GA PD Atresia Ani
GA PD Atresia Ani
PENDAHULUAN
Seorang bayi laki-laki bernama By. Ny. IR dengan usia 4 hari dibawa
ke RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 02 Mei 2015 di rawat di
Perinatologi dengan keluhan utama Bayi lahir tidak memiliki lobang anus.
Dari hasil pemeriksaan ditegakkan diagnosis Atresia Ani Letak Rendah
dengan fistula perineal.
Operasi dilakukan pada tanggal 05 Mei 2015 pukul 10.00 WIB oleh
ahli bedah dr. Willy, Sp.BA dan ahli anastesi dr.Ade Susanti, Sp.An dengan
jenis/tindakan general anestesi.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: By. Ny. IR
Umur
: 4 hari
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Desa Logan Tengah RT 06 Tanjab Timur
Ruangan
: Perinatalogi
Diagnosis
: Atresia Ani Letak Rendah dengan fistula perineal
Tindakan
: Anoplasty (Anterosagital Anorectoplasty)
BB/TB
: 2 kg / 41 cm
Gol. Darah
:A
II.
ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Bayi lahir tidak memiliki lobang anus.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi datang via IGD rujukan dari RS Nurdin Hamzah Sabak
dengan diagnosis Atresia Ani + Fistel Perineal dan distensi
abdomen. Bayi lahir 2 hari yang lalu ditolong oleh bidan, bayi
lahir spontan dan segera menangis.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat batuk (-)
D. Riwayat Kebiasaan (-)
E. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis
TD
:Nadi
: 134 x/menit
Suhu : 37,0 C
RR : 42 x/menit
2. Kepala
a. Mata : Ca -/-, SI -/-, Reflex cahaya +/+, Pupil isokor +/+
b. THT : Telinga : tidak tampak kelainan
Hidung : sekret -, hiperemis -/Tenggorokkan : Mallampati sulit dinilai
III.
Nilai
10,4
3,47
16,5
37,2
259
4
2
Satuan
103
/
mm3
106/
mm3
g/dl
%
103/
Nilai Normal
3,5-10
3,8-5,8
11 16,5
35-50
150 - 390
mm3
Detik
Detik
2. X- Ray (Tidak dilakukan pemeriksaan)
3. CT- Scan (Tidak dilakukan pemeriksaan)
4. Pemeriksaan Penunjang Lain (-)
IV.
V.
2. Tindakan Bedah
3. Status Fisik ASA
4. Metode Anestesi
- Premedikasi
- Induksi
-
Relaksasi
Pemeliharaan
Infus
Nadi
m
10.
(x/menit
WIDA
D10
50cc + Ca
0
10.
glukonas 2
amp
)
140
145
145
135
145
1
5
10.
3
0
10.
4
5
11.
0
0
6. Instruksi Anestesi
Bayi dipuasakan selama 24 jam
Beri oksigen
Terapi disesuaikan dengan terapi dr. Willy, Sp.BA
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ANESTESIA PEDIATRIK
DASAR ANATOMI DAN FISIOLOGI
a. Jalan Nafas1,2
lebih baik.
Jalan nafas sempit memerlukan usaha jalan nafas yang cukup besar
untuk dapat melampaui resistensinya, sehingga sumbatan jalan nafas
oleh atresia koanal atau secret dapat menyebabkan sumbatan jalan
nafas total. Demikian juga dengan pemasangan pipa nasogastrik,
sehingga pilihan terbaik adalah pipa nasogastrik.
b. Fisiologi Respirasi2,3
Fisiologi yang menyebabkan bayi dan neonatus mudah terjadi desaturasi :
c. Fisiologi Ventilasi
respirasi.
Ventilasi semenit yang tinggi, terutama dalam kondisi stress
membatasi kemampuan untuk meningkatkan usaha ventilasi secara
efektif.
Terjadinya henti nafas dan ketidakstabilan kardiovaskuler akibat
anestesia umum meningkat pada bayi prematur dan usia kurang dari
60 minggu pascakonsepsi seperti juga bayi yang sepsis atau
pascabedah.
Bayi aterm, usia gestasi kurang dari 46 minggu dan bayi eksprematur
usia getasi kurang dari 52 minggu harus dirawat dan di monitor
sepanjang malam.
d. Sistem kardiovaskular
HR
Tekanan
Tekanan
Sistolik
Preterm
45
25
60-75
27
Newborn
95
45
6 bulan
95
50
2 tahun
110-
98
57
4 tahun
112
60
8 tahun
1000gr
130-
Diastolik
0
801
5
0
851
2
5
751
1
5
601
1
0
e. Cairan dan Elektrolit
Pada waktu lahir, laju filtrasi glomerulus 15-30% dari nilai normal
f. Sistem Hematologi
Volume darah pada bayi aterm 80 ml/KgBB dan akan mencapai nilai
sehat.
Pada saat lahir, HbF lebih dominan tetapi akan segera diganti dengan
HbA dalam 3-4 bulan. Pada bulan ke 6 tercapai rasio HbF/HbA yang
sama dengan dewasa. Pada bayi prematur penurunan kadar
hemoglobin lebih cepat dan lebih besar dan dapat mencapai 7-8gr%
pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500gr (karena umur
kehamilan.
Bayi baru lahir, terutama prematur dan bayo kecil sesuai masa
kehamilan mempunyai hanya sediki cadangan glikogen (hanya dihati
dengan menggigil.
Bayi merespon stress dingin dengan meningkatkan produksi
norepinefrin, yang meningkatkan metabolisme lemak coklat. Selain
menungkatkan produksi panas, norepinefrin juga meningkatkan
vasokontriksi paru dan perifer. Jika berlanjut, bisa menyebabkan
pintasan dari kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis metabolik. Bayi
sakit dan premature mempunyai cadangan lemak coklat yang terbatas
sehingga lebih tidak tahan terhadap dingin.
10
neonatus.
Proporsi curah jantung yang mencapai otak lebih besar pada neonatus
dibandingkan pada anak yang lebih besar sehingga dosis untuk
MAC obat anestesia inhalasi lebih besar pada anak yang lebih muda
dan menurun sejalan dengan meningkatnya usia, namun neonatus
membutuhkan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan dengan
bayi. Obat anestesia inhalasi yang dibutuhkan pada bayi 30% lebih
besar dari normal, namun batas keamanan antara efek anestesia yang
adekuat dan depresi sistem kardiovaskuler dan respirasi lebih sempit
cepat.
Ambilan obat anestesia inhalasi lebih cepat daripada dewasa atau
anak besar karena :
- raiso antara ventilasi alveolar dan kapasitas cadangan
-
11
20 menit
Reseptor EMG berkurang pada neonatus aterm sampai 12 minggu
PCA
Reseptor pada NMJ belum matang dan jumlahnya masih sedikit pada
12
c. Premedikasi
Tujuan utama melakukan premedikasi pada anak adalah untuk
memfasilitasi perpisahan dengan orang tua agar lebih nyaman, sehingga
kecemasan pada saat induksi anestesi berkurang. Bayi berusia kurang dari
6 bulan dapat dipisahkan dengan mudah dari orang tuanya, hanya dengan
membuat lingkungannya senyaman mungkin, seperti diberi selimut atau
boneka yang lembut, atau dibiarkan memakai empeng. Bayi diatas 6 bulan
sampai usia toddler membutuhkan premedikasi untuk memudahkan
pemisahan dengan orang tua, begitu juga dengan anak yang sudah berkalikali masuk RS atau anak dengan gangguan komunikasi.
-
0,02 mg/kgbb.
Penenang, Diazepam diberikan 0,2-0,4 mg/kgbb dapat diberikan
baik secara oral atau rektal. Suntikan i.m atau i.v kurang disukai
karena sering menimbulkan nyeri. Droperidol 0,15 mg/kg kadang
diberikan pada anak secara i.m atau i.v. Midazolam (0,07-0,2
mg/kgBB)
Premedikasi i.m diberikan 30-60 menit sebelum induksi anestesia,
sedangkan secara i.v 5 menit sebelum induksi.
d. Masa Anestesia
13
Induksi Intravena
- Thiopental (3mg/kg neonate, 5-6 mg/kg untuk infant dan anak)
- Ketamin 1-2 mg/kgBB
Induksi Inhalasi
-
oksigen 50%.
Konsentrasi halotan berawal 1 volume % kemudian dinaikan setiap
beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur.
e. Intubasi
Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal
kepala. Kepala bayi terutama neonatus oksiputnya menonjol. Perbedaan
anatomi, lebih mudah menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada
bayi. Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa
kaf. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh pakai kaf pada kasus laparatomi
atau jika takut terjadi aspirasi.
Bayi prematur biasa menggunakan pipa bergaris tengah 2-2,5mm,
bayi cukup bulan 2,5-3,5mm. Sampai 6 bulan 3-4mm dan sampai 1 tahun
3,5-4,5mm. Usia diatas 1 tahun gunakan rumus : umur (tahun) / 4 + 4mm.
Intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma
perdarahan adenoid dan infeksi.
f. Pemeliharaan Anestesia
Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali. Pada umunya
menggunakan anestesi N2O/O2 dengan kombinasi halotan, isofluran,
ataupun sevoflurane. Pelumpuh otot golongan non depolarisasisangat
sensitive sehingga harus diencerkan dan pemberiannya secara sedikit demi
sedikit.
14
Jika terjadi kehilangan darah yang masif, harus dilakukan transfusi darah
Koreksi kehilangan cairan sebanyak 1 % akibat dehidrasi
membutuhkan cairan sebanyak 10 cc/kgBB. Kecepatan pemberian cairan
15
100c/kg/24jam
(untuk 24 jam)
+ 50 cc/kg/24 jam
BB 10-2- kg
+ 20 cc/kg/24jam
BB >20 kg
Rumus 4-2-1
10 kg pertama
4 cc/kg/jam
10 20 kg
2 cc/kg/jam
> 20 kg
1 cc/kg/jam
Kebutuhan elektrolit
Na
: 3 mmol/kg
: 2 mmol/kg
BB < 10kg
16
17
serial.
Air kemih: Isi dalam kantong kemih
h. Pengakhiran Anestesi
Pembersihan lendir dalam rongga hidung dan mulut secara hatihati. Pemberian O2 100% selama 5-15 menit setelah agent dihentikan. Bila
ada pengaruh obat non-depol dapat dlakukan penetralan dengan nostigmin
(0,04mg/kg) bersama atropin (0,02mg/kg) kemudian lakukan ekstubasi.
Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung dulu, skornya
menurut Steward.
Pergeraka
Gerak bertujuan
2
Gerak tak bertujuan
1
n
Tidak bergerak
0
Pernafasan
Batuk, menangis
2
Pertahankan jalan nafas
1
Perlu bantuan
0
Kesadaran
Menangis
2
Bereaksi terhadap rangsangan
1
Tidak bereaksi
0
Jika jumlah 5 penderita bisa dipindahkan keruangan.
18
Penyebab atresia ani sampai saat ini masih belum jelas, diduga genetik
juga berperan dalam munculnya kelainan ini. Namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus disebabkan oleh :8,9
embriogenik.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
c. Klasifikasi
Menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi menjadi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin, yaitu :8,9
1. Laki-laki
Kelompok I
Kelainan : fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak
ada, invertogram (udara > 1cm dari kulit)
Tindakan : kolostomi neonatus; operasi definitif pada usia 4-6
bulan
Kelompok II
Kelainan : fistel perineum, membrana anal, stenosis anus, fistel
tidak ada, invertogram (udara < 1 cm dari kulit)
Tindakan : operasi langsung pada neonatus
2. Perempuan
Kelompok I
Kelainan : kloaka, vistel vagina, fistel anovestibuler atau
retrovestibuler, atresia rektum, fistel tidak ada, invertogram
(uadar > 1 cm dari kulit)
Tindakan : kolostomi neonatus
Kelompok II
19
Tipe I: Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam
berbagai derajat.
Tipe II: Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena
20
sling
sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm, muskulus
sfingter ani interna dalam keadaan utuh, kelainan letak rendah lebih
sering dijumpai pada bayi perempuan. Bentuk yang dapat ditemukan
berupa stenosis anus, tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang
seringkali disertai fistula anokutaneus, dan anus ektopik yang selalu
terletak di anterior lokasi anus yang normal.
anus ektopik
21
fistula
rektoperineum
dan
fistula
rektovagina.
Fistula
22
23
24
25
26
tidaknya defek pada sakral, hemivertebra dan massa presacral. Ini dilakukan
sebelum operasi.
USG abdomen, Spesifik Untuk memeriksa saluran kemih dan untuk
melihat ada tidaknya massa lain. Dilakukan sebelum operasi dan harus
diulang setelah 72 jam karena USG yang lebih awal menemukan sebab awal
ultrasonography
mungkin
tidak
cukup
untuk
mengesampingkan
f. Diagnosis Banding8
Hirschsprungs disease
Pada pemeriksaan barium enema memperlihatkan penyempitan
segmen kolon aganglionik, biasanya di daerah rektosigmoid dan proksimal
daerah patologis terdapat pelebaran usus. Tampak daerah transisi antara
kolon proksimal yang melebar dan kolon distal yang sempit, dimana
daerah transisi ini dapat berupa perubahan kaliber yang mendadak, bentuk
27
Penanganan lanjut
Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau kolon iliaka. Untuk anomali
Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB akan berkurang frekuensinya dan
agak padat.
h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita atresia ani, yaitu :8
1. Konstipasi
28
Feses mengeras dan tidak bisa keluar karena tidak ada lubang, atau
ada lubang tetapi letaknya salah dan ukurannya kecil.
2. Kematian
Biasanya diakibatkan oleh kelainan sistem organ lain yang
menyertai atresia ani, sebagian besar akibat kelianan jantung dan
sistem syaraf pusat.
3. Ileus obstruksi
Pada atresia ani tanpa fistula, karena gangguan pasase usus, maka
akan terjadi ileus dimana bayi akan muntah, perut distende.
4. Infeksi traktus urinarius yang rekuren
Akibat pasase feses lewat traktus urinarius.
i. Prognosis8
Prognosis tergantung pada fungsi klinis. Dengan dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum dan kekuatan
kontraksi otot sfingter pada colok dubur. Fungsi kontinensia tidak hanya
tergantung pada kekuatan sfingter atau sensibilitasnya, tetapi juga bergantung
pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita.
Pada atresia letak tinggi, banyak anak-anak memiliki masalah dalam
mengontrol fungsi saluran cerna atau pengendalian defekasi. Sebagian besar
mengalami konstipasi. Pada anak-anak dengan atresia letak rendah secara
garis besar mempunyai kontrol pencernaan yang baik, tetapi dapat pula
mengalami konstipasi.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang bayi laki-laki bernama By. Ny. IR dengan usia 4 hari dibawa ke
RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 02 Mei 2015 di rawat di
Perinatologi dengan keluhan utama Bayi lahir tidak memiliki lobang anus.
Dari hasil pemeriksaan ditegakkan diagnosis Atresia Ani Letak Rendah
dengan fistula perineal.
Operasi dilakukan pada tanggal 05 Mei 2015 pukul 10.00 WIB oleh ahli
bedah dr. Willy, Sp.BA dan ahli anastesi dr.Ade Susanti, Sp.An dengan
jenis/tindakan general anestesi.
Dalam persiapan operasi, bayi dipuasakan, tidak boleh diberi ASI dan diit.
Dilakukan premedikasi dengan memberikan sulfas atropin yang diencerkan
sebanyak (0,01-0,02)mg x 2 kg = 0,02 sampai 0,08 mg (diambil interval yaitu
0,05mg) sebagai golongan antikolenergik sehingga meningkatkan sistem
saraf simpatis dan juga bekerja memblok asetilkolin endogen maupun
eksogen. Pada saluran nafas efeknya adalah untuk mengurangi sekret hidung,
mulut, faring dan bronkus. Pada saluran pencernaan sebagai antispasmodik
(menghambat peristaltik lambung dan usus). Phetidin (1 2 mg/kgBB) x 2 kg
30
O 2 100% selama 5-
31
BAB V
KESIMPULAN
Anestesia pada anak memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dari
pada anestesia pada pasien dewasa. Dikarenakan dengan kesulitan hubungan
anatomi dan fisiologi terutama karena perkembangannya sesuai usia pasien.
Dari manajemen anestesia anak juga melibatkan banyak hal lain
yang ditujukan bagi keamanan pasien; misalnya suhu tubuh dan suhu kamar
operasi, pemilihan peralatan yang digunakan dan pemilihan pemantuahan
selama anestesia.
Dalam kasus By. Ny. IR ini selama operasi berlangsung tidak ada
penyulit yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penangan anestesi berlangsung dengan
baik.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell RS. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2007
2. Sunarto RF, Susilo C. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI/RSCM. 2012. Hal: 375-396.
3. Latief s, Suryadi KA, Dahlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Indonesia. 2001. Hal 30-45.
4. Sadikin, Z.D. & Elysabeth. Anestetik Umum. Dalam: Farmakologi dan
Terapi. G.G, Sulistia. Ed. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal:
122-160.
5. S.M, Darto. & Thaib, R. Obat Anestetik Intravena. Dalam: Anestesiologi.
Muhiman, M. Thaib, . Eds.Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI. Jakarta: FKUI. 1989. Hal: 65-71.
6. A.L, Said & Suntoro, A. Anestesia Pediatrik. Dalam: Anestesiologi.
Muhiman, M. Thaib, . Eds.Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI. Jakarta: FKUI. 1989. Hal: 115-122.
7. Keat S, Bate ST, Bown A, dan Lanham S. Anaesthesia On The Move.
Matthews P, editor. Jakarta: Indeks. 2013.
8. Jong, Wime De, Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi Revisi,
EGC, Jakarta, 1998, Hal : 664-670
9. FK USU. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Universitas Utara. 2006
10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah Kesehatan Anak I, FKUI, Jakarta, 1985, Hal : 204-5
33
34