Anda di halaman 1dari 20

PERANCANGAN ULANG JEMBATAN TANAH MERAH KABUPATEN TANAH

BUMBU DENGAN MENGGUNAKAN BANGUNAN ATAS BETON PRATEGANG


TIPE GELAGAR KOTAK DAN TIPE GELAGAR BERLUBANG
Nama Mahasiswa
NIM
Jurusan
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping

: Fahriatul Yunida
: H1A109081
: Teknik Sipil FT UNLAM
: Ir. Iskandar, MT
: Candra Yuliana, MT

ABSTRAK
Struktur beton prategang adalah salah satu konsep terbaru dari perkembangan
teknologi dibidang rekayasa, beton prategang dapat digunakan sebagai alternatif dalam
konstruksi perencanaan girder jembatan. Penggunaan beton prategang lebih efektif dan
ekonomis untuk jembatan bentang panjang. Jembatan Tanah Merah dengan bentang 77,6 m
merupakan jembatan yang menggunakan girder prategang tipe I segmental dan pile slab pada
kedua bentang tepi nya yang direncanakan ulang dengan beton prategang tipe kotak (box
girder) dengan dua buah pilar. Kelas jembatan adalah kelas A dengan lebar lalu lintas 7,00 m
dan trotoar kiri dan kanan masing-masing 1,00 m. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk
mendapatkan rancangan konstruksi yang aman, memenuhi syarat serta ekonomis dalam
pembuatannya.
Perancangan ulang Jembatan Tanah Merah dibatasi pada perencanaan struktur atas,
struktur bawah, pondasi jembatan, dan rancangan anggaran biaya. Pembebanan struktur
bangunan atas mengacu pada RSNI T-02-2005. Jembatan direncanakan menjadi tiga bentang
yaitu 40 m untuk beton prategang pada bentang tengah, 14,46 m beton prategang pracetak
pada bentang tepi dan 5 m balok di atas pilar.
Berdasarkan hasil perancangan didapat desain girder tipe kotak (box girder) dengan
tinggi 2,20 m, jenis tendon yang digunakan G270 Seven Wire Strand berdiameter 12,7 mm
berdasarkan ASTM A-416 dengan 4 tendon dan 25 kawat untaian pertendon. Prosentasi
kehilangan prategang total 29,7711%, lebih kecil dari LOPrencana sebesar 30%. Tinggi
abutment 3,5 m dan menggunakan pondasi tiang pancang, sisi 0,5 m dengan 12 titik, panjang
11 m. Tinggi pilar V 7,59 m dan menggunakan pondasi tiang pancang, sisi 0,5 m dengan 22
titik, panjang 7 m. Hasil rekapitulasi biaya untuk perancangan ulang jembatan sebesar Rp.
15.000.000.000. Lebih ekeonomis dibandingkan dengan perancangan awal Rp.
18.000.000.000.
Kata Kunci : Jembatan, prategang, abutment, pilar v, tiang pancang, RAB.

1.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kabupaten
Tanah
Bumbu
merupakan salah satu kabupaten yang
masih dalam tahap perkembangan,
sehingga diperlukan infrastuktur umum
untuk menunjang tahap perkembangan

tersebut, salah satu infrastuktur yang


diperlukan yaitu jembatan. Jembatan
digunakan sebagai sarana penghubung
antar daerah dan berfungsi untuk
memperlancar akses lalu lintas darat
terutama untuk pendistribusian barang dan
jasa dari satu tempat ke tempat lain, seperti
jembatan Tanah Merah.
1

Jembatan Tanah Merah berada di


ruas
jalan
Pagatan-Batulicin
yang
mempunyai panjang bentang 77,6 meter.
Jembatan tersebut merupakan jembatan
prategang menggunakan profil gelagar I
dan Pile slab pabrikasi segmental sehingga
memerlukan biaya yang cukup mahal pada
saat pengangkutan. Pada perencanaan awal
jembatan tanah merah terdiri dari tiga
bentang, yaitu dengan bentang tengah
selebar 47,6 meter, bentang tepi 15 meter
dan pondasi tiang pancang baja diameter
50 cm.
Berdasarkan situasi dan kondisi,
jembatan tanah merah dapat dirancang
ulang dengan alternatif lain yang lebih
ekonomis dan effisien yaitu dengan
merencanakan ulang jembatan tersebut
sesuai dengan peraturan dan standar
persyaratan yang berlaku. Pada perecanaan
ulang
ini
bentang
tengah
yang
direncanakan adalah sebesar 40 meter hal
ini dilakukan dengan tujuan agar tinggi
profil gelagar yang digunakan dapat
menggunakan tinggi (H) minimum.
Dalam perancangan ini, struktur
bangunan atas menggunakan beton
prategang tipe gelagar kotak pada bentang
tengah dan tipe gelagar berlubang standar
bina marga pada kedua bentang tepi.
Teknik tersebut cukup efektif karena
struktur beton prategang memiliki
kekuatan dan usia yang lebih tahan lama.
Umumnya penggunaan beton prategang ini
lebih effisien dan cocok untuk jembatan
dengan bentang panjang, bahkan semakin
panjang bentang yang direncanakan maka
penggunaan beton prategang akan semakin
ekonomis jika dibandingkan dengan
penggunaan material beton bertulang biasa
atau rangka baja.
1.2

Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang dibahas


pada perancangan ulang ini adalah
Bagaimana menghitung dan merencanakan
ulang struktur jembatan Tanah Merah yang
sesuai dengan peraturan dan standar
persyaratan yang berlaku.

2.

STUDI PUSTAKA

2.1

Perencanaan Gelagar

Gelagar (Girder) adalah struktur


yang
menghubungkan
antara
pilar/abutment pada jembatan yang
mendukung semua beban yang bekerja
pada jembatan. Tipe-tipe dasar girder yang
bisa digunakan dalam jembatan berupa
girder baja, girder rangka maupun girder
beton prategang atau girder beton
bertulang. Berikut ini diberikan beberapa
bentuk gelagar serta fungsinya:
1. Gelagar kotak (box girder)
Jembatan dengan gelagar kotak (box
girder) tersusun dari gelagar longitudinal
dengan slab diatas dan dibawah yang
berbentuk rongga atau gelagar (Gambar 1).
Untuk gelagar kotak beton prategang lebih
menguntungkan untuk bentang menerus
dengan panjang bentang 100 m.
Keutamaan gelagar kotak adalah tahanan
terhadap beban torsi dan lebih sesuai untuk
bentang yang lebih panjang.

Gambar 1 Gelagar kotak (box)


2. Gelagar trapesium
Jembatan dengan gelagar trapesium
hampir menyerupai dengan gelagar kotak
yang tersusun dari gelagar longitudinal
dengan slab diatas dan dibawah yang
berbentuk rongga atau gelagar. Dengan
memandang nilai estetika, gelagar
trapesium lebih indah dilihat daripada
gelagar kotak (lihat Gambar 2).

Gambar 2 Gelagar trapesium


3. Gelagar dengan penampang/balok T
(deck bulb tees)
Penggunaan
balok
T
cocok
digunakan untuk bentang 25 m. Untuk
bentang lebih pendek, tipe balok T
biasanya lebih murah. Selain itu balok T
menguntungkan bisa rasio beban mati
terhadap beban hidup besar karena tidak
timbul masalah akibat tegangan tekan yang
sangat besar di tepi bawah pada saat
transfer akibat prategang. Sedangkan
untuk penampang T terbalik tidak efisien
untuk momen positif, cocok untuk
menerima tegangan tekan awal yang besar
di tepi bawah pada saat transfer serta dapat
dikombinasikan
dengan
pelat
betoncosetempat
untuk mendapatkan
struktur komposit (Gambar 3).

pada bentang panjang dan menerus.


Penampang tersebut efektif memberikan
gaya tekan, baik pada saat peralihan
maupun pada beban kerja dan beban batas.
Tetapi tidak ekonomis jika perbandingan
beban gelagar dan beban total kecil (lihat
Gambar 4).

Gambar 4 Gelagar balok I


Adapun pedoman dalam pemilihan
tampang-tampang
melintang
gelagar
diberikan oleh Podolny & Muller (1982),
sebagai berikut:
1. Lebar jembatan dan jarak web

Gambar 3 Gelagar balok T


Adapun untuk menentukan tebal minimum
sayap atas dapat mengacu pada Tabel 1
berikut.

i.

Untuk gelagar kotak tunggal,


lebar jembatan tidak lebih dari
12 m

ii.

Jarak web 4-7,5m

iii.

Panjang kantilever:
gelagar

lebar

2. Tebal sayap atas


Tebal minimum untuk sayap atas
yang didasarkan pada panjang
bentang antar web.
3. Tebal web
Tebal web minimum diambil sebagai
berikut:
i.

200 mm, jika tidak terdapat


tendon pada web
ii.
250 mm, jika terdapat duct
terkecil baik vertikal maupun
Tabel 1 Tebal Minimun Sayap Atas
longitudinal pada web
4. Gelagar bentuk I
iii.
30
Tebal minimum sayap
Bentang antar web
0
atas
Penampang I
175 mm
cocok
digunakan
Kurang dari 3 m
200 mm
Antara 3 sampai 4,5 m
250 mm
3
Antara 4,5 sampai 7,5 m
Digunakan sistem rib
Lebih dari 7,5 m
atau hollow slab
Sumber:Bambang. S dan Agus. SM (2007)

mm, jika digunakan tendon


dengan strand 12,5 mm
iv. 350 mm, jika tendon diangkur
pada web
4. Tebal sayap bawah
i.
175 mm, jika duct tidak
diletakkan pada sayap
ii.
200-250 mm, jika duct
diletakkan pada sayap
5. Tebal minimum pelat lantai
Pelat lantai yang brfungsi sebagai
lantai kendaraan pada jembatan harus
mempunyai tebal minimum ts
memenuhi kedua ketentuan:
tp 200 mm
tp (100+40L) mm
Dengan pengertian:
ts = tebal pelat lantai
L = bentang pelat diukur dari pusat
ke pusat tumpuan
6. Rasio tinggi terhadap bentang
Rasio tinggi terhadap bentang adalah
1/15 < h/L < 1/30 dengan nilai
optimum sebesar 1/18- 1/20.
2.2

Dasar
Perencanaan
Prategang

b. Strands relaksasi rendah atau stressrelieved strands tak berlapisan.


c. Batang-batang baja mutu tinggi tak
berlapisan.
Kawat-kawat stress-relieved adalah kawatkawat tunggal yang ditarik-dingin yang
sesuai dengan standar ASTM A 421;
stress-relieved strands mengikuti standar
ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh
kawat dengan memutir enam diantaranya
pada pitch sebesar 12 sampai 16 kali
diameter di sekeliling kawat lurus yang
sedikit lebih besar. Pelepasan tegangan
dilakukan sesudah kawat-kawat dijalun
menjadi strand. Besaran geometris kawat
dan strand sebagaimana disyaratkan dalam
ASTM masing-masing tercantum di dalam
Tabel 2 dan Tabel 3 berikut.
Tabel 2 Kawat-kawat untuk Beton
Prategang
Diamete
Nominal
(in.)
Tipe
BA

Struktur

Beton
prategang
merupakan
kombinasi yang ideal dua bahan yang
berkekuatan tinggi modern, yaitu beton
dan baja mutu tinggi. Hal ini dicapai
dengan cara menarik baja dan menahannya
pada beton sehingga membuat beton dalam
keadaan tertekan. Kombinasi aktif ini
menghasilkan perilaku yang lebih baik dari
individu kedua bahan itu sendiri. Baja
adalah bahan liat dan dibuat untuk bekerja
dengan kekuatan tarik yang tinggi oleh
prategang.
2.2.1 Baja Prategang
Baja prategang dapat berbentuk
kawat-kawat tunggal, strands yang terdiri
atas beberapa kawat yang dipuntir
membentuk elemen tunggal dan batangbatang bermutu tinggi. Tiga jenis yang
umum digunakan adalah:
a. Kawat-kawat relaksasi rendah atau
stress-relieved tak berlapisan.

Kuat tarik
minimum (psi)

0,192
0,196
0,250
0,276

240.00
240.00
235.00

Tipe
WA
250.00
250.00
240.00
235.00

Tegangan
minimum
Pada ekstensi 1%
(psi)
Tipe
Tipe
BA
WA
212.500
204.000 212.500
204.000 204.000
199.750 199.750

Sumber:Post-Tensioning Institute

Tabel 3 Strand Standar Tujuh Kawat untuk


Beton Prategang
Diameter
Nominal
Strand (in.)

Kuat
patah
Strand
(min)

Luas
nominal
Strand
(in.2)

Berat
nominal
Strand
(lb/1000
ft)*

Beban
min
Pada
ekstensi
1% (lb)

MUTU
250
1/4(0,250)

9.00

0,036

122

7.650

5/16(0,313)

14.5

0,058

197

12.300

3/8(0,375)

20.0

0,080

272

17.000

7/16(0,438)

27.0

0,108

367

23.000

(0,500)

36.0

0,144

490

30.600

3/5(0,600)

54.0

0,216

737

45.900

3/8(0,375)

23.0

MUTU
270
0,085

290

19.550

7/16(0,438)

31.0

0,115

390

26.350

(0,500)

41.0

0,153

520

35.100

3/5(0,600)

58.6

0,217

740

49.800

*100.000 psi = 689,5 MPa


0,1 in = 2,54 mm, 1 in.2 = 645 mm2
Berat: kalikan dengan 1,49 untuk
mendapatkan berat dalam kg per 1000 m.
1000 lb = 4448 N
Untuk memaksimumkan luas baja
strand 7 kawat untuk suatu diameter
nominal, kawat standar dapat dibentuk
menjadi strand yang dipadatkan seperti
terlihat dalam Gambar 5 (b); ini berbeda
dengan strand 7 kawat standar yang terlihat
dalam Gambar 5(a).

memperkirakan kehilangan prategang


total. Pada sistem post-tensioning,
digunakan perkiraan sebesar 15% - 25%
(Lin, 1998).
Berdasarkan waktu terjadinya, kehilangan
prategang dikelompokkan menjadi dua
yaitu:
1. Kehilangan
prategang
seketika
(jangka pendek), yang disebabkan
antara lain oleh perpendekan elastis
beton, gesekan pada kawat untaian
(tendon), dan gesekan pada angker
hidup.
2. Kehilangan
prategang
jangka
panjang, yang disebabkan oleh susut
dan rayapan beton, relaksasi baja
serta pengaruh temperatur.
Kehilangan prategang secara umum
dipengaruhi oleh mutu beton, jenis baja
prategang, lintasan tendon, gaya prategang
awal, keadaan lingkungan dan bentuk
tampang balok.
Berikut adalah perkiraan kehilangan gaya
prategang:
a. Kehilangan Gaya Prategang Akibat
Perpendekan Elastis Beton (ES)

Gambar 5 Strands prategang 7 kawat


standard dan dipadatkan. (a) Penampang
strand standar. (b) Penampang strand yang
dipadatkan.

Pada saat gaya prategang dialihkan


ke beton, komponen struktur akan
memendek dan baja prategang turut
memendek
bersamanya.
Jadi
ada
kehilangan gaya prategang pada baja.
Untuk balok pascatarik, maka:
ES=

2.2.2 Kehilangan Gaya Prategang


Di
dalam
rangkaian
tahap
perencanaan, analisis kehilangan gaya
prategang sangat penting. Secara umum,
kehilangan prategang (loss of prestressed)
dinyatakan sebagai prategang efektif pada
beton yang mengalami pengurangan secara
berangsur-angsur sejak dari tahap transfer
yang diakibatkan oleh berbagai sebab.
Pada perencanaan awal, gaya efektif
ditentukan
lebih
dahulu
dengan

K es Es

f cir
Ec

(1)
Dengan pengertian:
ES = kehilangan gaya prategang akibat
perpendekan elastis beton (MPa)
K es =

0,5

untuk

komponen

struktur pascatarik

Es

modulus

elastisitas

baja

prategang (MPa)
f cir

= tegangan beton pada baja akibat

Pi
gaya prategang
Ec

(MPa)

= modulus elastisitas beton (MPa)

b. Kehilangan Gaya Prategang Akibat


Rangkak Beton (CR)
Rangkak dianggap terjadi dengan
beban mati permanen yang ditambahkan
pada komponen struktur setelah beton
diberi gaya prategang. Bagian dari
regangan tekan awal disebabkan pada
beton segera setelah peralihan gaya
prategang dikurangi oleh regangan tarik
yang dihasilkan dari beban mati permanen.
Kehilangan gaya prategang akibat rangkak
untuk komponen struktur dengan tendon
terekat dihitung dari persamaan berikut
(Lin, 1988).
CR=K cr

Es
( f f )
E c cir cds

bekerja pada komponen struktur setelah


diberi gaya prategang (MPa)
di mana Kcr = 1,60 untuk komponen
struktur pascatarik, fcir adalah tegangan
beton pada garis yang melalui titik berat
baja akibat gaya prategang efektif segera
setelah gaya prategang telah dikerjakan
pada beton pada kondisi transfer, dan fcds
adalah tegangan beton pada titik berat
tendon akibat seluruh beban mati yang
bekerja pada komponen struktur setelah
diberi gaya prategang, yang dapat dihitung
melalui persamaan :
1. pada kondisi transfer
F0 F 0 e2 M g e
f cir= +

A
I
I
(3)
Dengan pengertian
F0

= gaya prategang awal (kN)

= luas penampang (m)

M g = momen gelagar (kNm)

(2)

e
Dengan pengertian:

= eksentrisitas (m)
4

CR = kehilangan gaya prategang akibat


rangkak beton (MPa)

K cr

2. pada kondisi servis


= 1,6 komponen struktur pascatarik

= inersia balok ( m

f cds=

Es
= modulus
elastisitas
prategang (MPa)
Ec

tendon

= tegangan beton pada baja akibat


F0
gaya prategang awal
(MPa)

f cds
= tegangan beton pada titik berat
tendon akibat seluruh beban mati yang

(4)

Dengan pengertian:
M P = momen seluruh beban mati

= modulus elastisitas beton (MPa)

f cir

MP e
I

(kNm)

e
I

= eksentrisitas (m)
4

= inersia balok ( m
c. Kehilangan Gaya Prategang Akibat
Susut Beton (SH)

Susut pada beton dipengaruhi oleh


berbagai
faktor
seperti
rangkak,
6

perbandingan
antara
volume
dan
permukaan, kelembaban relatif dan waktu
dari akhir moist curing (masa perawatan
basah) sampai dengan bekerjanya gaya
prategang. Karena susut terjadi tergantung
pada waktu, maka kehilangan tegangan
batas yang dialami pada tahun pertama
adalah 80%.

alasan untuk membatasi tegangan awal


maksimum. Penggunaan untaian kawat
dengan relaksasi yang rendah akan sangat
mengurangi
kehilangan
tegangan
(maksimum 3,5%) dan makin banyak
dipakai secara meluas walaupun harganya
lebih mahal dibandingkan dengan untaian
kawat stress-relieved (Lin, 1988).

Komponen struktur pascatarik akan


lebih menguntungkan apabila susut terjadi
sebelum penarikan sistem prategang. Susut
yang terjadi lebih kecil dari susut yang
terjadi pada komponen struktur pratarik
(Lin, 1988).
V

SH 8,2 10 6 K sh Es 1 0,06 100 RH


S

(5) di

8,2 10 6 `

mana
merupakan
shrinkage strain (SH,U).

ultimate

d. Kehilangan Gaya Prategang Akibat


Relaksasi Tegangan pada Baja (RE)

G
a
m
bar 7 Kurva relaksasi baja untuk kawat
dan strand stress-relieved

Relaksasi
adalah
berkurangnya
Tabel 4 Nilai-nilai Kre dan J
tegangan tarik akibat regangan yang
konstan seperti pada Gambar 6 Gaya
Tipe tendona
prategang pada baja prategang dengan
stress-relieved strand or wire (1860 MPa)
perpanjangan yang konstan danGrade
dijaga
Grade stress-relievedstrand or wire (1720 MPa)
tetap pada suatu selang waktu akan
Grade stress-relieved wire (1655 MPa or 1620 MPa)
berkurang secara perlahan-lahanGrade
seperti
low-relaxation strand (1860 MPa)
terlihat pada Gambar 6. Besarnya
Grade low-relaxation strand (1720 MPa)
Grade low-relaxation wire (1655 MPa or 1620 MPa)
pengurangan tergantung pada lamanya
Grade stress-relieved bar (1000 MPa or 1100 MPa)
waktu dan perbandingan fpi/fpy.

Kre (MPa)

0,15

0,14
138
128
121
35
32
30
41

0,13

0,04

0,03

0,03

0,05

Sumber:T.Y.Lin (1988)
Gambar 6 Berkurangnya tegangan tarik
akibat regangan konstan
Peraturan PCI membatasi besar gaya
prategang
awal
(segera
setelah
pengangkuran) sebesar fpi = 0,7 fpu. Dari
Gambar 7 terlihat bahwa makin besar
tegangan tetap akan menghasilkan
kehilangan tegangan akibat relaksasi yang
makin besar pula. Ini adalah salah satu

Balok
prategang
mengalami
perubahan regangan baja yang konstan di
dalam tendon bila terjadi rangkak yang
tergantung pada waktu, perpendekan
elastis dan susut beton. Pengurangan
tegangan
tendon
mengakibatkan
berkurangnya kehilangan prategang akibat
relaksasi, dirumuskan dengan persamaan
(ACI-ASCE) yaitu :

RE K re J SH CR ES C
(6)
Dengan pengertian:
Kre, J dan C

= nilai-nilai yang diambil


dari Tabel 4 dan Tabel 5

SH = kehilangan gaya prategang akibat


susut beton
CR = kehilangan gaya prategang akibat
rangkak beton

kawat dapat menggelincir pada jarak yang


pendek sebelum kawat-kawat tersebut
menempatkan diri secara kokoh di antara
pasak-pasak tadi. Besarnya penggelinciran
tergantung pada tipe pasak dan tegangan
pada kawat (Lin, 1988).
Adapun kehilangan gaya prategang
akibat pengangkeran dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 7
berikut.

ES = kehilangan gaya akibat perpendekan


elastis beton

ANC =

(7)

Tabel 5 Nilai-nilai C
fpi/fpu

Stress-relieved
Strand or wire

A
E
L s

Stress-relieved bar
Or Low-relaxation
Strand or wire

0,80
0,79
0,78
0,77
0,76
0,75
0,74
0,73
0,72
0,71

1,45
1,36
1,27
1,18
1,09

1,28
1,22
1,16
1,11
1,05
1,00
0,95
0,90
0,85
0,80

0,70

1,00

0,75

0,69
0,68
0,67
0,66
0,65
0,64
0,63
0,62
0,61
0,60

0,94
0,89
0,83
0,78
0,73
0,68
0,63
0,58
0,53
0,49

0,70
0,66
0,61
0,57
0,53
0,49
0,45
0,41
0,37
0,33

Sumber:T.Y.Lin (1988)
e. Kehilangan Gaya Prategang Akibat
Pengangkuran (ANC)
Kehilangan prategang ini timbul
karena penguncian baji pada angker hidup
pada sistem pascatarik (post-tensioning
system). Apabila kabel ditarik dan
dongkrak dilepaskan untuk mentransfer
prategang beton, pasak-pasak gesekan
yang dipasang untuk memegang kawat-

Dengan pengertian:
ANC = kehilangan gaya prategang akibat
pengangkuran (MPa)
A
L

= besar gelincir (m)


= panjang bentang (m)

Es
= modulus elastisitas
prategang (MPa)
f.

tendon

Kehilangan Gaya Prategang Akibat


Gesekan (FR)

Gesekan antara kabel dengan duct


menyebabkan besarnya tarikan pada
bagian awal tidak sama besarnya dengan
tarikan pada bagian ujung, dimana
penurunannya dapat dihitung dengan
persamaan:
FR=f 1 ( + KL )

(8)

Dengan pengertian:
FR = kehilangan gaya prategang akibat
friksi (MPa)
f1

tegangan

baja

pendongkrakan akhir (0,7


f pu =

f pu

pada
)

kuat tarik tendon prategang

yang diterapkan (MPa)


= koefisien kelengkungan
8

K = koefisien wobble
= perubahan sudut total dari profil
tendon pascatarik dari ujung angkur ke
8y
titik x radian
x

( )

L = x = panjang bentang (m)

sebelum komposit, beban yang bekerja


adalah berat sendiri pelat, sedangkan
beban total yang diterima oleh pelat terjadi
saat pelat sudah komposit.
Untuk pelat pracetak (precast slab),
ada beberapa jenis yang umum digunakan
yaitu :

e = y = eksentrisitas (m)

1.

Pelat pracetak berlubang (Hollow


Core Slab)

di mana K dan adalah nilai yang diambil


dari Tabel 6 berikut.

Pelat pracetak dimana ukuran tebal


lebih besar dibanding dengan pelat
pracetak tanpa lubang. Biasanya pelat tipe
ini
menggunakan
kabel
pratekan.
Keuntungan dari pelat jenis ini adalah
lebih ringan, tingkat durabilitas yang tinggi
dan ketahanan terhadap api sangat tinggi.
Pelat jenis ini memiliki lebar rata-rata 2
hingga 8 feet dan tebal rata-rata 4inchi
hingga 15 inchi.

Tabel 6 Nilai-nilai Koefisien Wobble (K)


dan Koefisien Kelengkungan ()
Tipe tendon
Tendons in
flexible metal
sheating:
Wire tendons
7-wire strand
High-strength
bar
Tendons in rigid
metal duct:
7-wire strand
Mastic-coated
tendons:
Wire tendons
and 7-wire
strands
Pregreased
tendons:
Wire tendons
and 7-wire
strands

Koefisien
Wobble
K per meter

Koefisien
Kelengkunga
n

0,0033 0,0049
0,0016 0,0066
0,0003 0,0020

0,15 0,25
0,15 0,25
0,08 0,30

0,0007

0,15 0,25

0,0010 0,0066

0,05 0,15

0,0033 0,0066

0,05 0,15

Gambar 8 Pelat Berlubang (Hollow Core


Slab)
2.

Adalah pelat pracetak dimana tebal


pelat lebih tipis dibandingkan dengan pelat
pracetak dengan lubang. Keuntungan dari
penggunaan pelat ini adalah mudah dalam
penumpukan karena tidak memakan
banyak tempat. Pelat ini bisa berupa pelat
pratekan atau beton bertulang biasa dengan
ketebalan dan lebar yang bervariasi.
Umumnya bentang dari pelat ini antara 5
hingga 35 feet.

Gambar 9 Pelat Pracetak Tanpa


Lubang (Solid Slab)

(Sumber : T.Y.Lin, Desain Struktur Beton


Prategang, 1988)

2.3 Struktur Pelat Beton Prategang


dengan Sistem Pracetak
Pelat dianggap sebagai diafragma
yang sangat kaku untuk mendistribusikan
gempa. Pada waktu pengangkutan atau

Pelat pracetak tanpa lubang (Solid


Slabs)

2.4

Dasar Perencanaan Abutment

Abutment atau kepala jembatan


merupakan bangunan yang berfungsi

untuk mendukung bangunan atas dan juga


sebagai penahan tanah (Supriyadi dan
Agus, 2000).
Adapun fungsi abutment antara lain :
1. Sebagai perletakan balok jembatan
atau beam.
2. Sebagai perletakan plat injak.
3. Sebagai penerus gaya-gaya yang
bekerja pada struktur atas ke pondasi.
4. Sebagai penahan tekanan tanah aktif.
Abutment merupakan tumpuan dari
gelagar jembatan pada bagian ujung beton
atau muatan yang diberikan pada abutment
dari bagian atas. Beban jembatan
dilimpahkan kepondasi di bawahnya yang
kemudian diteruskan ke tanah. Bebanbeban yang bekerja pada pondasi yang
diteruskan oleh abutment tersebut antara
lain berupa Berat sendiri abutment, Beban
mati dari struktur atas, Beban hidup dari
struktur atas, Beban akibat gaya rem,
Beban akibat beban angin, Beban alibat
beban gempa, Beban akibat gaya friksi,
Gaya akibat tekanan tanah vertikal, dan
Gaya akibat tekanan tanah horizontal yang
terdiri dari:
a.

Tekanan tanah aktif

1 2
H
2

Pa =
Ka
(9)
Dengan pengertian:
Pa = gaya horizontal akibat tekanan tanah
aktif (t/m2)
H = kealaman tanah yang ditinjau (m)
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
b.
Tekanan tanah pasif
1 2
H
2
PP =
Kp
(10)
Dengan pengertian:
Pp = gaya horizontal akibat tekanan tanah
pasif (t/m2)
H = kealaman tanah yang ditinjau (m)
Kp = koefisien tekanan tanah pasif

2.5

Dasar Perencanaan Pilar

Pilar jembatan berfungsi sebagai


penghubung antara dua bentang pada

jembatan, sebagai penompang struktur atas


jembatan dan berfungsi untuk meneruskan
beban dari struktur atas ke pondasi. Pilar
jembatan dibuat karena bentang jembatan
yang terlalu panjang dan biasanya terletak
pada bagian tengah jembatan. Pilar dapat
dibuat dari pasangan batu kali, beton
bertulang atau baja (Supriyadi dan Agus,
2000).
Gaya-gaya
yang
harus
diperhitungkan terhadap kepala jembatan
adalah:
1. Beban dari struktur atas (beban mati
dan beban hidup termasuk gaya rem)
2. Beban angin
3. Beban gempa
4. Berat sendiri pilar
5. Beban akibat gaya friksi
6. Gaya angkat oleh air (jika pilar
terendam dalam sungai)
2.6 Perencanaan Pondasi
Pondasi merupakan struktur yang
terletak paling bawah diantara bagian yang
lain pada semua srtruktur bangunan
konstruksi, termasuk pada struktur
jembatan. Pondasi berfungsi untuk
meneruskan beban dari struktur atas ke
struktur bagian bawah hingga ketanah
dasar. Secara umum pondasi digolongkan
dalam dua jenis, yaitu pondasi dalam dan
pondasi dangkal, perbedaan tersebut
didasarkan pada sistem pemanfaatan daya
dukung tanah (Rahardjo, 2000).
Untuk memilih bentuk pondasi yang
memadai, perlu diperhatikan apakah
pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan
di lapangan dan apakah pondasi itu
memungkinkan untuk diselesaikan secara
ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.
Setelah mempertimbangkan beberapa
aspek diatas maka pondasi yang sesuai
untuk digunakan berupa pondasi tiang
pancang beton bertulang, dimana sebuah
tiang pancang beton bertulang dimasukkan
kedalaman tanah dengan alat bantu
(Rahardjo, 2000).
10

2.7 Dinding Penahan Tanah


Dinding penahan tanah adalah
sebuah struktur yang didesain dan
dibangun untuk menahan tekanan lateral
(horisontal) tanah agar perbedaan elevasi
antar permukaan tanah didepan dan
dibelakang dinding terjaga dengan baik..
Faktor penting dalam mendesain dan
membangun dinding penahan tanah adalah
mengusahakan agar dinding penahan tanah
tidak bergerak ataupun tanahnya longsor
akibat gaya gravitasi (Hana, 2011)
2.7.1 Jenis - jenis dinding penahan
tanah (Retaining Walls)
a.

Dinding gravitasi (Gravity Retaining


Walls)

Dinding gravitasi adalah jenis


dinding penahan yang mengandalkan berat
sendiri sebagai unsure perlawanan
terhadap daya dukung (bearing capacity),
resultan gaya guling dan geser. Umumnya
berupa pasangan batu bata atau beton tidak
bertulang (Gambar 10).

Gambar 11 Dinding kantilever


c.

Dinding
kantilever
berusuk
(Counterfort Retaining Walls)

Dinding kantilever berusuk terbuat


dari beton bertulang, dimana pada dinding
penahan tanah ini terdapat siar penyangga
pada bagian belakang dari dinding
penahan
yang
berfungsi
untuk
mengimbangi gaya horizontal pada
dinding penahan (Gambar 12).

Gambar 12 Dinding kantilever berusuk


2.8 Perhitungan Anggaran Biaya
Gambar 10 Dinding gravitasi
b.
Dinding
kantilever
Retaining Walls)

(Cantilever

Dinding kantilever pada umumnya


terbuat dari beton bertulang dan
mengandalkan konstruksi dan kekuatan
bahan untuk kestabilan (Gambar 11).
Umumnya memerlukan pembesian pada
semua penampang untuk menahan
momen dan gaya geser.

Dalam merencanakan suatu proyek,


adanya rencana anggaran biaya merupakan
hal yang tidak dapat diabaikan. Rencana
anggaran biaya disusun berdasarkan
dimensi dari bangunan yang telah
direncanakan secara detail, yang akan
disusun secara rinci untuk mengetahui
biaya pembangunan konstruksi tersebuti.
Penyusunan
anggaran
merupakan
perencanaan secara detail perkiraan biaya
bagian atau keseluruhan kegiatan proyek.
Anggaran biaya proyek dapat didefinisikan
sebagai perencanaan biaya yang akan
dikeluarkan sehubungan adanya suatu
proyek dengan rencana kerja dan syaratsyarat tertentu. Pada tahap perencanaan
11

selain gambar rencana dan spesifikasi,


konsultan perencana juga membuat
rencana anggaran biaya
bangunan
demikian juga kontraktor akan membuat
rencana anggaran biaya konstruksi.
Untuk membuat rencana anggaran
baya konstruksi diperlukan input data
sebagai berikut:
1. Gambar rencana, gambar potongan,
gambar detail
2. Spesifikasi dan rencana kerja
3. Harga satuan material, harga satuan
peralatan, harga satuan upah
4. Informasi yang berkaitan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi
harga satuan material, harga satuan
peralatan, dan harga satuan upah.
Dalam penyusunan anggaran biaya
suatu rancangan bangunan biasanya
dilakukan 2 (dua) tahapan yaitu:
1. Estimasi
biaya
kasar,
yaitu
penaksiran biaya secara global dan
menyeluruh yang dilakukan sebelum
rancangan bangunan dibuat.
2. Perhitungan anggaran biaya, yaitu
perhituangan biaya secara detail dan
terinci
disesuaikan
dengan
perencanaan yang ada.
2.8.1 Tahapan Estimasi Biaya
Penaksiran anggaran biaya yang
dilakukan adalah melakukan proses
perhitungan volume bangunan yang akan
dibuat dalam harga satuan standar dari tipe
bangunan dan kualitas finishing bangunan
yang akan dikerjakan. Karena taksiran
dibuat sebelum dimulainya rancangan
bangunan, maka jumlah biaya yang
diperoleh adalah taksiran kasar biaya
bukan biaya sebenarnya atau aktual.
2.8.2

Tahapan Perhitungan Anggaran


Biaya

Perhitungan anggaran terperinci


dilakukan dengan cara menghitung volume
dan harga-harga dari seluruh pekerjaan
yang dilaksanakan, agar nilai bangunan
dapat dipertanggung jawabkan secara
benar dan optimal. Cara perhitungan yang

benar adalah dengan penyusunan semua


komponen pekerjaan mulai dari tahapan
awal pembangunan (Pekerjaan persiapan)
sampai dengan tahapan penyelesaian
pekerjaan (Pekerjaan Finishing).
Pehitungan anggaran biaya pada
umumnya dibuat berdasarkan 5 hal pokok,
yaitu:
1.
2.
3.
4.

Taksiran biaya bahan-bahan


Taksiran biaya pekerja
Taksirau biaya peralatan
Taksiran biaya tak terduga atau
overhead cost
5. Taksiran keuntungan atau profit
3.

METODOLOGI

Perancangan
dilakukan
dalam
beberapa tahapan, dimulai dari tahap studi
literatur, tahap pengumpulan data,
pengolahan data dan perhitungan data, dan
tahap kesimpulan.
3.1 Studi Literatur
Literatur yang digunakan dalam
tugas akhir ini, yaitu buku, makalah, karya
tulis, jurnal dan bahan-bahan dari
perkuliahan yang menunjang dan relevan
dengan tinjauan yang dilakukan.
3.2 Pengumpulan Data
Data
yang
digunakan
untuk
penunjang perencanan jembatan berupa
data primer ataupun data sekunder.
Pengumpulan data dalam bentuk informasi
tertulis dari data, peta, dan informasi
lainnya.
Data-data yang diperlukan antara lain
data hasil dari penyelidikan tanah dengan
menggunakan sondir, data teknis jembatan
berupa kelas dan panjang total jembatan,
serta rancangan anggaran biaya dari
perencanaan awal.
3.3

Lokasi

Lokasi jembatan terletak pada ruas


jalan Pagatan-Batilicin, Kabupaten Tanah
Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.
12

3.5

3.4 Peta lokasi

6. fpu
: 1860 MPa
7.fy
: 1581 MPa
8. Moudulus Elastisitas Kabel
(Es)
:193000 Mpa
9. Koefisien Kelengkungan ()
: 0,15
10. Koefisien Wobble (K) : 0,002
11. RH
: 80%
12. Beban Putus 1 Strand :183,7 kN
13. Pelat Angker yang dipakai (persegi)
: 43,18 cm

Peta lokasi Jembatan Tanah Merah


(lampiran B).
Pengolahan Data
Perencanaan desain teknis meliputi
perencanaan bangunan atas berupa gelagar
beton prategang dan pelat lantai, bangunan
bawah, pondasi, dinding penahan tanah,
dan anggaran biaya.
4.

4.1.3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Teknis Jembatan


Data jembatan yang direncanakan
pada perancangan ini antara lain:
1. Tipe Jembatan :
Beton prategang
2.
Kelas Jembatan : Kelas A
3. Panjang Total Jembatan : 77,6 m, 40
m (Beton prategang), 5 m (Pilar V)
dan 14,46 m (Beton prategang
pracetak).
4. Jumlah Bentang
: 3 bentang
5.
Lebar Jembatan
:9m
6. Pondasi Jembatan : Tiang pancang
beton bertulang
4.1.1 Spesifikasi untuk Perencanaan
Gelagar Kotak Beton Prategang
1. Mutu Beton Prategang (

Data teknis yang dicantumkan


dibawah ini merupkan data yang diperoleh
dari spesifikasi bina marga untuk pelat
berlubang 15 m.
Panjang bentang jembatan (L) = 14,46 m
Tebal pelat lantai (tp)
= 0,7 m
Jumlah lubang per unit
= 2 buah
Diameter lubang
= 0,325 m
Tebal lapisan aspal (ta)
= 0,05 m
Lebar jalur lalu lintas
=7m
Lebar trotoar
=2x1m
Lebar total (jarak antar dua tepi saluran)
= 9,92 m
Jumlah unit void slab untuk 1 bentang
= 10 Unit
4.1.4

Spesifikasi untuk Pelat Berlubang

1. Mutu Beton Bertulang (

f c
:

MPa
2. Mutu Tulangan Baja Deform (

50

2. Mutu Beton Bertulang (

f y
3.

: 390 MPa
3. Mutu Tulangan Baja Polos (
f y
: 320 MPa
4.1.2 Spesifikasi untuk Perencanaan
Kabel Baja
1. Jenis Kabel Baja
Wire Strand
2. Jumlah 1 Tendon
3. Diameter Tendon
4. As 1 Nominal Strand
5. Diameter Selongsong

Data Teknis Pelat Berlubang

:G270 Seven
: 25 strand
: 12,7 mm
: 98,7 mm2
: 92,08 mm

4.
5.
6.
7.

f c
: 350kg/cm2
f ci

: 280kg/cm2
Mutu tulangan baja pratekan
( )
: 270 Ksi
Mutu Tiang sandaran : 225kg/cm2
Mutu Besi Beton
: U 24
Mutu Pipa Sandaran
: St. 37
Gaya pratekan mula-mula per strand

: 13100 kg

8.

Jumlah Tendon per unit void slab:


9 buah untuk baris atas dan 20 buah
untuk baris bawah
9.
Diameter Tendon
: 12,7 mm
10. As 1 Nominal Strand : 98,7 mm2

13

11. Diameter Angker (U24)


: 31,75
mm
12. Ordinat kabel melintang, pada
setengah tinggi unit spesifaksi pelat
berlubang
seperti
potongan
melintang, potongan memanjang,
kedudukan kabel pada pelat, detail
angker dan detail tiang sandaran
dapat dilihat pada Gambar 13, 14 dan
15 berikut ini.

Gambar 16 Rencana beton prategang


Hasil
yang
diperoleh
perhitungan beton prategang yaitu:

dari

Kehilangan gaya prategang:

2.

Gambar 13 Potongan memanjang


dan melintang pada jembatan pelat
berlubang

Gambar 14 Potongan memanjang


beserta kedudukan kabel pada pelat
berlubang

a. 31,4492 % < 31,6996 %


(kehilangan gaya rencana)
Perencanaan tendon yang dipakai:
a. G270 seven wire strand
b. 4 tendon (25 strand tiap tendon)

3. Gambar rencana detail penulangan


bentag tengah, bentang tepid dan tata
letak tendon dapat dilihat pada Gambar
17, 18 dan 19 berikut ini.

Gambar 17 Detail penulangan beton


prategang bentang tengah

Gambar 18 Detail penulangan beton


prategang pada tumpuan
Gambar 15 Detail angker
pengangkat pada pelat berlubang
4.2 Beton Prategang

Grafik 19 Tata letak tendon untuk


setengah bentang total
14

4. Perencanaan blok ujung mengguna


kan metode tekan dan tarik:
a. Pelat angker ukuran 43,18 cm.
b. Tulangan
sengkang
tertutup
kedua 7 D14
c. Tulangan
sengkang
tertutup
kedua 11 12
d.
Detail penulangan blok
ujung terlihat pada Gambar 20
berikut.

b. Tulangan
arah
memanjang
jembatan 12 250
Penulangan susut badan balok
a. Tulangan dinding bawah 12
100
b. Tulangan dinting tepi 12 100
9. Penulangan pelat lantai:
a. Menggunakan Metode bittner
b. Tulangan
arah
melintang
jembatan D14 150
c. Tulangan
arah
memanjang
jembatan 12 200
4.3 Abutment
Dimensi rencana dari bagian-bagian
abutment yaitu breast wall, back wall
bawah, back wall atas, corbel, pile cap dan
tiang pancang dapat dilihat pada Gambar
22 berikut.

Gambar 20 Detail penulangan blok


ujung
5. Penulangan geser beton prategang
a. Tulangan badan minimum D13
150
b.

Tulangan geser perlu 12 - 450


c. Detail penulangan badan dan
geser balok dapat dilihat pada
Gambar 21 berikut.

Gambar 21 Detail penulangan badan dan


geser balok
6.

Penulangan diafragma
a.
Tulangan sengkang tertutup
21D25
7. Penulangan lantai dibawah trotoar:
a. Tulangan
arah
melintang
jembatan D16 200

Gambar 22 Rencana abutment


Hasil yang didapatkan dari perhitungan
abutment yaitu:
1. Tiang pancang:
a. Ukuran tiang 50 cm x 50 cm
b.
Panjang tiang 11 m
c.
Jumlah tiang pancang 12
buah
d.
Mutu tiang pancang 30
Mpa
2. Penulangan breast wall, back wall
atas, back wall bawah, corbel, pile
cap dan tiang pancang pada abutment
dapat dilihat pada tabel 7 berikut:
Tabel 7 Penulangan Abutment

15

Tulangan
Lentur

Tulangan
geser

Breast
wall
Back
wall
bawah
Back
wall
atas
Corbel

7D22

12 150

TulanganS
usut
minimum
12 150

D16150

12 200

12 200

D16200

12 200

12 200

D22120

12 150

Pile cap
Tiang
pancang

D22120
27 D22

12 150(x)
12 250(y)
12 150
12 45

Gambar 25 Detail penulangan tiang


pancang abutment
4.4 Pilar V
Rencana pilar V beserta dimensi
bagian-bagian baloknya ditunjukkan pada
Gambar 26 berikut.

12 150
-

Sumber:Hasil perhitungan
3. Detail penulangan abutment, susunan
dan penulangan tiang pancang
terlihat seperti pada Gambar 23-25
berikut.

Gambar 26 Rencana pilar V


Hasil yang didapatkan
perhitungan pilar V yaitu:
1.

berdasarkan

Penulangan pelat lantai:


a. Menggunakan metode bittner
b. Tulangan
arah
melintang
jembatan D14 150
c. Tulangan
arah
memanjang
jembatan 12 100
2. Tiang pancang:

Gambar 23 Detail penulangan abutment

a. Ukuran tiang 50 cm x 50 cm
b. Panjang tiang 7 m
c. Jumlah tiang pancang 22 buah
d. Mutu tiang pancang 30 Mpa

Gambar 24 Susunan tiang pancang pada


abutment

3. Perhitungan penulangan untuk corbel


A1, corbel B1, balok 5, balok 2,
balok 7, balok 8, balok 6, balok 3
dan 4, pile cap dan tiang pancang
pada pilar V dapat dilihat pada tabel
8 berikut:
Tabel 8 Penulangan Pilar V

Corbel
A1
Corbel
B1

Tulangan
Lentur

Tulangan
geser

D22200

12 200(x)
12 100(y)
12 200

D22140

TulanganS
usut
minimum
12 150
12 200

16

Balok 5

D22150

Balok 2

D22150

Balok 7

10 D25

Balok 8

12 D25

Balok 6

D22150

Balok 3
dan 4
Pile cap

D16150

Tiang
pancang

26 D22

D25100

12 150(x)
12 200(y)
12 300(x)
12 300(y)
12 200(x)
12 100(y)
12 200(x)
12 100(y)
12 100(x)
12 100(y)
12 200

12 200

12 200(x)
12 200(y)
12 50

12 100

12 250

Gambar 29 Susunan tiang pancang pada


pilar V

12 100
12 100
12 100
12 200

Sumber:Hasil perhitungan
4. Detail penulangan pilar V beserta
pelat lantai diatasnya, susunan dan
penulangan tiang pancang terlihat
seperti pada Gambar 27-30 berikut.

Gambar 30 Detail penulangan tiang


pancang pilar V
4.5 Dinding Penahan Tanah
Adapun desain rencana struktur
dinding penahan tanah terlihat pada
Gambar 31 berikut.

Gambar 27 Detail penulangan pilar V

Gambar 28 Detail penulangan pelat lantai


diatas pilar V

Gambar 31 desain dinding penahan tanah


Hasil yang didapatkan berdasarkan
perhitungan struktur dinding penahan
tanah yaitu:
1. Cerucuk galam:
a. Diameter cerucuk galam 10 cm
(atas), 8 cm (bawah)
b. Panjang cerucuk 6 m
2. Dinding penahan
pasangan batu

terbuat

dari

17

4.6 Rancangan Anggaran Biaya


Hasil
perhitungan
rancangan
anggaran biaya pada perencanaan ulang
dapat dilihat pada Gambar 32, sedangkan
rancangan
anggaran
biaya
pada
perencanaan awal jembatan dapat dilihat
pada Gambar 33.

Gambar 32 Rancangan anggaran biaya


ulang

Adapun jumlah tiang pancang yang


digunakan juga sangat berbeda, hal
tersebut
karena
perancangan
awal
menggunakan pile slab pada bentang
tepinya sehingga memerlukan tiang
pancang
dengan
jumlah
tertentu,
sedangkan pada perancangan ulang
digunakan pelat berlubang yang tidak
memerlukan tiang pancang.
Dimensi tiang pancang baja pada
perancangan awal yaitu tiang pancang
dengan panjang 16 m dan diameter 50 cm
untuk 36 titik (banyak tiang), tiang
pancang dengan panjang 19 m dan
diameter 50 cm untuk 16 titik (banyak
tiang) dan tiang pancang dengan panjang
14 m dan diameter 50 cm untuk 20 titik
(banyak tiang). Sedangkan dimensi tiang
pancang beton pada perancangan ulang
yaitu tiang pancang dengan panjang 11m
dan diameter 50 cm untuk 24 titik (banyak
tiang), dan tiang pancang dengan panjang
7 m dan diameter 50 cm untuk 44 titik
(banyak tiang).

Gambar 33 Rancangan anggaran biaya


awal
4.7

Pembahasan

Pada perancangan awal tiang


pancang yang digunakan adalah tiang
pancang
baja,
sedangkan
pada
perancangan ulang tiang pancang yang
digunakan adalah tiang pancang beton.
Perbedaan material tersebut menyebabkan
perbedaan harga satuan pekerjaan. Untuk
tiang pancang baja, harga satuan pekerjaan
sebesar Rp. 22.000/kg, sedangkan untuk
tiang pancang beton untuk harga satuan
pekerjaannya sebesar Rp. 2.133.316,69
atau dengan ekivalen dengan Rp.
5.333,29/kg. Semakain mahal harga tiap
satuan pekerjaan maka semakin mahal
pula jumlah harga dari pekerjaan dengan
kuantitas yang sama.

18

Disamping
itu,
berdasarkan
perhitungan anggaran biaya didapatkan
hasil bahwa biaya perancangan ulang
jembatan lebih ekonomis dibandingkan
dengan biaya perancangan awal atau biaya
perancangan awal lebih mahal dari biaya
perancangan ulang. Biaya perancangan
awal Rp. 15.035.161.357,83, sedangkan
untuk perancangan ulang digunakan biaya
sebesar Rp. 18.572.941.000. Selisih biaya
dari perancangan tersebut sebesar Rp.
3.537.779.642,17. Mahalnya biaya pada
perancangan awal terlihat pada divisi 7
untuk struktur, terutama untuk penyediaan
dan pemancangan tiang pancang. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan material yang
digunakan, perkiraan kuantitas (volume)
dari tiap item pekerjaan dan jumlah tiang
pancang yang digunakan.Oleh karenanya
diperoleh perbedaan anggaran biaya yang
cukup signifikan dari segi kuantitas antara
perancangan awal dengan perancangan
ulang, dimana anggaran biaya pada
perancangan ulang lebih effisien sebesar
19,048 % jika dibandingkan dengan
anggaran biaya pada perancangan awal.
5.

KESIMPULAN

PJembatan Tanah Merah Kabupaten Tanah


Bumbu, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Struktur bangunan atas terdiri dari
gelagar kotak (box girder) prategang
sepanjang 40 m pada bentag tengah
dan pelat berlubang standar bina
marga (voided slab) sepanjang 14,46
m pada kedua bentang tepi.
2. Jenis tendon yang digunakan G270
Seven Wire Strand dengan unit 25
strand pertendon berdasarkan syarat
ASTM A-416.
3. Prosentasi kehilangan prategang total
29,7711% < 30 % (LOPrencana)
4. Tinggi abutment (H) = 3,5 m dan
menggunakan pondasi tiang pancang,
sisi (S) = 0,5 m dengan 12 titik,
panjang (L) = 11 m. Tinggi pilar V
(H) = 7,59 m dan menggunakan

pondasi tiang pancang, sisi (S) = 0,5


m dengan 22 titik, panjang (L) = 7 m.
5. Hasil rekapitulasi biaya untuk
perancangan ulang jembatan sebesar
Rp.
15.035.161.357,83.
Lebih
ekeonomis dibandingkan dengan
perancangan
awal
Rp.
18.572.941.000.
6. Jumlah anggaran biaya pada
perancangan ulang jembatan lebih
effisien sebesar 19,048 % jika
dibandingkan dengan anggaran biaya
pada perancangan awal.
Lin,T.Y., dan Ned H.Burns. 1988. Desain
Struktur Beton Prategang, Edisi ke
3. Jilid 1. Diterjemahkan oleh :
Daniel Indrawan M.C.E. Jakarta :
Erlangga
Mawardi. 2009.Gaya Lateral Pada Tiang
Pancang.
http://www.scribd.com/doc/17054743/
Gaya-Lateral-Pada-Tiang-Pancang.
diakses tanggal 6 februari 2013
Nawy,G.Edward. 2001. Beton Prategang :
Suatu PendekatanMendasar. Edisi ke
3 Jilid 1. Diterjemahkan Oleh :
Bambang Suryoatmono. Jakarta :
Erlangga
Hana. 2011.Perencanaan Dinding Panahan
Tanah.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmod
ul/rekayasa_pondasi1_konstruksi_penaha
n_tanah/bab4_perencanaan_dinding_pen
ahan_tanah.pdf
diakses tanggal 8 februari 2013
http://www.scribd.com/doc/67763730/Din
ding-Penahan-Tahan
diakses pada tanggal 10 februari 2013
Rahardjo,P.P. 2000. Manual Pondasi Tiang
Edisi
3.
Universitas
Katolik
Parayangan, Bandung.
Standard Nasional Indonesia. 2005.
Standar
Pembebanan
untuk
Jembatan.
RSNI
T-02-2005.
Departemen PU Dirjen Bina Marga.
19

Standard Nasional Indonesia. 2007. Tata


Cara Perhitungan Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung (Beta
Version):
SNI
03-2847-2002.
Departemen PU Dirjen Bina Marga.

Pretensioned
Precast
Concrete
Voided Slab. Departemen PU Dirjen
Bina Marga
Supriyadi, B dan Agus, S.M. 2000.
Jembatan. Yogyakarta

Standard Bangunan Atas Jembatan. 1980.


Standard Konstruksi Jembatan Type

20

Anda mungkin juga menyukai