Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN
Pada dasarnya, gangguan tingkah laku adalah pola tingkah laku anak atau remaja yang
berulang dan menetap dimana terjadi pelanggaran norma-norma sosial dan peraturan utama
setempat. Gangguan tingkah laku tersebut mencakup perusakan benda, pencurian, berbohong
berulang-ulang, pelanggaran serius terhadap peraturan, dan kekerasan terhadap hewan atau orang
lain. Etiologi gangguan tingkah laku meliputi psikodinamika, faktor sosial, dinamika keluarga,
pengelolaan jasmaniah yang tidak wajar dan biologis.
Sebelum mengklasifikasikan adanya gangguan perilaku pada usia anak-anak atau remaja,
hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengetahui apa yang dianggap normal pada usia
tersebut. Untuk menentukan apa yang normal dan apa yang terganggu, khusus pada anak dan
remaja yang perlu ditambahkan selain kriteria umum yang telah kita ketahui adalah faktor usia
anak dan latar belakang budaya. Banyak masalah yang pertama kali teridentifikasi pada saat anak
masuk sekolah. Masalah tersebut mungkin sudah muncul lebih awal tetapi masih ditoleransi, atau
tidak dianggap sebagai masalah ketika di rumah. Kadang-kadang stres karena pertama kali
masuk sekolah ikut mempengaruhi kemunculannya (onset). Namun, perlu diingat bahwa apa
yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, menjadi tidak dapat diterima di usia yang
lebih besar. Banyak pola perilaku yang mungkin dianggap abnormal pada masa dewasa,
dianggap normal pada usia tertentu.
Gangguan pada anak-anak ini sering kali dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu
eksternalisasi dan internalisasi. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku yang diarahkan
ke luar diri, seperti agresivitas, ketidakpatuhan, overaktivitas, dan impulsivitas. Gangguan
internalisasi ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang lebih terfokus kedalam diri seperti
depresi, menarik diri dari pergaulan sosial, dan kecemasan, termasuk juga anxietas dan mood
dimasa anak-anak.

II. EPIDEMIOLOGI
Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan gangguan lain.
Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku dan ADHD. Sekitar 40%

anak-anak dengan ADHD juga mengalami gangguan tingkah laku. Hal ini terjadi pada anak lakilaki, namun jauh lebih sedikit yang diketahui mengenai komorbiditas gangguan tingkah laku dan
ADHD pada anak perempuan. Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan
gangguan tingkah laku dimana dua kondisi tersebut saling memperparah satu sama lain.
Gangguan tingkah laku didapatkan pada 6 - 16 % anak laki-laki dan 2 - 9 % anak perempuan, di
bawah usia 18 tahun. Insiden pada usia sekolah adalah 0,9% dan 8,7% pada remaja. Berdasarkan
penelitian longitudinal, kurang lebih 4-75% di antaranya akan berkembang menjadi Gangguan
Kepribadian Antisosial pada masa dewasanya.[1]
Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku dan komorbid
dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melakukan kejahatan
dibanding mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang komorbid dengan penarikan diri
dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan bahwa anak-anak perempuan yang mengalami
gangguan tingkah laku beresiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai gangguan komorbid,
termasuk kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, dan ADHD dibanding dengan anak laki-laki
yang memiliki gangguan tingkah laku.[1]

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO GANGGUAN TINGKAH LAKU


a. Faktor-faktor biologis[2]
Dalam tiga studi adopsi berskala besar di Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat,
mengindikasikan bahwa perilaku kriminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan dimana faktor lingkungan pengaruhnya sedikit lebih besar. Beberapa sifat
kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Dari studi terhadap
orang kembar mengindikasikan bahwa perilaku agresif (a.l kejam terhadap hewan, berkelahi,
merusak kepemilikan) jelas diturunkan, sedangkan perilaku kenakalan lainnya (a.l mencuri,
lari dari rumah, membolos sekolah) kemungkinan tidak demikian. Dalam studi terhadap 10
pasangan kembar, angka kriminalitas pada saat dewasa mencapai 50% untuk kembar
monozigot, dan 20% untuk kembar di zigot. Sebaliknya, tujuh penelitian pada anak dengan

perilaku antisosial pada remaja menunjukkan angka yang tinggi, namun seimbang antara
kembar monozigot dan dizigot.
Kelemahan neurologis, tercakup dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak yang
mengalami gangguan tingkah laku. Kelemahan tersebut termasuk keterampilan verbal yang
rendah, masalah dalam fungsi pelaksanaan (kemampuan mengantisipasi, merencanakan,
menggunakan pengendalian diri, dan menyelesaikan masalah) dan masalah memori.
Telah lama diketahui bahwa gangguan otak sperti trauma kepala, ensefalitis, neoplasma,
dan lain-lain dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Anak dengan sindroma otak
organik ini mungkin menunjukkan hiperkinesa, kegelisahan, kecenderungan untuk merusak
dan kekejaman.
b. Faktor-faktor psikologis[2]
Teori pembelajaran yang melibatkan modelling dan pengondisian operant memberikan
penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya masalah tingkah laku.
Anak-anak dapat mempelajari agresivitas orang tua yang berperilaku agresif. Anak juga dapat
meniriu tindakan agresif dari berbagai sumber lain seperti televisi. Karena agresi merupakan
cara mencapai tujuan yang efektif, meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut
dikuatkan. Oleh karena itu setelah ditiru, tindakan agresif kemungkinan akan dipertahankan.
Berbagai karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya
pengawasan secara konsisten dihubungkan dengan perilaku antisosial pada anak-anak.
c. Pengaruh lingkungan [2]
1. Orangtua: sikap orangtua terhadap anak mereka merupakan faktor yang sangat penting bagi
kepribadian anak itu. Perkawinan yang tidak bahagia atau perceraian dapat menimbulkan
kebingungan pada anak. Bila orangtua tidak rukun, maka sering mereka tidak konsekuen
dalam mengatur kedisiplinan dan sering mereka bertengkar di depan anak. Sebaliknya,
disiplin yang dipertahankan secara kaku dapat menimbulkan frustasi yang hebat.
Kepribadian orangtua sendiri juga sangat penting.

2. Saudara-saudara: rasa iri hati terhadap saudara adalah normal, biasanya lebih nyata pada
anak pertama dan lebih besar antara anak-anak dengan jenis kelamin yang sama. Perasaan
ini akan bertambah keras bila orangtua memperlakukan anak-anak tidak sama. Untuk
menarik perhatian dan simpati orangtuanya, anak-anak tersebut bisa menunjukkan perilaku
yang agresif atau negativistik.
3. Orang-orang lain di dalam rumah, seperti nenek, saudara orangtua atau peayan, juga dapat
memengaruhi perkembangan kepribadian anak.
4. Teman-teman seusia. Penelitian mengenai pengaruh teman seusia terhadap agresi dan
antisocial anak-anak memfokuskan pada dua bidang besar, yaitu: 1) Penerimaan atau
penolakan dari teman-teman seusia. Penolakan menunjukkan hubungan yang kausal dengan
perilaku agresif, bahkan dengan tindakan pengendalian perilaku agresif yang terdahulu
(Coie & Dodge, 1998). 2) Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku
menyimpang. Pergaulan dengan teman seusia yang nakal juga dapat meningkatkan
kemungkinan perilaku nakal pada anak (Capaldi & Patterson, 1994).
d. Faktor-faktor sosiologis[2]
Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga
yang terganggu, dan subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal yang
dapat diterima terungkap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi. Kombinasi perilaku
antisosial anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi keluarga
memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena tindakan kriminal (Patterson,
Crosby, & Vuchinich, 1992).
Gangguan perilaku lebih sering didapati pada anak-anak dari golongan sosio-ekonomi
tinggi atau rendah. Hal ini mungkin terjadi karena orangtua mereka terlalu sibuk dengan
kegiatan sosial (pada kalangan atas) atau sibuk dengan mencari nafkah (pada kalangan
bawah) sehingga lupa menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan baik dengan anakanak mereka.
IV. KRITERIA DIAGNOSIS

Deteksi dini gangguan perilaku anak dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisis rutin, skrining, dan pemeriksaan lanjutan. Keluhan orang tua mengenai penyimpangan
perilaku anaknya perlu ditindaklanjuti karena sebagian terbukti benar. Penting pula menanyakan
faktor-faktor risiko di lingkungan mikro (ibu), mini (lingkungan keluarga dan tempat tinggal),
meso (lingkungan tetangga, polusi, budaya, pelayanan kesehatan, dan pendidikan) dan makro
(kebijakan program) yang dapat mengganggu tumbuh kembang anak atau dapat dioptimalkan
untuk mengatasi gangguan tersebut. Skrining gangguan perilaku dapat menggunakan kuesioner
atau melakukan pengamatan langsung pada balita.[3]
Pediatric Symptom Checklist (PSC) berisi 35 perilaku anak yang dapat ditanyakan oleh
paramedis atau dokter kepada orang tua untuk skrining perilaku anak usia 416 tahun. Kuesioner
Skrining Perilaku Anak Prasekolah menyerupai PSC tetapi hanya berisi 30 pertanyaan untuk
mendeteksi dini kelainan perilaku anak prasekolah (3-6 tahun).. Checklist for Autism in Toddlers
(CHAT) adalah salah satu alat skrining untuk deteksi dini gangguan spectrum autistik (austistic
spectrum disorder) anak umur 18 bulan sampai 3 tahun. Kuesioner Abreviated Conner Rating
Scale digunakan untuk menilai anak usia 3 tahun ke atas jika ada kecurigaan ke arah Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas.[3]

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fungsi kognitif, tingkat edukasi, dan pemeriksaan neuropsikologis, sekalipun
tidak menolong dalam mengkategorikan diagnosis, dapat memberikan informasi penting
mengenai fungsi linguistik, kognitif, motorik, dan edukasi dari pasien. Data tersebut penting
untuk merancang rencana terapi yang komprehensif.[3]

VI. DIAGNOSA BANDING


Anak dengan tipe gabungan atau subtipe hiperaktif - impulsif utama ADHD hadir lebih
awal , kira-kira usia antara TK dan kelas dua . Presentasi anak biasanya diamati oleh guru atau
orang tua seperti kesulitan anak dalam mengerjakan tugasan di sekolah dan / atau berinteraksi

dengan teman sebaya. Karakteristik yang membawa seorang anak untuk pengobatan termasuk
gejala impulsif, hiperaktif, dan lalai seperti aktivitas motorik yang berlebihan, gelisah, berlari,
meninggalkan tempat duduk , berbicara , menyela , dan masalah menunggu gilirannya nya. [4]
Meskipun diagnosis yang paling mungkin untuk anak laki-laki 7 tahun yang sering mau
berjalan ke merata tempat , membuat bising, sering kehilangan barang, menolak untuk
melakukan pekerjaan rumah , dan mengganggu orang tuanya adalah tipe gabungan ADHD,
evaluasi menyeluruh sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis psikiatri dan diagnosis
medis lain. Diagnosis psikiatri yang mempunyai gejala mirip dengan hiperaktif / impulsif subtipe
ADHD meliputi gangguan perilaku yang lain, gangguan kecemasan, gangguan afektif, gangguan
penyesuaian gangguan perkembangan dan gangguan bahasa, gangguan bereaksi, dan gangguan
perkembangan lainnya.[4]
Gangguan perilaku yang mengganggu antara lain gangguan pemberontak oposisi
(opposiotional defiant disoreder: ODD

dan gangguan perilaku (conduct disorder: CD).

Gangguan ini sering berkomorbiditas dengan ADHD. Anak-anak dengan ODD menolak untuk
mengikuti aturan di rumah dan di sekolah , dan menunjukkan perilaku argumentatif, marah, dan
bertindak menghindari aturan tersebut . Anak-anak dengan CD sengaja melanggar norma-norma
sosial dan hak-hak orang lain, dan hadir dengan perilaku termasuk pembolosan, kekejaman
terhadap manusia dan hewan, mencuri berbohong, dan pengaturan api.[4]
Beberapa gangguan kecemasan yang hadir di masa kecil dapat terlihat seperti suatu jenis
gabungan ADHD. Misalnya, anak dengan gangguan stres pasca trauma (posttaumatic stress
disorder: PTSD) dapat mengalami agitasi , mudah kaget, konsentrasi yang buruk , kilas balik ,
sering gelisah, dan gangguan dalam perhubungan, dan dengan demikian dapat memiliki gejala
yang mirip dengan ADHD. Beberapa anak dengan gangguan kecemasan umum (generalized
anxiety disorder: GAD) dan gangguan panik juga dapat menyerupai pasien ADHD.[4]
Gangguan bipolar adalah gangguan afektif yang paling menyerupai tipe gabungan ADHD.
Anak

dengan hiperaktif, mudah marah, tidak memberi perhatian, berperilaku bahaya, dan

prestasi yang buruk di sekolah. Beberapa gejala kardinal membedakan gangguan bipolar dari
ADHD , termasuk hipersexualitas, kurang kebutuhan untuk tidur, peningkatan produktivitas,
pikiran balap , dan kebesaran.[4]

Gangguan bahasa campuran ekspresif dan reseptif dapat hadir dengan perilaku lalai dan
hiperaktif karena ketika seorang anak tidak dapat memahami atau berkomunikasi secara verbal ,
ia bisa mengganggu dan menyebabkan anak gelisah. Demikian juga, anak-anak dengan
gangguan pendengaran dan mereka yang tidak bisa bertutur dalam bahasa yang sama juga dapat
menunjukkan perilaku yang meniru ADHD sebagai akibat dari ketidakmampuan anak untuk
memahami komunikasi verbal di dalam kelas.[4]
Anak-anak yang mengalami perubahan besar atau tekanan dalam hidup mereka seperti
perceraian, kematian atau penyakit dari orang tua, dan bahkan intimidasi dapat menimbulkan
tekanan pada anak dan memberikan gejala mirip ADHD ini. Anak-anak yang mengalami
kesusahan dalam kehidupan seperti yang tinggal di panti asuhan atau mereka yang diabaikan
juga bisa memiliki gangguan lampiran reaktif dan mungkin menunjukkan beberapa tanda-tanda
dan gejala seperi ADHD.[4]
Anak dengan retardasi mental bisa menghidap ADHD , karena perhatian dan aktivitas
motorik yang ditunjukkan adalah sesuai untuk usia mental mereka, namun tidak untuk usia
kronologis mereka. Anak-anak tersebut bisa diidentifikasi dengan IQ rendah dan gangguan
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia sehari-hari seperti makan , mandi , dan berpakaian .
Anak-anak dengan cacat perkembangan pervasif juga mungkin memiliki kesulitan dalam
impulsif , hiperaktif , dan kurangnya perhatian yang diberikan . Namun, kesulitan utama adalah
ketidakmampuan dalam komunikasi verbal dan nonverbal dan keasyikan dengan kegiatan atau
hobi tertentu.[4]

Diagnosis Banding dengan ADHD[5]


Disorder (Gangguan)

Differentiating

Features

from

ADHD

(Perkara

yang

membedakan dengan ADHD)


Oppositional

Defiant

and

Conduct Disorders
(Gangguan

Memberontak

Tidak mengikut arahan, tetapi apabila melakukakan sesuatu


anak dapat fokus dengan perkerjaan tersebut.

Kurang tingkah laku hiperaktif

dan Tingkah Laku)

Gangguan perilaku sering terjadi di rumah

Learning Disorders

Gejala spesifik di tempat belajar seperti sekolah atau pada

(Gangguan Pembelajaran)

subjek tertentu.

Tidak ada riwayat hiperaktif dan aggresif

Anxiety and Mood Disorders

Bermasalah dalam memberikan perhatian

(Gangguan

Ada riwayat keluarga (cth: Riwayat ADHD).

Sentiasa membangkang sesuatu perkara

Gejala biasanya pada umur 7 tahun ke atas

Thought Disorders

Gejala biasanya pada umur 7 tahun ke atas

(Gangguan Pikiran)

Kurang kontak dengan realiti

Bipolar Disorder

Gejala biasanya pada umur lebih dari 7 tahun

(Gangguan Bipolar)

Ada riwayat keluarga (Cth: Riwayat ADHD).

Sering berubah emosi

Sering marah-marah

Merasa megah dengan diri sendiri

Sering tidak mau tidur

Gangguan sexual

Tidak memberikan perhatian biar dirangsang.

Disorder (autism)

Penurunan perhatian dan kewaspadaan dari waktu ke waktu

Mental Retardation

Tingkat perkembangan, dan masalah dalam memberi

Emosi

dan

Perasaan)

Pervasive

Developmental

(Retardasi Mental)

perhatian tidak terlalu terganggu

Berdasarkan

tingkat

perkembangan,

aktivitas

yang

obat-obatan

(e.g.,

dilakukan dianggap bersesuaian


Substance-Related Disorder

Gejala akut setelah umur 7 tahun

Gejala

(Gangguan Terkait)
Other

Substance-Related

Disorder (NOS)

yang

timbul

disebabkan

bronchodilators, isoniazid, akathisa dari neuroleptics).

(Gangguan Lain)

VII. PENATALAKSANAAN GANGGUAN TINGKAH LAKU


Karena sifat multifaset dari masalah perilaku, khususnya terkait komorbiditas, pengobatan
biasanya meliputi obat-obatan, mengajarkan keterampilan orangtua, terapi keluarga, dan
konsultasi dengan sekolah. Penelitian telah menunjukkan bahwa pemuda dengan agresi predator
dan berat tidak mungkin untuk merespon tanpa obat dan mereka memiliki respon yang lebih baik
untuk pendekatan multimodal.[6][7]
Alternatif untuk pengobatan obat atau menahan diri untuk perilaku agresif dapat membantu
dan beberapa program rawat inap dan perumahan untuk agresif memerankan pemuda mulai
mengembangkan protokol yang efektif. Satu menjanjikan, peer-dipimpin intervensi untuk
gangguan perilaku melaporkan penurunan yang signifikan dari masalah perilaku anak dan
peningkatan kompetensi pengasuhan. Sebagian besar orang tua (92%) menyelesaikan program
manualized dan melaporkan peningkatan pada semua hasil pengukuran, termasuk masalah anak
(jumlah dan tingkat keparahan), stres orangtua, dan kompetensi pengasuhan. Meskipun studi
dilakukan dengan baik, itu tidak melaporkan data tentang hasil jangka panjang sebagai anakanak dan orang tua hanya dipelajari sebelum memulai program 8 minggu dan pada
penyelesaian.[6][7]
Karena tingginya tingkat tumpang tindih antara CD dan ADHD, dokter harus melakukan
evaluasi untuk gejala ADHD. Terapi farmakologis untuk ADHD diindikasikan jika anak
mengalami gejala bahwa gangguan (lihat Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder). Untuk
membuat diagnosis itu, sejarah menyeluruh, kehadiran 6 dari 9 kurangnya perhatian atau
hiperaktif gejala sebagaimana ditentukan dalam DSM-IV, dan gangguan yang jelas berfungsi
dalam setidaknya 2 pengaturan (biasanya rumah dan sekolah) yang diperlukan.[6][7]
Dalam jangka pendek, obat stimulan telah terbukti efektif dalam mengendalikan gejala
spesifik kurangnya perhatian, impulsif, dan hiperaktivitas. Namun, dengan sendirinya, obat
stimulan biasanya tidak menghasilkan perbaikan orangtua-anak, guru-anak, atau hubungan peer.
Seperti dengan pendekatan CD, pendekatan multidisiplin dan multimodal untuk ADHD
diperlukan. Tidak ada obat telah secara konsisten efektif dalam mengobati orang dengan CD
ketika ADHD atau gangguan bipolar tidak hadir. Perhatikan bahwa penyalahgunaan zat terjadi
pada sejumlah besar anak-anak dengan CD yang independen dari apakah mereka diperlakukan

dengan obat psikoaktif. Dokter harus berhati-hati ketika meresepkan obat perangsang dan obat
antipsikotik tertentu seperti Seroquel (Quetiapine) karena mereka dapat dijual secara ilegal.[6][7]
Lithium dan methylphenidate mengurangi agresivitas dalam satu set studi; Namun, dalam
penelitian tindak lanjut berikutnya, efektivitas lithium tidak dapat direplikasi. Penelitian telah
menunjukkan sebuah asosiasi dengan penggunaan ganja dan peningkatan tingkat agresi seksual
sehingga obat-obatan seperti lithium dapat membantu karena mereka telah terbukti menurunkan
keinginan obat-terkait dan dengan demikian mengurangi penyalahgunaan alkohol dan obatobatan terlarang.[6][7]
Karbamazepin juga telah terbukti efektif dalam mengobati perilaku agresif. Karbamazepin
efektif dalam studi percontohan; Namun, beberapa efek samping yang signifikan terjadi. Dengan
demikian, pilihan pertama untuk pengobatan adalah stimulan karena efek samping profil yang
relatif aman namun ketika mereka penyalahgunaan / penyelewengan adalah risiko pilihan obat
yang kurang abusable seperti Daytrana (methylphenidate dalam bentuk patch) atau Vyvanse (lisdexamfetamine-obat adalah lisan namun terikat lisin membutuhkan asam lambung pencernaan
agar dapat diaktifkan). Antikonvulsan dianggap kelompok kedua obat yang akan digunakan
dalam agresi spesifik, dan lithium adalah pilihan ketiga.[6][7]
Sebuah obat keempat, guanfacine, yang baru-baru ini telah disetujui oleh FDA dalam
bentuk 24 jam (INTUNIV) untuk ADHD telah dieksplorasi dalam sidang terbuka dengan 15 dari
17 pasien menunjukkan penurunan signifikan perilaku agresif; Namun, obat ini membutuhkan
pemantauan tekanan darah dan jantung parameter-elektrokardiogram diperlukan sebelum
memulai karena potensi risiko blok jantung.[6][7]
Sebuah obat kelima, divalproex memiliki profil keamanan yang kurang menguntungkan
dari stimulan; Namun, tidak memiliki kelainan metabolik yang berhubungan dan risiko tardive
dyskinesia yang antipsikotik atipikal dan obat antipsikotik khas miliki. Dengan demikian, ini
adalah pilihan lain mungkin untuk agresi refraktori terutama seperti yang telah digunakan secara
aman dengan populasi anak dengan epilepsi.[6][7]

10

VIII. PROGNOSIS
Gangguan tingkah laku di masa kanak-kanak tidak dengan sendirinya berlanjut menjadi
perilaku antisosial di masa dewasa, meskipun memang menjadi faktor yang mempredisposisi.
Studi baru-baru ini, menunjukkan bahwa meskipun sekitar separuh anak laki-laki yang
mengalami gangguan tingkah laku tidak memenuhi kriteria lengkap bagi diagnosis tersebut pada
pengukuran terkemudian (1-4 tahun kemudian), hampir semuanya tetap menunjukkan beberapa
masalah tingkah laku. Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku anti sosial yang
tetap sepanjang hidup, dengan masalah tingkah laku yang bermula di usia 3 tahun dan
berlanjut menjadi kesalahan perilaku yang serius di masa dewasa. Sementara itu, yang lain
terbatas di usia remaja. Orang-orang tersebut mengalami masa kanak-kanak yang normal,
terlibat dalam perilaku antisosial dengan tingkat yang tinggi selama masa renaja, dan kembali ke
gaya hidup tidak bermasalah di masa dewasa.[4]
Lahey, dkk (1995) menemukan bahwa anak laki-laki dengan gangguan tingkah laku
perilaku antisosialnya jauh lebih mungkin untuk berlanjut jika memiliki salah satu orang tua
yang mengalami gangguan kepribadian antisosial atau jika mereka memilki kecerdasan verbal
rendah. Interaksi beberapa faktor individual, seperti temperamen, psikopatologi yang dialami
orang tua, dan interaksi orang tua-anak yang disfungsional, dan faktor-faktor sosiokultural,
seperti kemiskinan, dan dukungan sosial rendah, berkontribusi terhadap lebih banyaknya
kemungkinan timbulnya perilaku agresif di usia dini dengan sifat tetap.[4]

11

DAFTAR PUSTAKA
1. Nock M, Kazdin A, Hiripi E, Kessler R. Prevalence, subtypes, and correlates of DSM-IV
conduct disorder in the National Comorbidity Survey Replication. Psychological
Medicine, 2006; 36: 699710.
2. Day C, Michelson D, Thomson S, Penney C, Draper L. Evaluation of a peer led parenting
intervention for disruptive behaviour problems in children: community based randomised
controlled trial. BMJ. Mar 13 2012;344:e1107.
3. Soedjatmiko. Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Balita. Sari Pediatri, 2001;
3(3): 175-188
4. Bettina E, Pataki C. Conduct Disorder, eMedicine.Medscape. Feb 12 2014. Available
from URL: http://emedicine.medscape.com/article/918213-overview#aw2aab6b5
5. Robb S. Differential Diagnosis of ADHD in School-Age Children. Sep 26, 2006.
6. Kazdin E. Alan, Practitioner Review: Psychosocial Treatments for Conduct Disorder in
Children. Cambridge University Press. 1997; Vol. 38, No. 2. p. 161-178.
7. Blader JC, Schooler NR, Jensen PS, Pliszka SR, Kafantaris V. Adjunctive divalproex
versus placebo for children with ADHD and aggression refractory to stimulant
monotherapy. Am J Psychiatry. Dec 2009;166(12):1392-401.

12

Anda mungkin juga menyukai