Anda di halaman 1dari 13

PENTINGNYA KOMPETENSI PEJABAT

PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA


KABUPATEN BANGKALAN DALAM
MELAKSANAKAN PROSEDUR PENGADAAN
BARANG/JASA BERDASARKAN PERPRES 54
TAHUN 2010
Nida Qolbi,SE.1, Mohamad Djasuli,SE., M.Si.,3 QIA.2, Gita Arasy
Harwida,SE.,Ak.,M.Tax,QIA.
Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2,Kamal, nida.qolbi_16@yahoo.co.id,
Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2,Kamal, djasuli@yahoo.com
Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2,Kamal, arasy_gita@yahoo.co.uk

Abstrak
Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota
Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Menurut
Perpres 54 Tahun 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui
pengimplementasian perpres 54 tahun 2010 dan kesesuaian kompetensi pejabat pengadaan
barang/jasa menurut perpres 54 tahun 2010. Informan dalam penelitian ini adalah Pejabat
pengadaan barang/jasa di Kabupaten Bangkalan. Data dikumpulkan dari wawancara langsung
dengan para informan dan dianalisa dengan fenomenologi. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa pejabat pengadaan di Pemerintahan Kabupaten Bangkalan sudah
mengimplementasikan Perpres 54 tahun 2010, namun belum secara keseluruhan. dikarenakan
keterbatasan dana, kelengkapan administrasi yang masih kurang, dan belum tersedianya
kantor khusus pengadaan barang/jasa. Berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat
pengadaan menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki Pejabat Pengadaan/ULP di
Kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dari pengangkatan pejabat
pengadaan ditunjuk langsung oleh kepala daerah tanpa melihat kualifikasi dari pejabat
pengadaan itu sendiri dan hasil realisasi pengadaan barang dan jasa pemerintah Kabupaten
Bangkalan baik fisik maupun non fisik.
Kata Kunci: Pengadaan barang/jasa; Perpres 54/2010; pejabat pengadaan; Implementasi dan
Kompetensi
ABSTRACT
The importance of the competency for thr government officer of goods/sevices
procurements in the Bangkalan Regency to perform the procurement procedures in the Perpres
54/ 2010. The purpose of this research is to discuss the implementation of the Perpres 54/2010
and compatibility of its procurement government officers competency according to Perpres 54/
2010. The informant used was the procurement government officer in the Bangkalan Regency.
The data collection method was direct interview with the informants and the analysys method
was phenomenology. The result of the discussion showed that the implementation of Perpres
54/2010 is still not fully implemented. Moreover, the level of the procurement government
officers are still in the low level which is shown by the pointment of procurement government
officers by the Mayor without considering their qualification and the realisation of the
procurement in the Regency of Bangkalan both goods and services which are still
disappointing.
Keyword: Procurement; Perpres 54/2010, Procurement Government Officers; Implementation;
and Competency

Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference


Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

2014 A4-PFM All rights reserved

1. PENDAHULUAN
Pengadaan merupakan fungsi yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Baik
dilihat dari besaran porsi anggaran atau dari banyaknya kasus pengadaan yang terjadi. Akibat
dari pengadaan yang tidak diatur dengan baik, maka bermunculan banyak kasus di bidang
pengadaan. Mengetahui dan Mengingat alokasi dana yang cukup besar untuk pengadaan
barang/ jasa, maka sudah sepantasnya hasil yang didapat juga harus maksimal, namun
kenyataan di lapangan menunjukkan hasil pengadaan barang/jasa pemerintah Kabupaten
Bangkalan tidak sesuai dengan harapan, hal ini dapat dilihat dari 1) hasil temuan BPK tahun
2004, 2008 dan 2009 atas ketidaksesuaian pengadaan barang/jasa 2) realisasi aggaran untuk
pengadaan barang/jasa yang tidak relevan 3) hasil observasi peneliti terhadap beberapa sarana
dan prasarana umum terhadap pengadaan barang/jasa pemerintah Kabupaten Bangkalan.
Selain itu, karena adanya fenomena bahwa kompetensi yang dimiliki oleh pejabat pengadaan
tidak sesuai dengan kompetensi kerja yang dipersyaratkan dalam perpres 54.
Melihat fenomena yang terjadi seperti dijelaskan diatas yang juga merupakan kondisi
real lapangan memberikan gambaran kepada kita semua betapa rapuhnya pengadaan
barang/jasa dipemerintahan kususnya barang/jasa untuk fasilitas umum terutama sarana
infrastruktur jalan dan konstruksi bangunan yang dalam hal ini dianggarkan dana cukup besar.
Untuk itu dibutuhkan kompetensi khusus dalam hal pengadaan barang/jasa. Pengertian
kompetensi menurut SK3-PBJ (Standart Kompetensi Kerja Khusus Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah) dalam LKPP RI No.3 Tahun 2011 adalah uraian kemampuan yang mencakup
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seorang ahli
pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan
Sumber Daya Manusia Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/Jasa pemerintah.
Kompetensi menurut Perpres 54 tahun 2010 adalah kemampuan pejabat dalam
mengelola pekerjaannya dengan berprinsipkan pada efisien; efektif; transparan; terbuka;
bersaing; adil/tidak diskriminatif; dan akuntabel dengan jaminan sertifikat sebagai bukti
pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi dibidang Pengadaan
Barang/Jasa.
Maksud dari pengertian di atas adalah sikap profesionalisme seseorang akan muncul
ketika, seseorang itu berada pada bidangnya. Seperti halnya kompetensi yang harus dimiliki
pejabat pengadaan barang/jasa di Pemerintahan Kabupaten Bangkalan. Kompetensi ini sangat
dibutuhkan untuk menghindari ketergantungan informasi dan data teknis dari rekanan
(imbalance information). Pasalnya, Penentuan kerjasama spesifikasi teknis ini merupakan
salah satu titik krusial terjadinya tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di
Pemerintahan sekaligus memberikan nilai minus akan kompetensi yang dimiliki pejabat
pengadaan barang/ jasa.
Minusnya akan kompetensi yang dimiliki pejabat pengadaan barang /jasa pemerintah
berdampak pada Harga Perhitungan sendiri (HPS)/ Owner Estimate (EO) seperti apa yang
disampaikan Larto Untoro, Kepala Bagian Pengadaan ULP Komisi Pemberantasan Korupsi
(PK) yang dikutip dari sebuah majalah Integrito, Sebuah majalah internal terbitan KPK Vol.
14/Januari. Pasalnya, untuk mendapatkan hasil pengadaan barang/jasa yang menguntungkan
negara dengan kualitas barang yang dapat dipertanggungjawabkan, perhitungan HPS harus
dilakukan secara relevan, dan benar sesuai dengan informasi harga pasar yang bersaing,
perhitungan pajak yang tepat dan biaya-biaya lainnya yang terkait langsung dengan pengadaan
barang.
Pentingnya kredibilitas dan independensi Pengguna Anggaran dalam penentuan
spesifikasi teknis dan HPS/ OE merupakan syarat mutlak terselenggaranya pengadaan
barang/jasa pemerintah dan perbekalan pengadaan yang akuntabel. Kedua aspek ini
mempunyai peran strategis sebagai alat kontrol kualitas barang serta kewajaran harga yang
ditawarkan rekanan.
Berdasarkan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Suharno (2011: 116) dengan
judul penelitian Pentingnya keahlian pengadaan Barang/jasa UPT Pemasyarakatan di
Nusakambangan adalah bahwa UPT pemasyarakatan di Nusakambangan kurang memenuhi

Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam
Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

syarat menjadi anggota ULP, sehingga terpaksa diambilkan dari instansi lain, dengan resiko
pengadaan barang/jasa kurang berjalan secara optimal.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan replikasi ektended yaitu pengembangan
penelitian
dengan menggunakan metode yang sama yakni metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi, namun objek dan permasalahan dalam penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Orientasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kesesuaian kompetensi pejabat pengadaan di Kabupaten Bangkalan dengan tugas dan
tanggungjawabnya sebagai pejabat pengadaan.

2. METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan
untuk membangun suatu proposisi dan menjelaskan makna dibalik realita sosial yang terjadi.
Penelitian ini juga berupaya memandang apa yang terjadi dalam dunia tersebut dan meletakkan
temuan-temuan yang diperoleh di dalamnya dimana peneliti berpijak pada realita atau peristiwa
yang berlangsung dilapangan dengan latar belakang lingkungan yang alamiah. (Bungin,
2007:44)
Pendekatan fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkapkan fakta yang
terjadi dengan lebih menekankan pada pola pikir yang berfokus pada pengalaman-pengalaman
subjektif dan interpretasi pejabat dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai
public service.
Dengan membangun sebuah paradigma interpretatif yang berfokus pada pola pikir,
etika, pengalaman, sikap profesionalisme kerja dan tanggungjawab terhadap tugas yang
dipikulnya, penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberikan kajian yang sesuai.
Sehingga kajian fenomena yang diambil sebagai dasar penelitian ini menjadi lebih relevan dan
akurat (Bungin, 2007:46).
Desain penelitian yang berpedoman pada tujuan penelitian digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian tentang Apakah Pejabat pengadaan sudah mengimplementasikan
perpres 54 dan apakah pejabat pengadaan memiliki kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan pengadaan serta bagaimana seorang pejabat pengadaan melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya sebagai pejabat pengadaan ditengah-tengah tugas dan tanggugjawabnya di
instansi-nya masing-masing antara lain : (a)Pemilihan metode penelitian; (b) Memilih informan
kunci yang terkait dengan penelitian; (c)Pengumpulan data;(d) Analisis data
2.1 Implementasi Perpres 54 tahun 2010 oleh Pejabat Pengadaan dan Kesesuaian
Kompetensi Pejabat Pengadaan dengan Kebutuhan Pengadaan.
Informan kunci yang pertama adalah Ketua ULP (Unit Layanan Pengadaan). Pemilihan
informan ini dikarenakan ketua ULP merupakan orang yang memiliki pengetahuan lebih
dibandingkan dengan pejabat lainnya. Atas dasar pertimbangan ini-lah peneliti mengambil
langkah untuk menjadikan ketua ULP sebagai informan utama, kemudian menjadikan pejabat
pengadaan lainnya sebagai informan kedua. Hasil yang diperoleh akan menjadi perbandingan
untuk mempertimbangan kesimpulan dalam penelitian ini.
2.2 Unit analisis kompetensi pejabat pengadaan yang dipersyaratkan oleh SK3-PBJ
(Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengadaan Barang/Jasa) adalah sebagai berikut:
(a) informan memenuhi persyaratan menjadi pejabat pengadaan;(b) informan mengerti
akan tugas dan tanggungjawab kerja serta mampu memecahkan persoalan-persoalan yang
akan terjadi selanjutnya.; (c) Informan memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih dalam
melaksanakan tugas menjadi pejabat pengadaan
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: (a) Survei pendahuluan yaitu
untuk menggali informasi-informasi up-to date baik melalui artikel, media cetak, internet, serta
lainnya untuk memperoleh gambaran akan kinerja pejabat dan memahami permasalahan yang
akan diteliti dan dibahas dalam penelitian ini; (b) Survei kepustakaan yaitu mengumpulkan dan
mempelajari data jadi yang diperoleh baik dari buku-buku, jurnal maupun aturan perundangundangan yang disesuaikan dengan teori-teori yang mendukung (c) Pengumpulan data
lapangan dilakukan dengan yaitu dengan melakukan observasi, wawancara, rekaman dan
dokumentasi. Dalam melakukan observasi peneliti melakukan wawancara secara mendalam
untuk memperoleh informasi terkait dengan tujuan penelitian. Proses pengumpulan data
3

Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference


Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

dilakukan dengan melakukan observasi lapangan, melihat pemberitaan melalui media cetak
dan elektronik guna memperoleh informasi yang terkait dengan tujuan penelitian.
Proses analisis kesesuaian kompetensi pejabat dengan tugas dan tanggungjawab
sebagai pejabat pengadaan dilakukan dengan membandingkan gelar, jabatan serta
pengetahuan dan pengalaman yang dimilki pejabat pengadaan dengan tugas yang dipikulnya
yaitu (pengadaan barang/jasa).
Langkah-langkah analisis data pada pendekatan fenomenologi (Creswel, 2007 dalam
Mutiah 2011: 48), yaitu: (1) Peneliti memulai mengorganisasikan semua data yang diperoleh
tentang fenomena pengalaman yang dikumpulkan;(2) Membaca data secara keseluruhan dan
membuat catatan mengenai data yang dianggap penting;(3) Menemukan dan mengelompokkan
makna pernyataan dengan melakukan horizonatiling yaitu setiap pernyataan pada awalnya
diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya pernyataan yang tidak relevan dengan topik
pertanyaan yang bersifat repititif dihilangkan sehingga yang tersisa hanya horizons (arti
tekstural dan unsur pembentuk atau pembentuk dari fenomena yang tidak mengalami
penyimpangan); (4) Pernyataan tersebut kemudian dikumpulkan kedalam unit makna lalu ditulis
gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi;(5) Selanjutnya peneliti
mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena sehingga menemukan esensi dari
fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang
terjadi pada informan) dan structural description (yang menjelaskan bagaiman fenomena itu
terjadi);(6) Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari
fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman informan mengenai fenomena
tersebut.
3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pengadaan barang/jasa dilakukan oleh pejabat pengadaan yang sudah


tercantum dalam SK Bupati yang dalam pengangkatannya ditunjuk langsung oleh Kepala
daerah dengan hanya didasarkan pada kepemilikan sertifikat pengadaan tanpa memperhatikan
kualifikasi dari kompetensi pejabat itu sendiri. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi hasil akhir
pengadaan, dimana output yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Selain itu, jabatan yang disandang oleh pejabat pengadaan tidak hanya berfokus pada
bidang pengadaan barang/jasa pemerintah, melainkan pada tugas pokok dan
tanggungjawabnya sebagai pegawai negri sipil di instansi pemerintahan yang didudukinya.
Dengan kata lain, tugas pengadaan merupakan tugas tambahan, yang tentu saja porsi
tanggungjawabnya tidak bisa dioptimalkan. Melihat pengadaan yang sumber anggarannya
berasal dari APBD/APBN yang tentu saja nilainya tidak sedikit jumlahnya, namun perlakuannya
tidak bisa dioptimalkan, maka jelas prinsip pengadaan yang dijadikan sebagai pedoman
pengadaan telah diabaikan.
Melihat kondisi yang juga merupakan gambaran pengadaan di Kabupaten Bangkalan,
maka perlu perhatian kusus terkait peningkatan kompetensi pejabat pengadaan. Kompetensi
merupakan tolak ukur terpenting yang menjadikan pejabat bersikap professional. Untuk
mengetahui kompetensi pejabat pengadaan,peneliti mencoba untuk menggali informasi dari
beberapa informan yang peneliti tetapkan dengan kriteria informan yang telah dijelaskan dalam
metpen penelitian ini. Dari informan yang sudah peneliti wawancarai, mereka menjelaskan
implementasi perpres 54 tahun 2010 sebagai berikut:
Menurut Informan A:
Ya sudahlah mbak. Kalau tidak menerapkan perpres 54 ya kita salah. Dibentuknya
ULP itu sendiri kan sudah merupakan implementasi 54.
Pernyataan informan A sudah benar, tapi belum secara spesifik dalam memberikan
penjelasan. Mungkin yang dimaksudkan adalah hanya sebatas prosedural, namun secara
keseluruhan semisal teknis pengerjaan lapangan masih dalam proses pengerjaan.
Hal ini senada dengan pernyataan informan B dan C yang menyatakan
Informan B:
Tentu sudah, tapi semuanya kan masih butuh proses. Tidak serta merta semua
tersedia kan. Selain kendala dana, administrasinya kan perlu dilengkapi. Apalagi tiap personel
pengadaannya itu ada di instansi yang memiliki tugas dan tanggungjawab masing-masing.
Informan C:
Kalau untuk dokumennya itu sendiri kita sudah mengacu pada perpres 54, tapi kalau
secara kelembagaan dan personil/tim pengadaan itu belum. Kita masih berada pada instansi
masing-masing jadi tidak dalam sebuah satu lembaga yang memiliki tugas pokok bidang
4

Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam
Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

pengadaan barang/jasa. Ditambah lagi personilnya atau PNS yang bersertifikat itu sedikit
jumlahnya. Jadi mulai tahun 2009-2012 semua pejabat pengadaan harus sudah memiliki
sertifikat. Kalau dulu masih L1/L2/L3, kalau sekarang sudah berubah. Saya kurang paham
untuk soal ini.
Nah, kalau untuk dokumen, saya tidak megang. Jangankan saya, ketuanya saja belum
tentu punya. Karena memang dokumen itu memang ada di skpd masing-masing. Selain karena
masalah dana, kami juga tidak punya kantor tetap. Jadi tidak ada tempat penyimpanan
dokumen. Daripada hilang, lebih baik dipegang tiap skpd masing-masing. Kalau nanti kita
butuh, tinggal kita pinjam saja.
Menarik apa yang disampaikan oleh informan B dan informan C mengenai Selain
kendala dana, administrasinya kan perlu dilengkapi. Kalau peneliti analisa dana yang
dianggarkan untuk pengadaan itu jumlahnya cukup besar. Untuk melakukan pengadaan
barang/jasa yang nilai kontraknya jutaan sampai milyaran rupiah bisa, kenapa membangun
atau memperbaiki tata kelola dalam organisasi pengadaan itu sulit. Hal ini jelas tidak masuk
akal. Kalau saja fokus kerja pemerintahan tidak hanya pada hasil akhir yang ingin didapat tapi
lebih kepada perbaikan internal badan keorganisasian itu sendiri. Maka secara tidak langsung
pemerintah telah mengusahakan pencapaian output yang maksimal atau sesuai dengan yang
diharapkan.
Melihat pernyataan diatas yang juga merupakan gambaran kondisi di Kabupaten
Bangkalan, peneliti ingin mengetahui sejauh mana implementasi perpres 54 dilaksanakan.
Untuk itu peneliti mengajukan pertanyaan lebih dalam lagi kepada informan tentang
Sejauhmana E-procurement dilaksanakan?
Informan A:
Untuk e-procnya, kita sudah menjalankannya kurang lebih 40%. Nah kalau untuk
sepenuhnya dilaksanakan e-proc itu masih belum. Karena memang alatnya belum ada dan kita
masih dalam masa adaptasi.
Pernyataan informan A menjelaskan bahwa e-procurement atau yang kita sebut
dengan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik di Kabupaten Bangkalan masih
dalam proses pengerjaan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa implementasi perpres 54 tahun
2010 belum sepenuhnya dilaksanakan. Dimungkinkan karena masih dalam masa transisi yakni
perubahan peraturan dari kepres 80 tahun 2003 menjadi perpres 54 tahun 2010. Penjelasan
diatas senada dengan apa yang disampaikan informan B yakni :
Untuk e-proc sendiri kita masih dalam proses. Kita sudah ada websitenya. Bahkan
sudah ada pelatihan untuk ini. Kita cuman menunggu panggilan saja. Kan memang tahun 2012
ini semua pengadaan harus sudah berbasis elektronik. Jadi semua administrasi, mulai dari
pengumuman, proses lelang, sampai penentuan pemenang diumumkan lewat web. Jadi sudah
terkomputerisasi.
Berbeda dengan informan C yang kurang paham akan pelaksanaan e-proc itu sendiri.
Berikut penuturan informan C :
Kalau e-proc sepertinya belum, lebih baik tanya langsung pada ketuanya saja. Tapi
memang semua masih dalam proses. Untuk kesiapan penggunaan saya kurang paham. Dan
kalau untuk pelatihan e-proc itu sendiri saya juga kurang paham. Soalnya belum ada undangan
untuk pelatihan.
Disini informan C, terlihat kurang paham akan perubahan tekhnis kerja pengadaan.
Terlihat bagaimana dia menjawab kalau e-proc sepertinya belum, lebih baik Tanya langsung
pada ketuanya saja.
Menanggapi ulasan dari penjelasan diatas, dimungkinkan disebabkan beberapa faktor
keadaan yang tidak mendukung. Seperti tanggungjawab kerja disetiap instansi, komisis yang
tidak sesuai, dan wadah sebagai suatu kelembagaan organisasi pengadaan. Beberapa faktor
ini sangat mempengaruhi kinerja pejabat pengadaan yang kemudian berdampak pada hasil
akhir atau output.
Sejauh perpres belum bisa dilaksanakan secara keseluruhan, apakah kompetensi
pejabat pengadaan sudah sesuai dan bagaimana implikasinya. Untuk mengetahui hal tersebut,
maka peneliti langsung melakukan wawancara dengan beberapa informan yang sudah peneliti
pilih dan tetapkan guna mendapatkan jawaban atau referensi yang dapat diulas sebagai
bahasan untuk menjawab permasalahan yang diangkat.

Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference


Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

3.1. Kompetensi dan Implikasinya terhadap Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa
oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan harapan mampu meningkatkan kualitas
pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih yang didukung
dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel (Perpres 54
tahun 2010).
Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang
dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diperlukan upaya untuk
menciptakan tata kelola organisasi pengadaan yang kompeten didalamnya (modul Diklat
Teknis Subtantif Spesialisasi hal 5)
Kompeten disini dimaksudkan agar dalam menyelenggarakan pengadaan barang/jasa
pemerintah, pejabat mengetahui dengan pasti akan tugas dan tanggungjawabnya baik dari segi
fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan
masyarakat (public service)

3.2 Pemahaman ULP/Panitia Pejabat Pengadaan Terhadap Syarat Kompetensi Menjadi


Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 54 tahun 2010
Dalam kinerjanya pejabat pengadaan dituntut untuk dapat tetap konsisten dalam
mengolah tanggungjawabnya. Beban tugas, tanggungjawab publik serta tugas tambahan yang
dipikulnya menjadikan pejabat pengadaan harus lebih bekerja secara optimal. Untuk itu
dibutuhkan kompetensi dalam mengolah pengadaan barang/jasa pemerintah. Kompetensi yang
disyaratkan dalam perpres 54 pasal 17f adalah setiap pejabat pengadaan haruslah memiliki
sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/jasa yang sesuai dengan Kompetensi yang
dipersyaratkan.
Namun demikian pernyataan ini menjadi melemah ketika ada pernyataan yang sifatnya
bertentangan dengan pernyataan diatas, yakni jika dalam sebuah instansi/organisasi
pemerintah tidak memiliki pejabat yang memenuhi syarat menjadi pejabat pengadaan, maka
boleh diambilkan dari instansi lain. Ketentuan ini merupakan kebijakan yang diambil dari
perpres 54 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ): pasal 17(4)
Kedua pernyataan diatas bertolak belakang ketika sebuah pernyataan mengenai
pengangkatan pejabat pengadaan diambilkan dari instansi lain, maka bisa diartikan beban
tugas yang dipikul pejabat pengadaan bukanlah berasal dari bidang yang ditekuni oleh pejabat
pengadaan itu sendiri. Hal ini juga terbukti dari gelar atau jabatan yang disandang oleh pejabat
pengadaan (tertera dalam SK Bupait). Bermodalkan sertifikat tanpa melihat kualifikasi yang
jelas mengenai latar belakang pendidikan atau kompetensi yang dimiliki pejabat pengadaan,
kepala daerah kemudian mengangkatnya menjadi pejabat pengadaan atau yang disebut
dengan penunjukan langsung. Hal ini menjadi berbeda dengan Kompetensi yang disyaratkan
dalam perpres 54 tahun 2010 pasal 17f.
Selain itu berdasarkan pernyataan dalam perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan
barang/jasa pemerintah (PBJ): pasal 17(4) bahwa pejabat pengadaan berasal dari instansi atau
lembaga pemerintah, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah
merupakan tugas tambahan yang dibebankan kepada pegawai negeri sipil yang diangkat
menjadi pejabat pengadaan, sehingga hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerja pejabat
dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka peneliti mencoba menggali informasi dari
beberapa informan yang memiliki latar belakang yang berbeda tentang pemahamannya
terhadap kompetensi dan implikasinya dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya
sebagai pejabat pengadaan. Namun sebelum memasuki pertanyaan inti yang kemudian
merupakan penilaian terhadap kompetensi pejabat pengadaan, peneliti terlebih dahulu
memberikan pertanyaan pengantar seputar syarat dan tugas menjadi pejabat pengadaan. Hal
ini menjadi penting ketika tugas dan tanggungjawab sudah pasti dapat dimengerti oleh setiap
pejabat pengadaan, maka pejabat pengadaan tidaklah kesulitan dalam menjalankan tugasnya.
Menurut informan A:
syarat diangkatnya menjadi pejabat pengadaan itu, ya hanya memiliki sertifikat
pengadaan.kalau di instansi tersebut tidak terdapat pegawai yang memiliki sertifikat
6

Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam
Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

pengadaan, ya..harus diambilkan dari instansi lain. Apalagi kan memang untuk mendapatkan
sertifikat pengadaan itu susah. yang memiliki sertifikat pengadaan di Kabupaten Bangkalan ini
sedikit jumlahnya, sekitar 32 orang dan memang tidak mudah mendapatkan sertifikat
pengadaan. Karena hanya LKPP lah yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikat
pengadaan. Seandainya ditiap Kabupaten atau provinsi saja ada LKPP, kan lebih mudah. Ini
malah kantor Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang banyak. Kan tidak begitu
penting. Ya begitulah di Bangkalan ini.
Untuk tugasnya, hanya menjalankan prosedur pengadaan. Mulai dari pengumuman
sampai proses pengadaan. Didalam proses itu sendiri terdapat banyak metode pemilihan,
tergantung dari besaran anggaran untuk proyek itu.
Kesan yang disampaikan oleh informan A terlihat bahwa kompetensi yang sesuai
dengan kebutuhan pengadaan dapat digantikan dengan sertifikat pengadaan. Namun jawaban
kedua mengenai tugas menjadi pejabat pengadaan sudah sesuai dengan perpres 54.
Pernyataan ini terlihat alami. Hal ini diperkuat dengan fakta dilapangan. Minimnya pejabat
pengadaan di Kabupaten Bangkalan membuat pelaksanaan pengadaan harus diambilkan dari
instansi lain, dengan resiko yang mungkin akan terjadi.
Mungkin yang dimaksud oleh informan A adalah kerjasama LKPP dengan beberapa
kelembagaan disetiap daerah. Sehingga untuk mendapatkan sertifikat pengadaan secara
independen dapat dengan mudah dilaksanakan.
Pernyataan informan A diatas selaras dengan pernyataan yang dilontarkan oleh
informan B. berikut pernyataan dari informan B:
syarat diangkatnya menjadi pejabat pengadaan adalah kita harus memiliki sertifikat
pengadaan
Sedangkan informan C juga menjawab hal yang sama yakni
syarat diangkatya menjadi pejabat pengadaan ya,.. sertifikat pengadaan. Tapi untuk
mendapatkan sertifikat pengadaan itu tidak mudah. Sangat susah dan bahkan hanya sedikit
yang lulus sertifikat
Pada intinya, sertifikat pengadaan merupakan syarat utama diangkatnya Pegawai
Negri Sipil (PNS) menjadi pejabat pengadaan. Hal ini menjadi penting karena ketika ditengahtengah pengadaan nantinya ada permasalahan, dan BPK menyelidiki kasus tersebut, yakni
salah satunya tentang apakah pejabat pengadaan di instansi tersebut sudah memenuhi syarat
diangkatnya menjadi pejabat pengadaan sesuai perpres 54 tahun 2010. Hal ini bisa langsung
dibuktikan dengan sertifikat pengadaan. Fenomena inilah yang kemudian mengubah paradigma
seseorang bahwa sertifikat pengadaan merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh
seseorang untuk diangkat menjadi pejabat pengadaan, tanpa melihat kualifikasi lainnya sesuai
dengan ketentuan perpres 54 tahun 2010
Melihat pernyataan diatas yang juga merupakan gambaran kondisi di Kabupaten
Bangkalan, peneliti ingin membuktikan dugaan yang merupakan hasil proses berfikir peneliti
dalam tanggapan mengenai efek yang terjadi dilapangan. Yaitu, langkah apa yang dilakukan
pejabat pengadaan/ULP jika dalam proses mendapatan barang/jasa terdapat permasalahan ?.
Pertanyaan ini diajukan, untuk melihat tanggungjawab pejabat pengadaan terhadap persoalan
yang mungkin akan terjadi dalam proses pengadaan barang/jasa yang ditanganinya. Berikut
adalah sepenggal pernyataan dari informan A:
Kalau untuk pemasalahan-permasalahan. Kita lihat dulu, siapa yang berbuat curang
disini. Apakah dari penyedia barang atau memang dari kita. Tapi untuk masalah ini, kita kan
cuma menyeleksi penyedia barang/jasa. Untuk urusan selanjutnya-kan tergantung dari instansi
tesebut mau melakukan kontrak dengan penyedia barang yang kami tawarkan atau tidak.
Istilahnya kan kita hanya mencarikan tukang untuk mereka. Untuk urusan ditindak lanjuti atau
dilakukan kontrak kan urusan mereka, bukan urusan kita lagi. Begitu!! lagi pula ada bagian
tersendiri, untuk urusan kesesuaian barang itu tanggungjawab PPK. Jadi kalau ada ketidak
sesuaian, ya..PPK yang kena.
Misalkan kita kan mengadaan kontrak dengan penyedia, nah biasanya penyedia itu kita
mintai rekening untuk memasukkan dana 100 juta sebagai jaminan, yang jaminan itu kita
pegang. Begitu pihak penyedia melakukan kecurangan, kita ambil jaminan itu atau bahkan kita
mintai kerugian, dengan alasan melanggar kontrak perjanjian. Tapi kalau misalkan hasil
pengadaan itu sudah sesuai, baru kita bayarkan.
Atau seperti ini, misalkan terjadi keadaan darurat. Ini biasanya dirumah sakit. dalam hal
ini, kita bisa langsung mengadakan pengadaan barang/jasa saat itu juga tapi tetap mengarah

Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference


Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

pada aturan. Nah, nantinya kita masukkan dalam rencana pembangunan jangka panjang
(RPJM). Untuk urusan keuangan, nanti kita bayarkan setelah dana itu turun. Jadi santai saja
Pernyataan informan A ini terlihat seperti menghindari tanggungjawabnya sebagai
salah satu bagian dari organisasi pengadaan. Kalau kita analisa, pernyataan ini justru tidak
sesuai dengan perpres 54 tahun 2010 mengenai alur proses pengadaan sampai didapatkannya
hasil pengadaan yang sesuai. Untuk mendapatkan hasil pengadaan yang sesuai, maka perlu
pengaturan yang baik mengenai tata cara pengadaan barang/jasa yang sederhana, jelas dan
komprehensif sesuai alur prosedur yang dijelaskan dalam perpres 54 tahun 2010 mengenai
pengadaan barang/jasa pemerintah. Oleh karena itu, mau tidak mau instansi tersebut haruslah
melakukan tindak lanjut kontrak yang ditentukan oleh hasil penentuan pemenang yang dipilih
pejabat pengadaan/ULP sesuai aturan perpres 54. Jadi jelas pejabat pengadaan masih
memiliki tanggungjawab sebagai penentu pemenang penyedia barang.
Selain itu pernyataan yang dilontarkan informan A dipicu oleh batas akhir
tanggungjawab menjadi pejabat pengadaan. Hal ini berdasarkan pernyataan dari informan A
yaitu:
setiap tahunnya pejabat pengadaan itu dipindah tugaskan, jadi tidak menetap menjadi
pejabat pengadaan untuk bidang yang sama sesuai SK Bupati
Artinya jika dalam proses pengadaan terdapat kendala yang memicu adanya
keterlambatan pengadaan barang/jasa pemerintah terutama yang bersifat konstruksi, maka
tanggungjawab inilah menjadi kabur dan menjadi tugas PPK selaku pemeriksa barang/jasa
pemerintah. Jadi tidak salah kalau informan A memberikan pernyataan tugas pejabat
pengadaan hanya sampai pada penentuan pemenang. Karena memang PPK diangkat dari
KTU dalam instansi tersebut. Jadi tidak mungkin ada putus kerja
Berbeda dengan informan A, informan B menjawab lebih realistis yaitu:
Jika nantinya terdapat kesalahan ditengah-tengah kontrak, maka yang harus kita
lakukan adalah melihat letak dari permasalahan yang ada. Didalam kontrak dan dokumen
pengadaan kan sudah jelas. Barang siapa yang melanggar dari ketentuan kontrak ini, maka
akan dikenakan sangsi yang sesuai. Entah mulai dari denda atau perbaikan hasil pengadaan.
Pernyataan yang dilontarkan informan B, merupakan pernyataan standar sehigga
peneliti membutuhkan informan tambahan.
Berikut pernyataan dari informan C:
Biasanya dek, kesalahan itu terletak pada CV nya. Kan tidak semua CV itu jujur. Jadi
ya, CV nya yang harus mengganti kerugian yang ada. Kalau misalkan ada permasalahan saat
selesainya pekerjaan, ya itu salahnya Pejabat penerima Hasil.
Pernyataan dari Ketiga informan diatas tidak sesuai dengan aturan yang tertuang
dalam perpres 54. Seperti halnya informan A dan C yang justru malah melimpahkan kesalahan
pada orang lain dengan menyebutkan fungsi dan tanggungjawab dari setiap lini organisasi
pengadaan. Sementara pernyataan dari informan B terlihat standart yang peneliti tidak bisa
simpulkan. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada dasarnya tanggungjawab akan hasil
pengadaan merupakan tanggungjawab keseluruhan organisasi pengadaan, tidak dibagikan
kepada setiap lini pengadaan seperti yang dinyatakan oleh informan A dan C.
Namun hal ini menjadi berbeda ketika kesalahan tersebut memang terbukti dilakukan
dengan sengaja atau tidak sengaja oleh salah satu dari lini organisasi pengadaan dengan
tujuan tertentu yang merupakan tindakan melanggar hukum.
Pernyataan pengantar diatas, membuktikan pada kita bahwa pejabat pengadaan
barang/jasa pemerintah di kabupaten Bangkalan masih kurang memenuhi kriteria menjadi
seorang pejabat pengadaan baik dilihat dari kualifikasi persyaratan menjadi pejabat pengadaan
atau cara mereka memecahkan permasalahan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui lebih
jauh lagi mengenai Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Kabupaten
Bangkalan seperti yang dijelaskan dalam perpres 54, bahwa pejabat dikatakan profesionalisme
apabila telah menerapkan prinsip-prinsip dasar pengadaan.
3.3. Pemahaman Pejabat Pengadaan terhadap Prinsip Dasar Pengadaaan yang
Merupakan Tolak Ukur Kompetensi Pejabat Pengadaan.
Prinsip dasar ini merupakan hal-hal mendasar yang harus menjadi acuan atau
pedoman yang harus dijalankan pejabat pengadaan untuk mendapatkan barang/jasa
pemerintah. Dalam prinsip dasar juga terkandung filosofi pengadaan barang/jasa yakni
upaya untuk mendapatkan barang/jasa yang diinginkan, dengan menggunakan pemikiran
8

Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam
Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

yang logis dan sistematis, mengikuti norma dan etika yang berlaku berdasarkan
prinsip dasar pengadaan (Perpres 54 tahun 2010)
Namun seringkali penjelasan dalam tiap komponen prinsip dasar pengadaan sering
disalah artikan. Artinya, prinsip dasar pengadaan hanyalah sebuah teori yang sifatnya tidak
dipaksakan manfaatnya, namun yang terpenting memperoleh barang yang sesuai dengan
kebutuhan adalah hal yang paling utama.
Dari sinilah terlihat bagaimana seorang pejabat pengadaan dalam menjalankan tugas
dan tanggungjawabnya. Mengenai prinsip dasar pengadaan merupakan salah satu tolak ukur
dalam menilai kompetensi pejabat pengadaan, maka pejabat pengadaan dituntut secara aktif
menerapkan prinsip dasar pengadaan sebagai sebuah pedoman bahkan sebuah sistem kerja
dalam memperoleh barang/jasa pemerintah bidang pengadaan.
Untuk mengetahui apakah dalam menjalankan tugasnya pejabat pengadaan
menggunakan prinsip dasar pengadaan, maka peneliti mencoba menggali informasi dari
beberapa informan dengan latar belakang yang berbeda tentang pemahamannya terhadap
definisi dan komponen prinsip dasar pengadaan. Dari informan yang sudah peneliti
wawancarai, mereka menjelaskan prinsip dasar pengadaan sebagai berikut:
Menurut informan A:
prinsip dasar pengadaan itukan acuan untuk dapat barang/jasa ,dimana didalamnya terdapat
banyak komponen antara lain efektif, efisien, adil, terbuka, transparan, bersaing sehat. Kalau
yang dimaksud efisien itu ya kita mendapatkan barang dengan harga yang sesuai dengan
harga pasar, yang terpenting tidak melebihi pagu anggaran yang telah ditentukan atau sesuai
dengan anggaran. Kalau efektif, pelaksanaan pengadaannya tidak molor alias tepat waktu.
Mulai dari pengumuman,pelelangan sampai terpilihnya pemenang tender. Untuk
transparansi,sekarang kita sudah ada E-procurement atau LPSE, jadi kita umumkan bahwa
akan ada pelelangan mengenai pengadaan ini misalkan Nantinya semua penyedia langsung
memberikan penawarannya lewat situ. Jadi tinggal kita seleksi aja. Ini juga termasuk kategori
persaingan sehat karena penyedia dengan mudahnya mendapatkan informasi dari kita. Kan
begitu saja
Dari pernyataan informan A diatas, definisi dari komponen prinsip dasar pengadaan
sudah sesuai yaitu acuan untuk mendapatkan barang/jasa namun pengertian dari tiap
komponen yang dilontarkan informan A kurang benar yaitu yang terpenting tidak melebihi pagu
anggaran yang telah ditentukan . Pernyataan ini seolah-olah hanya terpaku pada anggaran
bukan pada pemerolehan barang itu sendiri. Jelas, persepsi ini salah dan tidak dibenarkan
dalam pengadaan barang/jasa pemerintah seperti apa yang dijelaskan dalam modul Diklat
Teknis Subtantif Spesialisasi (DTSS) yang merupakan salah satu pelajaran dalam uji
mendapatkan sertifikat pengadaan.
Bahwa yang dimaksud dengan efisien adalah menggunakan dana dan daya yang
terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan
dapat dipertanggungjawabkan. Dengan istilah lain, efisien artinya dengan menggunakan
sumber daya yang optimal dapat diperoleh barang dan jasa dalam jumlah , kualitas, waktu
sebagaimana yang direncanakan.
Dalam prinsip WTO, efisien tersebut dinyatakan sebagai kebijakan value for money.
Kebijakan efisienvalue for money tidak selalu diwujudkan dengan harga barang termurah,
karena disamping harga murah ada elemen lain yang perlu dipertimbangkan, diantaranya:
ketersediaan suku cadang, panjang umur rencana dari barang yang dibeli, besarnya biaya
operasional dan pemeliharaan, dan sebagaimana ,yang apabila digabungkan dengan harga
akan menghasilkan nilai yang optimal.
Berbeda dengan pernyataan dari informan A, informan B yang merupakan Anggota
ULP menjelaskan prinsip dasar pengadaan sebagai berikut:
prinsip dasar pengadaan itu terdiri dari beberapa komponen yang saya kurang hafal,
seperti efektif dan efisien. Nah, dalam mendapatkan barang, misalkan untuk pengadaan mobil
dinas atau sepeda motor, itu semua sudah ada dalam SHB (Standart Harga Barang). Jadi tidak
bisa sembarangan. Kalau mau menjualkan kepada kita, harganya ya harus ikut penawaran
pemerintah sesuai dengan SHB itu sendiri.
Pernyataan dari informan B, kurang benar. Standar Harga Barang (SHB) merupakan
buku pedoman namun bukan harga paten dalam menentukan HPS. Jika dalam perhitungan
HPS, pejabat hanya berpatokan dalam SHB dan bukan harga pasar maka akan mempengaruhi
9

Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference


Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

hasil akhir atau output yang didapat. Hal ini dikarenakan standart harga barang sangatlah
berfluktuasi mengikuti tren perekonomian. Jadi untuk mendapatkan barang/jasa dengan
kualitas yang bagus dengan harga murah namun bukan murahan, pejabat harus mengikuti
kaidah yang benar untuk tetap mewujudkan nilai efisien suatu barang seperti yang dijelaskan
dalam prinsip dasar pengadaan.
Sama halnya dengan informan A dan B yang terpaku pada efektif dan efisien. Informan
C juga memberikan pernyataan yang sama yaitu
kita menggunakan prinsip dasar pengadaan itu dalam memperoleh barang/jasa
pemerintah. Ini merupakan hal utama. Antara lain dalam prinsip dasar pengadaan yaitu efektif
dan efisien. Ya kalau efisien itu kan berkaitan dengan uang. Jadi bagaimana kita memproses
barang itu sesuai dengan anggaran dan lagipula untuk barang itu sendiri ada patokan harganya
yang ada dalam buku pedoman harga Standar Harga Barang. Kalau efektif itu kan berkaitan
dengan waktu jadi kalau menurut saya efektif itu tepat waktu, sesuai dengan RAPBD. Jadi
kalau ada pengadaan yang tidak sesuai baik disebabkan oleh molornya pengumuman
pengadaan sampai pada proses dilaksanakan tender itu bisa jadi masalah untuk kami. Sejauh
ini biasanya keterlambatan itu dikarenakan pencairan dana dari atasan. Untuk transparan,
sekarang kita kan sudah ada LPSE. Jadi infomasinya bisa diupdate oleh masyarakat luas, dan
memang pengumuman hingga ditetapkannya pemenang sudah diumumkan ke publik. Jadi
publik juga bisa menilai. Apalagi sekarang kan sudah ada E-Procurement. Jadi bisa langsung
dilihat dari website. Kalau dulu, kita masih menggunakan manual yaitu menggunakan
pengumuman baik Koran atau media lainnya. jadi rada susah.
Pernyataan ini sesuai dengan prinsip pengadaan, namun berbeda dalam praktek
lapangan. Seperti hasil survey yang peneliti lakukan. Kebanyakan pengadaan barang/jasa
terutama bersifat konstruksi itu telah melampaui dari batas waktu penelitian. Salah satu
contohnya yang terjadi dilapangan adalah pembangunan mall Bangkalan yang melibihi batas
akhir ketentuan kontrak. Selain itu, rusaknya ruas jalan di Bangkalan yang rusak, hanya selang
beberapa bulan dari perbaikannya, dll
Fenomena diatas jelas memberikan kesan, bahwa organisasi pengadaan barang/jasa di
pemerintahan kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah. Baik dilihat dari pengetahuan
pejabat dalam menjalankan tugas sampai pada kesadaran dalam memberikan tanggungjawab
publik pejabat pengadaan. Kalau penataan disetiap sektor pembangunan yang dibiayai dengan
APBD/APBN dikerjakan asal-asalan seperti ini, maka prinsip pengadaan yang tertera dalam
buku panduan perpres 54 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah hanya sebatas aturan
yang dibukukan, bukan aturan yang digunakan untuk dipraktekkan.
Prinsip dasar pengadaan merupakan gambaran pencapaian pengadaan yang sesuai
undang-undang hanya merupakan pedoman yang harus diterapkan oleh pejabat pengadaan.
Namun secara keseluruhan kompetensi pejabatlah yang menentukan. Jadi jelas kompetensi
pejabat mempengaruhi secara keseluruhan proses pengadaan sampai didapatkannya barang
tersebut.
Dalam aspek teknis, penentuan spesifikasi teknis yang seharusnya menjadi
kewenangan mutlak Pengguna Anggaran, bisa saja beralih menjadi kewenangan penyedia
barang. Hal ini dikarenakan adanya imbalanced information dan terbatasnya pengetahuan
teknis pelaksana proyek terhadap produk atau barang/jasa pengadaan. Sehingga
menyebabkan ketergantungan pada informasi dan data teknis dari rekanan menjadi sangat
tinggi. Adanya kerjasama dalam penentuan pesifikasi teknis ini merupakan salah satu titik
krusial terjadinya kesalahan pengadaan sampai ranah kasus tindak pidana korupsi (Tipikor)
Kondisi diatas menjelaskan pada kita bahwa kompetensi pejabat pengadaan masih
kurang diperhatikan atau dengan kata lain kompetensi kerja yang dimiliki oleh pejabat
pengadaan tidak sesuai dengan kebutuhan pengadaan. Sehingga dalam prosesnya terdapat
kendala-kendala tekhnis yang tanpa disadari hal ini juga termasuk merugikan pemerintah.
Kurangnya perhatian dari kepala daerah akan penempatan kerja yang sesuai dengan bidang
yang dimiliki pejabat pengadaa, menjadikan kinerja pejabat menurun, hal ini terbukti dari hasil
kerja baik dilihat dari bentuk fisik maupun nilai anggaran yang membengkak (Realisasi
Anggaran).
Untuk itu dibutuhkan kredibilitas dan independensi Pengguna Anggaran dalam
penentuan spesifikasi teknis dan penentuan HPS yang benar-benar dilakukan oleh pejabat
pengadaan yang kompeten. Hal ini menjadi penting sebagai alat kontrol kualitas barang serta
kewajaran harga yang ditawarkan rekanan, sehigga nantinya diharapkan nilai anggaran dapat
diefisienkan sesuai kebutuhan.

10

Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam
Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

Prinsip dasar hanyalah panduan cara mendapatkan barang/jasa pengadaan yang


sesuai, tapi yang menentukan adalah pejabat pengadaan. Oleh karena itu pejabat pengadaan
dituntut harus memiliki kompetensi yang memadai dalam bidang pengadaan barang/jasa.
Begitu pentingnya kompetensi yang harus dimilki pejabat pengadaan, maka dalam
pengangkatan menjadi pejabat pengadaanpun tidak boleh asal tunjuk tanpa mengetahui
kualifikasi yang dimiliki pejabat pengadaan. Untuk menghindari hal-hal diatas, maka peneliti
mencoba berdiskusi guna mencari tahu seberapa pentingkah kompetensi yang harus dimiliki
pejabat pengadaan atau mungkin ini menjadi tidak penting karena beberapa faktor dan kendala.
Berikut komentar dari beberapa informan yang sudah peneliti pilih.
Informan A:
seharusnya iya, tapi jumlah pejabat yang memiliki sertifikat pengadaan itu kan terbatas
jumlahnya. Jadi mau tidak mau kita harus mengambil dari instansi lain yang memiliki sertifikat
pengadaan. Lagipula kan kalau kita tidak mengerti secara tekhnis pengerjaannya, kan bisa
menggunakan jasa konsultansi atau bagian tekhnis yang memang mengerti dalam bidang itu.
Pernyataan informan A terlihat seperti menggantungkan kepada jasa konsultasi sebagai
tumpuan. Bukan dilihat dari kualifikasi kompetensi yang harus dimiliki pejabat pengadaan.
Pernyataan ini selaras dengan kendala minimnya pejabat pengadaan di Kabupaten Bangkalan
ini. Mematuhi prinsip dasar pengadaan yakni efisien terhadap harga barang/jasa pengadaan,
maka selayaknya jasa konsultansi ini merupakan jasa tambahan sewaktu-waktu memang
sangat dibutuhkan. Bukan merupakan tumpuan kerja, sementara pejabat pengadaan hanya
menunggu hasil putusan konsultan.
Pernyataan dari informan B Selaras dengan informan A, informan B juga menjawab hal
yang sama namun lebih memasrahkan jawaban pada ketua ULP, berikut pernyataan dari
informan B:
ya tidak harus dek, yang penting punya sertifikat pengadaan. Istilahnya kita kan cuma
mencarikan tukang untuk mereka. Masak kita harus mengerti secara tekhnis pengerjaannya.
Lalu kapan selesainya kalau begitu. Kan sudah ada jasa konsultasi. Ya,tinggal kita mintai
pendapatnya, bagaimana baiknya. Kalau untuk mengukur kompetensi pejabat pengadaan,
tanyakan saja pada ketua ULP. Kalau sudah diangkat menjadi ketua kan berarti sudah memiliki
kualitas kompetensi yang bagus. Kalau kita kan hanya mengikuti apa yang dikatakan ketua.
Sekarang ini yang benar malah disalahkan kalau tidak mengikuti aturan ketua. Jadi lebih baik
langsung tanyakan ke ketua ULP nya saja.
Selaras dengan informan A, informan B juga lebih menitik beratkan pada jasa
konsultansi sebagai tumpuan, bukan pada kompetensi pejabatnya. Disis lain informan B ini
terlihat sedikit memiliki rasa kawatir akan salah menjawab. Beliau lebih memasrahkan jawaban
yang akan dilontarkan oleh ketua ULP. Hal ini terlihat dari pernyataan
Kalau sudah diangkat menjadi ketua kan berarti sudah memiliki kualitas kompetensi yang
bagus. Kalau kita kan hanya mengikuti apa yang dikatakan ketua. Sekarang ini yang benar
malah disalahkan kalau tidak mengikuti aturan ketua.
Pernyataan ini jelas tidak benar adanya. Rasa takut akan kesalahan menjawab dan
memasrahkan sepenuhnya pada ketua, bukanlah sikap yang harus dimiliki oleh pejabat
pengadaan. Jelas terlihat kompetensi yang mungkin dimiliki oleh pejabat pengadaan terlihat
kabur dan tertutupi oleh rasa takut yang iya miliki. Melihat pernyataan informan B yang terlihat
ragu dalam menjawab, informan C juga menjawab hal yang sama yaitu
Tidak juga. Kalau sudah ditunjuk oleh bupatinya, mau gimana lagi. Mau kerja kok milih-milih,
ya tidak boleh. kita bekerja dipemerintahan, jadi mau tidak mau ya harus menerima tugas
tambahan untuk kita. Kalau sudah punya sertifikat, ya berarti sudah kompeten dalam bidang
pengadaan kan?

11

Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference


Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

Jawaban informan C terlihat lebih menitik beratkan pada pengangkatan pejabat


pengadaan. Dimana dalam pengangkatan pejabat pengadaan ditunjuk langsung oleh kepala
daerah tanpa melihat kualifikasi dari pejabat pengadaan itu sendiri.
4. SIMPULAN
Berpijak pada rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian ini, maka dari hasil olah
data yang peneliti kaji dari informasi yang disampaikan oleh informan dan fakta real dilapangan
dapat disimpulkan, antara lain: (1) Pejabat pengadaan di Pemerintahan Kabupaten Bangkalan
sudah mengimplementasikan Perpres 54 tahun 2010, namun belum secara keseluruhan.
Dikarenakan keterbatasan dana, kelengkapan administrasi yang masih kurang, dan belum
tersedianya kantor khusus pengadaan barang/jasa. (2) Kompetensi yang dimiliki pejabat/tim
pengadaan di Kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dari
pengangkatan pejabat pengadaan ditunjuk langsung oleh kepala daerah tanpa melihat
kualifikasi dari pejabat pengadaan itu sendiri dan hasil realisasi pengadaan barang dan jasa
pemerintah Kabupaten Bangkalan baik fisik maupun non fisik.

4.1. Saran dan Implikasi


Penelitian ini merupakan penelitian interpretatif fenomenologi, yang tujuan dari
penelitian ini adalah tidak untuk melakukan generalisasi hasil penelitian, sehingga hasil
penelitian hanya berlaku dalam konteks penelitian ini dilakukan. selain itu terkait hasil penelitian
yang telah peneliti simpulkan dari hasil proses penelitian terdapat sejumlah faktor yang juga
merupakan efek atau akibat yang menyebabkan timbulnya kasus-kasus pengadaan
dipemerintah daerah Kabupaten Bangkalan. Untuk itu dapat diusulkan kepada pemerintah agar:
(1) Pekerjaan pengadaan ini berdiri sendiri dengan dibuatkannya kantor khusus yang
menangani masalah pengadaan barang/jasa pemerintah, sehingga dalam menjalankan
pekerjaannnya, pejabat pengadaan tidak dibebani tugas dan tanggungjawab di tiap instansinya;
(2) Guna terpenuhinya pegawai yang kompeten dalam pengadaan barang dan jasa dapat
diusulkan untuk dilaksanakan diklat kepada LKPP yang selanjutnya di realisasikan diklat agar
terpenuhi kebutuhan pegawai di setiap instansi yang memenuhi syarat untuk diangkat dan
ditetapkan menjadi kelompok kerja (ULP) Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa; (3) Para
Kepala instansi atau lembaga pemerintah harus berusaha memberikan motivasi
kepada pegawai/pejabat agar berusaha meningkatkan sumber daya manusia di bidang
kemampuan dan keahlian tentang pengadaan barang/jasa; (4) Mohon kiranya instansi atasan
kepala daerah berkenan ikut memikirkan dan membantu agar terpenuhinya petugas/pegawai
yang mampu dan kompeten serta memenuhi syarat untuk diangkat dan ditetapkan menjadi
kelompok kerja (ULP) pejabat pengadaan barang/jasa pemerintah yang cukup.
4.2 Keterbatasan dan Rekomendasi
Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, untuk penelitian
selanjutnya disarankan dengan menggunakan pendekatan kuantitaif agar mendapatkan
informasi yang lebih mendalam untuk mengungkapkan realita sosial pada pengadaan
barang/jasa pemerintah. Kedua, penilaian atas kompetensi kerja pejabat pengadaan di
pemerintah daerah Kabupaten Bangkalan tidak dapat digeneralisasikan sebagai penilai untuk
seluruh pejabat pengadaan barang/jasa pemerintah daerah lainnya. Ketiga, untuk penelitian
selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan beberapa objek penelitian yang lebih luas,
guna membantu pemerintahan dalam memperbaiki roda kepemerintahannya terkait pengadaan
barang/jasa.

12

Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam
Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

5. DAFTAR RUJUKAN
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 2004 http://www.BPK.co.id diunduh tanggal 21 september
2011
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 2008 http://www.BPK.co.id diunduh tanggal 21 september
2011
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 2009 http://www.BPK.co.id diunduh tanggal 21 september
2011
Bungin,Burhan. 2007. Analisis Data Kualitatif: pemahaman Filosofis dan Metodologis kea rah
Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Craswel dalam Mutiah, 2011 skripsi Interpretasi Pajak dan Implementasinya,Perspektif wajib
Pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Lembaga
Kebijakan
Pengadaan
http://www.LKPP.go.id/Files/informasi Kebijakan
diunduh tanggal 27 agustus 2011

Barang/jasa
Pemerintah.
2010
Pengadaan Barang/jasa Pemerintah.pdf

Modul Diklat Teknis Subtantif Spesialisasi. 2008. http://DTSS.com diunduh tanggal 21


september 2011
Moleong,Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif , Edisi Revisi. Bandung: Rosda
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang
dan Jasa, Bappenas 2003;
Suharno. 2011. Pentingnya Keahlian Pengadaan barang/jasa UPT Pemasyarakatan di
Nusakambangan. Jurnal Terakreditasi Manajemen strategi Vol: 6 Edisi Khusus 185-190
http://www.ISSN.com diunduh tanggal 25 agustus 2011
Standar
Kompetensi
Kerja-Pengadaan
barang/jasa
pemerintah
http://www.SK3PBJ.go.id/2008/m/edef-kontent-view
mobile.asp?id=20109815099785289301897 diunduh tanggal 29 september 2011

(SK3-PBJP),

Untoro,larto. 2011 kasus korupsi dalam perhitungan HPS pengadaan barang/jasa


pemerintah.http://www.KPK.go.id/2010/m/edef-kontent-view diunduh tanggal 24 september
2011

13

Anda mungkin juga menyukai