bila analisis
hemodinamik yang akurat tidak dapat diperoleh secara noninvasif

Bila penyebab edema paru hanya karena tekanan hidrostatik yang meningkat, maka nilai
PCWP mempunyai korelasi yang baik dengan gambaran foto toraks. Bila PCWP < 18

mmHg, edema paru belum terjadi. Edema paru mulai terjadi bila PCWP 18-25 mmHg. Bila
PCWP > 25 mmHg, maka gambaran edema paru akan jelas terlihat padafoto toraks.

Umumnya didapatkan korelasi yang baik antara PCWP dengan tekanan atrium kiri
dantekanan pengisian ventrikel kiri (left ventricle end diastolic pressure, LVEDP), sehingga
dapat digunakan sebagai pedoman terapi. Tetapi perubahan LVEDP (dan juga PCWP) tidak
dapat menunjukkan secara akurat perubahan preload ventrikel kiri.

Kadar asam laktat darah arteri merupakan cara tidak langsung untuk mengetahui adanya
perfusi jaringan yang tidak adekuat. Kadarnormal adalah < 1,5 mEq/1 (5-15 mg/100 ml).
Bila asarn laktat meningkat sampai > 8 mEq/1 pada pasien infark miokard akut, maka
mortalitasnya 90% atau lebih.

Pada pasien yang mengalami syok, pengukuran tekanan darah dengan sfigmomanometer
seringkali tidak akurat, sehingga pengukuran memerlukan penggunaan kateter intraarteri.
Tekanan darah intraarteri diperoleh dengan menggunakan indwelling catheter yang
dimasukan secara retrograd melalui arteri brakialis atau arteri femoralis sampai ke aorta
sentralis.

Curah jantung ditentukan besarnya dengan menggunakan metode Fick, metode dye
dilution, atau metode hemodilusi.

Pengukuran aliran darah splanknikus akan berguna dalam monitoring hemodinarnik


pasien. Karena tidak mungkin dilakukan secara langsung, maka dapat digunakan
pengukuran diuresis tiap jam.

3) Syok Distributif
Syok Septik

Biakan : dari darah, sputum, urine, luka operasi atau non-operasi, sinus-sinus, dan
aliran invasive (selang atau kateter ). Hasil positif tidak perlu untuk diagnosis.

HSD

SMA-7 : mungkin akan terlihat hiperglikemia,diikuti dengan hipoglikemia pada fase

: SDP biasanya akan naik, akan menurun dengan berkembangnya syok.

lanjut.

Gas-gas darah arteri: alkalosis,respiratorik terjadi pada sepsis ( ph > 7,45 ; pCO 2 <
35 ) dengan hipoksemia ringan ( PO2 < 80 ).

Scan CT : mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kemungkinan lokasi abses.

Radiograf dada dan abdomen : dapat menampakan proses-proses penularan.

Syok Neurogenik

Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah)


kadar elektrolit,
kadar ureum
kreatinin
Glukosa darah.
Analisa gas darah
EKG

Syok Anapilaktik

Diperlukan EKG dan analisis gas darah untuk penegakan diagnosis.

Peningkatan hematokrit umum ditemukan sebagai hasil hemokonsentrasi dari


permeabilitas pembuluh darah.

Serum mast cell tryptase ( biasanya meningkat).

darah lengkap, SGOT, LDH, Foto paru dan ECG

4) Syok Obstruktif

Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah)


kadar elektrolit,
kadar ureum
kreatinin
Glukosa darah.
Analisa gas darah
EKG

2.8 Penatalaksanaan Medis Gawat Darurat


Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki
perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh.
Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan
sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC :

Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal.

Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi


buatan dan pemberian oksigen 100%.

Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau
hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi
dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk
mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi
perifer. Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat,
yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan
ditanggulangi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi


syok:
Posisi Tubuh
1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita
dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2.

Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan

sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih
parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan
jalan napas.
3.

Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak

sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan
cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah

atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap
terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4.

Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak

ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan
posisi telentang datar.
6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki
ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita
menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

Pertahankan Respirasi
1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2.

Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas

(Gudel/oropharingeal airway).
3. Berikan oksigen 6 liter/menit
4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu
bag) atau ETT.
Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna
kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
Cari dan atasi penyebab syok

Syok Hipovolemik

Bila disebabkan perdarahan, hentikan dengan tourniket balut tekan atau penjahitan.

Meletakan penderita dalam posisi syok :

Kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pada dada.


Tubuh horizontal atau dada sedikit lebih rendah
Kedua tungkai lurus, diangkat 200.

Perhatikan keadaan umum dan tanda-tanda vital; pelihara jalan napas. Bila perlu lakukan
resusitasi.

Pemberian cairan :

Cairan diberikan sebanyak mungkin dalam waktu singkat ( dengan pengawasan tanda vital
)
Sebelum darah tersedia atau pada syok yang bukan disebabkan oleh perdarahan, dapat
diberikan cairan :
Plasma : Plasmanate
Plasma expander : Plasmafusin (maksimum 20 ml/kgBB), Dextran 70 ( maksimum15
ml/kgBB ),Persiton, Subtosan, Hemacell plasma expander dalam jumlah besar dapat
mengganggu mekanisme pembentukan darah.
Cairan lain : Ringer Laktat, NaCl 0,9%. Harus dikombinasikan dengan cairan lain
karena cepat keluar ke ruang ekstravaskuler.
Untuk memperoleh hasil yang optimal, letakan botol infuse setinggi mungkin dan
gunakan jarum yang besar; bia perlu gunakan beberapa vena sekaligus.
Pengawasan yang perlu :
Auskultasi paru untuk mencari tanda over-hidrasi, berupa ronki basah halus di basal akibat
edema paru.
CVP ( bila mungkin ) dipertahankan pada 16 19 cm H2O

Pengukuran diuresis melalui pemasangan kateter, pertahankan sekitar 30 ml/jam.


Kecuali pada syok ireversibel, perbaikan keadaan biasanya tercapai setelah pemberian
3000 ml cairan koloid ( plasma / plasma expander ), bila digunakan cairan nonkoloid bisa
sampai 8000 ml.
Pemberian obat-obat suportif :
a. Vasodilator
Dapat diberikan setelah terdapat perbaikan ke dalam umum, sambil terus diberikan cairan,
dengan tujuan :
Diagnostic, bila terjadi penurunan tekanan darah berarti tubuh masih kekurangan cairan.
Terapeutik, untuk memperbaiki perfusi organ penting dengan membuka pre dan post
capillary sphincter.
Isoproterenol (Isuprel)
Dosis 2 mg dalam 500 ml glukosa 5-10%.
Tetesan disesuaikan untuk mempertahankan tekanan sistolik disekitar 60 mmHg.
Tidak dapat diberikan bila frekuensi jantung > 120 /menit atau diketahui mempunyai
kelainan jantung karena mempunyai efek memperbesar kebutuhan oksigen jantung dan
mempertinggi iritabilitas miokardium.
Hentikan pengobatan bila frekuensi jantung

150/menit atau aritmik.

Dopamin
Dosis 200 mg dalam 250 ml glukosa 5-10%.
Jumlah tetesan mula-mula 2 mcg/kgbb/menit, kemudian di sesuaikan dengan tekanan
darah.
Dapat digunakan sebagai pengganti isoproterenol.
Alpha adrenergic blockers
Fenoksibenzamin (Dibenzyline) 1mg/kgbb dalam 250-500 ml glukosa 5% atau NaCl 0,9%
per drip, atau,
Klorpromazin (Largactil) - 1 mg/ kgbb iv lambat.
b. Vasokonstriktor ( norepinefrin, Aramine ` Effortil )
Tidak dianjurkan karena dapat memperburuk sirkulasi organ penting.
c. Kortikosteriod
Bila secara klinik derajat syok tidak sesuai dengan pendarahan atau bila dengan penggantian
cairan yang adekuat tidak terlihat perbaikan, pikirkan kemungkinan insufisiensi korteks
adrenal. Untuk itu berikan kortikosteroid dosis besar, misalnya hidrokortison 300 mg iv
lambat ( dalam 30 detik ), dapat diulang sampai mencapai total 2-6 gram /24 jam. Dapat

juga digunakan preparat lain dengan perbandingan dosis : kortison 25, hidrokortison 20,
metal prednisolon 4 dan deksametason 0,75. Sering memberikan efek yang memuaskan
terutama pada syok hipovolemik dan syok septik.

d. Koreksi asidosis
Diberikan Na-bikarbonat dengan dosis (0,3
e.

berat badan

base excess) meq iv.

Diuretic

Bila tekanan darah dan CVP telah membaik tetapi diuresis tetap < 30 ml/jam, berikan manitol
20% 100 ml per drip dalam waktu satu jam :
Bila setelah itu diuresis . 40 ml/jam, pertahankan dengan dosis manitol ulangan sampai
mencapai dosis maksimum 100 gram/24 jam
Bila tetap < 40 ml/jam, berikan asam etakrinat (Edecrine ) 50-100 mg iv :
Bila diuresis membaik ( > 40 ml/jam ) pertahankan dengan kombinasi manitol dan asam
etakrinat.
Bila tatap < 40 ml/jam, di anggap telah terjadi payah ginjal akut.
Syok kardiogenik
Diketahui dari riwayat/adanya kelainan jantung yang mendahului, didukung dengan
pemeriksaan EKG.
Dibedakan antara syok kardiogenik koroner , disebabkan oleh insufisiensi koroner atau infark
jantung.
Syok kardiogenik nonkoroner disebabkan oleh payah jantung, miokarditis akut atau aritmi.
Selain pengobatan terhadap penyebab, dapat diberikan pula :
Norepinefrin ( Levophed ) 2 mg dalam 500 ml glukosa 5% per drip dengan tetesan
disesuaikan dengan tekanan darah ( maksimum 48 mcg/menit ).
Di berikan pada syok kardiogenik koroner dan syok kardiogenik nonkoroner dengan
frekuensi denyut jantung 120/menit
Isoproterenol (Isuprel ) di berikan pada syok kardiogenik nonkoroner dengan frekuensi
denyut jantung 120/menit ( lihat di atas ).

Syok Distributif
Syok Neurogenik ( Vaso-vagal-syncope).
Penderita segera dibaringkan dengan kepala lebih rendah; pada pemeriksaan mungkin di
dapatkan bradikardi.
Hilangkan penyebab; bila perlu dapat diberikan analgetik.
Dalam hal lesi sumsum tulang, berikan kortikosterol untuk mencegah edema sumsum
tulang.
Biasanya penderita akan sadar beberapa saat kemudian setelah sirkulasi serebal membaik
oleh tindakan tindakan di atas.
Syok septic
Sering didahului oleh infeksi sistemik yang berat, terutama oleh bakteri gram negatif.
Keadaan penderita berubah dari demam tinggi menjadi syok dengan penurunan kesadaran,
kulit dingin dan basah dan hipotensi; sering diikuti dengan DIC. Kultur darah tidak selalu
positif, terutama bila penderita telah mendapat antibiotic sebelumnya.
Perawatan dan pengawasan umum.
Terapi cairan, bila mungkin dengan monitoring CVP
Antibotik
Sebelum ada hasil kultur darah, berikan kombinasi antibiotic yang kuat, misalnya antara
golongan penisilin/penicillinase

resistant penicillin dengan gentamisin.

Golongan penicillin
Prokain penisilin 50.000 U/kgbb/hari i.m, dibagi dua dosis.
Ampisilin 4

1 gra/hari iv selama 7

Golongan penicillinase resistant penicillin :


Kloksasilin ( Cloxacillin Orbenin ) 4

10 hari.

1 gram/hari iv selama 7

10 hari

sering dikombinasi dengan ampisilin ), dalam hal ini masing-masing obat di turunkan

dosisnya menjadi setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi


(Ampiclox 4

yang telah ada

1 gram/hari iv.

Metisilin 4

1 gram/hari iv selama 7

14 hari.

Golongan (Garamysin ) 5 mg/kgbb/ hari di bagi tiga dosis i.m. selama 7 hari ; hati-hati
terhadap efek nefrotoksiknya.
Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuikan. Beberapa
bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotic yang dianjurkan:
Dosis sefalotin : 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya di larutkan dalam 50-100 ml cairan dan di
berikan per drip dalam 20-30 menit untuk menghindari flebitis.
Kloromfenikol : 6
Klindamisin : 4

0,5 gram/hari iv.


0,5 gram/hari iv.

Obat-obatan lainnya
Vasodilator
Diuretic
Kortikosteroid
hidrokortison (Solu coref ) 500 mg iv; dapat diulang sampai dosis
total 2-6 gram/24 jam.
Heparin
diberikan bila ada DIC, sebesar 100 U ( 1 mg )/kgbb iv tiap 4 jam; harus
diawasi dengan pemeriksaan clotting time.
Syok anafilaktik.
Biasanya terjadi segera setelah penyuntikan serum atau obat terhadap penderita yang sensitif;
selain tanda-tanda syok terhadap juga spasme bronkioli yang menyebabkan asfiksia dan
sianosis.
Juga sering didahului dengan rasa nyeri kepala, gangguan penglihatan, urtikaria dan edema
wajah, dan mual-mual.
Pengobatan :
Hentikan kontak dengan allergen.
Perhatikan tanda-tanda vital dan jalan napas; bila perlu di lakukan resusitasi dan
pemberian oksigen

Epenerfin 1/1000 (obat terpilih) 0,5


kemudian
Dapat diberikan pula : antihistamin
Kortikosteroid

1 ml/sk/im,dapat diulang 5

difenhidramin ( Benadryl ) 10

hidrokortison ( Solu-Cortel ) 100

Aminofilin 250

10 menit

20 mg iv.

250 mg iv lambat ( 30 detik ).

500 mg iv lambat, bila spasme bronkioli nyata.

Syok Obstruktif
Selain dari pengatasan syok maka harus diatasi pula factor penyebab obstruktif pada
pembuluh darah maupun pengatasan tamponade perikard bila disebabkan oleh tamponade
perikard.

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
3. 1 Pengkajian
Pengkajian Primer
Airway
a. Kaji kepatenan jalan napas.
b. Kaji kebersihan jalan napas apakah ada tanda-tanda penyumbatan saluran napas, benda
asing, fraktur wajah, rahang atau laring.
c. Kaji suara napas pasien.( jika suara napas terdengar bunyi adanya cairan atau gurgling,
snoring, crowing, atau wheezing )
Breathing
a. Kaji tanda-tanda umum distres pernapasan seperti Takipnea, berkeringat, sianosis.
b. Kaji ventilasi pernapasan, apakah adekuat atau tidak.

c. Kaji jumlah pernapasan ( jika lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan )
d. Kaji saturasi oksigen.
e. Kaji suara napas pasien apakah terdengar ronchi, rales.
Circulation
a. Kaji tanda tanda kehilangan cairan dengan pengukuran TTV pasien meliputi : Nadi
( jika >100 kali per menit merupakan tanda signifikan, tekanan darah ( jika tekanan darah <
90 mmHg merupakan prognosis jelek ), suhu dan pernapasan ( jika terjadi peningkatan 20
30 kali per menit.
b. Kaji warna kulit,apakah pucat atau sianosis.
c. Kaji produsi urine ( kemungkinan dapat terjadi oliguria bahkan anuria ).
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien syok. Kaji tingkat kesadaran
dengan menggunakan AVPU.( Alert , Verbal, Pain, Unrespons ).
Exposure
Cari adanya cidera, luka pada bagian tubuh seperti kaki yaitu angkat celana pasien kea rah
lutut dan periksa apakah ada luka atau cidera, terutama luka pada bagian tengkuk atau leher
belakang.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnose Primer
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan ( kardiopulmonal ) berhubungan dengan penurunan
pertukaran sel.
( Dapat digunakan pada pasien dengan Syok Anafilaktik, Syok Hipovolemik, Syok
Septik, Syok Kardiogenik, Syok Neurogenik )
Goal

: pasien akan memperbaiki perfusi jaringan yang efektif selama dalam

perawatan.
Objektif

: dalam jangka waktu 2x 24 jam perfusi jaringan efektif dengan criteria hasil :

Curah jantung pasien adekuat


Pasien mencapai stabilitas hemodinamik. Frekuensi nadi tidak kurang dari 80 kali/menit,
dan tidak lebih dari 100x/menit. Tekanan darah tidak kurang dari 120/70 mmHg, dan tidak
lebih dari 120/80 mmHg.
Ferkuensi jantung tetap dalam batas yang telah ditentukan pada saat pasien melakukan
aktivitas hidup sehari-hari.
Kulit tetap hangat dan lembab.
Pasien tidak menunjukan aritmia.
Intervensi :

Pantau tanda-tanda vital pasien ( frekuensi jantung, tekanan darah, dan tekanan vena
sentral ( Central Venous Pressure / CVP ) setiap jam hingga stabil, kemudian setiap 2 jam.
R/ :Penurunan frekuensi jantung, CVP, dan tekanan darah dapat mengindikasikan perubahan
arteriovenousa yang mengarah pada penurunan perfusi jaringan.
Pantau warna dan suhu kulit pasien setiap 2 jam dan kaji tanda-tanda kerusakan kulit.
R/

: kulit yang dingin, pucat, berbercak dan sianosis dapat mengindikasikan penurunan

perfusi jaringan.
Pantau laju pernapasan dan suara napas pasien. Catat setiap temuan.
R/

peningkatan laju pernapasan dapat mengindikasikan bahwa pasien sedang

bekompensasi terhadap hipoksia jaringan.


Pantau perubahan frekuensi dan irama jantung pada EKG.
R/ : untuk mengetahui perubahan perfusi jaringan yang mungkin mengancam jiwa.
Pertahankan terapi oksigen untuk pasien, sesuai program.
R/ : untuk memaksimalkan pertukaran oksigen dalam alveolidan pada tingkat sel.
Dorong pasien untuk sering beristirahat
R/ : untuk menghemat energy dan memaksimalkan perfusi jaringan
Pantau kadar kreatinin kinase, laktat dehidrogenase dan kadar gas darah arteri.
R/

: temuan abnormal mungkin mengindikasikan kerusakan jaringan atau penurunan

pertukaran oksigen dalam paru pasien.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan isi sekuncup yang disebabkan
oleh masalah mekanis atau structural.
( dapat digunakan pada Syok Anapilaktik, Syok Kardiogenik, Syok Hipovolemik, Syok
Neurogenik, Syok Septik )

Goal

: pasien akan memperbaiki curah jantung yang normal selama dalam

perawatan.
Objektif

: dalam jangka waktu 1x24 jam pasien akan menunjukan perubahan curah

jantung yang normal, dengan criteria hasil;

Pasien mencapai stabilitas hemodinamik. Frekuensi nadi tidak kurang dari 80 kali/menit,
dan tidak lebih dari 100x/menit. Tekanan darah tidak kurang dari 120/70 mmHg, dan tidak
lebih dari 120/80 mmHg.

Pasien tidak menunjukan aritmia.

Kulit tetap hangat dan kering.

Pasien tidak menunjukan adanya edema pada kaki.

Pasien mencapai aktivitas dengan denyut jantung dalam batas normal.

Penurunan beban kerja jantung

Intervensi :

Pantau dan catat tingkat kesadaran ,denyut dan irama jantung, dan tekanan darah
sekurang-kurangnya setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan.

R/: untuk mendeteksi hipoksia serebral akibat penurunan curah jantung.

Lakukan auskultasi bunyi jantung dan suara napas minimal setiap 4 jam. Laporkan suara
napas yang tidak normal sesegera mungkin.

R/ : bunyi jantung tambahan dapat mengindikasikan dekompensasi jantung awal ; sura napas
tambahan dapat mengindikasikan kongesti pulmonal dan penurunan curah jantung.

Ukur dan catat asupan dan haluaran secara akurat.

R/

: penurunan haluaran urine tanpa penurunan asupan cairan dapat mengindikasikan

penurunan perfusi ginjal akibat penurunan curah jantung.

Atasi aritmia secara tepat sesuai instruksi.

R/ : untuk mencegah krisis yang mengancam hidup.

Secara bertahap tingakatkan aktivitas dengan denyut jantung dalam batas normal.

R /: agar jantung dapat melakukan penyesuaian terhadap peningkatan kebutuhan oksigen.

Pantau kecepatan denyut nadi sebelum dan setelah beraktivitas, sesuai instruksi.

R / : untuk membandingkan kecepatan dan mengukur toleransi.

Rencanakan aktivitas pasien.

R/ : untuk menghindari keletihan dan peningkatan beban kerja miokardium.

c. Ketidak efektifan perfusi jaringan ( renal ) berhubungan dengan penurunan pertukaran


sel.
( dapat digunakan pada Syok Anapilaktik, Syok Kardiogenik, Syok Hipovolemik, Syok
Neurogenik, Syok Septik )
Goal

: pasien akan memperbaiki keefektifan perfusi jaringan selama dalam

perawatan.
Objektif

: dalam jangka waktu 1x24 jam pasien akan menunjukan keefektifan perfusi

jaringan ( renal ) dengan criteria hasil ;

Pasien dapat mempertahnkan keseimbangan cairan

Pasien dapat mempertahankan berat jenis urin dalam batas normal

Berat badan pasien tidak mengalami fluktuasi

Pasien melaporkan peningkatan rasa nyaman

Pasien dapat mempertahnkan stabilitas hemodinamik

Pasien dapat mengidentifikasi factor resiko yang memperburuk penurunan perfusi


jaringan dan modifikasi gaya hidup dengan benar.

Intervensi

Pantau dan dokumentasikan asupan dan haluaran pasien setiap jam hingga haluaran
lebih dari 30 ml/ jam, kemudian setiap 2 hingga 4 jam. Bila pasien tidak memiliki riwayat
penyakit ginjal, haluaran urine merupakan indicator yang baik untuk mengetahui perfusi
jaringan.
R/ : penurunan atau tidak adanya haluaran urine biasanya mengindikasikan perfusi renal yang
buruk.

Dokumentasikan warna dan karakteristik urine pasien. Laporkan semua perubahan


yang terjadi.
R/: untuk yang pekat dapat mengindikasikan fungsi gijal yang buruk atau dehidrasi.

Pantau dan dokumentasikan berat badan pasien setiap hari ( sebelum sarapan ).

R/: penimbangan berat badan pasien akan membantu meprediksikan status cairan secara
keseluruhan. Peningkatan berat badan dapat menunjukan kelebihan caian.

Observasi pola kemih pasien

R/: untuk mencatat adanya keabnormalan pasien.

Pantau berat jenis urine; kadar elektrolit serum, dan kreatinin pasien.

R/ : peningkatan kadar dapat menunjukan penurunan funggsi ginjal.

Pantau status hemodinamik dan tanda-tanda vital pasien. Catat dan laporkan
perubahnnya.

R/ : peningkatan dari nilai dasar dapat mengindikasikan kelebihan cairan akibat kurangnya
fungsi ginjal.

Berikan dopamine dosis rendah, sesuai program

R /: untuk mendilatasi arteri renal pasien dan meningkatkan perfusi jaringan.


d. Ketidakefektifan perfusi jaringan ( kardiopulmonal ) berhubungan dengan Hipovolemia.
( dapat digunakan pada pasien dengan Syok Hipovolemik dan Syok Septik ).
Goal

: Pasien akan mempertahankan perfusi jaringan yang efektis selama dalam

perawatan.
Objektif

: Dalam jangka waktu 1 x 24 jam pasien akan menunjukan pertahanan status

hemodinamik, dengan criteria hasil :


Pasien mencapai stabilitas hemodinamik. Frekuensi nadi tidak kurang dari 80 kali/menit,
dan tidak lebih dari 100x/menit. Tekanan darah tidak kurang dari 120/70 mmHg, dan tidak
lebih dari 120/80 mmHg. CVP lebih dari 2 cm dan kurang dari 4 cm.
Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan : asupan sama dengan haluaran.
Pasien mempertahankan berat jenis urine dalam parameter normal.
Pasien tetap mempertahankan orientasi terhadap waktu, orang dan tempat.
Kadar Hb, Ht, hitung sel darah putih, dan pemeriksaan koagulasi tetap dalam parameter
normal.
Intervensi :
Pantau frekuensi dan irama jantung, CVP, dan tekanan darah pasien setiap jam hingga
stabil. Kemudian setiap 2 jam, catat dan laporkan perubahan di atas atau di bawah nilai yang
telah ditentukan. Pantau warna kulit dan suhu pasien setiap 2 jam.
R / : penurunan frekuensi jantung, JVP, dan tekanan darah dapat mengindikasikan
hipovolemia, yang mengarah pada peningkatan perfusi jaringan. Kulit dingin dan pucat atau
berbercak merupakan tanda klinis penurunan perfusi jaringan.

Pantau frekuensi dan kedalaman respirasi pasien setiap jam hingga stabil, kemudian setiap
2 jam sampai 4 jam.
R / : peningkatan laju pernapasan merupakan mekanisme kompensasi pada hipoksia jaringan,
yang dapat diakibatkan oleh penurunan perfusi jaringan.
Ukur dan catat haluaran urine pasien setiap setiap jam hingga haluaran urine 30 ml / jam,
kemudian setiap 2 jam sampai 4 jam.
R / : perfusi renal yang buruk mengakibatkan penurunan atau tidak adanya haluaran urine,
haluaran urine merupakan indicator yang baik untuk mengetahui perfusi jaringan pada
pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit ginjal.
Berikan cairan atau darah sesuai program untuk pasien. Pantau pasien untuk mengetahui
adanya reaksi yang merugikan seperti kelebihan cairan atau reaksi transfuse.
R / : pemberian cairan atau resuistasi darah yang berlebihan dapat mengakibatkan kelebihan
cairan, dekompensasi jantung atau keduanya.
Lakukan tindakan untuk membantu meningkatkan perfusi pasien :
Pertahankan agar pasien tetap hangat, tetapi jangan terlalu panas.
R / : kondisi yang hangat membantu vasodilatasi, yang meningkatkan perfusi jaringan.
Turunkan ansietas dan nyeri pasien.
R / : ansietas dan

nyeri dapat mengakibatkan reaksi simpatis, yang menyebabkan

vasokontriksi dan penurunan perfusi jaringan.


Tinggikan ekstremitas bawah pasien.
R / : untuk meningkatkan suplai darah arteri dan menigkatkan perfusi jaringan.
Lakukan pemeriksaan berat jenis urine pasien pada setiap pergantian tugas jaga.
R / : urine yang pekat disertai peningkatan berat jenis merupakan indicator hipovolemia.
Timbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan.
R / : dengan menimbang berat badan pasien setiap hari dapat membantu memperkirakan
status cairan total, penimbangan berat badan pasien pada waktu yang sama setiap hari dapat
memberikan petunjuk yang lebih baik tentang perubahan berat badan.
Ubah posisi pasien secara teratur, inspeksi kulit pada setiap pergantian tugas jaga.
R / : tindakan tersebut dapat mencegah penurunan perfusi jaringan dan risiko kerusakan kulit.

Observasi adanya konfusi atau disorientasi pada pasien. Seringlah mereorientasikan pasien
terhadap realitas, panggil pasien dengan namanya, beritahu nama anda kepada pasien,
orientasi lingkungan pada pasien.
R / : perubahan tingkat kesadaran pasien dapat diakibatkan oleh penurunan perfusi jaringan.
Reorientasi akan membantu pasien dalam meningat orang, tempat, dan waktu dan dapat
juga mengurangi ketakutan da ansietas.
Pantau kadar Hb, Ht, hitung sel darah putih dan pemeriksaan koagulasi pasien.
R / : pemantauan membantu menentukan kebutuhan penggantian darah, status cairan, kadar
viskositas darah, parameter terapi antikoagulasi yang diprogramkan dan kemudian infeksi.

Diagnose Sekunder
e. Kerusakan membrane mukosa mulut yang berhubungan dengan dehidrasi.
( dapat digunakan pada Syok Hipovolemik )
Goal

: pasien akan memperbaiki membrane mukosa mulut yang baik selama dalam

perawatan.
Objektif

: dalam jangka waktu 2x24 jam pasien akan menunjukan perbaikan membrane

mukosa yang baik, dengan criteria hasil :


Membran mukosa mulut merah muda dan lembab.
Pasien mempertahnkan keseimbangan cairan ( asupan seimbang dengan haluaran )
Pasien dapat menghubungkan factor presipitasi dengan perawatan mulut yang tepat.
Intervensi :

Inspeksi rongga mulut pasien setiap kali pergantian jaga. Jelaskan dan dokumentasikan
kondisinya.
R/ : pengkajian yang teratur dapat mengantisipasi atau mengatasi masalah.
Lakukan program penanganan yang dianjurkan, meliputi pemberian cairan IV atau oral.
Pantau kemajuannya, laporkan respons yang diinginkan atau tidak diinginkan terhadap
program penaganan.
Berikan tindakan dukungan sesuai yang diindikasikan :

Bantu hygiene mulut sebelum dan setelah makan

Gunakan sikat gigi dengan pengisap bila pasien tidak dapat mengeluarkan air dari
mulut.

Berikan pencuci mulut atau obat kumur, sesuai permintaan.

Lumasi bibir pasien secara sering dengan pelumas berbahan dasar air

R/ :

Untuk meningkatkan perasaan nyaman.

Untuk meminimalkan resiko aspirasi

Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan mempertahankan kelembapan di dalam


mulut.

Untuk mencegah kulit pecah-pecah dan teriritasi.

Ajarkan praktik hygiene mulut, bila diperlukan. Biarkan pasien mendemonstrasikan


kembali perawatan mulut tersebut, dengan tip :

Menggunakan sikat gigi berbulu lembut

Menggosok gigi dengan gerakan memutar dari bawah gusi

Menyikat lidah

R/ : Meningkatkan kesadaran pasien tentang praktik hygiene pribadi dan menurunkan rasa
tidak nyaman, yang menghasilkan peningkatan nutrisi dan hidrasi.

f.

Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak.

( dapat digunakan pada Syok Anapilaktik, Syok Kardiogenik, Syok Hipovolemik, Syok
Neurogenik, Syok Septik )
Goal

: pasien akan meningkatkan kemampuan berbicara, memahami, atau

menggunakan kata-kata yang tepat selama dalam perawatan.


Objektif

: dalam jangka waktu 1x 24 jam pasien akan berkomunikasi dengan baik

dengan criteria hasil;

Pasien mengkomunikasikan kebutuhaan dan keinginan kepada anggota keluarga,


pasangan atau anggota staf perawat

Pasien dan anggota keluarga atau pasangan mengungkapkan kepuasan terhadap tingkat
komunikasi.

Pasien mempertahankan tingkat komunikasi yang efektif

Pasien menjawab langsung pertanyaan dengan benar

Intervensi
Observasi pasien secara ketat agar dapat mengetahui isyarat kebutuhan dan keinginan,
sepertu isyarat, menunjuk obyek, melihat pada suatu benda, dan pantomin.
R/: isyarat nonverbal memberikan arti untuk melakukan tindakan. Jangan berespon secara
kontinu terhadap isyarat jika terdapat kemungkinan untuk meningkatkan bicara, sehingga
mendorong peningkatan tersebut.
Pantau dan catat perubahan pola bicara atau tingkat orientasi pasien.
R/: perubahan dapat mengindikasikan peningkatan atau penurunan kondisi.

Berbicaralah dengan jelas, pelan, dan dalam nada normal pada saat berbicara kepada
pasien;berdiri di tempat yang dapat dilihat dan didengar pasien.
R/: modifikasi dalam bicara dapat meningkatkan pemahaman.
Orientasi kembali pasien terhadap realitas :
Panggil pasien dengan namanya.
Beritahu nama Anda kepada pasien.
Beritahu informasi latar belakang (tempat,tanggal, waktu) kepada pasien.
Gunakan TV dan radio untuk menambah orientasi.
Gunakan kelender yang besar, papan orientasi realitas.
R/ : tindakan teersebut mengembangkan kemampuan orientasi pasien melalui pengulangan
dan pengenalan konsep-konsep yang familier.
Bila tingkat frustrasi pasien tinggi, gunakan frasa yang pendek dan sederhana, dan
pertanyaan ya- atau- tidak.
R/: untuk mengurangi frustrasi.
Dukung upaya pasien dalam berkomunikasi dan beri penguatan positif.
R/: untuk membantu pemahaman.
Berikan waktu Yng cukup kepada pasien untuk berespons. Jangaan menjawab pertanyaan
bila pasien memiliki kemampuan untuk berespons.
R/: tindakan ini meningkatkan konsep diri pasien dan mengurangi frustrasi.
Ulangi atau katakan pertanyaan dengan kalimat lain bila perlu.
R/: untuk meningkatkan komunikasi dan mengurangi ansietas.
Jangan berpura-pura mengerti jika Anda tidak mengerti.
R/: penurunan tekanan akan meningkat pemahaman.
Singkirkan gangguan dari lingkungan pasien selama upaya komunikasi. Gunakan papan
komunikasi ( meliputi alfabet dan beberapa kata dan gambar yang umum ) bila tersedia.
R/: pengurangan gangguan akan meningkatkan pemahaman.
Tinjau ulangi hasil uji diagnostik.

R/: untuk menentukan peningkatan atau penurunan proses penyakit pasien; sesuaikan rencana
perawatan dengan keadaan penyakit pasien.
3. 3 Implementasi
( disesuaikan dengan intervensi di atas )
3. 4 Evalusi
a.

Pasien menunjukan perbaikan perfusi jaringan ( kardiovaskuler ) yang efektif.

b.

Pasien menunjukan perbaikan curah jantung normal.

c.

Pasien menunjukan perfusi jaringan ( renal ) yang efektif.

d.

Pasien menunjukan perfusi jaringan ( kardiopulmonal ) akibat hipovolemia dalam


batas normal.

e.

Pasien menunjukan perbaikan membrane mukosa mulut yang baik.

f.

Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Syok adalah sindroma akibat menurunnya perfusi jaringan, yang diikuti dengan berbagai
disfungsi/ kerusakan dari organ vital lainnya seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dll
yang jika tidak ditangani dengan cepat maka organ-organ vital tersebut tidak dapat
dipulihkan kembali ( syok ireversibel ). Tanda- tanda awal syok adalah berkurangnya
volume sirkulasi, kegagalan daya pompa jantung, dan perubahan resistensi pembuluh darah
perifer penurunan tonus vasomotor atau peninggian resistensi.
Setiap syok yang harus dimonitor adalah Tanda-tanda vital, ritme jantung, penurunan
produksi urine dan memerlukan monitoring yang terus- menerus Oleh karena itu Syok
merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan
yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

4.2 Saran
Penting bagi kita mempelajari tentang syok, agar dalam penatalaksanaan konsep asuhan
keperawatan gawat darurat dapat kita lakukan dengan cepat dan tepat sesuai dengan metode
yang telah di pelajari di atas.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Sukwan Handali. 1988 . Perawatan Gawat Darurat. EGC : Jakarta.
Michael Eliastam,dkk. 1994 . Penuntun Kedaruratan Medis. EGC : Jakarta.
Hudak dan Gallo. 1996 . Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Ed.1. EGC : Jakarta.
Agus, Budi Sampurna. 2002 . Kedaruratan Medik. Binarupa Aksara : Jakarta.
Tabrami Rab. 1998 . Agenda Gawat Darurat. Penerbit Alumni : Bandung.
Chintya. M. Taylor, Sheila. S. Ralph. 2003. DIAGNOSIS KEPERAWATAN dengan
Rencana Asuhan. EGC : Jakarta.

http://www.mediastore.bloges.nurses.2010,December.com
http://askep-askeb-kita.blogspot.com
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Syok askep askeb | asuhan-keperawatan.co.cc

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta
membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan,dan jika sistem kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang

memadai;maka akan mengakibatkan syok yang adalah suatu keadaan serius yang biasanya
berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah
yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah
(misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Dalam makalah ini akan dibahas secara detail tentang syok. Ada beberapa jenis syok yang
akan dibahas yaitu : Syok Hipovolemik, Syok Kardiogenik,Syok Distributif yang terdiri
dari : Syok septic, Syok Neurogenik, dan Syok Anapilaktik, dan Syok Obstruksi.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum :
Agar mahasiswa/ I dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada
pasien dengan syok.
Tujuan Khusus :
Agar mahasiswa/I dapat menjelaskan pengertian Syok
Agar mahasiswa/I dapat menjelaskan macam-macam Syok
Agar mahasiswa/I dapat menjelaskan persiapan kegawatdaruratan Syok
Agar mahasiswa/I dapat menjelaskan Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi
Syok.
1.3 Manfaat

Agar mahasiswa/I keperawatan dapat menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Syok (Syok Hipovolemik, Syok Kardiogenik, Syok Distributif : Syok Septic, Syok
Neurogenik, Syok Anapilaktik, dan Syok Obstruktif ) dengan tepat.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke jaringan,
sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. ( Agus, Budi.2002)
Syok dapat didefinisikan sebagai sindroma akibat menurunnya perfusi jaringan yang diikuti
dengan hipoksia, selular dan berbagai disfungsi dari organ vital. ( Tabrani Rab. 1998 )
Syok adalah Ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke sel-sel tubuh. Kegagalan
memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang progresif, gangguan fungsi organ dan
akhirnya kematian penderita. ( dr. Sukwan Handali. 1988 )
Syok adalah Suatu keadaan klinis akibat jaringan yang tidak adekuat. ( Michael
Eliastam.1994).

2. 2 Macam-macam Syok
1) Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler baik oleh karena perdarahan maupun oleh karena hilangnya cairan
tubuh.
2) Syok Kardiogenik

Syok Kardiogenik adalah Syok yang terjadi akibat kegagalan pompa jantung (pump failure ).

3) Syok Distributif
Syok Septik
Syok septic adalah syok yang terjadi akibat dari infeksi yang berat dan sebagai komplikasi
dari penyakit yang beragam.
Syok Neurogenik
Syok Neurogenik adalah syok yang disebabkan oleh gangguan susunan saraf simpatis,yang
menyebabkan dilatasi arteriola dan kenaikan kapasitas vascular.
Syok Anapilaktik
Syok anapilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang di sebabkan oleh reaksi alergi.
4) Syok Obstruktif
Syok obstruktif adalah syok yang terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah sentral
baik arteri maupun vena di mana tidak terdapat system kolateral.
Tahapan Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani
oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak
dapat pulih).
Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi
normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat,
peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh
darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu
yang mengalami syok terlihat normal.
Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya.
Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan

mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak,
jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus
yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta
kesadaran yang mulai terganggu.
Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran
darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan
denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan
jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang
menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik
sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.

2.3 Etiologi
1) Syok hipovolemik
Disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume darah sekitar 15
sampai 25 persen, biasanya akan menyebabkan penurunan tekana darah sistolik; sedangkan
deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya
jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal dan eksternal) atau karena
kehilangan cairan kedalam jaringan kontusio atau ke usus yang mengembang. Kerusakan
jantung dan paru dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat
kehilangan cairan berlebihan bisa juga timbul pada pasien luka bakar yang luas.

2)

Syok kardiogenik

Disebabkan oleh ganguan fungsi jantung sebagai pompa seperti pada infark miokardium akut,
tamponade jantung atau emboli pulmori atau setelah operasi jantung terbuka. Aritmia dapat
juga banyak menurunkan curah jantung dan tekanan darah.
3)

Syok Distributif

Syok Septik
Disebabkan oleh infeksi,yang disebabkan oleh bakteriemia dan organisme enteric gram
negative yaitu Eschericia coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, dll. Jenis
hiperdinamik, yang curah jantungnya normal atau meningkat, terjadi bila volume darah
cukup tetapi infeksi menggangu metabolisme sel sehinggah sel jaringan tak dapat
menggunakan glukosa dan oksigen yang diangkut darah padanya secara adekuat. Pada tipe
hopodinamik, penderita menjadi hipovolemik, biasanya karena kebocoran cairan dari
kapiler keruangan interstisial. Kadang-kadang volume darah normal, tetapi kapasitas
vascular meningkat, yang menyebabkan hipovolemik relatif.
Syok Neurogenik
Disebabkan oleh gangguan susuna saraf simpatik, yang menyebabkan dilatasi arteriola. Dan
kenaikan kapasitas vaskuler. Tekanan darah sistolik biasanya akan turun hingga di bawah 80
sampai 90 mmHg walaupun curah jantung normal atau menigkat. Pingsan yang biasa
merupakan contoh syok neurogenik sementara. Kerusakan medua spinalis servikalis
merupakan sebab tersering syok neurogenik traumatik.
Trauma pada otak sendiri hampir tak pernah menyebabkan syok. Kenyataannya ia hampir
selalu menimbulkan kenaikan tekanan darah. Biasanya trauma kepala parah meningkatkan
tekanan intrakranial dan mengurangi perfusi serebral. Secara reflektorik ia merangsang
pusat vasomotor untuk meningkatkan vasokontraksi perifer dan meningkatkan tekanan
darah. Pada tahap kematian otak yang sangat lanjut, bisa terjadi hipotensi karena disfungsi

pusat vasomotor dalam medula oblongata, tetapi hanya terjadi di setelah pernapasan spontan
berhenti.
Syok Anafilaktik
Disebabkan oleh pelepasan masih histamin dan bahan vasoaktif dari sel yang telah
tersensitisasi sebelumnya terhadap zat spesifik seperti penisilin, sengatan lebah atau kerang.
Kolaps kardiovaskuler mendadak dengan atau tanpa disfungsi pernapasan atau obstruksi
jalan pernapasan karena bronkokonstriksi, edema angioneurotik, atau urtikaria pada saluran
pernapasan, jarang terjadi.

4)

Syok Obstruktif

Syok Obstruktif terjadi karena terdapat penyumbatan pada pembuluh darah sentral baik
arteri maupun vena di mana tidak terdapat system kolateral. Keadaan ini terjadi terutama
pada embolus arteri pulmonalis dan aorta di mana pembuluh darah pulmonalis tersumbat
oleh thrombus sehingga menyebabkan kedua paru tidak terdapat aliran dari pembuluh darah
pulmonal.
Syok ini juga dapat pula terjadi oleh karena terpotongnya aorta, berkumpulnya cairan di
dalam ruang pericardium oleh karena infeksi, gagal ginjal, atau tumor sehingga terjadi
temponade.

2.4 Tanda dan Gejala


Secara umum didapatkan gambaran kegagalan perfusi jaringan yang terjadi melalui salah
satu mekanisme di bawah ini :
a) Berkurangnya volume sirkulasi (syok hipovolemik )
b) Kegagalan daya pompa jantung ( syok kardiogenik )

c)

Perubahan resistensi pembuluh darah perifer-penurunan tonus vasomotor ( syok

anafilaktik, neurogenik, dan kegagalan endokrin ) atau peningkatan resistensi (syok septic,
obstruksi aliran darah )

Gejala yang tampak :


1. System jantung dan pembuluh darah
Hipotensi, sistolik < 90 mmHg atau 30 mmHg dari semula.
Takikardi, denyut nadi > 100/menit, kecil, lemah/tak teraba
Penurunan aliran darah koroner.
Penurunan aliran darah kulit, sianotik, dingin dan basah; pengisapan kapiler yang lambat.
2. System saluran napas

Hiperventilasi akibat anorki jaringan, penurunan venous return serta peninggian


physiological dead space dalam paru.
3. System syaraf pusat

Akibat hipoksi terjadi peninggian permeabilitas kapiler yang menyebabkan edema


serebri dengan gejala penurunan kesadaran.
4. System saluran kemih

Oligori (diuresis < 30 ml/jam), dapat berlnjut menjadi anuri, uremi akibat payah ginjal
akut.
5. Perubahan biokimiawi : terutama pada syok yang lama dan berat :

Asidosis metabolik akibat anoksi jaringan dan gangguan fungsi ginjal.

Hiponatremi dan hiperkalemi, dan Hiperglikemi.

Table tanda-tanda klinis syok :


Jenis

kulit

Dada

Vene-vena

TTV

Lain-lain

leher
Hipovolemik

dingin, lembab,
pucat,

Tidak ada
kelainan

Tidak
teraba

berbintikKardiogenik

bintik
Dingin,

Takepnea,

haus

takikardi,
hipotensi

Tidak ada

Mungkin

Gallop:Atau

lembab,

kelainan atau

didapatka

bising

berkeringat

dapat juga

n adanya

jantung

banyak.

ditemukan

bendunga

mungkin

tanda-tanda

dapat

gagal
jantung
kongesif.

didengar.

Septik

Hangat dan

Tidak ada

Tidak
teraba

Takipnea,

Tanda-tanda

kemerahan

kelainan,

takikardi,

infeksi

atau dingin

kecuali

hipotensi.

fokal atau

dan pucat atau

ditemukan

koagulasi

sianosis.

adanya

intravaskul

pneumonia.

er
diseminata
( DIC )

Neurogenik

Hangat dan
kering

Tidak ada

CVP drop

kelainan.

TD menurun, Oliguri
Temperatur

/anuri, Pols

menurun,

lambat,

Hypotensi.

Status
mental:
cemas,
letargi,kom
a,
Dilatasi

Anafilaktik

Urtikaria,

Mungkin

bercak-

didapatkan

bercak,

Tidak
teraba

Takipnea,

vena.
Infeksi

hipotensi,

konjungtiva

bising,

takikardi,

, mual,

makulopular

mengi,

atau

muntah,

atau

batuk,

bradikardi.

nyeri

angioedema.

sianosis.

abdomen,
diare.

Obstruktif

turgor

emboli paru

menurun,

tamponade

hipertensi

kordis

mata cekung,

pulmoner

koarktasio
aorta

primer,

mukosa lidah
kering.

2.5 Pathofisiologi
Dasar patofisiologi dari syok adalah penurunan perfusi darah ke berbagai organ tubuh. Oleh
karena itu,baik oksigen maupun bahan nutrisi ke jaringan maupun sisa-sisa dari jaringan
tubuh tidak dapat diangkut.
Kegagagalan jantung untuk memompakan darah dan cairan tubuh dapat di bagi atas
kegagalan Preload dan kegagalan afterload :
a) Kegagalan Preload
Dalam beberapa hal untuk menilai terjadinya syok maka terjadinya:
Penurunan cardiac output ( preload )
Penurunan volume intravaskuler dan menyebabkan venus return menurun (salah satu
bentuk penurunan intravaskuler ini adalah pada syok hipovolemik )

Penurunan tahanan sistemik vaskuler (system vascular resistance ) sebagai mekanisme


kompensasi penurunan cardiac output
Tonus vasomotor vena ( venous vasomotor tone ) juga menurun yang disebabkan oleh
karena menurunnya volume intravascular, volume venus return dan cardiac output. Keadaan
ini terutama terjadi pada syok anapilaktik, syok neurogenik dan syok septic.
Selain factor tersebut di atas dapat pula dilihat peninggian tekanan intratorasis, peninggian
tekanan intraperikardiak dan takikardi.
Untuk mengatasi syok diperlukan pengetahuan dasar patofisiologi dan teknik dalam
mengatasi syok. Pada prinsipnya syok disebabkan oleh berbagai penyakit dan syok
bukanlah penyakit akan tetapi keadaan akhir dari berbagai penyakit.
b) Kegagalan Afterload
Terjadinya penurunan afterload yang disebabkan oleh miokard, menurunnya compliance
aorta, stenosis aorta dan edema pulmoner. Akan tetapi syok banyak dihubungkan dengan
menurunnya daya kontraksi dari miokard. Di samping itu dapat pula timbul oleh karena
aritmi.
Kesimpulannya : Kegagalan preload terjadi oleh karena volume sirkulasi menurun,
kegagalan output terjadi oleh factor miokard sementara kegagalan afterload terjadi oleh
karena vasokonstriksi pembuluh darah yang meningkat misalnya oleh karena hipertensi.

2. 6 Pathway

Dikutip dari Guyton, A. C ( 1986 ). Text book of medical physiologi ( 7th ed ).


Philadelphia : W. B. Saunders : in Ignatavicius, D. D., and Bayne, M. V. ( Eds ) (1991 ).
Medical- surgical nursing : A Nursing process approach ( p. 404 ) Philadelphia : W.B.
Saunders.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Syok Hipovolemik
Pemeriksaan Laboratorium :

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya


tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi
pasien itu sendiri.

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis


Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar
glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes
kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan Radiologi :

Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi
secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi
intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi. .

Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.

Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi


di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai
terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric
lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus
perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien
tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.

Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika
pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis
harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan
ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.

Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos
dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.

Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak
stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.

Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.

2) Syok Kardiogenik

Pemeriksaan foto toraks biasanya menunjukkan jantung normal atau membesar disertai
tanda-tanda edema paru. Pada infark ventrikel kanan, didapatkan gambaran foto toraks
normal.

Pada sebagian besar kasus syok kardiogenik didapatkan tanda-tanda infark miokard akut,
dengan atau tanpa gelombang Q. Amplitudo gelombang QRS yang rendah dapat ditemukan
pada keadaan efusi perikardial dengan tanda-tanda tamponade jantung. Pada infark
ventrikel kanan, dapat ditemukan adanya gambaran elevasi segmen ST pada sadapan V4R.

Pemeriksaan EKG pada syok kardiogenik akibat infark miokard akut menunjukkan
tanda-tanda hipokinetik yang nyata dari ventrikel kiri yang difus atau segmental.
Pemeriksaan ini juga penting untuk mengetahui adanya efusi perikardial, kelainan katup,
dan adanya ruptur septum interventrikel.

Sebelum ada kateter Swan-Ganz, monitor hemodinamik diperoleh dengan pemasangan


CVP dengan nilai normal 4-8 cmH2O. Sebelum dapat mengukur PCWP, CVP digunakan
untuk mengukur tekanan atrium kiri dan tekanan vena pulmonalis dengan anggapan tekanan
ini akan dihantarkan tanpa mengalami perubahan ke arteri pulmonalis, jantung kanan, dan
vena sentral. Dengan kateter Swan-Ganz, dapat diukur tekanan darah jantung kanan,
tekanan darah arteri pulmonalis, PCWP, curah jantung, dan tekanan parsial O 2 dari mixed
venous atau tekanan saturasi O2 dari mixed venous. Pasien dengan keadaan hemodinamik
tidak stabil tidak dapat dinilai secara klinis, sehingga kemampuan kateter ini merupakan
prosedur yang penting. Secara umum kateter ini sebaiknya digunakan bila analisis
hemodinamik yang akurat tidak dapat diperoleh secara noninvasif

Bila penyebab edema paru hanya karena tekanan hidrostatik yang meningkat, maka nilai
PCWP mempunyai korelasi yang baik dengan gambaran foto toraks. Bila PCWP < 18

mmHg, edema paru belum terjadi. Edema paru mulai terjadi bila PCWP 18-25 mmHg. Bila
PCWP > 25 mmHg, maka gambaran edema paru akan jelas terlihat padafoto toraks.

Umumnya didapatkan korelasi yang baik antara PCWP dengan tekanan atrium kiri
dantekanan pengisian ventrikel kiri (left ventricle end diastolic pressure, LVEDP), sehingga
dapat digunakan sebagai pedoman terapi. Tetapi perubahan LVEDP (dan juga PCWP) tidak
dapat menunjukkan secara akurat perubahan preload ventrikel kiri.

Kadar asam laktat darah arteri merupakan cara tidak langsung untuk mengetahui adanya
perfusi jaringan yang tidak adekuat. Kadarnormal adalah < 1,5 mEq/1 (5-15 mg/100 ml).
Bila asarn laktat meningkat sampai > 8 mEq/1 pada pasien infark miokard akut, maka
mortalitasnya 90% atau lebih.

Pada pasien yang mengalami syok, pengukuran tekanan darah dengan sfigmomanometer
seringkali tidak akurat, sehingga pengukuran memerlukan penggunaan kateter intraarteri.
Tekanan darah intraarteri diperoleh dengan menggunakan indwelling catheter yang
dimasukan secara retrograd melalui arteri brakialis atau arteri femoralis sampai ke aorta
sentralis.

Curah jantung ditentukan besarnya dengan menggunakan metode Fick, metode dye
dilution, atau metode hemodilusi.

Pengukuran aliran darah splanknikus akan berguna dalam monitoring hemodinarnik


pasien. Karena tidak mungkin dilakukan secara langsung, maka dapat digunakan
pengukuran diuresis tiap jam.

3) Syok Distributif
Syok Septik

Biakan : dari darah, sputum, urine, luka operasi atau non-operasi, sinus-sinus, dan
aliran invasive (selang atau kateter ). Hasil positif tidak perlu untuk diagnosis.

HSD

SMA-7 : mungkin akan terlihat hiperglikemia,diikuti dengan hipoglikemia pada fase

: SDP biasanya akan naik, akan menurun dengan berkembangnya syok.

lanjut.

Gas-gas darah arteri: alkalosis,respiratorik terjadi pada sepsis ( ph > 7,45 ; pCO 2 <
35 ) dengan hipoksemia ringan ( PO2 < 80 ).

Scan CT : mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kemungkinan lokasi abses.

Radiograf dada dan abdomen : dapat menampakan proses-proses penularan.

Syok Neurogenik

Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah)


kadar elektrolit,
kadar ureum
kreatinin
Glukosa darah.
Analisa gas darah
EKG

Syok Anapilaktik

Diperlukan EKG dan analisis gas darah untuk penegakan diagnosis.

Peningkatan hematokrit umum ditemukan sebagai hasil hemokonsentrasi dari


permeabilitas pembuluh darah.

Serum mast cell tryptase ( biasanya meningkat).

darah lengkap, SGOT, LDH, Foto paru dan ECG

4) Syok Obstruktif

Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah)


kadar elektrolit,
kadar ureum
kreatinin
Glukosa darah.
Analisa gas darah
EKG

2.8 Penatalaksanaan Medis Gawat Darurat


Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki
perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh.
Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan
sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC :

Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal.

Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi


buatan dan pemberian oksigen 100%.

Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau
hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi
dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk
mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi
perifer. Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat,
yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan
ditanggulangi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi


syok:
Posisi Tubuh
1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita
dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2.

Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan

sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih
parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan
jalan napas.
3.

Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak

sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan
cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah

atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap
terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4.

Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak

ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan
posisi telentang datar.
6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki
ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita
menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

Pertahankan Respirasi
1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2.

Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas

(Gudel/oropharingeal airway).
3. Berikan oksigen 6 liter/menit
4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu
bag) atau ETT.
Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna
kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
Cari dan atasi penyebab syok

Syok Hipovolemik

Bila disebabkan perdarahan, hentikan dengan tourniket balut tekan atau penjahitan.

Meletakan penderita dalam posisi syok :

Kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pada dada.


Tubuh horizontal atau dada sedikit lebih rendah
Kedua tungkai lurus, diangkat 200.

Perhatikan keadaan umum dan tanda-tanda vital; pelihara jalan napas. Bila perlu lakukan
resusitasi.

Pemberian cairan :

Cairan diberikan sebanyak mungkin dalam waktu singkat ( dengan pengawasan tanda vital
)
Sebelum darah tersedia atau pada syok yang bukan disebabkan oleh perdarahan, dapat
diberikan cairan :
Plasma : Plasmanate
Plasma expander : Plasmafusin (maksimum 20 ml/kgBB), Dextran 70 ( maksimum15
ml/kgBB ),Persiton, Subtosan, Hemacell plasma expander dalam jumlah besar dapat
mengganggu mekanisme pembentukan darah.
Cairan lain : Ringer Laktat, NaCl 0,9%. Harus dikombinasikan dengan cairan lain
karena cepat keluar ke ruang ekstravaskuler.
Untuk memperoleh hasil yang optimal, letakan botol infuse setinggi mungkin dan
gunakan jarum yang besar; bia perlu gunakan beberapa vena sekaligus.
Pengawasan yang perlu :
Auskultasi paru untuk mencari tanda over-hidrasi, berupa ronki basah halus di basal akibat
edema paru.
CVP ( bila mungkin ) dipertahankan pada 16 19 cm H2O

Pengukuran diuresis melalui pemasangan kateter, pertahankan sekitar 30 ml/jam.


Kecuali pada syok ireversibel, perbaikan keadaan biasanya tercapai setelah pemberian
3000 ml cairan koloid ( plasma / plasma expander ), bila digunakan cairan nonkoloid bisa
sampai 8000 ml.
Pemberian obat-obat suportif :
a. Vasodilator
Dapat diberikan setelah terdapat perbaikan ke dalam umum, sambil terus diberikan cairan,
dengan tujuan :
Diagnostic, bila terjadi penurunan tekanan darah berarti tubuh masih kekurangan cairan.
Terapeutik, untuk memperbaiki perfusi organ penting dengan membuka pre dan post
capillary sphincter.
Isoproterenol (Isuprel)
Dosis 2 mg dalam 500 ml glukosa 5-10%.
Tetesan disesuaikan untuk mempertahankan tekanan sistolik disekitar 60 mmHg.
Tidak dapat diberikan bila frekuensi jantung > 120 /menit atau diketahui mempunyai
kelainan jantung karena mempunyai efek memperbesar kebutuhan oksigen jantung dan
mempertinggi iritabilitas miokardium.
Hentikan pengobatan bila frekuensi jantung

150/menit atau aritmik.

Dopamin
Dosis 200 mg dalam 250 ml glukosa 5-10%.
Jumlah tetesan mula-mula 2 mcg/kgbb/menit, kemudian di sesuaikan dengan tekanan
darah.
Dapat digunakan sebagai pengganti isoproterenol.
Alpha adrenergic blockers
Fenoksibenzamin (Dibenzyline) 1mg/kgbb dalam 250-500 ml glukosa 5% atau NaCl 0,9%
per drip, atau,
Klorpromazin (Largactil) - 1 mg/ kgbb iv lambat.
b. Vasokonstriktor ( norepinefrin, Aramine ` Effortil )
Tidak dianjurkan karena dapat memperburuk sirkulasi organ penting.
c. Kortikosteriod
Bila secara klinik derajat syok tidak sesuai dengan pendarahan atau bila dengan penggantian
cairan yang adekuat tidak terlihat perbaikan, pikirkan kemungkinan insufisiensi korteks
adrenal. Untuk itu berikan kortikosteroid dosis besar, misalnya hidrokortison 300 mg iv
lambat ( dalam 30 detik ), dapat diulang sampai mencapai total 2-6 gram /24 jam. Dapat

juga digunakan preparat lain dengan perbandingan dosis : kortison 25, hidrokortison 20,
metal prednisolon 4 dan deksametason 0,75. Sering memberikan efek yang memuaskan
terutama pada syok hipovolemik dan syok septik.

d. Koreksi asidosis
Diberikan Na-bikarbonat dengan dosis (0,3
e.

berat badan

base excess) meq iv.

Diuretic

Bila tekanan darah dan CVP telah membaik tetapi diuresis tetap < 30 ml/jam, berikan manitol
20% 100 ml per drip dalam waktu satu jam :
Bila setelah itu diuresis . 40 ml/jam, pertahankan dengan dosis manitol ulangan sampai
mencapai dosis maksimum 100 gram/24 jam
Bila tetap < 40 ml/jam, berikan asam etakrinat (Edecrine ) 50-100 mg iv :
Bila diuresis membaik ( > 40 ml/jam ) pertahankan dengan kombinasi manitol dan asam
etakrinat.
Bila tatap < 40 ml/jam, di anggap telah terjadi payah ginjal akut.
Syok kardiogenik
Diketahui dari riwayat/adanya kelainan jantung yang mendahului, didukung dengan
pemeriksaan EKG.
Dibedakan antara syok kardiogenik koroner , disebabkan oleh insufisiensi koroner atau infark
jantung.
Syok kardiogenik nonkoroner disebabkan oleh payah jantung, miokarditis akut atau aritmi.
Selain pengobatan terhadap penyebab, dapat diberikan pula :
Norepinefrin ( Levophed ) 2 mg dalam 500 ml glukosa 5% per drip dengan tetesan
disesuaikan dengan tekanan darah ( maksimum 48 mcg/menit ).
Di berikan pada syok kardiogenik koroner dan syok kardiogenik nonkoroner dengan
frekuensi denyut jantung 120/menit
Isoproterenol (Isuprel ) di berikan pada syok kardiogenik nonkoroner dengan frekuensi
denyut jantung 120/menit ( lihat di atas ).

Syok Distributif
Syok Neurogenik ( Vaso-vagal-syncope).
Penderita segera dibaringkan dengan kepala lebih rendah; pada pemeriksaan mungkin di
dapatkan bradikardi.
Hilangkan penyebab; bila perlu dapat diberikan analgetik.
Dalam hal lesi sumsum tulang, berikan kortikosterol untuk mencegah edema sumsum
tulang.
Biasanya penderita akan sadar beberapa saat kemudian setelah sirkulasi serebal membaik
oleh tindakan tindakan di atas.
Syok septic
Sering didahului oleh infeksi sistemik yang berat, terutama oleh bakteri gram negatif.
Keadaan penderita berubah dari demam tinggi menjadi syok dengan penurunan kesadaran,
kulit dingin dan basah dan hipotensi; sering diikuti dengan DIC. Kultur darah tidak selalu
positif, terutama bila penderita telah mendapat antibiotic sebelumnya.
Perawatan dan pengawasan umum.
Terapi cairan, bila mungkin dengan monitoring CVP
Antibotik
Sebelum ada hasil kultur darah, berikan kombinasi antibiotic yang kuat, misalnya antara
golongan penisilin/penicillinase

resistant penicillin dengan gentamisin.

Golongan penicillin
Prokain penisilin 50.000 U/kgbb/hari i.m, dibagi dua dosis.
Ampisilin 4

1 gra/hari iv selama 7

Golongan penicillinase resistant penicillin :


Kloksasilin ( Cloxacillin Orbenin ) 4

10 hari.

1 gram/hari iv selama 7

10 hari

sering dikombinasi dengan ampisilin ), dalam hal ini masing-masing obat di turunkan

dosisnya menjadi setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi


(Ampiclox 4

yang telah ada

1 gram/hari iv.

Metisilin 4

1 gram/hari iv selama 7

14 hari.

Golongan (Garamysin ) 5 mg/kgbb/ hari di bagi tiga dosis i.m. selama 7 hari ; hati-hati
terhadap efek nefrotoksiknya.
Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuikan. Beberapa
bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotic yang dianjurkan:
Dosis sefalotin : 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya di larutkan dalam 50-100 ml cairan dan di
berikan per drip dalam 20-30 menit untuk menghindari flebitis.
Kloromfenikol : 6
Klindamisin : 4

0,5 gram/hari iv.


0,5 gram/hari iv.

Obat-obatan lainnya
Vasodilator
Diuretic
Kortikosteroid
hidrokortison (Solu coref ) 500 mg iv; dapat diulang sampai dosis
total 2-6 gram/24 jam.
Heparin
diberikan bila ada DIC, sebesar 100 U ( 1 mg )/kgbb iv tiap 4 jam; harus
diawasi dengan pemeriksaan clotting time.
Syok anafilaktik.
Biasanya terjadi segera setelah penyuntikan serum atau obat terhadap penderita yang sensitif;
selain tanda-tanda syok terhadap juga spasme bronkioli yang menyebabkan asfiksia dan
sianosis.
Juga sering didahului dengan rasa nyeri kepala, gangguan penglihatan, urtikaria dan edema
wajah, dan mual-mual.
Pengobatan :
Hentikan kontak dengan allergen.
Perhatikan tanda-tanda vital dan jalan napas; bila perlu di lakukan resusitasi dan
pemberian oksigen

Epenerfin 1/1000 (obat terpilih) 0,5


kemudian
Dapat diberikan pula : antihistamin
Kortikosteroid

1 ml/sk/im,dapat diulang 5

difenhidramin ( Benadryl ) 10

hidrokortison ( Solu-Cortel ) 100

Aminofilin 250

10 menit

20 mg iv.

250 mg iv lambat ( 30 detik ).

500 mg iv lambat, bila spasme bronkioli nyata.

Syok Obstruktif
Selain dari pengatasan syok maka harus diatasi pula factor penyebab obstruktif pada
pembuluh darah maupun pengatasan tamponade perikard bila disebabkan oleh tamponade
perikard.

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
3. 1 Pengkajian
Pengkajian Primer
Airway
a. Kaji kepatenan jalan napas.
b. Kaji kebersihan jalan napas apakah ada tanda-tanda penyumbatan saluran napas, benda
asing, fraktur wajah, rahang atau laring.
c. Kaji suara napas pasien.( jika suara napas terdengar bunyi adanya cairan atau gurgling,
snoring, crowing, atau wheezing )
Breathing
a. Kaji tanda-tanda umum distres pernapasan seperti Takipnea, berkeringat, sianosis.
b. Kaji ventilasi pernapasan, apakah adekuat atau tidak.

c. Kaji jumlah pernapasan ( jika lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan )
d. Kaji saturasi oksigen.
e. Kaji suara napas pasien apakah terdengar ronchi, rales.
Circulation
a. Kaji tanda tanda kehilangan cairan dengan pengukuran TTV pasien meliputi : Nadi
( jika >100 kali per menit merupakan tanda signifikan, tekanan darah ( jika tekanan darah <
90 mmHg merupakan prognosis jelek ), suhu dan pernapasan ( jika terjadi peningkatan 20
30 kali per menit.
b. Kaji warna kulit,apakah pucat atau sianosis.
c. Kaji produsi urine ( kemungkinan dapat terjadi oliguria bahkan anuria ).
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien syok. Kaji tingkat kesadaran
dengan menggunakan AVPU.( Alert , Verbal, Pain, Unrespons ).
Exposure
Cari adanya cidera, luka pada bagian tubuh seperti kaki yaitu angkat celana pasien kea rah
lutut dan periksa apakah ada luka atau cidera, terutama luka pada bagian tengkuk atau leher
belakang.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnose Primer
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan ( kardiopulmonal ) berhubungan dengan penurunan
pertukaran sel.
( Dapat digunakan pada pasien dengan Syok Anafilaktik, Syok Hipovolemik, Syok
Septik, Syok Kardiogenik, Syok Neurogenik )
Goal

: pasien akan memperbaiki perfusi jaringan yang efektif selama dalam

perawatan.
Objektif

: dalam jangka waktu 2x 24 jam perfusi jaringan efektif dengan criteria hasil :

Curah jantung pasien adekuat


Pasien mencapai stabilitas hemodinamik. Frekuensi nadi tidak kurang dari 80 kali/menit,
dan tidak lebih dari 100x/menit. Tekanan darah tidak kurang dari 120/70 mmHg, dan tidak
lebih dari 120/80 mmHg.
Ferkuensi jantung tetap dalam batas yang telah ditentukan pada saat pasien melakukan
aktivitas hidup sehari-hari.
Kulit tetap hangat dan lembab.
Pasien tidak menunjukan aritmia.
Intervensi :

Pantau tanda-tanda vital pasien ( frekuensi jantung, tekanan darah, dan tekanan vena
sentral ( Central Venous Pressure / CVP ) setiap jam hingga stabil, kemudian setiap 2 jam.
R/ :Penurunan frekuensi jantung, CVP, dan tekanan darah dapat mengindikasikan perubahan
arteriovenousa yang mengarah pada penurunan perfusi jaringan.
Pantau warna dan suhu kulit pasien setiap 2 jam dan kaji tanda-tanda kerusakan kulit.
R/

: kulit yang dingin, pucat, berbercak dan sianosis dapat mengindikasikan penurunan

perfusi jaringan.
Pantau laju pernapasan dan suara napas pasien. Catat setiap temuan.
R/

peningkatan laju pernapasan dapat mengindikasikan bahwa pasien sedang

bekompensasi terhadap hipoksia jaringan.


Pantau perubahan frekuensi dan irama jantung pada EKG.
R/ : untuk mengetahui perubahan perfusi jaringan yang mungkin mengancam jiwa.
Pertahankan terapi oksigen untuk pasien, sesuai program.
R/ : untuk memaksimalkan pertukaran oksigen dalam alveolidan pada tingkat sel.
Dorong pasien untuk sering beristirahat
R/ : untuk menghemat energy dan memaksimalkan perfusi jaringan
Pantau kadar kreatinin kinase, laktat dehidrogenase dan kadar gas darah arteri.
R/

: temuan abnormal mungkin mengindikasikan kerusakan jaringan atau penurunan

pertukaran oksigen dalam paru pasien.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan isi sekuncup yang disebabkan
oleh masalah mekanis atau structural.
( dapat digunakan pada Syok Anapilaktik, Syok Kardiogenik, Syok Hipovolemik, Syok
Neurogenik, Syok Septik )

Goal

: pasien akan memperbaiki curah jantung yang normal selama dalam

perawatan.
Objektif

: dalam jangka waktu 1x24 jam pasien akan menunjukan perubahan curah

jantung yang normal, dengan criteria hasil;

Pasien mencapai stabilitas hemodinamik. Frekuensi nadi tidak kurang dari 80 kali/menit,
dan tidak lebih dari 100x/menit. Tekanan darah tidak kurang dari 120/70 mmHg, dan tidak
lebih dari 120/80 mmHg.

Pasien tidak menunjukan aritmia.

Anda mungkin juga menyukai